WINDY 4

Di balik meja kerja, kuelus pelan batang kontolku yang sepertinya akan nganggur dalam dua bulan ini. Hanya istriku yang bisa kupakai, sedangkan Tanti dan Windy lagi halangan. Sungguh apes sekali. Tanti sedang nifas habis melahirkan, sedangkan Windy lagi hamil muda. Dua-duanya tak bisa melayaniku.

Namun ternyata nasibku tidak jelek-jelek amat karena sekitar dua minggu kemudian, Tanti tiba-tiba mengirim sms, “Ada waktu? Suamiku dinas ke luar kota besok, 3 hari.”

Tanpa menunggu lama, segera kukirim jawaban. Kusanggupi untuk datang. Kucoba membayangkan tubuh montok Tanti yang sekarang memiliki bayi berusia dua bulan. Yang pasti dia jadi tambah gemuk, tapi bokong dan payudaranya pasti juga tambah besar. Ah, jadi tak sabar rasanya pengen merangkul dan menggelutinya. Istriku yang bertanya kapan aku akan pulang, terpaksa kubohongi lagi.

“Maafkan aku, Sayang. Bukan aku nggak suka padamu, tapi aku juga penasaran pengen nengok lubang yang lain.” batinku dalam hati.

Jadilah pada sabtu sore sepulang kerja, aku langsung meluncur ke kota M. Tanti menyambutku dengan memakai baju hamil seperti daster panjang selutut, perutnya masih endut. Tapi tidak seendut bongkahan payudaranya yang seperti mau meledak saja. Disanalah tanganku langsung mengarah untuk membelai dan mengusapnya ringan.

“Makan dulu yuk,” ia mengajakku masuk.

Di meja makan, ia ikut duduk menemaniku sambil ngobrol ngalor-ngidul, menanyakan kabar masing-masing setelah hampir 3 bulan tak ketemu. Selama itu pula tanganku tak henti-henti meremas dan membelai-belai anggota tubuhnya yang bisa kujangkau. Tanti bergidik agak risih, namun sama sekali tidak menolak. Yang ada ia malah menggodaku.

“Gitu ya… dapat yang baru, yang lama jadi dilupain,” komentarnya karena aku sibuk menghamili Windy, jarang sekali menengoknya.

“Eh, bukannya gitu,” aku berkilah. “Kan kasihan dia kalau nggak hamil-hamil.”

Tanti tersenyum, “Kapan hari dia nelepon, katanya sudah isi 2 bulan.”

Aku mengangguk mengiakan, “Jadi nggak bisa dipakai deh,” kataku bercanda.

“Yee… pikirannya memek mulu,” Tanti mencubit perutku.

Kubalas dengan mencubit puting susunya, dan Tanti langsung ambruk ke dalam pelukanku. “Tan, aku kangen.” bisikku sambil membelai mesra dua bongkahan payudaranya.

“Ahh… a-aku juga, Mas.” Ia mendesah, “Tapi bisa kan kita nggak langsung main?” tanyanya meminta.

“Kenapa?” kupandangi wajahnya yang kini tampak bulat menggemaskan.

“Tolong pijitin kakiku sebentar ya, betisku rasanya pegel banget nih.” katanya.

Aku mengangguk, “Jangankan betis, semua juga aku mau. Asal setelah itu dikasih yang ini,” Kucolek sedikit lubang memeknya yang masih tertutup kain daster dan celana dalam tipis.

Tanti tertawa dan selanjutnya mengajakku pindah ke kamar. “Kalau pijitanmu enak, nanti kukasih bonus.” bisiknya menggoda.

“Apaan?” tanyaku sambil mengikutinya naik ke atas ranjang.

“Ada deh, pokoknya pijit dulu kakiku.” Dia tersenyum dan menyingkirkan majalah yang tergeletak disitu ke atas meja, lalu membaringkan diri di ranjang. Dia duduk dengan menyusun bantal di kepala ranjang sebagai sandaran, sementara kakinya selonjor ke arahku.

“Kamu tambah seksi, Tan,” bisikku tak berkedip menatapnya, terutama tonjolan payudaranya yang seperti tumpah ruah tak terkendali.

”Cepetan sini…” tangannya melambai. “duh, pegel banget kakiku, pijitin yang enak ya,” pintanya memelas.

Aku nyengir saja melihatnya dan mulai memijit betisnya bergantian. Kaki itu sekarang jadi agak gemuk, namun tetap terlihat putih dan mulus. Karena posisi Tanti agak merenggang, dan juga baju hamilnya yang menutupi hanya sebatas lutut, otomatis CD nya jadi kelihatan. Gundukan itu terlihat tebal dan sangat enak untuk dipandang, jadi ngaceng kontolku. Tapi aku tak ingin terburu-buru, toh nanti aku akan tetap dapet juga. Maka aku tetap konsentrasi memijat betisnya.

Cukup lama aku melakukannya sampai Tanti meminta agar pahanya dipijit juga. Namun baru aku mau memindahkan tangan, dia tiba-tiba berkata, ”Bentar, Mas. Aku buka celana dulu, soalnya rasanya ketat banget di sekitar pinggul, nggak nyaman.”

Tanpa berpikir macam-macam, kubantu memelorotkan celana dalam tipis itu. Lalu Tanti agak menaikkan baju hamilnya, ditariknya sampai ke paha atas hingga menampakkan pinggul dan bulatan bokongnya yang bulat kencang. Tak berkedip aku menatap dan mulai memijat, namun kali ini dengan agak resah karena kemaluan Tanti jadi terlihat jelas.

Belahannya agak berbeda dari yang dulu; sekarang seperti agak terbuka lebar. Warnanya juga jadi lebih gelap, namun tetap saja sangat merangsang nafsuku. Tanpa sadar, aku pun menelan ludah. Sementara di bawah, Tanti terus menikmati pijatanku sambil memejamkan mata. Sama sekali tak tahu kalau batang penisku sudah mulai mengeras tak terkendali.

Tapi aku tetap memijat. Biarlah kontolku ngaceng, akan kusimpan buat nanti. Aku tak berniat menyetubuhi Tanti sekarang, biarlah dia relaks dulu sebelum berkutat melayaniku. Biar kami bisa sama-sama puas. Toh malam ini aku bebas melampiaskan nafsuku.

Sampai suara merdu Tanti memecah lamunanku, ”Mas, mau ngerasain minum ASI nggak?” tanyanya pelan.

“Hah?” aku masih belum ngeh.

“Kalau mau coba, nih punyaku.” Dia menunjuk tonjolan payudaranya yang seperti semangka besar. Kuperhatikan ada noda tepat di puncaknya yang membusung indah.

“Bocor ya, Tan?” tanyaku antusias.

“He-eh,” Dia mengangguk. “ASI-ku banyak banget, sedang bayiku minumnya dikit. Jadinya ya gini ini, bocor kemana-mana. Ayo kalau mas mau, daripada terbuang percuma,”

”Memang boleh?” tanyaku bego.

”Asal nggak mas habiskan aja,” dia tersenyum.

Terus terang, aku memang penasaran. Terakhir kuingat minum ASI adalah satu tahun yang lalu, saat istriku masih menyusui buah hati kami. Rasanya saat itu begitu nikmat, netek langsung dari sumbernya yang begitu empuk dan kenyal. Aku ketagihan. Dan sekarang Tanti akan memberiku hal yang sama, yang tentu saja tak akan sanggup untuk kutolak.

”Mau dong, Tan,” jawabku pada akhirnya, penuh semangat.

”Bentar, aku buka baju dulu.” Tanti bangun dan melepas daster pendek yang ia kenakan, juga sekalian behanya yang seperti kerepotan dalam menyangga.

Kulihat perutnya masih nampak gendut, dengan bekas-bekas parut melingkar-lingkar luas disana-sini. Di atas sedikit, tonjolan payudaranya yang selalu kukagumi, sekarang jadi dua kali lipat lebih besar dari yang terakhir kulihat. Putingnya juga lebih besar dan benar-benar dalam posisi tegak mengacung. Warnanya sudah berubah, agak lebih cokelat gelap sekarang. Memang lebih bagus yang dulu, tapi tetap saja ada keseksian tersendiri melihatnya gemuk seperti ini. Jadi makin keras saja batang penisku.

Tanti lalu naik ke atas ranjang dan berbaring. “Ayo, Mas.” Dia memanggil.

Aku pun segera memposisikan diri ke sampingnya, kuciumi dulu perutnya sambil sesekali menempelkan hidungku di lubang senggamanya yang mulai berair. Sengaja kugelitik-gelitik sedikit disana agar membuat benda itu jadi semakin lengket dan basah. Samar kuperhatikan biji itilnya yang tertutup jembut tebal, indah sekali meski sudah pernah dilalui bayi. Lama aku menatapnya sementara Tanti hanya tersenyum dan membelai lembut kepalaku.

”Sudah dulu, Mas. Ini susuku rasanya sudah ngilu minta disedot,” rengeknya.

Aku pun menarik tubuh dan berbaring di sampingnya, posisiku sedikit lebih rendah sehingga ketika Tanti mengangsurkan dadanya, putingnya tepat namplok di mulutku. “Hmmh… Tan!” Tanpa membuang waktu, segera kujilat dan kuhisap-hisap rakus sambil tanganku ikut meremas-remas gemas karena kebiasaan.

“Mass…” Tanti mendesis, tangannya semakin kacau membelai rambutku.

Kurasakan teteknya jadi sedikit agak keras, namun aku tetap menyukainya. Malah sambil menghisap, jariku juga memilin-milin putingnya yang menganggur. ASI-nya langsung muncrat kemana-mana, membasahi pipi dan rambutku. Aku tak peduli, malah semakin menyukainya. Cairan putih manis itu segera kutelan dan kuhisap rakus. Tanpa ragu aku mengemutnya karena puting Tanti memang jadi lebih enak untuk dikulum saat ini. Besarnya pas saat mulutku mencoba menangkupnya. Semakin lama, kurasakan cairan yang keluar jadi semakin banyak. Selain manis, rasanya juga sedikit asin dan gurih.

Aku pun terus menghisapnya, nenen seperti bayi, sampai akhirnya Tanti mendesah perlahan. ”Mas, s-sudah… geli,”

”Hmm… Hagi henagh gihh…” jawabku masih sambil nenen.

”Dilepas dulu dong…” Dia menjewer telingaku hingga cumbuanku pun terlepas. Mulutku belepotan oleh ASI, begitu juga dengan kedua puting Tanti. Kuraba-raba benda mungil itu, kuratakan seluruh cairannya ke seluruh bulatannya yang putih membengkak. Payudara Tanti jadi tampak mengkilap sekarang, basah oleh air susunya sendiri.

“Mas ada-ada aja deh,” dia tersenyum.

”Enak banget, Tan… mau lagi donk,” pintaku sambil pengen nyosor lagi, tapi Tanti lekas menahan kepalaku.

“Hei, nanti bayiku nggak kebagian,” bisiknya lembut.

Aku pun nyengir. Terpaksa kulampiaskan nafsuku dengan meraba dan meremas-remas benda besar itu, karena hanya itu yang bisa kulakukan. Sementara Tanti kini perlahan merangsek ke bawah untuk melepas celana panjangku. Penisku yang memang sudah mengeras sedari tadi, segera dicekal dan dipeganginya erat.

“Kangen aku sama ininya Mas,” bisiknya gemas.

Tadinya aku mau berdiri saja biar dia gampang dalam melakukannya, namun Tanti menyuruhku berbaring. Kuturuti apa kemauannya, kuperhatikan saat ia mulai mendekati selangkanganku dengan posisi tubuh miring. Perlahan lidahnya menjulur untuk mulai memainkan lubang pipisku, dijilati perlahan, sebelum kemudian mulai mengulum kepala kontolku. Awalnya perlahan, namun semakin lama menjadi semakin cepat, lalu kembali perlahan. Tangannya juga memainkan biji dan batang penisku saat mulutnya terus menghisap rakus.

“Ahh… Tan!” aku merintih keenakan, dan kulampiaskan dengan kembali memenceti tonjolan buah dadanya secara bergantian.

Puas dengan hisapan ringan, Tanti kemudian memasukkan kontolku perlahan ke dalam mulutnya. Ia mulai mengulum dan menghisap-hisapnya lembut sambil sesekali diemut-emut dengan sedikit kasar. Sungguh sangat nikmat, apalagi saat bijiku juga disedotnya kuat-kuat.

“Aughh…” aku mendesah menahan serangan nikmat ini, dan entah bagaimana ceritanya, posisi tubuh Tanti kini sudah berubah tanpa kusadari; memeknya kini berada tepat di depan mukaku.

Secara naluri, aku segera memiringkan tubuh sedikit. Tanganku mulai mengelus-ngelus untuk memainkan rambut kemaluannya, lalu melihat untuk mengintip belahannya yang agak melebar. Pelan jariku mengusap-usapnya, ingin kubalas rasa nikmat pada kontolku yang sedang dimanja oleh mulutnya.

Tanpa perlu repot-repot bergeser, aku mulai mendekat. Lembut kuciumi celah mungil yang begitu menggiurkan tersebut. Tanti agak melebarkan kakinya, seperti ingin memberi kemudahan padaku.

Mula-mula aku menciumi dengan lembut seluruh permukaan dan belahannya yang terasa manis dan sedikit asam, sebelum kemudian lidahku mulai menyeruak untuk menjilati lubangnya. Terasa agak lain, agak sedikit lembab dan lebih lebar dari biasanya. Namun aku terus menyodok-nyodok rakus dengan ujung lidahku, sampai kemudian itilnya kutemukan.

Dengan cepat aku berganti sasaran. Lidahku memutar-mutar di atas biji mungil yang terasa kaku itu, menghisap dan menjilatinya dengan gemas sampai membuat Tanti mengerang dan merintih lirih, yang mana itu semakin menambah nafsuku.

“Ehgm… Tan,” aku ikut bergidik, pasrah menerima hisapan dan emutan mulutnya pada batang penisku. Lidah basahnya seakan tiada lelah terus menjelajahi seluruh selangkanganku, mulai dari batang hingga bijinya, juga rajin membelai urat-uratnya yang sensitif.

“Mass…” Tanti juga sama pasrahnya menerima tarian lidahku, kini desahannya menjadi semakin kuat seiring pinggulnya yang kadang-kadang menggeliat mengimbangi rasa nikmat yang diterima pada itilnya. Lama-lama makin cepat… dan akhirnya tubuh itu mengejang menerima orgasmenya.

Kubiarkan dia bergetar pelan sebentar saat menyemburkan cairan cintanya, sebelum kemudian kutarik kembali tubuhnya agar kami bisa berbaring saling berhadapan. “Gimana, enak?” tanyaku sambil mengecup puncak payudaranya.

”Lebih dari yang kubayangkan,” angguknya puas.

“Sekarang giliranku, dimasukin ya?” kutunjukkan penisku yang masih menegang dahsyat.

Tanpa membantah, Tanti segera mengatur posisi tubuhnya. “Tahu nggak, Mas. Setelah melahirkan, gairahku jadi tambah meningkat lho. Mas harus siap-siap capek malam ini,” bisiknya manja.

”Kalau yang kayak gitu… tanpa disuruh pun, aku juga udah siap, Tan.” Segera aku berdiri di pinggir ranjang, sementara Tanti berbaring dan memposisikan memeknya tepat di depan kontolku. Kakinya menjuntai ke lantai.

“Siap ya, aku masukkan sekarang…” Lembut aku mengarahkan penis ke lubang basah yang tak sempit lagi itu, masuk dengan mudah, namun tetap kurasakan sensasi gigitan dan jepitannya yang masih tetap mantap. Yang beda hanya kelembapan dan kehangatannya yang kini terasa lebih, sehingga terasa nyaman saat menyelimuti batang penisku.

“Aghh…” kami melenguh secara bersamaan.

Sambil menyusu di bongkahan payudaranya, aku mulai menggerakkan pinggulku. Rasanya gimana gitu, beda banget dengan yang dulu. Kontolku jadi terasa licin dan lancar, berbeda sekali dengan sebelumnya yang begitu ketat dan kesat. Ternyata melahirkan membuat memek seorang perempuan jadi berubah total, namun tetap mempunyai sensasi enak yang sukar untuk dilukiskan dengan kata-kata. Dan aku tentu saja menyukainya.

Terus kugerakkan kontolku maju mundur secara lembut, tidak merasa perlu tergesa-gesa karena kami memang punya bayak waktu. Tanti juga tidak protes, malah seperti sangat menikmati. Sesekali agak kubungkukkan badanku untuk menciumi perut dan teteknya. Bunyi pompaanku di dalam lobang memeknya terdengar jelas, semakin menambah erotis suasana kamar yang sebenarnya sudah remang-remang.

Lama sudah posisi ini kulakukan, sampai akhirnya kucabut kontolku dan lalu naik ke atas ranjang. Kuminta Tanti untuk berbaring menyamping, yap… posisi favoritku, gaya samping.

Segera kuangkat lembut satu kakinya, dan dari arah samping, kumasukkan penisku ke lubang memeknya. Lalu kulanjutkan dengan memompa secara perlahan saja sambil mulutku mulai menciumi bibir dan lehernya, sebelum akhirnya mulutku berdiam dengan nyaman di atas putingnya, nenen susu disana.

Namun Tanti nampaknya kurang puas dengan sodokanku yang perlahan, ia merengek minta agar dipercepat sambil mengatakan bahwa memeknya gatal ingin digaruk. Maka aku percepat sedikit sodokanku sambil mulutku masih dengan rakusnya menghisap pentilnya yang besar, menikmati susu manis yang mengalir lancar dari sana.

Tak berapa lama, Tanti mulai mendesah dan mengerang. Badan dan pinggulnya sesekali menggeliat, sampai akhirnya dengan diiringi erangan nikmat, dia mengalami orgasme. Meski merasakan cairannya yang menyembur deras di batang kontolku, aku masih saja memompakan pinggul dengan cepat. Tanti berusaha mengimbangi dengan sesekali menggoyangkan pantatnya memutar.

Kunikmati ulahnya itu untuk menggiring denyut yang sudah familiar di daerah kontolku agar semakin cepat tercapai. Dan tak menunggu lama, spermaku pun muncrat keluar tak tertahankan lagi. Meledak membasahi lubang memek Tanti hingga membuatnya jadi semakin licin dan hangat.

“Hhh… Tan,” terengah-engah, aku lalu terkulai lemas sambil tetap mengemut putingnya satu per satu.

”Hmm… enak banget, Mas. Rasanya gairahku jadi terpuaskan.” bisiknya manja.

”Aku juga, Tan,” Kukecup bibir tipisnya. “Punyamu memang lebih longgar, tapi ada rasa lain yang lebih spesial.”

”Jadi nanti lagi ya?” Ia tersenyum menggoda.

”Tentu saja, mana cukup cuma main satu ronde sama kamu.”

Lalu kami berciuman dengan mesra. Tanpa perlu repot-repot berpakaian, kami tidur berpelukan di depan televisi. Kulihat di luar sudah sepi, hari sudah sangat larut rupanya. Sementara suami Tanti sedang dalam perjalanan menuju luar kota, aku juga ikut asyik menindih tubuh sintal istrinya. Sungguh perpaduan yang sangat menguntungkan.

Besoknya, aku bangun agak siang. Kulihat Tanti sedang duduk nonton TV di sebelahku, tubuhnya masih telanjang dan awut-awutan hasil pertempuran kami semalam. Aku pun bangkit dan memeluknya, lalu kukecup mesra pipinya.

”Hii… bau naga!” dia berseloroh.

“Sama,” kutindih dan kupepet kembali tubuh sintalnya yang hangat ke atas sofa. Cepat saja tanganku sudah menggerayang di atas gundukan dadanya yang super besar itu. “Lho, kok nggak ada susunya?” tanyaku bingung saat tidak ada ASI yang mengalir keluar meski sudah kupenceti putingnya berkali-kali.

“Sudah dihabiskan sama bayiku,” jawabnya sambil berusaha untuk bangkit.

Kuelus sebentar lubang memek Tanti yang masih nampak basah oleh sperma dan kuikuti dia yang melangkah pelan menuju dapur.

“Mau sarapan apa, mas?” tanyanya sambil mengenakan daster tipis semalam, tapi tanpa beha dan celana dalam.

“Terserah aja,” kupandangi tubuh sintal yang selalu bisa menggodaku itu, tak tahan aku kembali menelan ludah saat kulihat ia membuka kulkas di dekat meja makan dan agak membungkuk untuk mencari sayuran. Terlihat belahan memeknya mengintip sedikit, membuat pikiran nakalku jadi timbulke permukaan.

”Mandi dulu, Mas… ganti baju, sementara aku masak.” katanya sambil menunjuk handuk bersih yang tersampir di depan pintu kamar mandi.

”Nanti aja, lebih enak sarapan dulu,” jawabku sambil menghampiri dan meremas lembut bulatan pantatnya.

“Ihh…” Tanti bergidik, lalu membalikkan badannya sambil tertawa. ”Jahil amat sih, Mas.” katanya pura-pura marah.

”Salah sendiri… kenapa mamerin anggota tubuh kayak gitu. Lagian, aku pengen nih…” sahutku tertahan.

”Iya, aku juga… tapi sabar dong, Mas, kan aku mesti masak dulu…” kilahnya.

”Sudah, nanti saja deh masaknya… sekarang ada yang lebih penting.” serudukku ke tubuhnya.

”Huh, dasar Mas ini, nggak sabaran amat.” Ia menggelinjang saat kutarik tubuh mulusnya dan kututup pintu kulkas, lalu segera kuciumi bibirnya dengan gemas.

”Hmm…” Tanti membalasnya, lidah kami bertautan dengan cepat.

Tanganku meremas tetek besarnya sementara tangannya meremas batang penisku. Segera saja kulepaskan dasternya, lalu tubuhnya yang sintal itu kuangkat dan kubaringkan di atas meja makan yang kosong. Dengan berdiri di sampingnya, kuserbu teteknya dengan meremas-remas menggunakan tanganku dan melumatnya memakai mulutku, sesekali juga kumainkan dan kuhisap-hisap putingnya yang terasa manis.

Sementara tangan Tanti mulai meraih batang kontolku untuk dikocok-kocoknya ringan, lalu diarahkan ke mulutnya. Lidahnya dengan cepat mulai menjilati kepala penisku, juga batang dan biji pelerku dia jilati dan dia kulum-kulum halus. Tanti juga menghisapnya dengan ringan dan lembut. Lalu dia mulai mengulum dan menghisapnya semakin rakus, sampai aku yang masih sibuk menyusu di putingnya jadi turut tak mau tinggal diam.

Jariku segera menuju ke arah selangkangannya, kumainkan itilnya dan kusodok-sodok lobang memeknya dengan jariku. Tubuh Tanti menggeliat keenakan, namun kulumannya pada batang penisku masih tetap seperti biasa; perlahan namun mematikan, dengan jilatan lidah yang terus bergerak menggelitik saraf-saraf sensitifku.

Masih dengan penis di mulutnya, aku ikut menaiki meja. Posisi kami jadi 69. Kini lidahku mulai bergerilya menjilati memeknya yang sudah basah, kusapu lubang mungil yang ada disitu dengan rakus, sebelum mulai kumainkan itilnya yang besar dan menonjol dengan gemas. Kupilin-pilin dan kulumat benda bulat itu dengan ujung lidah hingga semakin membuat Tanti kelojotan tak karuan. Ditambah jariku yang kembali ikut berpartisipasi menyodok lobang memeknya, jadi makin seringlah ia menggeliatkan pinggulnya.

”Hmm… Tan!” Kurasakan pula hisapan pada kontolku menjadi semakin kuat. Enak sekali. Sebagai kompensasinya, itilnya semakin kulumat dengan cepat dan ganas.

Tanti terlihat sudah pasrah sepenuhnya. Sesekali terdengar desahannya, dengan badan terus menggeliat dan akhirnya mengejang saat menyemburkan cairan orgasmenya.

Aku segera turun dan berdiri di depannya. Kutarik kakinya hingga lubang memeknya kini berada di pinggiran meja. Masih ada sisa-sisa cairan yang merembes dari dalam sana meski sebagian besar sudah jatuh ke lantai. Kulebarkan kedua kakinya dan kuangkat ke atas dengan kedua tanganku, lubang memeknya kini terlihat melebar, siap menerima hujaman penisku. Segera saja aku menusuknya dengan memajukan pantatku ke depan.

Bless… tanpa perlu bersusah payah, amblaslah seluruh kemaluanku ke dalam lubang senggama itu, membuat tubuh mulus Tanti jadi bergetar sedikit.

”Mas…” Ia memanggil namaku, namun tanpa basa-basi aku segera memompa pinggulku dengan cepat, membuat desahan dan rintihannya jadi semakin kuat. Tetek besarnya yang indah terlihat bergoyang-goyang akibat sodokanku. Semakin kupercepat, semakin kuat juga benda itu bergoyang hingga akhirnya kupegangi agar tidak terus bertubrukan.

Tanti menikmati sambil mengaitkan kedua kakinya di bahuku. Pinggulnya juga tak tinggal diam, berusaha mengimbangi dengan berputar cepat seiring sodokanku yang menusuk semakin dalam. Kucondongkan badan untuk menciumi puncak payudaranya, lalu kujilati puting mungil memerah yang ada disana. Tanti menggeliat geli, geli tapi teramat nikmat.

”Ugh… enak, mas… enak banget… auw… yang cepat… ohh… terus… aughh…” rintihnya berkali-kali begitu kembali mengalami orgasme.

Aku lalu naik ke atas meja dan berbaring disana, kusuruh Tanti untuk naik ke atas tubuhku. Ia duduk membelakangiku, badannya condong ke belakang, sementara tangannya bertumpu di bibir meja. Kakinya jongkok, persis di atas batang penisku yang masih mengacung tegak. Sesuai aba-abaku, dengan perlahan Tanti menurunkan pinggulnya.

Jleeeb… dengan sempurna alat kelamin kami saling bertautan, dan tanpa membuang waktu ia pun mulai menggoyangkan pinggulnya naik turun.

Dari belakang, tanganku terulur untuk mulai meremas-remas bulatan teteknya. Kumainkan juga putingnya sambil kunaikkan kepalaku sedikit untuk menciumnya. Lama kami bermain dalam posisi itu sampai Tanti memajukan badannya hingga berada dalam posisi jongkok sempurna. Kembali ia menaik-turunkan pinggulnya, yang kuimbangi dengan ikut menggoyangkan pinggulku mengikuti iramanya. Kulihat, sambil memainkan pinggul, tangan Tanti mulai memainkan itilnya sendiri. Sementara tangannya yang satu lagi sibuk meremas dan mengurut-urut biji pelerku. Sungguh sangat nikmat dan begitu menakjubkan.

”Ahh… Tan!” aku merintih masih sambil berbaring, menikmati saja apa yang ia berikan. Sesekali mataku merem-melek keenakan, apalagi saat mulai kurasakan denyutan enak di batang penisku. Kulihat badan Tanti juga mulai bergetar cepat.

Namun sebelum dia sempat berteriak, croot… croot… croot… spermaku sudah menyembur duluan tanpa ampun berbarengan dengan orgasmenya. Tanti menikmatinya sambil diam, masih terus berjongkok di atas kontolku yang tetap menancap penuh pada lubang kewanitaannya. Kurasakan cairan mengalir membasahi alat kelamin kami berdua. Kupeluk dia dan kami terdiam menikmati sensasi orgasme yang begitu melelahkan itu, sebelum kemudian Tanti bangkit untuk mencabut batang kontolku yang mulai melemas. Ia menjilatinya sebentar untuk membersihkan sisa-sisa sperma yang mungkin masih menempel disana.

”Ugh… nggak bisa tunggu nanti ya, mas ini.” bisiknya manja.

”Hehe… kamu juga mau kan?” Kukecup bibir merahnya. ”Anggap aja ucapan selamat pagi.”

”Ih, konyol deh.” ia tertawa. ”Mandi yuk, habis itu bantu aku masak.” ajaknya.

Lalu kami berdiri. Aku sempat mengecup pipinya dan kubersihkan meja makan, sebelum kemudian mengikutinya ke kamar mandi. Dengan telaten Tanti mencuci kontolku, juga menyabuni seluruh tubuhku. Kubalas dengan ikut menyabuni tubuhnya, dan ujung-ujungnya aku jadi ngaceng lagi karena terus memegangi tetek besarnya. Setelah main sebentar, kami pun mengeringkan tubuh dan segera berpakaian.

Pagi itu kami sibuk di dapur. Kubantu Tanti memasak sarapan dan makan siang, yang ditutup dengan kembali saling bertindihan di atas meja makan. Sorenya Tanti pergi ke posyandu untuk imunisasi anaknya. Pulangnya segera kugarap ia di kursi ruang tamu karena aku memang tak tahan ditinggal lama-lama. Dan seperti malam kemarin, malam itu kami juga jarang tidur karena lebih sibuk membelai dan mengusap satu sama lain. Menjelang subuh, baru kami pulas.

Besoknya aku tidak berpakaian. Kuhabiskan waktu yang tersisa untuk terus bercinta dan bersetubuh dengannya karena sore nanti suami Tanti katanya akan pulang. Kutindih tubuh sintalnya hampir di mana saja; mulai dari sofa, di dapur, halaman belakang, kamar mandi, pokoknya puas-puasan deh. Kegiatan itu baru kami akhiri ketika matahari sudah naik tinggi ke angkasa.

Tanti mengantarku ke terminal. Sambil menunggu bis berangkat, kusempatkan menyusu sebentar kepadanya di toilet terminal. Setelah kenyang, barulah aku pamit. Tanti mengecup pipiku dan berkata, ”Sampai jumpa, Mas. Nanti kukabari lagi.”

”Kutunggu, Tan,” Dengan diringi lambaian tangannya, kutinggalkan kota M di panas yang terik itu.

NYAI SITI 14 : ROHMAH

Melalui telepon genggamnya, Rohmah berpesan kepada Adinda, teman sekolahnya yang tadi janjian mau mengerjakan PR bersama. “Maaf, ya Din. Aku masih sibuk di Masjid. Ada anak-anak kecil yang harus kuajari mengaji. Tapi kayaknya sebentar lagi udah beres kok.”

“Jadi aku bagaimana dong?” tanya Adinda.

“Tunggu di situ saja. Sekitar dua puluh menit lagi aku sudah sampai rumah kok. Atau, mau ditunda besok saja?” tawar Rohmah.

“Aku ingin makalah ini cepat selesai… ya udah deh, biar kutunggu di sini saja.” kata Adinda pasrah.

“Maaf ya, Din. Kalau mau apa-apa, ambil saja sendiri. Atau, tanya saja sama mbak Wiwik,”

“Nggak ada. Cuma ada ibumu di sini.”

“Ya udah, minta saja sama ibuku. Pokoknya anggap saja rumah sendiri, Din.”

Adinda mengangguk dan segera mematikan hapenya. Gadis manis bertubuh sekal, mungil dan berdada kencang itu terpaksa harus menunggu. Satu jam lewat dia duduk di teras, sampai akhirnya pindah ke ruang tamu untuk membaca majalah yang ada di bawah meja. Namun Rohmah masih belum pulang juga. Mula-mula memang ia ditemani oleh Nyai Siti, tapi lama-lama obrolan mereka jadi nggak nyambung dan menjenuhkan sehingga Adinda mengganti kesibukannya dengan membaca majalah.

Nyai Siti tampak lebih tertarik dengan ‘sesuatu’ yang ada di dalam kamarnya, karena beberapa kali perempuan itu bolak-balik ke dalam dan lama tak kunjung keluar. Adinda sendiri tak keberatan ketika Nyai Siti akhirnya tak menemuinya lagi. Adinda merasa lebih tenang memandangi gambar-gambar cantik dan bentuk tubuh yang indah di majalah, ketimbang ngobrol dengan Nyai Siti yang seperti menyimpan sebuah misteri.

20 menit lagi berlalu, dan Rohmah tetap belum pulang. “Kalau ada mbak Wiwik enak nih, bisa jadi penghiburku. Biar usia kami terpaut 2 tahun, tapi mbak Wiwik senang bercanda, dia kocak dan supel.” pikir Adinda sambil membolak-balikkan majalah. Dia merasa tengkuknya dingin, tapi tak begitu dihiraukan Hanya diusap saja sambil lalu. Arlojinya dilirik, jarum jam menunjukkan pukul 20.14, masih belum larut malam.

Tapi Adinda lupa bahwa malam itu adalah malam Jumat Wage. Menurut kepercayaan orang Jawa, malam Jumat Wage punya kekuatan mistis tersendiri, hampir menyamai malam Jumat Kliwon. Maka wajarlah kalau malam itu hembusan angin terasa aneh. Seperti meninggalkan kelembaban tipis di kulit tubuh manusia. Wajar juga jika malam itu ada aroma aneh yang tercium di hidung Adinda. Aroma wangi aneh itu menyerupai keharuman dupa atau kemenyan. Tapi sebenarnya jauh lebih wangi dari asap dupa dan kemenyan .

“Bau apaan sih ini, wanginya aneh sekali?!” gumam hati Adinda sambil tengok kanan-kiri. Ada kecemasan yang mulai mengusik hati gadis itu. Ada rasa penasaran juga yang mendesak hati Adinda untuk mencari tahu, wewangian apa yang saat itu tercium olehnya.

Makin lama hembusan angin makin kencang. Tubuh Adinda mulai merasakan dinginnya malam, karena malam itu dia hanya mengenakan blus longgar lengan panjang dengan rangkapan jilbab dari bahan satin tipis. Celananya yang juga longgar, dari bahan sejenis beludru yang lentur, tak mampu menutupi bentuk tubuhnya yang meliuk-liuk indah.

Pintu kamar terkuak dan keluarlah Nyai Siti dengan badan penuh peluh dan wajah masih merah padam. Perempuan cantik berkebaya coklat itu clingak-clinguk dengan dahi berkerut. “Siapa sih yang bakar menyan sore-sore begini?!” gumamnya seperti bicara pada diri sendiri.

“Menyan?! Jadi bau harum ini dari asap bakaran menyan ya, Nyai?” tanya Adinda curiga.

“Iya, ini bau asap kemenyan.” Nyai Siti mengangguk memastikan. Kalau saja kebayanya tidak berwarna gelap, Adinda pasti bisa melihat dengan jelas ceceran sperma yang menempel di bokongnya.

“Kemenyan itu bukannya yang dipakai untuk memanggil jin atau…” Adinda tidak berani meneruskan kata-katanya.

“Tidak apa-apa, mungkin ini hanya ulah orang iseng.” Nyai Siti bergegas menjauh ke kamar mandi.

Sementara di ruang tamu, Adinda tak meneruskan membaca majalah karena melihat kedatangan seorang tamu. Karena pada waktu itu Nyai Siti masih berada di kamar mandi, maka Adinda lah yang menyambut kedatangan tamu tersebut. Dalam hati kecil Adinda sempat merasa heran, seiring kedatangan tamu itu, bau kemenyan terhirup semakin tajam. Adinda semakin berdebar-debar memandangi langkah sang tamu yang mendekati teras. Keadaan sang tamu menimbulkan keheranan dan perasaan bingung bagi Adinda.

Tamu itu adalah seorang kakek berusia lebih dari 60 tahun. Rambutnya putih kusam, agak awut-awutan, jenggotnya belang, tak terurus seperti rambutnya. Kakek yang masih tampak tegap itu memandang Adinda dengan matanya yang cekung menyeramkan, sementara di tangannya tergenggam tongkat hitam sebagai penopang langkahnya.

Pada saat Adinda ditatap dengan dingin, sekujur tubuhnya jadi merinding. Namun anehnya ia tak mampu pergi dari ruang tamu itu, seakan kakinya tertanam ke dalam tanah. Sampai akhirnya kakek yang rambutnya acak-acakan itu menginjakkan kakinya di lantai rumah juga. Kaki kurus itu menggunakan alas kaki dari bahan karet murahan. Pakaiannya yang gombrong menyerupai rompi berwarna abu-abu, terlihat melambai-lambai karena ditiup angin. Adinda mencium bau kemenyan lebih tajam setelah kakek misterius itu berada dalam jarak sekitar 3 meter dari tempatnya berdiri.

Adinda memaksakan diri agar tetap tenang, walaupun yang terjadi adalah kegugupan samar- samar dengan kaki dan tangan gemetar. “Hmm, ehh, mmm… mari, silakan duduk. Kakek mencari siapa?” tanya Adinda bingung.

“Cantik sekali kamu, Nduk!” jawabnya datar dan menggetarkan jiwa.

“Hmm, t-terima kasih, Kek!” Adinda memaksakan untuk tersenyum walaupun sangat kaku dan hambar.

“Hmm!” jawabnya dalam gumam pendek. Matanya melirik ke arah dalam rumah. Lirikannya… sungguh mengerikan bagi Adinda.

“Nyai Siti… eh, anu… maksud saya, Kyai Kholil nggak ada, Kek. Silakan duduk dulu. Hmm, ehh… kalau boleh saya tahu. Kakek dari mana?” tanya gadis itu.

Tak ada jawaban dari si kakek misterius. Yang ada hanya hembusan angin lebih kencang dan aroma harum kemenyan yang bercampur dengan aroma aneh lainnya, seperti bau keringat yang tak jelas bentuknya. Kadang bau sperma juga tajam tercium, tapi Adinda sama sekali tak mengetahuinya. Ia sama sekali tidak curiga kalau sedang dipelet oleh si Dewo.

“Kalau begitu, sini temani aku ngobrol.” Dewo tersenyum dan menepuk pundak gadis itu.

Adinda langsung berjengit, seperti tersengat arus listrik. Dan bersamaan dengan itu, pikirannya mendadak menjadi buram. Begitu mata dingin si Dewo memintanya untuk mendekat, maka seketika itu juga Adinda menjatuhkan tubuhnya tanpa bersuara. Jantungnya seakan berhenti berdetak dan terbelalak dengan mata terpentang sangat lebar hingga sulit untuk dikatupkan kembali ketika Dewo melakukan sesuatu yang sangat mengerikan. Adinda tahu, seharusnya dia menolak. Namun entah kenapa sama sekali tak mampu melakukannya.

Pelet si Dewo memang tak mungkin untuk dilawan! Sekali mangsa dijerat, maka tak akan bisa kabur lagi.

“A-apa yang bisa aku lakukan, Kek?” tanya Adinda ragu.

“Kamu santai saja,” Dewo mempersilakan dengan sopan, sungguh bertolak belakang dengan wajahnya yang angker. “Sekarang, lepas semua pakaianmu. Aku ingin melihat tubuhmu.”

Seperti orang bodoh, Adinda melakukannya. Ia segera mempreteli bajunya meski dalam hati merasa sangat bungung. Saat akan melepas dalemannya, Dewo melarang. “Yang itu jangan, biar nanti aku yang melepas. Sama jilbabmu juga jangan.”

Hanya dengan jilbab dan celana dalam, Adinda duduk bersebelahan dengan Dewo. Dengan gemas lelaki tua yang sudah bau tanah itu meraih tubuh sekal Adinda ke dalam pelukannya. Aroma parfum Adinda yang lembut membuatnya mulai naik, dibelainya bulatan payudara gadis itu yang kini hanya tertutup jilbab lebar.

“Hmm, gede juga susumu,” gumam Dewo sambil merebahkan tubuh mungil Adinda ke kursi ruang tamu. Dia langsung menciumi gadis itu sesaat setelah Adinda telentang. Diciumi kedua pipi dan kening Adinda, juga dilumatnya bibir gadis itu dengan rakus.

Adinda hanya bisa memejamkan mata rapat-rapat melihat wajah seram Dewo yang mendekati mukanya. Belum pernah ada lelaki yang menciumnya, dan sekarang begitu mendapatkan, malah kakek tua renta seperti Dewo yang melakukannya. Bibir tebalnya terus melumat rakus, mengirim rasa muak pada diri Adinda pada awalnya, namun gadis itu tersadar bahwa ia sama sekali tidak sanggup untuk menolak. Inilah salah satu kehebatan pelet Dewo: semakin kuat korbannya melawan, maka dia akan semakin terjerat. Dan begitu sudah masuk ke dalam perangkap, maka tidak ada jalan untuk kembali.

Masih tetap memejamkan mata, Adinda mulai membalas lumatan bibir dan lidah Dewo dengan ragu-ragu. Meski batinnya menjerit, entah mengapa tubuhnya malah bergairah. Terasa aneh saat ia membalas lumatan laki-laki itu, sementara Dewo terus menyapukan lidah dengan terburu-buru dan melumat bibir tipis Adinda dengan mulutnya yang tebal. Dengan satu ‘tiupan’ terakhir, ia memasukkan sisa peletnya agar dapat menekan perasaan ragu yang timbul pada diri Adinda, lalu digantinya dengan bisikan gaib bahwa ini adalah sebuah kewajiban untuk dapat memuaskannya.

Tangan Dewo sudah menjelajah ke sekujur dada gadis itu; diremasnya bulatan payudara Adinda dengan kasar, diselipkannya di balik jilbab. Kulit tangannya terasa kaku saat meremas, dan Adinda menggeliat begitu Dewo mempermainkan putingnya yang mungil dengan dua jari.

“Hmm, Kek…” dia merintih, namun tetap diam saat satu tangan Dewo mulai mengelus celana dalam hitam berenda merah yang ia kenakan.

Sesaat Dewo menghentikan ciumannya, mengamati tubuh sekal Adinda, lalu tersenyum dan kembali melumat bibir tipis gadis itu dengan lebih bergairah. Bibir dan lidahnya beranjak menyusuri leher putih Adinda karena kini jilbabnya sudah disingsingkan ke belakang, Dewo ingin menatap bulatan payudara gadis itu dengan lebih jelas. Dipandanginya sejenak dua bukit kembar yang begitu putih dan mulus itu, dirasakannya dengan meremas-remasnya ringan, sebelum kemudian bibir tebalnya menyambar, mendarat tepat di puncaknya yang mungil menjulang kemerahan.

“Ahh…” Mata Adinda masih terpejam meskipun kegelian mulai menghinggapi tubuhnya.

Ia remas-remas rambut kaku Dewo ketika laki-laki itu terus menyusu di dadanya. Dia menggeliat tanpa sadar saat bibir tebal Dewo menyentuh putingnya. Terasa aneh pada awalnya, tapi makin lama makin terasa enak, hingga membuat Adinda mulai mendesis dalam nikmat. Apalagi Dewo menyelinginya dengan meremas-remas lembut puting yang satunya, bergantian mengulum dari puting kiri ke yang kanan, lalu balik lagi, dan begitu terus selama beberapa waktu sampai desahan Adinda semakin lepas keluar.

“Ahh… aughh… Kakek, a-apa yang… k-kakek l-lakukan?!! Arghh!!” Adinda menggelinjang.

Namun meski sudah kepanasan, mendesah serta keringetan, dia masih belum mampu membalas lebih jauh. Masih ada keraguan untuk menggerakkan tangannya ke selangkangan Dewo yang terasa mulai menegang, menyundul-nyundul kaku di perutnya. Terasa begitu membuai. Adinda hanya sebatas meremas-remas rambut laki-laki tua itu, karena sejujurnya memang baru pertama kali ini dia berbuat yang seperti ini.

“Ssh… nikmati saja, Nduk,” Dewo melanjutkan penjelajahannya, disusurinya perut Adinda dengan bibirnya yang tebal dan berhenti di selangkangan gadis muda itu.

Dia membuka lebar kaki Adinda, dan menarik turun celana dalam yang masih menutup di sana. Tanpa membuang waktu, lidahnya langsung menari pada biji klitoris Adinda, membuat si gadis langsung menjerit tertahan merasakan kenikmatan jilatan Dewo yang tak terduga. Mata Adinda masih terpejam, namun kini tangannya meremas-remas bulatan payudaranya sendiri untuk melampiaskan geli akibat lidah dan bibir Dewo yang bergerak liar di liang memeknya.

“Ahh, Kakek!! Aku… aughh…. geli!!” Gadis itu melambung dengan desahan semakin keras.

Sembari mempermainkan memek Adinda, tangan Dewo juga mengelus paha dan meremas-remas buah dada gadis itu. Remasannya begitu keras dan kasar, namun sama sekali tidak mengurangi kenikmatannya, malah semakin membuat Adinda menjerit takluk.

“Sini, Nduk!” Dewo merubah posisi, kini ia tuntun tangan Adinda agar meranjak ke batang kontolnya yang sudah tegang mengeras.

Dengan masih ragu Adinda memegang dan meremas-remasnya pelan. Kaget dia merasakan betapa panjang dan besarnya benda itu karena seumur-umur baru sekarang dia memegang kontol laki-laki. Karena penasaran, terpaksa ia membuka mata untuk melihatnya, dan langsung terhenyak. Dewo sudah telanjang di depannya, dengan kontol teracung sangat panjang dengan bentuk melengkung ke atas seperti busur panah. Sungguh sangat menarik sekali. Kalau bukan karena pelet, tidak mungkin Adinda bisa berpendapat seperti ini.

“Ahh…” Mata gadis itu kembali terpejam saat merasakan jilatan di memeknya kembali menghebat. Kali ini tanpa ragu lagi tangannya mulai mengocok-ngocok kontol panjang Dewo, rasanya tak sabar untuk segera merasakan benda itu masuk ke dalam liang memeknya yang masih perawan.

Dan keinginan itu tersampaikan beberapa menit kemudian, saat Dewo mulai berlutut diantara kedua kakinya. “Ahh… Kakek! Pelan-pelan saja,” pinta Adinda sambil menggelinjang.

Dia sudah siap seandainya benda itu melesak masuk, tapi Dewo justru mempermainkan dengan mengusap-usapkan penisnya ke paha dan bibir memek Adinda. Padahal kaki si gadis sudah terpentang lebar, dan pinggulnya turun-naik merasakan kegelian yang luar biasa di lubang memeknya.

“Ayo, Kek. Cepat masukkan!” kembali Adinda meminta.

“Dasar perempuan gatal, maunya cepat-cepat saja. Nih, emut dulu kontolku!” Dewo mengarahkan batang kontolnya ke mulut mungil Adinda.

Gadis yang masih mengenakan jilbab namun kini sudah awut-awutan itu, segera melahapnya dengan rakus. Dia mengulum dan menjilatinya sebisa mungkin, sempat beberapa kali pula tersedak, namun nampaknya cukup lancar meski ini adalah pengalaman pertamanya. Dewo tampak menikmati, dia mendesah-desah dengan mata tertutup sambil tangannya menggerayangi bulatan payudara Adinda yang berukuran cukup lumayan.

Setelah dirasa cukup, barulah Dewo kembali ke bawah. Dirabanya memek sempit Adinda sebentar sebelum sedikit demi sedikit kejantanannya memasuki liang kenikmatan itu.

“Aihh…” Adinda mulai menjerit. Ohh, betapa sakitnya kontol itu… tapi juga teramat nikmat! Makin dalam semakin nikmat, dan dia benar benar berteriak ketika Dewo berhasil menjebol selaput dara-nya.

“Pelan-pelan, kek… ughh! Pelan-pelan!” Adinda merintih saat Dewo mulai mengocok pelan maju-mundur. Sungguh sakit luar biasa, tapi juga ada sedikit rasa geli saat alat kelamin mereka saling bergesekan. Tak pernah Adinda merasakan yang seperti ini.

Dari tangis, perlahan jeritannya berubah menjadi rintihan. Dan manakala Dewo mengocok semakin cepat, sambil sesekali menyusu di puting payudaranya, desah napas Adinda pun semakin menderu, berpacu dengan desis dan jerit kenikmatannya. Dia tak bisa menahan rasa ini lebih lama lagi, matanya yang tak lagi terpejam bisa melihat dengan jelas ekspresi nikmat dari wajah Dewo yang hitam menyeramkan. Namun entah kenapa justru pemandangan itu terlihat begitu menggairahkan bagi dirinya.

Maka Adinda menurut saja ketika Dewo menunduk untuk mencium bibirnya, bahkan ia pun tak segan untuk ikut memeluk dan melumat rakus. Semuanya telah berubah akibat pengaruh pelet Dewo; dari yang asalnya menolak, kini Adinda sudah pasrah sepenuhnya, apalagi ketika merasakan nikmatnya kejantanan Dewo yang terus menghujam cepat seperti tiada berhenti.

Mereka terus mengayuh sampan birahi itu hingga ke tengah samudra nafsu yang terdalam. Keringat Dewo mengalir deras membasahi dada dan jilbab Adinda yang belum juga terlepas. Tubuhnya yang putih mulus semakin erat dalam dekapan tubuh hitam laki-laki tua itu. Dewo memeluk gadis itu dengan erat sembari pantatnya terus bergerak turun naik secara bertubi-tubi. Kocokannya berubah semakin cepat, membawa Adinda lebih dekat ke puncak birahinya.

“Ahh… Kakek!!” Jepitan kakinya pada pinggul Dewo membuat kontol laki-laki itu semakin dalam mengisi liang kenikmatannya. Ukurannya yang begitu besar serta bentuknya yang aneh dan panjang, serasa melempar Adinda hingga ke surga.

Pertahanannya pun jebol. Dengan kaki masih menjepit kuat, meledaklah jerit kenikmatannya. Ia mencengkeram erat kepala Dewo yang menempel di lehernya untuk meminta jeda sejenak, namun laki-laki itu justru malah mempercepat kocokannya.

Dewo kini berbaring telentang dan meminta Adinda agar duduk di atas. Dengan kondisi masih lemas, Adinda ragu apakah bisa bertahan lebih lama lagi. Sejenak ia pegang-pegang, lalu diremas-remas dan dikocoknya batang kontol Dewo dengan tangannya. Ini agar dia bisa menarik napas untuk beristirahat. Tak berkedip diamatinya kontol Dewo yang baru saja merobek perawannya., benda itu begitu keras dan hitam seperti kayu habis terbakar. Meski sudah tua, namun begitu kokoh dan kuat. Ingin rasanya Adinda melumatnya habis, namun Dewo keburu mengatur posisi tubuhnya hingga perlahan kontol itupun masuk kembali, menguak liang kenikmatannya mili demi mili hingga akhirnya terbenam semua.

“Ahh… enak memekmu, Nduk!” Dewo memandang, seolah menikmati ekspresi kesakitan yang kembali dialami oleh Adinda sembari tangannya menggerayangi kedua buah dada gadis muda itu. Dia mencegah Adinda yang mencoba membuka peniti jilbabnya.

“Biarkan saja. Sekarang, kamu goyangkan saja tubuhmu!” Dewo memang suka menyetubuhi perempuan dengan jilbab tetap terpasang, erotismenya terasa lebih nyata.

“Ahh… ahh…” Tubuh Adinda mulai bergerak turun-naik, pelan tapi semakin cepat dengan diiringi desahan dan jeritan nikmat dari Dewo. Mata laki-laki itu tak pernah lepas dari dadanya, terpancar ekspresi kepuasan di wajah Dewo saat tangannya menggerayang untuk meremas-remas benda bulat itu.

“Sini Nduk cantik,” Ditariknya tubuh sekal Adinda ke dalam pelukan. Kembali mereka saling mengadu bibir dan lidah. Hilang sudah rasa enggan pada diri Adinda, beralih dengan perasaan yang begitu eksotis, membuatnya makin bergairah dalam pelukan dan kocokan si laki-laki tua.

“Ahh… Kakek!!!” Adinda berteriak histeris ketika merasakan tubuh Dewo menegang saat menyemprotkan cairan spermanya. Pejuh kental itu terlontar sangat kencang hingga ke lorong rahimnya yang terdalam.

Adinda bisa merasakan dengan jelas denyutan demi denyutan kontol Dewo yang terus meludahkan cairan kental, membuat dinding-dinding memeknya jadi semakin lengket dan membanjir deras. Dewo memeluknya erat, sementara napas mereka menderu saling berpacu, lemas dalam keheningan. Hanya degup jantung yang saling bersahutan terdengar begitu keras.

Adinda menyandarkan kepalanya di bahu laki-laki itu, merasakan kontol Dewo yang masih tegang tetap mengisi liang senggamanya. Jantungnya berdetak kencang, sementara pandangan matanya pun menjadi serba hitam pekat. Tulang dan urat-urat Adinda seperti putus semua, dan ia pun melayang entah ke mana. Gadis itu pingsan!

“Lho, dia kenapa Mas Dewo?!” Nyai Siti panik menemukan Adinda terkapar di kursi ruang tamu, sedangkan Dewo sudah memakai pakaiannya kembali.

“Hanya kecapekan,” kata Dewo sambil menyuruh Nyai Siti agar menutupi tubuh Adinda yang telanjang. “Nanti juga siuman.”

Nyai Siti memandangi wajah cantik Adinda yang kini sepucat mayat. Dia segera memasang kembali baju gadis itu sebisanya, sebelum Kyai Kholil pulang. Kalau sampai melihat Adinda dalam kondisi seperti ini, bisa-bisa suaminya itu tertarik dan ikut menyetubuhinya juga. Sesuai pesan dari Dewo, setelah semua lubangnya dicicipi, barulah korban yang masih perawan boleh diambil oleh Kyai Kholil. Nyai Siti berniat untuk mematuhinya karena tidak ingin kena marah.

“Bagaimana Bayu, sudah kau laksanakan perintahku?” tanya Dewo sambil mengambil air minum dari panci yang ada di dapur.

“Sudah 2 kali spermanya kukuras, tapi tetap masih belum encer juga. Sepertinya dia cukup kuat.” sahut Nyai Siti.

“Lakukan terus, kalau perlu sampai dia pingsan. Aku baru bisa memasukkan guna-gunaku kalau dia sudah benar-benar menyerah.”

Nyai Siti mengangguk dan lekas beranjak ke kamar. Di sana, terikat di atas ranjang, tampak Bayu berbaring lemas dengan tubuh telanjang bulat. Kontolnya sudah kemerahan akibat terus disepong dan dipakai oleh Nyai Siti. Namun kini benda itu sudah kembali berdiri menegak. Nyai Siti segera menyingkap kebayanya dan duduk mengangkangi, kembali memasukkan batang kontol itu ke dalam celah memeknya yang melembab cepat.

“Ahh…” Bayu mendesah, terlihat linglung dan bingung. Selanjutnya ia merintih begitu Nyai Siti mulai menggoyang tubuh sintalnya naik-turun secara perlahan-lahan.

“Mungkin kamu harus meminta bantuan pada Rohmah atau Wiwik,” kata Dewo yang melongokkan kepala di sela-sela pintu.

“Hhh… sepertinya memang begitu,” desah Nyai Siti, dan kini menggoyang semakin cepat.

Menyeringai senang, Dewo segera beranjak kembali ke ruang tamu. Dipandanginya tubuh sekal Adinda yang masih pingsan. Untuk ronde kedua nanti, ia berniat untuk mencicipi lubang anus gadis itu. Tapi sepertinya Dewo harus bersabar hingga Adinda siuman.

VIVI

astrid anjani - jilbab bohay (1)

Ini kisah aktivis kampus yang perduli terhadap lingkungan sosial yang ada (Pemerhati nasib ANJAL) di ibu kota Jakarta. Saat ini Vivi masih duduk di semester 4 di salah satu perguruan tinggi swasta. Dia adalah salah satu kembang di kampusnya, selain dia memang berparas cantik dengan di topang tubuh yang proporsianal, dia terkenal cukup peduli dengan lingkungan sekitar. Jadi tidaklah heran jika banyak Mahasiswa yang berharap ingin jadi orang yang selalu ada di dekatnya.

Tapi Vivi mempunyai segudang alasan untuk menolak curahan perasaan dari banyak pria di kampusnya. Memang sejak bergabung dengan sebuah yayasan social yang bekerjasama dengan kampusnya Vivi bersama rekan-rekannya Ratna, Kristin dan Teddy terlihat sedang sibuk mengajak anak-anak jalanan untuk belajar dengan mendirikan sekolah gratis. Sebuah bangunan yang sederhana mereka sewa sebagai basecamp. Meskipun dikatakan jauh dari kata layak tapi mereka berhasil membuat beberapa Anjal tertarik untuk untuk mengikuti kegiatan yang mereka pelopori. Diantara mereka ada Tuti bocah umur 7 tahun yang belum pernah mengenal baca dan tulis, Retno, Yani, Muksin, dan Tina yang umurnya lebih tua sekitar 2 tahun bernasib kurang lebih sama dengan Tuti. Dan diantara mereka juga ada yang telah Remaja diantaranya Noordin, Fajri dan Ulfah umur mereka kurang lebih 15-16 tahun. Mereka setiap pagi sampai siang hari selalu setia belajar bersama dan terkadang bagi yang tidak sempat baru sore harinya sampai jam 7 petang mereka bisa belajar bersama. Kondisi seperti itu di lakoni setiap hari oleh Vivi teman-temannya dengan cara bergantian memberi pengajaran terhadap anak jalanan tersebut.

Siang itu giliran Vivi dan Kristin yang mengajar anak jalanan.Mereka tampak begitu semangat mendengarkan para Mahasiswi itu mengajar. Saat itu Vivi bukan hanya terlihat sabar memberikan materi pelajaran Matematika yang di jadwalkan hari itu. Tapi dia juga tampak mempesona dengan baju gamisnya yang panjang namun tak mampu menyembunyikan lekuk tubuh dan payudaranya yang besar.

“Noordin.. kamu kenapa?” tegur Vivi yang melihatnya tampak melamun dan kurang memperhatikan apa yang dia ajarkan.

Noordin yang disebut namanya segera sadar dari lamunannya dan terlihat gelagapan dan tak bisa menyembunyikan rasa kagetnya.

“Ya…kak? Sahut Noordin dengan nada datar. “Coba kamu maju dan jawab pertanyaan nomor 5 !!” kata Vivi yang menyuruh Noordin mengerjakan soal perkalian yang ada di papan tulis itu. Noordin yang sejak tadi kurang memperhatikan pelajaran tampak bingung dan sedikit panik. Hal itu memang terlihat ketika dia hanya garuk-garuk kepala melihat soal yang di tunjuk oleh Vivi tadi. Melihat Noordin yang celingukan dan tampak serba salah Vivipun mendekat,

“ada apa dengan kamu Din..?” Noordin yang ditanya agak bingung untuk menjawabnya. “Kamu tadi ngelamun ya…dan gak merhatiin apa yang kakak ajarkan..!!” Vivi semakin mendekatkan wajahnya untuk meminta penjelasan dari Noordin.

Noordin semakin tidak nyaman dibuatnya. Tapi di sela-sela kebingungannya, dia bisa mencium aroma tubuh Vivi yang harum dan menggoda saat begitu dekat dengannya. “Maaf kak..” katanya singkat tanpa memberikan penjelasan apapun pada Vivi. Pelajaran kembali di mulai saat suara Kristin memecah kegugupan Noordin yang kemudian dia di suruh kembali duduk, tapi ketika Noordin mau kembali ke tempat duduknya, dia melihat sekilas terlihat Muksin begitu asik dengan coretan-coretan di buku tulisnya, yang membuatnya cukup penasaran.

astrid anjani - jilbab bohay (2)

Malam itu usai kegiatan yang menyibukkan mereka, Noordin, Fajri dan Muksin tampak sedang asik bersenda gurau di pos ronda yang biasa mereka buat untuk tempat mangkal. Di tempat yang tampak lusuh, dengan tiang-tiang kayu yang telah cukup rapuh mereka bertiga masih juga belum tidur. Fajri yang sejak tadi belum sedikitpun istirahat setelah berbagai kegiatannya mencari uang sekedar mengganjal perut kecilnya itu tampaknya sudah sangat ngantuk,hingga ketika punggungnya ia sandarkan ke sisi tiang pos ia mulai tak kuat untuk tidak memejamkan matanya.

“Tadi aku melihat kamu asik menulis di bukumu, memang apa yang kamu tulis Sin” tanya Noordin memuaskan rasa penasarannya pada Muksin,

Muksin yang di Tanya seperti di selidiki pura-pura tidak mendengar apa yang di katakan Noordin tadi.

“Hei…kamu dengar gak sih, budek kamu ya?” sergah Noordin lebih tegas lagi.

Dengan agak gugup Muksin menjawab pertanyaan itu berusaha menyembunyikan sesuatu. “aku cuma nyatet apa yang diajarkan tadi kok”.

“Oh… klo gitu aku pinjem catatan kamu dong” kata Noordin lagi seakan mau memojokkan Muksin.

“Jangan…!!!” Muksin menolak dan tampak tidak nyaman akan sikap Noordin. Tapi hal itu rupanya percuma karena Noordin berusaha merebut buku catatan itu dari tangannya. Memang diantara mereka bertiga Noordinlah yang memiliki badan lebih besar. Jadi usaha apapun yang Muksin lakukan untuk mempertahankan bukunya itu akan percuma saja. Dengan tidak sabar Noordin melihat buku catatan Muksin yang saat itu telah ia pegang. Lembar demi lembar dengan penuh semangat ia buka, rupanya di buku itu ada yang membuat Noordin begitu tertarik.

“Gila kamu Sin…jadi kamu selama ini gambar kak Vivi ya !!” tiba-tiba Noordin nyeletuk masih dengan memperhatikan beberapa lukisan yang Muksin buat. Rahasianya yang selama ini ia tutup-tutupi kini telah terbongkar, roman muka Muksin yang sejak tadi biasa saja kini telah memerah menahan malu.

Gambar-gambar muksin yang di perhatikan Noordin dengan penuh semangat dan mungkin bisa dikatakan dilihatnya dengan penuh gairah, memang bukanlah gambar yang biasa-biasa saja di dalamnya terdapat gambar Vivi yang berpose cukup menantang dengan memakai jilbabnya. Bahkan diantaranya sedang tidak menggunakan busana sama sekali. Noordin beberapa kali berdecak kagum akan hasil karya muksin saat itu. Memang tidak mengherankan jika Muksin memiliki kemampuan gambar yang cukup baik. Itu di sebabkan karena Muksin adalah putra dari seorang seniman kondang dibidang seni lukis di Yokyakarta. Kedua orang tuanya meninggal akibat kecelakaan, dan sejak saat itu dia di titipkan ke bibinya di Jakarta. Tapi karena perlakuan bibinya yang sering bertindak kasar terhadapnya, akhirnya Muksin memutuskan untuk melarikan diri dari rumah bibinya itu. Mungkin peribahasa Buah jatuh tidah jauh dari pohonnya, itulah yan berlaku pada muksin. Darah seni dari kedua orang tuanyalah yang mengalir di darahnya sekarang.

“kembalikan Din…bukuku” pinta Muksin yang tampak mulai tidak senang akan sikap temannya itu.

Tapi Noordin bukan memberikannya kembali pada Muksin malah ia membangunkan Fajri yang telah mulai terlelap.

astrid anjani - jilbab bohay (3)

“Bangun…bangun” teriak Noordin. Fajri yang digoyang kedua kakinya tampak agak kaget dan bingung ketika Noordin menggoyang kakinya dengan keras. Dan dia lebih bingung lagi ketika Noordin menyodorkan sebuah buku yang ia tahu buku itu milik Muksin.

“Coba lihat gambar Muksin” sembari ia menunjuk buku yang saat itu telah ada di genggaman Fajri.

Fajri segera membuka buku itu lembar demi lembar. Darah Fajripun seakan berdesir kencang ketika ia melihat beberapa gambar Vivi yang berpose menantang di dalamnya. Tanpa sadar Fajri yang sejak tadi mengantuk malah jadi bersemangat dan malah terangsang di buatnya. Dan malam itu merupakan malam yang panjang bagi ketiganya, dengan fantasi liar masing-masing.

******************************

Siang itu kelas yang saat itu tengah mengajarkan mata kuliah Bahasa Indonesia, terasa amat membosankan bagi Vivi dan begitu juga bagi Kristin, mereka malah membayangkan yayasan yang hampir 1 tahun ini mereka dirikan dengan dana patungan yang sebagian mereka dapat dari yayasan dan sebagian lagi sumbangan dari kampus.

“lagi belajar apa ya anak-anak di sana dengan Teddy dan Ratna” kata Kristin dalam hati.

Pelajaran bahasa yang di ajarkan Pak Darto memang membuat hampir semua mahasiswa mengantuk. Mereka malah lebih suka melihat kepala Pak Darto yang botak licin yang tidak diumbuhi rambut sehelaipun dan membayangkannya seperti arena ski yang sangat menantang. Tapi di samping itu memang Pak Darto orangnya kurang begitu perduli dengan beberapa mahasiswanya yang tidak memperhatikan mata pelajaran yang ia ajarkan, yang terpenting baginya adalah bahwa ia telah mengerjakan tugas dan menyelesaikannya itu saja.

****************************

Di tempat lain tepatnya di perempatan jalan di daerah Bintaro Noordin, Fajri dan Muksin terlihat dengan penuh semangat seperti merencanakan sesuatu, Fajri dan Muksin terlihat dengan penuh semangat memperhatikan apa saja yang dikatakan oleh Noordin.

“aku telah mendapatkan obat itu dari temanku yang kerja di apotik”,

“jadi sore ini kita laksanakan rencana itu” tanya Fajri yang tampak antusias mendengar penjelasan Noordin tadi

“Jadi nanti sore sebelum kita masuk kelas kita kempesin ban mobilnya” kata Noordin tampak dengan berapi-api, “Bagaimana dengan tugas kamu Faj” kata Noordin yang menanyakan kesiapan rencananya kepada Fajri.

“Beres Din…aku dapat Kamera yang kita butuhkan” jelas Fajri yang merespon pertanyaan Noordin dengan cepat.

” Bagus!” kemudian mereka bertiga segera beranjak meninggalkan tempat itu yang kemudian telah kembali sunyi.

****************************

Sore hari itu jadwal Vivi dan Kristin yang kembali akan mengajar, di halaman yayasan telah tampak sepeda motor Mio milik Kristin telah parkir di sana. Dan tak ketinggal juga mobil Avanza berwarna perak milik Vivi pun telah terlihat. Itu menandakan bahwa mereka telah datang untuk mengajar pelajaran yang materinya telah mereka siapkan sebelumnya. Di kelas terbatas itu tampak beberapa anak telah dengan sabar mendengarkan apa yang di katakana oleh Vivi dan Kristin. Tapi di dalam kelas itu mereka belum melihat Noordin, dan Fajri sedang Muksin telah datang dan ada di kelas itu. Beberapa menit pelajaran telah berlangsung. Ketika itu tiba-tiba saja Noordin dan Fajri datang dengan pakaian yang penuh dengan peluh.

“Dari mana kalian Din, Faj..kok terlambat?” kata Kristin dengan penuh selidik.

Noordin dan Fajri yang di tanya dengan serempak menjawab “maaf kak…tadi kami bantu tukang panggul di pasar, jadi kesininya agak terlambat”.

astrid anjani - jilbab bohay (4)

Mendengar penjelasan itu Kristin dan Vivi mengangguk hampir bersamaan. Pelajaranpun dilanjutkan, Vivi dan Kristin bergantian memberikan penjelasan materi matematika lanjutan kemarin dengan begitu sabar pada mereka. Beberapa tanya jawab mereka lontarkan untuk membuat suasana kelas agar lebih hidup. Dan beberapa kali Noordin dan Fajri pun jadi bahan ejekan dan bahan tertawaan dari teman lain karena tidak bisa mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya. Akhirnya kelas itu di tutup dengan do’a bersama yang di pimpin Kristin. Semua anak segera beranjak dan bergegas pulang dengan tujuan ke tempat masing-masing.

“Vivi aku pulang dulu ya..! aku harus belikan buku LKS untuk adikku ke toko buku” kata Kristin yang tampak terburu-buru untuk pamit pulang.

“Oh..ya sebentar lagi aku juga pulang kok” jawab Vivi segera. masih dalam kelas itu,

Vivi mendengar deru motor Kristin yang tampak melaju menjauh dari yayasan, yang menandakan Kristin telah jauh dari lokasi tersebut.

Setelah membereskan semua peralatan dan alat tulis yang ada, Vivi segera beranjak menuju ke mobilnya untuk pulang. Tapi mungkin hari itu adalah hari yang paling naas bagi Vivi, Dia sadar ban mobilnya kempes setelah ia mendapati jalan mobilnya yang oleng dan terasa berat untuk melaju. Vivi segera mematikan mesin mobil dan turun memeriksa ban mobilnya tersebut. Dan benar ternyata dugaannya itu. Vivi tampak bingung dan panik pada saat itu, ia tidak terbiasa mengganti ban mobil sendiri. Apalagi hari itu telah beranjak petang dan di sekitar situ tampak sepi tanpa ada seorangpun yang bisa membantunya, di tengah kebingungannya tiba-tiba saja Fajri dan Muksin datang menghampirinya.

“Loh ada apa kak..?” tanya Fajri tampak penasaran,

“Fajri.., Muksin…Untung kalian masih belum pulang. Ban kak Vivi bocor…tolong kakak ya ganti ban mobil “.

Fajri dan Muksin mengangguk serempak mendengar permintaan Vivi yang tampak begitu bingung dan dengan nada memelas. Tapi kejadian yang tidak Vivi duga sebelumnya, ketika ia asik memperhatikan Fajri dan Muksin yang mau mencoba mengganti ban mobilnya, di saat itu pula sebuah tangan tiba-tiba membekapnya dengan sangat erat dari arah belakang. Vivi yang segera menyadari hal itu berinisiatif memberontak. Tangan orang yang menyekapnya itu segera berusaha ditepisnya. Tapi entah kenapa tubuhnya mulai tak bisa ia kendalikan, kesadarannyapun perlahan-lahan mulai menghilang seiring tubuhnya yang mulai limbung. Dengan sisa kesadarannya ia melihat tiga sosok yang selama ini dia kenal tengah mengelilingi tubuhnya.

******************************

Di dalam sebuah kamar di yayasan itu tubuh Vivi tampak tergolek lemas tak sadarkan diri, di sebuah dipan kayu yang biasanya oleh anak jalanan digunakan untuk beristirahat,.

“cepat ikat dia, sebelum ia sadar” perintah Noordin kepada Fajri dan Muksin. Tak berapa lama kemudian kedua tangan Vivi telah terikat kuat dia kedua sisi dipan kayu itu. Sedang kedua kakinyapun telah terikat kuat yang ujung-ujung talinya di lewatkan di balik kolong dipan sehingga terlihat kedua kaki Vivi yang terbuka cukup lebar. Vivi yang mengenakan baju gamis sutra terusan berwarna merah dengan assesoris sabuk lebar berwarna putih dan sepatu yang berwarna putih pula, terlihat sangat cantik dan sangat menggoda dimata ketiga anak yang telah terbakar nafsu itu. Untuk mendapatkan kesempatan seperti itu mungkin semua laki-laki di dunia ini rela akan membayar mahal untuk mendapatkan kenikmatan tubuh Vivi. Noordin yang merasa punya hak lebih dulu untuk menggauli tubuh Vivi mulai merapatkan tubuhnya ke tubuh yang tergolek lemas itu. Tak berapa lama bibir mungil Vivi yang lembut, telah ia lumat dengan penuh nafsu, melihat hal itu Fajri dan Muksinpun mulai bergerak. Tangan-tangan nakal Fajri mulai menggerayangi daerah payudara Vivi dan sesekali menciuminya. Sedang Muksin tengah nyaman berada pada tempatnya, ia telah merengsek masuk dan asik membenamkan diri di sela-sela selangkangan Vivi. Saat itu Vivi seperti piala bergilir bagi ketiganya. Perlahan-lahan Fajri mulai membuka kancing pakaian Vivi sehingga terlihat tonjolan putih yang tampak masih tertahan oleh Bra Putih yang dikenakannya. Sedang Noordin masih asik melumat bibir Vivi.

astrid anjani - jilbab bohay (5)

“Kak malam ini aku akan memberimu kepuasan yang belum pernah kamu rasakan” kata Noordin dalam hatinya dan yang telah mulai memainkan lidahnya di dalam mulut Vivi.

Seakan tidak mau kalah dengan Noordin Fajri-pun telah berhasil melucuti bra yang sejak tadi menjadi penghalang dari keindahan payudaranya. Dada sintal Vivi yang tampak masih kencang dan begitu putih. Menjadi korban dari hasrat Fajri selanjutnya. Perlahan-lahan kesadaran Vivi mulai pulih dari pengaruh obat bius yang dibekapkan kepadanya tadi.

Betapa terkejutnya ia begitu mendapati kenyataannya waktu itu. Dia mendapati tubuhnya yang hampir telanjang di kerubungi anak-anak didiknya yang tidak pernah ia sangka akan menjahatinya seperti ini. Vivi berusaha berontak dari perbuatan biadap mereka bertiga, Muksin yang bertubuh kecil dan sedang berada diantara selangkangannya di terjangnya dengan keras. Sampai-sampai muksin hampir terpelanting ke bawah tanah. Mendapatkan perlawanan seperti itu Noordin segera mengikat mulut Vivi dengan kaos miliknya yang telah sejak tadi ia lepaskan. Vivi makin tak berdaya ketika kedua tangannya telah di pegangi oleh Fajri dan Muksin yang masih merasakan rasa sakit di bagian perutnya. Sedang Noordin telah menindih tubuhnya dengan penuh Hasrat.

“Percuma kak Vivi melawan…kakak sudah tidak bisa apa-apa ?” kata Noordin menyadarkan Vivi.

Dengan kondisi seperti itu memang tidak mungkin ia bisa meloloskan diri lagi. Kedua tangan dan kakinya telah terbelenggu, ditambah lagi kedua tangannya yang di pegangi dengan erat oleh Fajri dan Muksin. Sejenak kemudian ia merasakan perasaan yang belum pernah ia rasakan, tubuhnya seakan tak bertulang lagi ketika dengan lahap Noordin memainkan punting payudaranya. Jilatan dan gigitan-gigitan kecilnya seakan menggelitik dan membuat darahnya seakan dipompa sangat cepat kearah ubun-ubunnya. Seakan tak ingin membuang waktu dengan tangkasnya Noordin meluruhkan baju yang sejak tadi masih belum di tanggalkan dari tubuh Vivi. Kini Noordin dengan jelas melihat keindahan secara langsung tubuh yang kemaren masih dalam fantasinya.

“Kenapa kalian tega melakukan ini pada kakak” dengan suara yang kurang jelas Vivi tampak bergumam.

Noordin yang telah tak begitu perduli lagi akan siapa Vivi semakin agresif. Dada Vivi yang tegak menantang di remas-remasnya dengan kasar, menjilatinya dengan penuh semangat dan digigitinya sampai berbekas merah di atasnya. Fajri dan Muksin yang telah tahu bahwa kini Vivi telah tidak melawan lagi segera melepaskan kedua tangannya yang masih dalam belenggu. Fajri mulai melumat bibir Vivi yang terikat kaos Noordin. Sedang Muksin mengganti posisi Noordin yang telah mulai asik menjilati daerah vagina Vivi yang masih terbungkus di celana dalamnya yang berwarna putih.

Mendapati serangan yang bertubi-tubi dari ketiga anak itu, tangis Vivi mulai tak terbendung mendapatkan kenyataan pahit yang saat ini dia alami, tapi iapun takkan bisa membohongi dirinya sendiri bahwa ada perasaan nikmat di alaminya atas apa yang dilakukan ke 3 anak didiknya itu. Perasaan itu semakin tak tertahan ketika Noordin dengan aktif menjilati permukaan vaginanya yang masih terbungkus. Vivi mengejangkan tubuhnya ketika dorongan kenikmatan itu sudah tak bisa ia tahan lagi. Orgasme-nya itu telah membuat kain pembungkus vaginanya itu basah dan disertai bau anyir yang aneh tepat berada dimuka Noordin. Melihat hal itu Noordin tersenyum puas

“Bagaimana rasanya kak..nikmat kan?” tanyanya

mendapatkan pertanyaan itu Vivi tak bisa menjawabnya ia hanya menata nafasnya yang tersengal-sengal menahan kenikmatan yang baru saja ia dapatkan. Noordin tak sabar rasanya untuk segera menuntaskan hasratnya. Dengan sentakan keras kain penutup vagina Vivi telah robek dibuatnya. Kini Noordin melihat kedua bukit kecil kemerah-merahan dengan bulu tipis di atasnya. Dengan tak sabar Noordin segera menyiapkan penisnya yang cukup besar dan mulai diarahkan ke liang kenikmatan Vivi, dengan sedikit melebarkan kedua kaki Vivi dengan mantap Noordin menyondokkan penisnya ke liang vagina Vivi tapi begitu kuatnya pelindung selaput dara Vivi itu bertahan,yang menandakan bahwa ia memang masih perawan.

“Jangan Din… tolong jangan lakukan ini pada kakak”. Desah Vivi yang tampak lemah.

Noordin tak perduli semua ucapan Vivi lagi saat itu, tak mungkin ia menghentikan semua usahanya hanya sampai di situ. Dengan beberapa kali mencoba akhirnya sodokan kerasnya berhasil merobek selaput dara Vivi yang sejak tadi kokoh melindunginya. Jerit kesakitan Vivi membelah ruangan pengap dan semakin terasa panas bagi mereka berempat, di barengi dengan bercak darah segar yang berontak lewat di sela-sela vaginanya dan melekat di bagian batang penis Noordin yang masih masuk setengah. Noordin merasakan penisnya sangat ngilu di cengkeram erat oleh liang vagina gurunya yang masih rapat saat itu.

astrid anjani - jilbab bohay (6)

Pelan namun pasti Noordin berusaha membenamkan seluruh batang penisnya ke dalam liang vagina Vivi. Beberapa kali Vivi terlihat menggigit bibirnya menahan perih di bagian vaginanya. Dengan ilmu yang sering ditontonnya dari video Porno, Noordin seakan telah tahu apa yang harus diperbuatnya sekarang, diangkatnya kedua kaki Vivi ke atas dan di panggulkannya di kedua bahunya. Sehingga saat ini kaki Vivi mengangkang lebar dan liang vaginanya semakin lebar terbuka. Beberapa saat kemudian Vivi tampak terhenyak ketika merasakan sebuah benda tumpul telah mengorek isi dari vaginanya yang sempit itu. Fajri yang semakin panas tak mau berdiam diri ia segera membuka kaos yang sejak tadi menutupi mulut dari Vivi. Penisnya yang sejak tadi telah mengeras di arahkan segera kemulut Vivi. Vivi berontak dan tidak mau menuruti kemauan Fajri. Tapi akibat dari penolakannya tamparanlah yang ia dapatkan dari remaja yang mau beranjak dewasa itu. Rasa sakit akibat tamparan Fajri tidak akan mau dia rasakan untuk kedua kalinya. Meskipun dengan perasaan jijik dan ingin muntah, ia terpaksa memenuhi keinginan Fajri yang dengan tidak sabar memasukkan penisnya yang tak begitu besar kemulutnya. Sedang Muksin masih dengan lugunya menjilati dan memainkan puting Vivi. Sondokan demi sondokan dilakukan Noordin mulai memberikan kenikmatan yang tak bisa ia bayangkan sebelumnya. Dengan bahasa tubuhnya Vivi mulai menerima gerakan-gerakan yang Noordin lakukan bahkan terkadang dia mengimbanginya. Semakin cepat Noordin melakukan gerakan penisnya semakin siap vagina Vivi menyambutnya. kini perasaan itu mulai semakin cepat menerjang batas-batas angan dan siap menerbangkannya dalam fantasi kenikmatan.

Noordinpun mengalami perasaan yang sama, dikala ia sudah tak sanggup menahan aliran deras yang entah dari mana datangnya. Seakan membuat ia bagai terbang kelangit tujuh membawa fantasi kenikmatan bersama Vivi.

“kak aku sudah tidak kuat la…a .gii”. Dan tak menunggu lama lagi dengan semakin cepatnya gerakan pinggul Noordin yang membenamkan penisnya ke dalam vagina Vivi, secara bersamaan pula Noordin dan Vivi mencapai kenikmatan itu, di tandai dengan melubernya noda-noda putih yang meleleh dari liang vagina Vivi. Vivi mengejang seakan-akan tak ingin membiarkan moment-moment itu pergi darinya. Noordin memeluk tubuh indah itu dengan erat dan sepertinya ia tak mau untuk melepaskan untuk selamanya. Tapi itu tidaklah berlangsung lama ia harus segera sadar, karena Fajri sudah tak sabar menunggu gilirannya. Tubuh Vivi yang telah lemah seakan tak berdaya menolak perlakuan Fajri yang mulai meminta jatah gilirannya. Ia terlihat pasrah ketika tubuhnya mulai dibalik membelakanginya. Dan kakinya yang panjang dilipat rapat ke kanan menjadi satu. Dan tak lama kemudian ia telah merasakan benda yang mulai akrab di dalam vaginanya mengobrak-abrik isi di dalamnya. Penis Fajri yang memiliki ukuran tidak sebesar punya Noordin dengan sangat lancar keluar masuk dari liang vagina Vivi yang telah becek, tapi semua itu tidak mengurangi rasa nikmat yang dirasakan oleh Fajri.

“Ouuh… VAGINA mu nikmat sekali kak”. Desah Fajri yang merasakan kenikmatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Malam itu Vivi digilir oleh tiga anak itu sekaligus berulang-ulang. sampai batas dia sudah tidak mampu lagi menjaga kesadarannya. Di sela-sela waktu menggilir tubuh Vivi mereka mulai mendokumentasikan aksi mereka dengan foto-foto syur mereka berempat.

MBAK FITRI

Pada suatu pagi, sekitar pukul setengah delapan aku sedang nongkrong di warnet langgananku. Sengaja aku nongkrong disitu karena sering ada gadis2 cantik yang browsing di warnet itu, aku seorang hunter yang hebat tentu saja tidak mau melewatkan calon mangsa yang banyak itu hehe.
Ketika sedang ada di depan, ngobrol dengan OP yang juga sama mesumnya, tiba2 ada seorang wanita muda yang memakai baju ketat oranye dengan logo perusahaan madu terkenal dengan jilbab ketat yang dililitkan ke leher dam masuk ke balik kerah bajunya. Kutaksir usia wanita itu sekitar 28-30an tahun. Wah, montok juga nih, pantatnya yang memakai jenas ketat Nampak sangat bahenol. Segera aku bertanya nomor bilik warnetnya kepada si OP mesum, lalu aku message lewat bilik yang sudah biasa aku pakai.

jilbab susu montok-nia (1)

“hai” tulisku. “kenalan dunk”

“siapa ini ya?” kata dia.

“boleh kenalan gak.. aku yang tadi duduk diluar..” kataku lagi.

“oh, boleh..” jawabnya.

“namaku wawan, kamu?”

“aku Fitri.”

Akhirnya percakapan melalui message warnet itu berlanjut, sampai ketika dia keluar bilik warnet, aku langusng kenalan langsung dan ngajak dia makan pagi, tapi dia sudah akan beranjak pulang.

“kalo gitu aku antar deh, boleh gak mbak? “ kataku. “tapi ada yang marah gak nih..”

Dengan berusaha sedemikian hebat, akhirnya dia mau kuantar. Selama di mobil, akhirnya aku tahu kalau dia adalah seorang janda muda yang bercerai dengan suaminya. Sekarang usia wanita montok berjilbab ketat ini 30 tahun, dan mempunyai anak 1 yang duduk di TK nol kecil.

“aku tunggu deh, kamu nanti mau jemput anakmu kan? Aku temenin..” kataku sesampainya dirumah petak kontrakan wanita cantik montok itu. Dia mengangguk sambil tersenyum dan mempersilahkan aku masuk.

Sampai didalam, segera dia membuatkan aku minuman dingin dan akhirnya kami ngobrol lagi. Lama kelamaan, obrolan kami semakin mendalam, sambil aku sedikit demi sedikit mendekati tubuh montoknya. Pada sebuah kesempatan, ketika dia kukira sudah tidak akan melawan, segera kuraih tangannya, Mbak Fitri tidak menolak. Kemudian kami sama-sama berpagutan bibir. Ternyata, wanita cantik ini sangat agresif. Belum lagi aku mampu berbuat lebih banyak, ternyata ia menyentuh selakanganku. wanita berjilbab ketat itu terkejut ketika melihat kejantananku sudah setengah berdiri. Tanpa basa-basi, aku segera membuka celana jeansku dan memperlihtakan penisku yang sudah tegak. Segera kusorongkan kedepan wajahnya yang masih terbalut jilbab ketat. Pelan2 dia menyentuh kejantananku serta meremas-remasnya.

“Oh.. ennaakk.. terussh..” desisanku sengaja kukeraskan, agar mengundang gairahnya untuk berbuat lebih jauh. Tiba-tiba ibu muda beranak satu yang montok dan berjilbab ketat itu berjongkok, serta melumat kepala kontolku.

“Uf.. Sshh.. Auhh.. Nikmmaat..” janda montok berjilbab ketat itu sangat mahir seperti tidak memberikan kesempatan kepada untuk berbuat tanya.

Dengan semangat, SPG wanita 3o tahun montok cantik berjilbab ketat itu terus mengulum dan mengocok kontolku. Aku terus dibuai dengan sejuta kenikmatan. Sambil terus mengocok, mulut janda montok jablay yang berjilbab ketat itu terus melumat dan memaju-mundurkan kepalanya.

“Oh.. aduhh..” teriakku kenikmatan.

jilbab susu montok-nia (2)

Akhirnya hampir 10 menit aku merasakan ada sesuatu yang mendesak hendak keluar dari kontolku.

“Oh.. tahann.. sshh. Uh.. aku mau kkeluaar.. Oh..”

Dengan seketika muncratlah air maniku ke dalam mulut wanita berjilbab ketat itu , sampai membasai dagu dan mengalir ke jilbabnya. Sambil terus mencok dan mengulum kepala kontolku, Mbak Fitri berusaha membersihkan segala mani yang masih tersisa.

Aku merasakan nikmat yang luar biasa. Mbak Fitri tersenyum. Lalu aku mencium bibirnya. Kami berciuman kembali. Lidah janda montok berjilbab ketat itu terus dimasukkan ke dalam mulutku. Aku sambut dengan mengulum dan menghisap lidahnya.

Perlahan-lahan kejantananku bangkit kembali. Kemudian, tanpa kuminta, Mbak Fitri melepaskan seluruh pakaiannya termasuk bra dan CDnya, kecuali jilbab ketatnya karena itu semakin membuat gairahku naik.. Mataku tak berkedip. Buah dadanya yang montok berwarna putih mulus dengan puting yang kemerahan terasa menantang untuk kulumat. Kuremas-remas lembut payudara ibu muda beranak satu yang montok dan berjilbab ketat itu yang semakin bengkak.

“Ohh.. Teruss Wan.. Teruss..” desah SPG wanita 3o tahun montok cantik berjilbab ketat itu .

Kuhisap-hisap pentil wanita berjilbab ketat itu yang mengeras, semnetara tangan kiriku menelusuri pangkal pahanya. Akhirnya aku berhasil meraih belahan yang berada di celah-celah pahanya. Tanganku mengesek-geseknya. Desahan kenikmatan semakin melenguh dari mulut janda montok berjilbab ketat itu . Kemudian ciumanku beralih ke perut dan terus ke bawah pusar. Aku membaringkan tubuhnya ke kasur. Tanpa dikomando, kusibakkan paha janda montok jablay yang berjilbab ketat itu . Aku melihat vaginanya berwarna merah muda dengan rumput-hitam yang tidak begitu tebal.

Dengan penuh nafsu, aku menciumi memek ibu muda beranak satu yang montok dan berjilbab ketat itu dan kujilati seluruh bibir kemaluannya.

“Oh.. teruss.. Wan.. Aduhh.. Nikmat..”

Aku terus mempermainkan klitorisnya yang lumayan besar. Seperti orang yang sedang mengecup bibir, bibirku merapat dibelahan vaginanya dan kumainkan lidahku yang terus berputar-putar di kelentit SPG wanita 3o tahun montok cantik berjilbab ketat itu seperti ular cobra.

“Wan.. oh.. teruss sayangg.. Oh.. Hhh.”

Desis kenikmatan yang keluar dari mulut janda montok berjilbab ketat itu , semakin membuatku bersemangat. Kusibakkan bibir kemaluannya tanpa menghentikkan lidah dan sedotanku beraksi.

“Srucuup-srucuup.. oh.. Nikmat.. Teruss.. Teruss..” teriakan wanita berjilbab ketat itu semakin merintih.

jilbab susu montok-nia (3)

Tiba-tiba wanita berjilbab ketat itu menekankan kepalaku ke memeknya, kuhisap kuat lubang memeknya. SPG wanita 3o tahun montok cantik berjilbab ketat itu mengangkat pinggul, cairan lendir yang keluar dari memeknya semakin banyak.

“Aduhh.. Akku.. keluuaarr.. Oh.. Oh.. Croot.. Croot.”

Ternyata Mbak Fitri mengalami orgasme yang dahsyat. Sebagaimana yang janda montok berjilbab ketat itu lakukan kepadaku, aku juga tidak menghentikan hisapan serta jilatan lidahku dari memek ibu muda beranak satu yang montok dan berjilbab ketat itu . Aku menelan semua cairan yang kelyuar dari memeknya. Terasa sedikit asin tapi nikmat.

jilbab susu montok-nia (4)

Mbak Fitri masih menikmati orgasmenya, dengan spontan, aku memasukkan kontolku ke dalam memeknya yang basah. Bless..

“Oh.. enakk..”

Tanpa mengalami hambatan, kontolku terus menerjang ke dalam lembutnya vagina Mbak Fitri.

“Oh.. Mbak Fitri.. sayang.. enakk.”

Batang kontolku sepeti dipilin-pilin. Mbak Fitri yang mulai bergairah kembali terus menggoyangkan pinggulnya.

“Oh.. Wan.. Terus.. Sayang.. Mmhhss..”

Kontolku kuhujamkan lagi lebih dalam. Sekitar 15 menit aku menindih Mbak Fitri.. Lalu janda montok jablay yang berjilbab ketat itu meminta agar aku berada di bawah.

“Kamu di bawah ya, sayang..” bisik SPG wanita 3o tahun montok cantik berjilbab ketat itu penuh nikmat.

Aku hanya pasra. Tanpa melepaskan hujaman kontolku dari memeknya, kami merobah posisi. Dengan semangat menggelora, kontolku terus digoyangnya. Mbak Fitri dengan hentakan pinggulnya yang maju-mundur semakin menenggelamkan kontolku ke liang memeknya.

“Oh.. Remas dadaku.. Sayaangg. Terus.. Oh.. Au.. Sayang enakk..” erangan kenikmatan terus memancar dari mulut janda montok berjilbab ketat itu .
“Oh.. Mbak Fitri.. terus goyang sayang..” teriakku memancing nafsunya.

Benar saja. Kira-kira 15 menit kemudian goyang pinggul wanita berjilbab ketat itu semakin dipercepat. Sembari pinggulnya bergoyang, tangannya menekan kuat ke arah dadaku. Aku mengimbanginya dengan menaikkan pinggulku agar kontolku menghujam lebih dalam.

“Wawani.. Ah.. aku.. Keluuaarr, sayang.. Oh..”

Ternyata Mbak Fitri telah mencapai orgasme yang kedua. Aku semakin mencoba mengayuh kembali lebih cepat. Karena sepertinya otot kemaluanku sudah dijalari rasa nikmat ingin menyemburkan sperma.

Kemudian aku membalikkan tubuh Mbak Fitri, sehingga posisi ibu muda beranak satu yang montok dan berjilbab ketat itu di bawah. Aku menganjal pinggulnya dengan bantal. Aku memutar-mutarkan pinggulku seperti irama goyang dangdut.

“Oh.. Mbak Fitri.. Nikmatnya.. Aku keluuarr..”

jilbab susu montok-nia (5)

Crott.. Crott.. Tttcrott.

Aku tidak kuat lagi mempertahankan sepermaku.. Dan langsung saja memenuhi liang vagina Mbak Fitri.

“Oh.. Wan.. kau begitu perkasa.”

Telah lama aku menantikan hal ini. Ujar SPG wanita 3o tahun montok cantik berjilbab ketat itu sembari tangannya terus mengelus punggungku yang masih merasakan kenikmatan karena, Mbak Fitri memainkan otot kemaluannya untuk meremas-remas kontolku.

Kemudian, tanpa kukomando, Mbak Fitri berusaha mencabut kontolku yang tampak mengkilat karena cairan spermaku dan cairan memeknya. Dengan posisi 69, kemudian janda montok berjilbab ketat itu meneduhi aku dan langsung mulutnya bergerak ke kepala kontolku yang sudah mulai layu. Aku memandangi lobang memeknya. Mbak Fitri terus mengulum dan memainkan lidahnya di leher dan kepala kontolku. Tangan kanan janda montok jablay yang berjilbab ketat itu terus mengocok-ngocok batang kontolku. Sesekali ibu muda beranak satu yang montok dan berjilbab ketat itu menghisap dengan keras lobang kontolku. Aku merasa nikmat dan geli.

“Ohh.. Mbak Fitri.. Geli..” desahku lirih.

Namun Mbak Fitri tidak peduli. Ia terus mengecup, mengulum dan mengocok-ngocok kontolku. Aku tidak tinggal diam, cairan rangsangan yang keluar dari vagina Mbak Fitri membuatku bergairah kembali. Aku kemudian mengecup dan menjilati lobang memeknya. Kelentit SPG wanita 3o tahun montok cantik berjilbab ketat itu yang berada di sebelah atas tidak pernah aku lepaskan dari jilatan lidahku. Aku menempelkan bibirku dikelentit itu.

“Oh.. Wan.. nikmat.. ya.. Oh..” desisnya.

Mbak Fitri menghentikan sejenak aksinya karena tidak kuat menahan kenikmatan yang kuberikan.

“Oh.. Terus.. Sss.” desah janda montok berjilbab ketat itu sembari kepalanya berdiri tegak.

Kini mememeknya memenuhi mulutku. wanita berjilbab ketat itu menggerak-gerakkan pinggulnya.

“Ohh.. Yaahh. Teruss.. Oh.. Ooohh” aku menyedot kuat lobang vagina wanita berjilbab ketat itu .
“Wan.. Akukk ohh.. Keluuaarra.. Ssshhss..”

SPG wanita 3o tahun montok cantik berjilbab ketat itu menghentikan gerakannya, tapi aku terus menyedot-nyedot lobang memeknya dan hampir senmua cairan yang keuar masuk kemulutku. Kemudian dengan sisa-sisa tenaganya, kontolku kembali menjadi sasaran mulutnya. Aku sangat suka sekali dan menikmatinya. Kuakui, Mbak Fitri merupakan wanita yang sangat pintar membahagiakan pasangannya.

Mbak Fitri terus menghisap dan menyedoti kontolku sembari mengocok-ngocoknya. Aku merasakan nikmat yang tiada tara.

“Oh.. Mbak Fitri.. Teruss.. Teruss..” rintihku menahan sejuta kenikmatan. Mbak Fitri terus mempercepat gerakan kepalanya.
“Au.. Mbak Fitri.. Aku.. Keluuarr.. Oh..”

Croott.. Croott.. Croot..

Maniku tumpah ke dalam mulut janda montok berjilbab ketat itu . Sementara Mbak Fitri seakan tidak merelakan setetespun air maniku meleleh keluar.

“Terimakasih sayang..” ucapku..

Aku merasa puas.. ibu muda beranak satu yang montok dan berjilbab ketat itu mengecup bibirku. akhirnya karena kelelahan kami tertidur pulas.

BU SITI

Aku terlahir dari keluarga yang sederhana. Saat aku kelas 2 SD, ibu memutuskan untuk bercerai dengan ayah. Alasannya karena tabiat ayah yang suka berselingkuh. Ibu akhirnya memutuskan untuk menjadi TKW. Awalnya aku tinggal dengan nenek dari ibu, tapi dua tahun kemudian, aku ikut ayah karena nenek meninggal. Aku tinggal bersama orang tua ayah karena ayahku sering kerja keluar kota sebagai sopir sebuah perusahaan.

jilbab montok (1)

Ayah sudah menikah lagi dengan wanita muda, tapi hanya bertahan kurang dari setahun. Kemudian saat aku kelas 5 SD, dia menikah lagi dengan wanita yang sudah mempunyai anak. Aku sempat dibawa ayah pindah, tapi kembali, saat aku masuk kelas satu SMP, mereka berpisah lagi. Akhirnya, saat di pertengahan kelas dua SMP, kembali ayah menikah. Kali ini bersama wanita tanpa anak, sebut saja namanya bu Siti, wanita alim dan berjilbab yang berusia hampir 30 tahun.

Aku kembali dibawa ayah, karena bu Siti punya rumah dan hanya tinggal sendirian. Bu Siti di mataku merupakan wanita yang baik dan murah senyum. Saat pertama ketemupun, aku sudah akrab dengannya, karena dia sangat berbeda dengan dua ibu tiriku sebelumnya yang kadang mengajakku bicara hanya jika ada ayah saja. Bu Siti sangat memperhatikan keperluanku, bahkan sangat detail. Dari pelajarang sampai makan pun sering kali dia ingatkan. Sungguh, aku melihatnya sebagai wanita sempurna pengganti ibuku.

Karena bu Siti punya usaha sendiri -jualan makanan ringan yang dia buat lalu dia titipkan di toko-toko- dia dengan leluasa memberiku uang jajan, bahkan sering kali berlebih. Dia hanya menyuruhku untuk menabung kalo ada sisa uang jajan.

jilbab montok (2)

Empat bulan pertama perkawinan mereka, sungguh kelihatan bahagia. Tapi kemudian ketika ayah jadi sering keluar kota. Bu Siti kelihatan sering sedikit murung, apalagi jika ditinggal agak lama. Tapi biasanya ketika ayah kembali, kemurungannya seperti sirna. Sungguh, lama-lama aku bisa merasakan bahwa dia sangat kesepian kalau ditinggal ayah. Tapi di depanku, dia selalu berusaha bersikap tanpa masalah. Bahkan kadang, tak jarang jika dia jenuh, dia mengajakku ke kota, sekedar makan bakso atau membelikanku pakaian. Sungguh aku bahagia dengan perhatian beliau.

Sampai akhirnya, ketika aku liburan kenaikan ke kelas tiga SMP, kulihat bu Siti kembali murung karena ayah pergi sudah hampir empat hari. “Ayah memang pulangnya kapan, bu?” tanyaku.

“Katanya semingguan,” jawab bu Siti.

“Ibu jangan murung aja, kan ada aku yang menemani disini.” kataku.

Bu Siti tersenyum, ”Nanti malam tidur di kamar ibu lagi ya?” katanya.

Aku mengangguk. Kadang memang ketika ayah pergi, aku tidur di kamar ayah. Aku tidur di lantai, sementara ibuku di ranjang. Malam itu, saat hendak memejamkan mata, kulihat bu Siti gelisah di atas ranjangnya. Dia sudah melepas jilbabnya, bisa kulihat rambut hitamnya yang lurus sepunggung. Aku kasihan kepadanya, tapi aku tak bisa melakukan apa-apa.

jilbab montok (3)

Esok harinya, badanku sedikit demam, tapi aku kembali menemani beliau. Sebelum tidur, kami sempat berbincang. ”Kamu dingin nggak di lantai? Kalo nggak, tidur di kamar kamu aja.” katanya.

”Nggak apa-apa, bu. Nggak dingin kok.” jawabku. Dari maghrib hingga hampir jam 10 malam, hujan memang turun tanpa henti. ”Ibu kok masih gelisah?” tanyaku kemudian.

“Ah, nggak apa-apa. Biasa aja kok.” katanya. ”Ya udah, kamu tidur di atas aja, daripada masuk angin.” ucapnya lagi.

Aku menurut. Dia sempat membelai-belai rambutku saat aku bertanya, “Bu, kenapa sih kalo ayah gak ada, ibu suka resah?” tanyaku.

”Kamu nggak akan ngerti,” katanya.

”Pasti ibu kesepian ya? Kan ada aku, bu, masa masih sepi?” kataku bodoh.

Dia tersenyum dan melingkarkan tangannya di pundakku. Usapannya sungguh sangat menghangatkan, sampai tak sadar aku mulai merapatkan badanku ke tubuh montoknya dengan posisi tengkurap. Oh ya, hampir lupa ngasih tahu, ibu tiriku ini punya tetek dan pinggul yang besar. Aku baru menyadari setelah sering tidur sekamar dengannya. Sekarang bisa kurasakan tonjolan payudaranya yang empuk itu mengganjal lembut di dada dan bahuku.

”Dingin ya?” tanya bu Siti ramah, sama sekali tidak berusaha untuk menarik atau menjauhkan tubuhnya.

”Iya,” sahutku pendek.

Bu Siti kemudian mendekapku erat. Sungguh, entah kenapa, tiba-tiba jantungku berdetak kencang. Apalagi saat dia mengusap punggungku dan makin menekan tonjolan payudaranya ke bahuku. Tanpa sadar aku mulai memeluk pinggangnya.

”Kamu suka ibu peluk gini?” katanya.

”Iya, bu. Suka.” jawabku polos. Dan makin kudekap erat pinggulnya. Kuusap-usap bulatan bokongnya yang bulat dan padat dengan jari-jariku. Lama-lama kudengar nafas bu Siti mulai berat dan tidak teratur. Aku dapat mendengar debaran jantungnya yang berdetak semakin cepat karena wajahku sangat dekat dengan dadanya.

“Duh, ibu jadi kangen ayah,” katanya setengah mendesah.

”Kan ada aku, bu.” kataku sambil kurapatkan wajahku di bulatan buah dadanya. Perlahan kurasakan tangan bu Siti mengusap pantatku. Aku makin deg-degan. Entah sadar atau tidak, dia malah meremas selangkanganku.

jilbab montok (20)

”Masih nggak enak badan?” tanyanya sambil mengusap-usap burungku yang mulai terbangun.

”Udah nggak gitu, bu.” jawabku, lalu merintih keenakan. ”Eghhh,”

”Kenapa kok gemetaran, takut ya dipeluk ibu?” tanyanya menggoda.

”Bukan, bu. Gemetar karena dingin.” jawabku sekenanya, malu untuk bilang kalau aku lagi menikmati belaian tangannya di batang penisku.

”Ya sudah, sini masuk selimut ibu.” katanya kemudian. Dia pun membagi selimutnya yang lebih tebal dibanding selimutku. Tubuhku semakin bergetar saat kakiku bersentuhan dengan kakinya, tangannya masih setia mengelus pantat dan selangkanganku. Kemudian tangan itu kurasakan mendorong pinggulku, tapi aku agak bertahan, tetap tengkurap di atas tubuh semoknya.

”Kenapa, takut? Ini supaya kamu nggak sesak aja.” katanya sambil tersenyum.

”Nggak, bu.” jawabku pendek. Aku menyadari bahwa kemaluanku ternyata sudah berdiri tegak, kaku dan keras sekali. Ini semua akibat usapan tangan bu Siti. Malu kalau dia sampai mengetahuinya, dengan cepat aku beringsut, sedikit agak menjauh darinya. Kurasakan tangannya mengejar, ingin kembali mengusap dan mengelus batang kontolku. Aku sedikit bergerak agak menjauh lagi, lalu kuambil bantal dan menutupkannya ke depan celanaku.

”Kenapa?” tanyanya.

”Nggak apa-apa, bu.” kataku.

”Kok bergeser, kenapa hayo?” tanyanya lagi.

Karena tidak punya alasan, dan malu untuk mengatakan yang sebenarnya, aku akhirnya kembali merapatkan tubuhku kepadanya. Tangan bu Siti kurasakan hendak menarik dan mengambil bantalku. ”Jangan, bu.” kataku mencegah.

”Emang kenapa?” tanyanya.

jilbab montok (4)

”Nanti aku kedinginan.” ah, alasan yang sungguh bodoh.

”Ya udah sini, ibu peluk.” sambil berkata begitu, tangannya tiba-tiba menyelusup ke dalam bantal hendak memelukku, dan… ”Ooh!” desisnya saat menyenggol benda keras yang ada di baliknya.

Kurasakan mukaku pedas dan memerah. ”Eh, maaf, bu.” hanya itu yang bisa kurasakan.

”Nggak apa-apa, nggak usah malu. Burung memang suka bangun kalau udara dingin. Makanya rapetin ke ibu biar anget. Nggak apa-apa kok,” katanya lirih.

Agak sedikit ragu, kuikuti sarannya hingga posisiku sekarang agak sedikit menyamping tapi sangat rapat ke tubuhnya. Kembali tangan bu Siti bergerak untuk meraba pantatku, tapi kali ini dengan sedikit meremas. ”Burungmu masih tegang?” tiba-tiba dia bertanya.

”I-iya, bu.” jawabku. Entah sudah seperti apa mukaku saat itu. Apalagi saat kemudian kurasakan tangannya mulai meraba bagian kemaluanku. Celana boxerku yang tipis makin memperjelas bentuk kontolku yang bangun.

”Boleh ibu pegang?” tanyanya.

Aku hanya diam. ”Kan sudah dari tadi ibu pegang,” rutukku dalam hati. Tapi aku cuma mengangguk, memberinya ijin untuk berbuat apa saja pada tubuh kecilku.

jilbab montok (19)

Dia tersenyum, kemudian menyelusupkan tangannya ke dalam boxerku. ”Ih, keras amat!” katanya, campuran antara kaget dan gemas. Aku hanya tersenyum.

”Sini, lebih rapat.” katanya lagi. Aku mengangguk, kemudian perlahan, kurapatkan tubuhku hingga kemaluanku menempel di perut bu Siti. Hangat sekali rasanya. Sesaat kami terdiam, bu Siti masih terus mengusap dan mengelus-elus penisku dari dalam celana. Kurasakan jari-jarinya begitu lembut dan hangat membungkus batang kontolku. Aku hanya bisa mendesah dan mengerang menikmatinya.

Masih dalam lindungan selimut, bu Siti membimbingku. Ia melepas genggamannya sejenak di batang kontolku untuk kemudian meraih tangan kiriku dan meletakkan di atas bongkahan pantatnya. Setelah itu dia meraba pantatku dan menariknya hingga makin rapat ke daerah kemaluanya. Satu kakinya kemudian kurasakan naik di pahaku.

”Nggak apa-apa, kamu nurut aja.” katanya.

”I-iya, bu.” jawabku bingung, memang siapa juga yang mau nolak? Meski tidak mengerti apa yang dia inginkan, tapi aku akan mengikuti permainannya.

jilbab montok (5)

Kemudian kurasakan tangan bu Siti mulai menurunkan celana bagian samping kiriku, sesaat kemudian dia menarik bagian tengah, hingga aku tahu, kontolku sudah berada di luar sekarang. “Bu?” kataku gemetar saat kurasakan ujungnya menyundul tepat di depan kemaluan bu Siti yang masih terbalut celana dalam. Tapi aku tahu, bagian itu sudah sangat basah dan hangat.

”Kenapa? Takut?” tanyanya tanpa rasa bersalah.

”Nggak kok, bu. Nggak apa-apa.” jawabku dalam bingung.

”Kalau gitu sini, rapetin ke badan ibu.” katanya. Aku hanya mengangguk. Tangannya kemudian bergerak, membimbingku agar membantu melepas celana dalamnya. Saat benda itu sudah turun hingga ke dengkul, kembali kurasakan kehalusan kulit paha dan bokongnya saat bu Siti menyuruhku untuk mengusap-usapnya lagi.

Bu Siti sendiri memegang kemaluanku dan menariknya merapat ke tubuh sintalnya. Kali ini bukan kain yang kurasakan, tapi seperti bulu-bulu halus yang sungguh licin dan hangat. Mataku pura-pura aku pejamkan saat tangannya mulai menggerakkan batang kontolku hingga kurasakan kemaluanku itu melalui sesuatu yang makin lama makin terasa hangat dan basah. Tubuhku bergetar, aku sadar apa yang telah dia lakukan, tapi aku tak kuasa untuk menolak. Karena jujur, aku juga menikmati dan menginginkannya.

Akhirnya, sebagian kontolku telah masuk ke lubang yang sangat sempit dan lengket itu. Hangat, geli, dan nikmat kurasakan, apalagi saat tangan bu Siti mulai menekan pantatku, membuatku batangku makin melesak dan menusuk semakin dalam. Sesekali dia menggerakkan pinggulnya perlahan agar kontolku bisa lancar menerobos liang vaginanya. Saat sudah masuk seluruhnya, bu Siti mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur, sedangkan aku cuma diam, tak tahu apa yang harus kulakukan.

Jepitan memek ibu tiriku itu kurasakan begitu nikmat, hingga tak lama kemudian kurasakan suatu aliran hendak memancar keluar dari batang penisku. “Bu,” kataku perlahan.

”Kenapa?” tanyanya, masih terus menggenjot dan menggoyang tubuh sintalnya.

”Nggak tahu, kayak ada yang mau keluar,” jawabku.

”Nggak apa-apa, keluarin aja.” katanya sambil mengecup pipiku penuh rasa sayang.

Tanpa sadar, kudekap tubuh mulus bu Siti erat-erat, dan tiba-tiba kontolku berdenyut hebat. Kurasakan aliran panas keluar dari benda itu, sungguh sangat nikmat rasanya, begitu luar biasa. Berkali-kali semprotanku itu memancar deras, mengisi liang kemaluan ibu tiriku itu hingga menjadi semakin basah. Bu Siti sendiri berhenti menggoyang, dia menekan penisku dalam-dalam hingga saat kontolku kutarik keluar, tidak ada sedikit pun cairan yang tertumpah.

jilbab montok (7)

Lima menit kami berpelukan erat, hingga akhirnya kurasakan bu Siti merapikan celanaku dan memasukkan kembali burungku yang sudah melembek dan melemah. Masih di balik selimut, dia kemudian bangkit dan melepas celana dalamnya. Kulihat bokongnya yang bulat dan putih mulus saat dia berjalan keluar untuk pergi ke belakang karena dasternya masih berada di atas pinggang. Tak lama, dia kembali dan memberiku minum. Setelah kuhabiskan air es itu, kembali aku tengkurap dibalik selimut tebal, bu Siti berbaring di sampingku. Kami terus diam, mungkin selama satu jam lebih, tapi aku tak bisa tidur. Saat berbalik, kulihat bu Siti masih duduk menyandar di tembok.

“Ibu belum tidur? Ini selimutnya.” kataku sambil hendak memberinya selimut yang kupakai.

”Nggak usah, ibu cuma belum ngantuk.” jawabnya. ”Maafkan ibu ya?” tambahnya kemudian.

“Nggak apa-apa kok, bu.” kataku.

”Kamu nggak marah? Ibu hanya rindu ayah,” jelasnya.

”Buat apa marah? Aku malah merasa enak kok, aku juga nggak akan bilang sama ayah.” jawabku.

Dia tersenyum. ”Kamu sendiri, kenapa belum tidur?” katanya.

”Nggak tahu, bu. Nggak ngantuk juga. Nungguin ibu tidur dulu aja,” jawabku.

”Iya, makasih.” katanya.

”Ibu jangan murung, kan sekarang ada aku disini.” kataku sok dewasa.

Dia tersenyum. Bu Siti kemudian meraba-raba punggungku yang tengkurap, lalu pantatku, dan juga pahaku. Tiba-tiba wajahnya mendekati wajahku dan kemudian mengecup bibirku. Aku hanya tersenyum saat tangannya mulai masuk ke balikboxer dan meremas pantatku. Aku diam dan membiarkannya.

”Ibu belum ngantuk,” katanya.

”Aku temani kok, bu.” jawabku, masih tak mengerti kalau ibu tiriku masih belum tuntas tadi. Dadaku kembali berdegup kencang saat perlahan tangannya mulai menarik turun celanaku. Aku menurut, dan dengan cepat, tubuhku sudah setengah telanjang sekarang. Masih berbalut selimut, boxerku sudah luruh jatuh ke lantai. Dengan gemas, bu Siti meremas-remas dua bongkahan pantatku. Ia memijitnya sambil sesekali menyenggol buah zakarku. Hingga ketika sudah tak tahan, ia pun akhirnya ikut masuk ke dalam selimut.

Jantungku terasa berdebar saat dia membalikkan tubuhku. Aku menurut saat kaosku dia tarik. Aku akhirnya telanjang dalam selimut. Aku tahu, bu Siti pun mulai melucuti pakaiannya hingga kami sama-sama telanjang, kemudian wajahnya masuk dalam selimut. Kurasakan kecupan di dadaku, lalu pusarku, hingga akhirnya kurasakan mulutnya mulai menghisap batang kontolku yang sudah sedikit menegang lagi. Tak lama, dia merapatkan tubuhnya di atasku, kemudian dia kembali mencium bibirku.

“Kita lakukan lagi ya?” tanyanya.

”I-iya, bu.” jawabku senang.

”Kamu di atas ibu, mau gak?” tanyanya. Aku mengangguk.

Aku pun bergerak saat tubuh molek bu Siti terbaring di sampingku. Perlahan dia meregangkan kakinya saat aku telah berada di atas tubuhnya. Satu tangannya kurasakan memegang kontolku, dan perlahan mengarahkannya ke lubang kemaluannya. Kembali kurasakan nikmat saat kontolku mulai masuk ke lubang sempit itu. Saat sudah tenggelam seluruhnya, dia menaik-turunkan pinggangku dengan tangannya. Dia begitu sabar dan telaten mengajariku bersetubuh. Lama-lama, akupun mulai bergerak sendiri, menggenjot tubuh sintalnya dengan tusukan penisku.

jilbab montok (10)

”Oh, nikmatnya! Ehsss… enak!” desah bu Siti.

Aku terus menggenjotnya hingga peluh mengucur deras di dahiku. Bu Siti mengusapnya. ”Kamu capek nggak?” tanyanya.

”Enggak, bu.” jawabku sambil terus menggenjotnya. Setengah jam lebih aku berada di atas tubuhnya, sampai akhirnya…. akupun mengejang, dan kembali kusemprotkan cairan kenikmatanku.

”Bu, jangan bilang ayah ya?” kataku dengan nafas tersengal karena nikmat.

“Ya nggak lah, nanti pasti ibu yang disalahin.” katanya.

Malam itu, hingga pagi tiba, kami tidak bisa tidur. Kami terus bermain dan bermain. Tak bosan-bosannya aku naik ke atas tubuh bu Siti, menggenjot tubuh mulusnya, dan menumpahkan spermaku di dalam lubang kemaluannya. Satu kali aku moncrot di dalam mulutnya, saat ibu tiriku itu asyik mengulum penisku setelah dia orgasme. Yah, aku akhirnya berhasil mengantarkannya ke nikmat persetubuhan. Dia tampak bahagia sekali, begitu juga dengan aku.

Jam lima pagi, baru aku tertidur. Sementara bu Siti keluar untuk mandi dan membersihkan tubuhnya. Kukira setelah itu dia akan tidur juga, tapi saat aku bangun jam dua siang, kulihat bu Siti tidak ada di sampingku. Masih dengan tubuh telanjang, kudatangi dia di dapur. Kudengar suara senandung merdunya dari sana. Kulihat ibu tiriku itu sudah rapi dengan baju terusan panjang dan jilbab lebar seperut. Dia tampak sibuk menyiapkan makan siang.

”Makan dulu aja, mandinya nanti.” katanya sambil tersenyum. Aku tidak membantah. Bu Siti tertawa saat melihat burungku yang menciut sebesar jempol kaki. ”Itu capek banget kayaknya, nggak bangun sama sekali.” tunjuknya.

jilbab montok (12)

Aku mengangguk malu. ”Iya, bu. Capek habis disuruh melek semaleman.” candaku. Dan kami tertawa berbarengan.

Selesai makan, aku langsung mandi. Keluar dari kamar mandi, saat masih basah dan mengenakan handuk, aku melintas di dekat bu Siti yang duduk di dekat meja makan. ”Maafkan ibu ya?” katanya.

“Maafkan apa, bu? Ibu nggak ada salah kok.” jawabku santai.

“Gara-gara ibu, kamu jadi korban.” katanya.

”Saya nggak merasa jadi korban kok, bu.” kataku, hanya kata-kata itu yang terlintas di pikiranku.

Tiba-tiba tangan bu Siti meremas handuk yang menutup kemaluanku. Aku hanya diam, dan tak lama, kontolku mulai bereaksi. ”Ibu mau lagi?” kataku.

”Ah, nggak juga. Kalau kamu?” tanyanya.

”Terserah ibu,” jawabku.

Tiba-tiba handukku ia lepas. Bu Siti terus memandangi kontolku yang kini sudah mengacung tegak. ”Ibu sudah salah, bulu kamu aja masih tipis, tapi kamu harus mengalami hal ini.” katanya.

”Nggak apa-apa, bu. Aku suka kok.” jawabku, lalu kudekatkan kontolku ke mulutnya. Dia tersenyum, dan perlahan mulai mengulum dan menjilatnya. Bu Siti setuju saat aku mengajaknya masuk ke kamarku. Akhirnya, kembali sore itu aku menggenjot tubuh mulusnya.

Kami terus melakukannya, siang dan malam. Hingga dua hari kemudian, ayah pulang. Aku lebih banyak diam di kamarku daripada takut ayah melihat hal aneh, karena aku masih merasa risih dan bersalah karena sudah bercinta dengan istrinya. malam harinya, aku tak dapat tidur. Aku tahu pasti, sekarang bu Siti pasti sedang bergumul dengan ayah, karena sejak jam sembilan, mereka sudah masuk ke kamar.

Senin, saat sekolah baru mulai, hari baru sekitar jam lima pagi ketika aku selesai mandi. Ayah masih terlelap karena kemarin pulangnya agak malam. Baju seragam telah kupakai. Aku lalu pergi ke dapur hendak mengambil minum. Kulihat bu Siti telah selesai membuat nasi goreng. “Kamu kok banyak diam, kenapa?” tanyanya.

”Nggak apa-apa, bu.” jawabku.

”Bilang aja, kita kan sudah janji nggak ada rahasia-rahasian.” katanya.

jilbab montok (13)

“Nggak, bu. Cuma, anu…” kataku terputus. ”Nggak ah, nanti aja.” kataku kemudian. Aku lalu masuk ke kamarku. Sesaat kulihat bu Siti mengikutiku. Aku sedang merapikan tasku saat perlahan kurasakan tangannya mengusap pundakku, kemudian tangannya yang lain meraba daerah kemaluanku.

”Ibu kangen,” bisiknya sambil meremas-remas kemaluanku.

”Jangan, bu. Nanti ketahuan ayah.” bisikku takut.

”Dia bangunnya siang, kelelahan sehabis main semalam suntuk sama ibu.” kata bu Siti nakal. Mendengarnya, kontolku langsung menegang. ”Sini,” katanya mesra. Perlahan dia bergerak ke balik pintu kamarku, aku mengikutinya. Tangannya kemudian menarik turun resletingku, dan kembali, aku hanya diam. Bu Siti menarik kontolku keluar, dia tersenyum saat melihatnya sudah kaku dan keras.

”Mau nggak?” tanyanya sambil menjilati batangku hingga basah kuyup.

Aku mengangguk. Bu Siti kemudian menarik gamisnya ke atas, menjepitnya di perut, dan kemudian perlahan menurunkan sedikit celana dalamnya hingga ke dengkul. Dia bersandar di pintu, membelakangiku. Bisa kulihat memeknya yang tembem menguak lebar. Ada sedikit sisa sperma ayah disana. Kuusap-usap perlahan benda itu sambil aku mempersiapkan penisku.

”Ibu masih kurang habis digarap ayah habis0habisan semalam?” tanyaku polos. Tanganku meremas-remas sebentar bulatan payudaranya.

”Ayahmu cuma mau menang sendiri, nggak ngerti kebutuhan ibu. Sudah, cepat masukkan. Nanti kamu terlambat ke sekolah.” katanya sambil mengangkangkan kakinya semakin lebar.

Perlahan, di balik pintu kamarku, aku mulai menusukkan kontolku, dan saat sudah amblas seluruhnya, segera menggerakkannya maju mundur dengan cepat. Bu Siti mengimbangi genjotanku dengan memutar pinggulnya berlawanan arah dengan tusukanku. Kami terus melakukannya walau dengan sedikit ketakutan karena ayah lagi ada di rumah. Tapi ketenangan bu Siti menenangkanku. Dan sensasi main dalam suasana seperti benar-benar luar biasa. Tak lama, akupun mulai merintih. Pejuhku rasanya sudah mau muncrat.

jilbab montok (22)

Segera kudekap tubuh montok bu Siti, dan… ahh! ahh! kutahan nafasku berbarengan dengan keluarnya air maniku. Begitu juga dengan bu Siti, dia juga menyemburkan cairan kenikmatannya. Memeknya terasa begitu penuh sekarang. Saat kucabut penisku, cairan itu meleleh keluar membasahi paha dan betis bu Siti, beberapa bahkan ada yang menetes di lantai. Kami tertawa berbarengan saat melihatnya. Begitu puas, begitu nikmat.

“Sarapan enak di pagi hari.” bisik bu Siti nakal. Aku tersenyum dan mengecup pipinya. “Kalau nanti kamu mau lagi, bilang aja, jangan diam aja.” katanya, seolah tahu keresahanku. ”Nanti kita cari waktu dan tempat yang pas.” dia menurunkan kembali gamis hitamnya dan merapikan jilbabnya yang awut-awutan.

jilbab montok (18)

Kami keluar dari kamar. Bu Siti meneruskan acara memasaknya, sedangkan aku, setelah sarapan dan mencium tangannya, segera berangkat ke sekolah.

Sejak itu, kami makin dekat. Saat ayah tak ada di rumah, bukan lagi masalah bagi bu Siti. Bahkan merupakan anugrah baginya, juga bagiku. Kami tidak sungkan lagi untuk saling meminta dan memuaskan. Aku sendiri sangat menikmatinya, siapa juga yang tidak senang bisa meniduri wanita cantik dan molek macam bu Siti. Yang menurut pandangan orang luar sangat alim dan lugu, tapi ternyata nakal dan liar soal urusan ranjang.

LASMI

Sebut saja namaku Fariz, 25 tahun, sekarang telah menjadi Guru. Bodiku seperti orang Indonesia pada umumnya, dengan tinggi 170cm dan berat 65kg. Kejadian yang aku ceritakan ini terjadi 5 tahun yang lalu yang mengakibatkan aku sangat tertarik dengan wanita yang gemuk tetapi syaratnya teteknya besar.

JILBAB MODIS KETAT (1)

Waktu itu aku seorang mahasiswa salah satu universitas swasta di Solo yang tinggal di Boyolali. Karena dekat, aku tidak kost, tapi tinggal dengan orang tua. Aku mempunyai tetangga, namanya Pak Slamet, usianya 35 tahun. Aku biasa memanggilnya mas Slamet, seorang sopir truk gandeng yang mengangkut susu dari Boyolali ke Jakarta. Mas Slamet mempunyai istri yang bernama mbak Lasmi, 30 tahun, seorang ibu rumah tangga yang baik. Mbak Lasmi sangat cantik dengan kulit putih, sedikit gemuk tetapi proposional karena pantat dan teteknya sangat besar untuk ukuran… aku tidak tahu, pokoknya menantang!

Sebagai tetangga dekat, aku sering main ke rumah mbak Lasmi ketika mas Slamet ada. Aku sangat hormat kepada beliau karena aku sudah dianggap adiknya sendiri. Dan aku waktu itu tidak sedikitpun berani menghayal ngentot dengan istrinya meskipun bodi mbak Lasmi sangat menggairahkan. Dan kuakui, aku gemar sekali onani, maklum seusia itu dan aku berprinsip lebih baik onani daripada lebih dari itu.

***

Suatu malam, karena memang belum mengantuk, aku jalan-jalan mencari teman ngobrol. Setelah muter-muter, tidak ada yang nongol. Aku berpikir, ke rumah mas Slamet saja karena beliau tidak bekerja, mungkin dapat teman ngobrol, untung-untung dapat makan minum gratis.

Pada waktu sampai di samping rumah mas Slamet, aku melihat kaca nako yang belum tertutup. Aku mendekati untuk melihat apakah kaca nako itu kelupaan ditutup atau ada orang jahat yang membukanya. Dengan hati-hati kudekati, tetapi ternyata kain korden tertutup rapi. Kupikir kemarin sore pasti lupa menutup kaca nako, tetapi langsung menutup kain kordennya saja.

JILBAB MODIS KETAT (18)

Mendadak aku mendengar suara aneh, seperti desahan seseorang. Kupasang telinga baik-baik, ternyata suara itu datang dari dalam kamar. Kudekati pelan-pelan, dan darahku berdesir, ternyata itu suara orang yang lagi bersetubuh. Nampaknya ini kamar tidur mas Slamet dan istrinya.

Aku lebih mendekat lagi, suara dengusan nafas yang memburu dan gemerisik dari goyangan tempat tidur terdengar lebih jelas. “Ssshh… hhemm… uughh… ugghh…” terdengar suara dengusan dan suara orang seperti menahan sesuatu.

Jelas itu suara mbak Lasmi yang sedang ditindih suaminya. Terdengar pula bunyi kecepak-kecepok, nampaknya penis mas Slamet sedang mengocok liang vagina mbak Lasmi yang tembem. Aduh, darahku langsung naik ke kepala, penisku sudah berdiri keras seperti kayu. Aku betul-betul iri membayangkan mas Slamet menggumuli istrinya. Alangkah nikmatnya menyetubuhi mbak Lasmi yang cantik dan bahenol itu.

“Oohh… sshh… bune, aku mau keluar! Ssshh… sshh…” terdengar suara mas Slamet yang tersengal-sengal. Suara kecepak-kecepok menjadi semakin cepat, dan kemudian berhenti. Nampaknya mas Slamet sudah ejakulasi dan pasti penisnya dibenamkan dalam-dalam ke dalam vagina mbak Lasmi.

JILBAB MODIS KETAT (2)

Selesailah sudah persetubuhan itu, aku pelan-pelan meninggalkan tempat itu dengan kepala berdenyut-denyut dan penis yang kemeng karena tegang dari tadi. Akhirnya aku kembali ke rumah, ingin tidur tetapi ternyata sulit. Aku coba onani, bayangan yang keluar adalah mbak Lasmi. Aku malam itu membayangkan ngentot mbak Lasmi, malam itu onaniku begitu nikmat.

***

Sejak malam itu, aku jadi sering mengendap-endap mengintip kegiatan suami-istri itu di tempat tidurnya, kalau mas slamet pas ada di rumah. Walaupun nako tidak terbuka lagi, namun suaranya masih jelas terdengar dari sela-sela kaca nako yang tidak rapat benar. Aku jadi seperti detektif yang mengamati kegiatan mereka di sore hari.

Biasanya kalau mas Slamet tidak kerja, pukul 21.00 mereka masih melihat siaran TV, dan sesudah itu mereka mematikan lampu dan masuk ke kamar tidurnya. Aku mulai melihat situasi apakah aman untuk mengintip mereka. Apabila aman, aku akan mendekati kamar mereka. Kadang-kadang mereka hanya bercakap-cakap sebentar, terdengar bunyi gemerisik (barangkali memasang selimut), lalu sepi. Pasti mereka terus tidur, mungkin mbak Lasmi baru haid.

JILBAB MODIS KETAT (19)

Tetapi apabila mereka masuk kamar, bercakap-cakap, terdengar ketawa-ketawa kecil mereka, jeritan lirih mbak Lasmi yang kegelian (barangkali dia digelitik, dicubit atau diremas buah dadanya oleh mas Slamet), dapat dipastikan akan diteruskan dengan persetubuhan. Dan aku pasti mendengarkan sampai selesai. Rasanya seperti kecanduan dengan suara-suara mas Slamet dan khususnya suara mbak Lasmi yang keenakan disetubuhi suaminya.

***

Hari-hari selanjutnya berjalan seperti biasa. Apabila aku bertemu mbak Lasmi juga biasa-biasa saja, namun tidak dapat dipungkiri, aku jadi jatuh cinta sama istri mas Slamet itu. Orangnya memang cantik, dan badannya padat berisi, sesuai dengan seleraku. Khususnya pantat dan buah dadanya yang besar dan bagus. Aku menyadari bahwa hal itu tidak akan mungkin, karena mbak Lasmi istri orang. Kalau aku berani menggoda mbak Lasmi, pasti jadi masalah besar di kampungku. Bisa-bisa aku dipukuli atau diusir dari kampungku.

JILBAB MODIS KETAT (3)

Tetapi nasib orang tidak ada yang tahu. Ternyata aku akhirnya dapat menikmati keindahan tubuh mbak Lasmi…!!!

***

Pada suatu hari, aku mendengar mas Slamet ditahan di Polresta Solo karena kecelakaan yang mengakibatkan korbannya meninggal, sehingga mas Slamet harus bertanggung jawab meskipun dia tidak bersalah, mungkin karena dia mengendarai kendaraan lebih besar. Sebagai tetangga dan masih bujangan, aku langsung diajak mbak Lasmi untuk menengok suaminya di Polresta Solo. Dengan ikhlas aku mengantar mbak Lasmi dengan motornya karena beliau sedang kesusahan. Dan yang penting, aku mencoba membangun hubungan yang lebih akrab dengannya.

Hari itu aku terharu melihat mereka saling menangis meratapi nasib sial mas Slamet. Dalam perjalanan pulang, mbak Lasmi tetap sesenggukan menangis. Aku hanya bisa diam saja. Karena kacau pikirannya, mbak Lasmi membonceng seperti ketika dibonceng suaminya, tanggannya melingkar di pinggangku, otomatis teteknya yang besar menekan kuat ke pundakku, tapi tidak aku rasakan. Jujur, aku hari itu tidak terangsang karena akupun turut bersedih.

***

Dua hari aku sibuk kuliah dengan tugas yang menumpuk. Begitu tugas selesai, aku setelah pulang kuliah pingin tahu kabar mas Slamet karena kebetulan besok libur. Aku sambangi rumah mbak Lasmi. Aku ketuk pintu rumahnya.

”Permisi, mbak Lasmi!!!” kataku.

”Ya, sebentar. Siapa ya?“ teriak mbak Lasmi, kedengaranya dari kamar mandi.

”Saya Fariz, mbak!” kataku.

”Masuk dulu, Riz!” teriak mbak Lasmi karena aku memang sudah dianggap adiknya sendiri.

Aku masuk dan duduk di meja tamu sambil membaca majalah yang ada di meja. Lagi asik membaca, mbak Lasmi menegur. ”Kebetulan, Riz…”

Aku kaget, dan lebih kaget lagi saat melihat mbak Lasmi yang berdiri di depan pintu hanya dengan menggunakan handuk besar tetapi tetap tidak bisa menutupi seluruh tubuhnya yang montok, paha dan sebagian teteknya kelihatan. Aku tertegun.

”A-ada apa, mbak?“ jawabku gelagapan tanpa berkedip.

Mbak Lasmi hanya tersenyum, mungkin menyadari kekagetanku dan padanganku yang penuh nafsu abg. ”Maaf ngagetin, mbak ganti baju dulu aja.” katanya sambil masuk ke dalam kamarnya.

JILBAB MODIS KETAT (4)

Aku tidak berkedip memandang pahanya. Otomatis rudalku berdiri tegak. Pintu kamar ditutup, tapi aku masih bengong memandanginya.

Tak lama, mbak Lasmi keluar dari kamar. Ia kini mengenakan pakaian muslimah, baju panjang dan jilbab lebar menutupi bentuk tubuhnya yang sempurna, tapi tetap tidak bisa menyembunyikan kemontokannya. Mbak Lasmi duduk di depanku sambil ngomong, “Maaf, tadi bikin kami gelagapan. Mbak nggak sadar kalau belum pakai baju, karena mbak mau ajak kamu ke rumah manager pabrik di Solo Baru. Bisa nggak? Untuk ngurus mas Slamet supaya cepat bebas.”

”Ok, mbak. Untuk mbak Lasmi yang cantik, apapun aku siap laksanakan.” kataku tanpa berpikir panjang.

”Oo, sekarang adikku mulai bisa ngerayu ya?” katanya sambil ketawa.

***

Akhirnya kita berangkat ke Solo Baru. Setelah ketemu dengan managernya, hasilnya sangat memuaskan. Perusahaan akan mengurus penahanan mas Slamet, maksimal seminggu sudah selesai.

Sehabis Isya, aku bersama mbak Lasmi pulang. Hati mbak Lasmi kelihatan senang banget. Dalam perjalanan, kami ngobrol dan mbak Lasmi minta mampir di bebek goreng Wong Solountuk makan dulu, katanya. Kami berhenti di warung bebek goreng, kita cari yang lesehan.

“Riz, kami mau dada apa paha?” kata mbak Lasmi sambil memegang dada dan pahanya yang montok.

“Ah, a-anu, mbak… dada, mbak!“ kataku gelagapan karena membayangkan dada mbak Lasmi yang membusung indah.

Setelah pesanan diserahkan ke pelayan, kita ngobrol. ”Kamu itu tadi kok jawabnya gelagapan… kaya orang bingung, Riz?“ tanya mbak Lasmi.

“Maksud mbak Lasmi gimana?“ tanyaku balik.

JILBAB MODIS KETAT (5)

“Tadi lho, ditanya paha apa dada kok bingung?” tanya mbak Lasmi lagi.

“Gimana ya, mbak, ngomongnya? Lha tanya paha, pegang paha. Ngomong dada, pegang dada. Lha kalau jerohan, pegang apa ya, mbak?” jawabku asal-asalan

“Hahaha… kamu ada-ada saja. Gimana ya, nanti di rumah tak jelasin!“ kata mbak Lasmi memancing.

Kami mulai mengobrol, mengenai masalah Mas slamet. Katanya seminggu lagi sudah boleh pulang. Aku mulai mencoba untuk berbicara lebih dekat lagi, atau katakanlah lebih kurang ajar. Inikan kesempatan bagus sekali untuk mendekati mbak Lasmi.

“Mbak, maaf ya… ngomong-ngomong, mbak Lasmi kan sudah berkeluarga sekitar 3 tahun, kok belum diberi momongan ya?” kataku hati-hati.

“Ya itulah, Riz. Kami kan hanya menjalani. Barangkali Tuhan belum mengizinkan.” jawab mbak Lasmi.

“Tapi, mbak, anu… itu, mbak… anuu… bikinnya jalan terus to?” godaku.

“Ooh… apa?! Oh, kalau itu sih iya, Riz.” jawab mbak Lasmi agak kikuk.

Sebenarnya kan aku tahu, mereka setiap minggunya minimal 2 kali bersetubuh. Terbayang kembali desahan mbak Lasmi yang keenakan. Darahku semakin berdesir-desir. Aku semakin nekad saja.

“Tapi, kok belum berhasil juga ya, mbak?” lanjutku.

JILBAB MODIS KETAT (6)

“Ya itulah, tapi kami tetap berusaha terus kok. Ngomong-ngomong, cewek kamu kok nggak pernah diajak pulang?” kata mbak Lasmi.

“Saya nggak punya cewek, mbak. Nggak ada yang mau.“ jawabku.

“Mosok cowok cakep gini nggak ada yang naksir, mungkin kamu jual mahal?“ kata mbak Lasmi.

“Eh, benar nih, mbak, aku cakep? Ah kebetulan, tolong carikan aku, mbak. Tolong carikan yang kayak mbak Lasmi ini lho,” kataku menggodanya.

“Lho, kok hanya kayak aku? Yang lain yang lebih cakep kan banyak! Aku kan sudah tua, jelek lagi.” katanya sambil ketawa.

“Eh, aku benar-benar tolong dicarikan istri yang kayak mbak Lasmi dong. Benar nih. Soalnya begini, mbak, tapi… eeh, nanti mbak Lasmi marah sama aku. Nggak usah aku katakan aja deh.” kubuat mbak Lasmi penasaran.

“Emangnya kenapa sih?” mbak Lasmi memandangku penuh tanda tanya.

“Tapi janji nggak marah lho…” kataku memancing.

Dia mengangguk kecil.

“Anu, mbak… tapi janji tidak marah lho ya?”

Dia mengangguk lagi.

“Mbak Lasmi, terus terang, aku terobsesi punya istri seperti mbak. Aku benar-benar bingung dan seperti orang gila kalau memikirkan mbak Lasmi. Aku menyadari ini nggak betul. Mbak Lasmi kan istri tetanggaku yang harus aku hormati. Aduh, maaf, maaf sekali, mbak. Aku sudah kurang ajar sekali!” kataku menghiba.

Mbak Lasmi melongo, memandangiku. Sendoknya tidak terasa jatuh di piring. Bunyinya mengagetkan dia. Dia tersipu-sipu, tidak berani memandangiku lagi.

Sampai selesai, kami jadi berdiam-diaman. Kami lalu pulang. Dalam perjalanan pulang, aku berpikir, ini sudah telanjur basah. Katanya laki-laki harus nekad untuk menaklukkan wanita. Jadi sambil menahan nafas, kucoba memegang tangannya dengan tangan kiriku, sementara tangan kananku memegang kemudi. Di luar dugaan, mbak Lasmi balas meremas tanganku. Batinku bersorak. Aku tersenyum penuh kemenangan. Tidak ada kata-kata, batin kami, perasaan kami, telah bertaut. Pikiranku melambung, melayang-layang.

Mendadak ada sepeda motor menyalib motorku. Aku kaget.

JILBAB MODIS KETAT (7)

“Awas! hati-hati!” mbak Lasmi menjerit.

“Aduh, nyalip kok nekad amat sih?” gerutuku.

“Makanya, kalau naik motor jangan macam-macam.” kata mbak Lasmi.

Kami tertawa. Kami tidak membisu lagi, kami ngomong, ngomong apa saja. Kebekuan cair sudah.

”Besok kamu kuliah tidak, Riz?“ tanya mbak Lasmi.

“Tidak, mbak. Kalaupun ke kampus, hanya cuci mata. Mau kemana, mbak? Aku siap mengantar.” jawabku penuh semangat.

“Nggak kemana-mana, cuma mbak perlu terima kasih ke kamu sehingga urusan mbak bisa ringan. Ada surprise untukmu!“ kata mbak Lasmi.

”Nggak usah, mbak. Aku tulus membantu, mbak. Kita kan tetangga.” jawabku.

“Aku percaya itu, tapi aku pengin merayakan keberhasilan ini sehingga mas Slamet segera bebas.” sambung mbak Lasmi.

“Ok, mbak, trus surprisenya apa?” tanyaku kaya orang bloon.

“Haha.. yang namanya surprise yang nggak dikasih tahu dong.” sahut mbak Lasmi.

“Ok, mbak, asal jangan dikasih uang, aku tak mau. Terus kapan?” tanyaku berharap.

“Kalau uang aku jelas tidak punya. Gini aja, setelah ini kamu pulang. Nanti jam sembilan, kamu ke rumah lewat samping. Jangan ada yang lihat, seperti biasa kamu main ke rumah. Pakai baju yang longgar, kalau perlu pakai sarung.“ jawab mbak Lasmi kaya sutradara.

“Kok suruh pakai sarung, apa saya disuruh jadi satpam di rumah mbak?” jawabku ngaco.

“Nanti tak kasih ayam spesial, kan kalau pakai sarung kekenyangan enak… kalau perlu tanpa daleman, haha…” kata mbak Lasmi semakin bikin penasaran.

“Ok deh, mbak, bikin tambah penasaran ayamnya kayak apa?” jawabku.

“Ayam yang tidak akan kamu lupakan selamanya!“ kata mbak Lasmi.

Tak terasa, kita sudah sampai di rumah. Aku antar mbak Lasmi sampai pintu masuk, lalu aku pamit pulang.

“Tak tunggu lho, jam sembilan, lewat pintu samping.” kata mbak Lasmi sebelum turun.

JILBAB MODIS KETAT (20)

Aku hanya mengangguk penuh tanda tanya, mbak Lasmi hanya tersenyum penuh arti.

Sampai di rumah, bapak dan ibuku sedang lihat TV. “Gimana, Riz, mas Slamet?” tanya bapakku.

“Anu, pak, bossnya yang tanggung jawab. Mungkin seminggu lagi keluar.” kataku sambil masuk kamar.

Aku malah bingung mau ngapain. Nanti mau dikasih apa sama mbak Lasmi? Aku hanya bisa tiduran di kamarku. Mending mandi saja dari pada harap-harap cemas. Setelah mandi, sesuai kata mbak Lasmi, aku pakai kaos oblong dan kolor. Jam sembilan terasa begitu lama, aku akhirnya ikut nonton TV sama bapak ibu. Jam setengah sembilan, bapak ibu masuk kamar. Kelihatannya payah, mungkin karena kerja seharian. Seperempat jam kemudian, kelihatannya mereka sudah tertidur. Aku semakin bingung, waktu kok tambah lama ya.

Jam sembilan kurang, aku masuk kamar. Kukunci semua pintu. Aku berpikir, akan kuturuti semua perintah mbak Lasmi apapun yang terjadi. Cepat kuganti kolorku dengan sarung, tanpa daleman apapun. Aku lewat jendela samping kamarku karena rumahku dengan rumah mbak Lasmi bersebelahan. Aku lihat kondisi sekitar, kelihatannya sepi. Aku berjalan ke rumah mbak Lasmi dengan hati-hati. Sampai di depan rumah mbak Lasmi, dengan ragu-ragu aku lewat pintu samping. Pintu itu masih terbuka sedikit, aku dorong pelan-pelan.

JILBAB MODIS KETAT (8)

“Tutup pintunya, Riz.” perintah mbak Lasmi mengagetkanku.

“Ya, mbak.” jawabku.

Aku masuk ke ruang tengah mengikuti mbak Lasmi, tanpa berani melihatnya sedikitpun. Setelah sampai di ruang tengah, lampu dinyalakan. Aku duduk di kursi dekat TV. Aku tidak berani ngomong apa-apa, suasana terasa kikuk. Kulihat mbak Lasmi memakai kain panjang dan kerudung dengan dandanan agak mencolok.

“Ayo kita rayakan keberhasilan tadi, kamu harus mengikuti perintahku.” kata mbak Lasmi. Aku mengangguk agak ragu. Mbak Lasmi menyadari itu. “Rileks aja, Riz. Tidak kusakiti kok, katanya mau ayam spesial?”

Aku mengangguk.

“Kamu sekarang duduk, nanti hanya boleh bergerak atau berbicara ketika kutanya.” sambung mbak Lasmi.

“OK, siap, boss!” jawabku mantap.

“Lha gitu itu namanya lelaki sejati,” kata mbak Lasmi.

Aku duduk, mbak Lasmi mengambil tali dan tanganku diikat di kursi. Aku pasrah saja. “Ok, sekarang terimalah pertunjukanku!” teriak mbak Lasmi sambil masuk ke kamarnya.

Aku bingung, jantungku berdetak sangat kencang. Mungkin kalau dilihat, aku kaya orang paling bloon di dunia. Tak lama, mbak Lasmi keluar dari kamarnya, masih pakai pakaian lengkap tetapi bawa tulisan : “Ayam Special ektra HOT!!!” sambil berjalan kaya pelayan genit.

Setelah berlenggak-lenggok, mbak Lasmi berdiri di depanku sambil berkata, “Mau ayam, Riz?”

Aku hanya mengangguk.

Mbak Lasmi kemudian mundur sambil berkata, “Nikmati cakar special…!!!“ sambil menyingkap kain bawahnya. Dia masih menggunakan celana sedengkul, kakinya yang putih tanpa cacat didekatkan sambil berbicara, “Selamat menikmati!”

Kakinya benar-benar putih, aku hanya bisa mengangguk-angguk pasrah.

JILBAB MODIS KETAT (9)

“Kurang kenyang, Riz? Nikmati sajian berikutnya, kepala spesial…” kata mbak Lasmi sambil melepas kerudungnya, rambutnya yang panjang terurai. menambah kecantikannya. Dia membelai rambutnya, memperlihatkan tengkuknya yang putih sambil bergoyang mendekatiku. “Gimana, Riz, mau lagi?“ kata mbak Lasmi.

Aku hanya menjawab, ”Ya,” dengan penuh nafsu. Terasa rudalku mulai bergerak. Aku berpikir, ini tujuannya pakai sarung…

“Ok, Riz, karena kamu mau, jadi kukasih lagi, sayap tanpa rambut spesial.“ kata mbak Lasmi sambil membelakangiku.

Aku melihat tanpa sanggup berkedip. Dari belakang, kulihat tangan mbak Lasmi mulai melepas kancing bajunya dan melepas salah satu dari tangan kanannya sambil menengok dan menjulurkan lidah ke arahku, kemudian disusul lengan kirinya dan melemparkan bajunya begitu saja, sehingga tali branya kelihatan dan punggungnya yang putih dan mulus terlihat dengan jelas. Mbak Lasmi berjalan mundur mendekatiku semakin dekat dan hampir menabrakku.

Aku kaget, dan langsung bilang. “Awas, mbak…!!!“

“Takut ketabrak, ya? Apa mbak dikira truk gandeng?“ kata mbak Lasmi. “Ini, Riz, nikmati sayap tanpa rambut!” lanjutnya sambil mengangkat kedua tangannya, mendekatkan ke arah kepalaku. Aku hanya bisa memandangi dan mencium aroma tubuh mbak Lasmi yang wangi.

“Gimana, Riz, mau yang lain atau sudah kenyang?” tanyanya.

”Belum, mbak. Ayam seperti ini nggak bikin kenyang!” jawabku sambil menahan nafas birahi.

JILBAB MODIS KETAT (10)

“Memang tidak bikin kenyang, tapi bikin kentang.“ kata mbak Lasmi sambil menunjuk sarungku yang menonjol. Aku sedikit malu, tapi kupikir wajar saja.

“Kalau belum, nih aku kasih paha putih dan gurih” kata mbak Lasmi sambil berjalan menjauhiku. Dengan gerakan erotis, dia melepas celana pendeknya dan melemparnya entah kemana. Mataku hanya tertuju pada pahanya yang putih dan mulus. Mbak Lasmi berjalan berlenggok-lenggok layaknya peragawati, dengan hanya memakai bra dan celana dalam saja.

Aku tidak bisa berkedip dan berpikir, body mbak Lasmi bener-bener sintal dan bahenol. Aku pandangi dari atas sampai bawah tubuh yang mulus dan menggiurkan itu. Mbak Lasmi yang mengetahuinya berkata, “Riz, kalau ditawari paha, yang dilihat paha dong… mosok matanya kemana mana,” sindirnya halus.

“Emm, nggak bisa, mbak. Soalnya yang lain juga menggoda, besar dan mantap!” jawabku jujur, tapi aku ikuti perintah mbak Lasmi, kufokuskan pandanganku melihat pahanya yang besar, yang putih dan bersih.

Mbak Lasmi berjalan mendekatiku, kaki paha kanannya didekatkan ke mukaku. Setelah puas kupandangi, kemudian ganti paha kirinya yang didekatkan, sambil berkata, “Gimana, Riz, pahaku. Bagus nggak?”

“Mantap, mbak. Aku jadi pengen menjilatnya.” jawabku penuh nafsu, ingin sekali menyentuhnya.

JILBAB MODIS KETAT (21)

“Sorry, Riz, belum saatnya. Nikmati dulu ini.” kata mbak Lasmi sambil menari dengan erotis. Aku hanya diam, tapi rudalku yang masih tertutup sarung sudah berdiri tegak seperti menara.

“Sekarang terimalah, dada montok rasa susu!!!” kata mbak Lasmi sambil berjalan mundur satu langkah. Tangan kirinya melingkar ke belakang untuk melepas kait behanya. Sekali tarik, lepaslah beha mungil itu. Isinya yang dari ditahan, meloncat keluar dengan indahnya, terlempar tepat ke mukaku.

“Ini yang kau suka kan, Riz?” mbak Lasmi menggoyang-goyangkan teteknya, menampar-nampar hidung dan pipiku. Benda itu benar benar besar, juga sangat empuk. Rasanya juga hangat. Aku jadi teringat film BF yang sering aku tonton. Bentuk dan besarnya sama, tapi ini asli, tanpa silicon.

“Riz, mau minum susu ini?” tanya mbak Lasmi sambil menyodorkan teteknya yang bulat besar ke mulutku. Benda itu terlihat belum menggantung, dengan puting sebesar ibu jari yang mengacung tegak ke depan, berwarna coklat kemerahan, benar-benar mantab.

“Emm, m-mau, mbak.” jawabku menahan nafsu.

“Lihatlah wadahnya dulu, gimana pendapatmu?” kata mbak Lasmi. Ia mendekatkan teteknya ke arahku. Begitu dekatnya hingga bisa kulihat urat-urat halus kehijauan yang tumbuh merata di seputar tonjolan bukitnya.

“Mantap, mbak… aku jadi pengen banget, mbak.” kataku dengan mata tak berkedip, tak ingin melewatkan pemandangan indah itu barang sedetik pun. Aku ingin menjilat atau meremasnya, tapi apa daya, tanganku terbelenggu di kursi. Kelihatannya mbak Lasmi pengin mengujiku.

“Tetek mbak gede banget, branya ukuran berapa, mbak?” tanyaku.

“Emangnya kamu mau ngasih?” jawabnya sambil mengelus-elus permukaan teteknya yang halus dan mulus.

“Enggak, mbak, aku lebih suka isinya bra. Tapi aku pengin tahu, mbak.” jawabku.

Mbak Lasmi mengambil branya dan memperlihatkan ukurannya. Dia berlagak kaya guru, menerangkan sambil memegang tetek dan branya. “Ini lho, Riz, ukurannya 38D. Karena mbak besar, maka lingkar dadanya juga besar, 38. Sedangkan D itu menunjukkan cup atau mangkoknya. Karena tetek mbak super montok, maka pakai D. Gimana, Riz, jelas?” tanyanya.

“Jelas, mbak. Jelas banget. Besok tak cari istri yang ukurannya kaya mbak Lasmi. Sudah cantik, bahenol lagi.” pujiku.

Mbak Lasmi tertawa. “Aku jadi tersanjung, Riz.” jawabnya dengan mimik muka bangga. Dia masih memain-mainkan teteknya, meremas-remasnya pelan sambil memilin-milin pentilnya, membuat benda itu semakin kelihatan besar dan menonjol, mungkin karena menahan nafsu juga.

“Riz, mbak mau kasih tahu semua milik mbak. Kamu orang yang kedua setelah mas Slamet. Kamu mau lihat memekku?” bisik mbak Lasmi dekat di telingaku. Suaranya parau.

Aku mengangguk. “Please, mbak. Aku sangat pengin melihat memek mbak!” jawabku penuh harap.

Mbak Lasmi mundur, kemudian mengambil kursi dan melepas satu-satunya kain penutup yang masih menempel di tubuhnya. Dia lalu mengangkang, membuka kedua kakinya lebar-lebar. Terpampanglah memeknya yang penuh dengan jembut, tapi rapi. Aku hanya bisa menelan ludah saat melihatnya, sambil berkata, “Hutannya kok lebat banget, mbak?”

“Riz, meskipun lebat, tapi memek mbak tembem. Ini yang bikin laki-laki ketagihan.” sahut mbak Lasmi sambil menyibakkan jembutnya.

Kulihat belahan vaginanya tanpa berkedip, tampak masih sempit dan memerah. Rudalku langsung berontak ingin menerobos sarungku. Mbak Lasmi yang mengetahuinya kemudian berdiri, ia mendekatkan memeknya yang berbau sirih itu ke mukaku. Kucium aromanya yang memabukkan dengan penuh nafsu.

“Gimana baunya, Riz, harum?“ tanya mbak Lasmi.

JILBAB MODIS KETAT (11)

“Wangi, mbak.” jawabku. ”Tapi agak basah, mbak pipis ya?” candaku.

“Kamu bisa aja, Riz.” mbak Lasmi tertawa, membuat teteknya yang besar berguncang-guncang indah karenanya. ”Karena kamu baru pertama kali, akan mbak jelaskan.“ katanya sambil kembali mengangkang.

Dia menunjuk-nunjuk memeknya, seperti guru biologi saja. ”Ini yang dinamakan memek, Riz, atau vagina kalau kata orang kota. Ini benda kenikmatan bagi para pria.” jelas mbak Lasmi sambil meraba memeknya.

Aku mengangguk mengiyakan.

“Yang kecil ini disebut itil, ini kelemahan wanita. Kalau disentuh atau dijilat, semua wanita akan kelabakan dibuatnya.” mbak Lasmi menunjuk bulatan mungil kemerahan sebesar biji kacang yang berada di bagian atas kemaluannya.

”Yang bawah ini, lubang tempat sarang burung.” mbak Lasmi membuka memeknya makin lebar, menunjukkan lubangnya yang masih kelihatan sempit dan mungil. ”Baru satu burung yang bersangkar di lubangku ini.” tambahnya.

”Punya mas Slamet ya, mbak?” tebakku.

Mbak Lasmi mengangguk. ”Aku sebenarnya pengin yang lain, Riz, yang lebih besar dan lebih panjang dari punya mas Slamet. Aku pengen dipuaskan.” katanya sambil memegang itilnya dan memasukan jarinya ke lubang memeknya berkali-kali.

“Mbak, kok jarinya basah, mbak?“ tanyaku memancing, mataku tak berkedip menatap tingkahnya.

“Iya, Riz. Mbak akui, mbak terangsang sekali sekarang, jadi memek mbak agak becek. Coba kamu cium ini.” dengan agak malu malu, mbak Lasmi mengoleskan jarinya di hidungku.

Aku kaget mencium aroma surgawi itu. “M-mbak, aku pingin ngentot, mbak!” kataku tanpa bisa dicegah lagi. ”Ngentot seperti mas Slamet.” seruku penuh nafsu.

“Jangan, Riz, belum saatnya.” jawab mbak Lasmi bijaksana meskipun aku yakin dia juga menginginkannya.

”Emang kenapa, mbak?” aku tidak terima dengan penolakannya. Sudah menggodaku seperti ini, dia malah nggak mau kuajak ngentot. Maunya apa sih?

Bukannya menjawab, mbak Lasmi malah mengelus-elus tonjolan burungku dari luar sarung. “Riz, kasihan ini adikmu, dari tadi berdiri terus. Mbak pingin lihat, boleh?” pintanya.

Aku hanya mengangguk.

JILBAB MODIS KETAT (12)

Dengan cepat, mbak Lasmi segera menarik sarungku. Kontolku yang sudah menegang tak karuan, langsung meloncat keluar, berdiri tegak bak tugu monas. “Ehm, gede juga kontolmu, Riz.” gumanya kagum.

”Gede mana dari punya mas Slamet, mbak?” aku bertanya.

”Lebih gede punyamu. Juga lebih panjang.” dengan tangan gemetar, mbak Lasmi memegangnya. ”Lebih kaku juga. Terasa keras banget, Riz.” bisiknya parau. Matanya yang bulat tak berkedip menatap batang penisku, terlihat sangat terpesona dan mengaguminya.

“Berarti boleh dong bersangkar di lubang mbak Lasmi?” kataku memancing.

“Jangan, kapan-kapan aja. Nggak sekarang. Biar aku kocok aja. Mbak yakin, anak seusiamu, pasti sering onani. Bener kan?” kata mbak Lasmi sambil mulai membelai dan meremas penisku pelan.

Aku hanya bisa mengangguk dan menikmati sensasi ini. “Mbak.. mbak.. oughhh…” desisku keenakan.

”Kalau onani, siapa yang biasanya kamu bayangkan?” tanya mbak Lasmi sambil tetap memainkan kontolku. Dia terlihat senang sekali, seperti mendapat mainan baru.

”Mbak. Mbak Lasmi yang aku bayangkan!” gumamku terus terang. Aku tidak perlu malu-malu lagi di depannya.

”Ah, benarkah?” dia tampak gembira mendengar jawabanku. Kocokannya menjadi semakin cepat dan nikmat.

JILBAB MODIS KETAT (17)

Aku hanya bisa bergerak-gerak menggelinjang tanpa perlawanan karena aku terikat, tidak bisa membalasnya barang sedikit pun. Padahal aku sangat ingin sekali menjamah dan membelai tubuh mulusnya itu. Terutama payudaranya, ingin aku meremas dan memijit-mijitnya dengan kedua tanganku, merasakan betapa empuk dan kenyal bulatannya. Putingnya yang menonjol kemerahan, akan kujilat dan kuhisap-hisap dengan mulutku. Ughh, tapi sayang aku tak bisa.

“Kontol seperti ini nih yang bikin wanita ketagihan.” kata mbak Lasmi sambil mengocok batang kontolku semakin cepat.

Aku jadi makin tak tahan. Terasa ada sesuatu yang mau meledak keluar dari dalam sana. “M-mbak, aku mau keluar.“ teriakku tertahan.

Mbak Lasmi bukannya berhenti, malah mengocok lebih cepat. Membuatku makin tak bisa menahan diri. Tak sampai tiga detik, aku pun meronta. ”M-mbak, aku keluar! ARRGHHHHH…!!!” Kurasakan sesuatu yang hangat dan nikmat menyembur kencang dari lubang kontolku. Spermaku yang kental berhamburan membasahi muka dan rambut mbak Lasmi.

Setelah semburan itu mereda, aku pun lemas. Beban yang aku tahan dari tadi, lepas lah sudah. Tubuhku terasa lelah, tapi sangat puas. Kurasakan ada sesuatu yang basah menyentuh ujung kontolku. Dengan nafas masih terengah-engah, aku mengintipnya. Ternyata mbak Lasmi yang tengah membersihkan sisa-sisa lelehan spermaku dengan menjilatinya lembut. Aku hanya diam saja, menikmatinya.

Mbak Lasmi terus mengulum dan mengemutnya, menampung semua cairanku di dalam mulutnya, termasuk juga sperma yang menempel di muka dan rambutnya, lalu menelan semuanya dalam sekali teguk. Dia tidak menyadari kalau kuperhatikan.

Setelah sadar, dengan agak malu mbak Lasmi berkata. ”Maaf, Riz, keterusan. Sperma perjaka, bagus buat obat awet muda.” terangnya.

JILBAB MODIS KETAT (15)

“Nggak jijik, mbak?“ tanyaku.

“Justru ini yang bikin ketagihan.” jawabnya sambil tetap mengelus kontolku. Merasakan itu, kontolku yang sudah lemas, langsung berdiri kembali. Mbak Lasmi kelihatan kaget saat melihatnya. ”Ini kontol kok nggak ada matinya ya?” katanya sambil nyengir.

Tanpa membuang waktu, dia kembali menjilatinya. Dengan tangan kanannya, mbak Lasmi mengocok batangku. Sedang tangan kirinya, sibuk mengobok-obok memeknya. Aku pingin menjamah tubuh mbak Lasmi, membantunya bermasturbasi, tapi aku masih terkekang. Akhirnya aku hanya bisa menikmati surprisenya sambil merem melek.

Tidak beberapa lama, aku kembali orgasme. Sambil menikmati sepongan mbak Lasmi, aku berteriak. ”Mbak, aku keluar! Aahhhh…!” rasanya nikmat, tapi tidak senikmat tadi. Spermaku yang muncrat juga tidak sebanyak tadi, dan kali ini agak sedikit encer.

Dengan sengaja, mbak Lasmi mengeluarkan kontolku dari mulutnya, sehingga spermaku kembali bebas berhamburan mengenai wajah dan teteknya. Mbak Lasmi menikmati dengan meratakan spermaku ke seluruh bulatan payudaranya, sementara tangan satunya tetap mengobok-obok lubang memeknya. Aku menikmati pertunjukan itu dengan mata sayu. Badanku benar-benar lemas. Aku kelelahan.

Tidak berapa lama, mbak Lasmi berdiri di atasku. Memeknya tepat berada di atas batang kontolku. Sambil tetap menusuk memeknya dengan jari, dia merintih, ”Aahhh… aku keluar, Riz… ahh… ahh…”

Tubuhnya berguncang-guncang saat cairan kenikmatannya menyembur dengan deras, mengguyur kontolku hingga basah kuyup. Rupanya begitu hebat orgasme yang diterima oleh istri tetanggaku itu. Setelahnya, mbak Lasmi duduk di kursi di depanku sambil mengatur nafasnya.

Beberapa menit kita berdiam diri, menikmati apa yang telah kita perbuat.

JILBAB MODIS KETAT (16)

“Riz, terima kasih ya, mbak bisa puas meskipun tanpa kita ngentot.” kata mbak Lasmi. Dia tersenyum manis sekali.

“Sama-sama, mbak. Ini tidak akan bisa kulupakan. Ini pengalaman paling menarik seumur hidupku.” sahutku.

“Maaf ya, kamu seperti kayak tahanan. Tapi ini supaya kita bisa control diri.” kata mbak Lasmi.

“Nggak masalah, mbak, yang penting enak banget ayam spesialnya. Hahaha…” candaku.

“Jangan minta yang lebih dari ini ya?” pintanya.

Aku mengangguk. ”Iya, mbak. Gini aja sudah enak kok.”

”Sekarang kamu pulang. Tapi jangan sekali-kali sentuh aku kalau talimu aku lepas, atau tidak ada lagi acara ayam spesial seperti ini lagi!!!” kata mbak Lasmi, mengancam.

“Ok, mbak. Kutunggu pelajaran selanjutnya dari mbak.” sahutku sambil mengangguk.

Mbak Lasmi kemudian melepas tali yang mengikatku. Karena sudah janji, lagian aku juga sudah sangat lelah, meski saat itu mbak Lasmi masih telanjang, aku tidak menyentuhnya sama sekali. Malah, dengan langkah gontai, aku segera merapikan pakaianku. “Mbak, aku pulang dulu ya.” pamitku setelah kukenakan kembali sarung dan bajuku.

“Iya, hati-hati ya, jangan sampai ada yang nglihat.” pesan mbak Lasmi di depan pintu.

“Ok, mbak. Kalau perlu apa-apa, bilang ke aku ya, aku ikhlas bantu mbak. Syukur-syukur kalau dapat hadiah lagi, hahaha…“ candaku.

“Maunya,” mbak Lasmi memencet hidungku. ”Sana, aku muak lihat kamu…” sambungnya sambil mendorongku.

“Muak? Memang kalau muak itu bisa bikin memek muntah ya?” kataku sambil ngacir meninggalkan rumah mbak Lasmi. Dengan tubuh masih bugil, istri mas Slamet melepas kepergianku.
.
Dengan hati-hati, aku masuk ke rumah lewat jendela kamarku. Kulihat jam di dinding, sudah pukul 12 malam. Berarti aku tadi main dengan mbak Lasmi hampir tiga jam. Dengan perasaan puas, aku rebahkan tubuh lelahku di kasur. Masih terbayang aroma memek mbak Lasmi, aku jatuh tertidur sampai pagi.

INDAH

Sore itu aku begitu suntuk di kantor, karena sekretarisku melakukan kesalahan yang cukup fatal sehingga perusahaanku ditolak untuk mengikuti tender yang bernilai Rp 12M. Sekretarisku hanya menangis dan meminta maaf atas segala kesalahan yang dilakukannya dan dia berjanji akan melakukan apa saja untukku untuk menebus kesalahannya itu agar ia tidak dipecat olehku. Aku tidak menanggapi tangisan dan janjinya, karena perasaan dongkol di dalam dada telah kehilangan kesempatan untuk mendapatkan sebuah tender yang bernilai cukup besar bagi perusahaanku. Untuk menghilangkan kekesalanku, aku meninggalkan kantor berjalan kaki menyusuri jalan berusaha menghilangkan kekesalan yang melanda dada, sedangkan BMW-ku kutinggalkan di kantor.

Sebelum aku melanjutkan cerita ini, kuperkenalkan terlebih dahulu identitasku. Namaku adalah Agus, umur 32 tahun dan karena keuletan dan kerja keras, saat ini aku telah berhasil sebagai direktur utama dari sebuah perusahaan yang bergerak dibidang jasa dan penyediaan barang di kota kembang Bandung. Statusku saat ini masih bujangan, karena waktuku kugunakan untuk kerja keras. Menurut teman-temanku wajahku termasuk wajah yang memperlihatkan karakter lalaki yang sangat jelas walaupun tanpa kumis dan janggut yang lebat, oleh sebab itu sudah banyak cewe yang berusaha mendekatiku dan mengajak kencan, termasuk sekretarisku yang baru saja membuatku kesal.

Namun sebagai lelaki normal, tentu saja aku membutuhkan penyaluran biologis, tapi hal itu bukanlah masalah besar bagiku. Setiap wanita yang mendekatiku selalu memberikan apa yang kubutuhkan dengan harapan agar dipilih olehku untuk kunikahi. Namun aku cukup hati-hati dalam menyalurkan arus bawah ini, karena aku tidak ingin terjebak oleh perangkap cewe-cewe yang mendekatiku.

Walaupun aku bukanlah tipe lelaki yang suci, tetapi mempunyai keinginan yang sangat besar untuk dapat memperistri seorang wanita baik-baik khususnya yang berjilbab, karena dimataku mereka begitu cantik, anggun dan mempesona.

Kakiku terus melangkah menyusuri jalan Asia-Afrika sambil melamun. Keringat yang membasahi kemejaku membuatku kurang nyaman, kucopot dasi dan kumasukkan ke dalam saku celana, kemudian satu kancing kemeja kulepas untuk mengurangi rasa gerah. Disekitar alun-alun Bandung, aku berhenti sejenak dan membeli teh botol yang dijual dipinggir halte bis kota jurusan Cicaheum – Cibeureum. Aku meminumnya dengan rakus untuk membasahi kerongkongan yang kering. Ketika menjauhkan botol dari mulutku, tiba-tiba aku terpana melihat senyuman yang dilontarkan oleh seorang gadis berjilbab yang sangat cantik dan anggun. Rupanya dia melihat apa yang kulakukan pada saat aku minum teh botol dengan rakusnya, dan merasa kelakuan itu lucu sehingga ia tersenyum. Ketika dia sadar aku memandangnya terpesona, dia langsung membuang muka.

Walaupun pertemuan pandangan mata itu hanya sesaat, namun cukup menggetarkan hatiku dan melepaskan kekesalan yang sedang melandaku. Tak kulepaskan tatapanku dari wajahnya sedetikpun, tapi dia hanya tertunduk dan sekali-sekali melihat apakah bis kota yang dinantinya ada atau tidak.

jilbab montok bohay (2)

Aku terus memperhatikannya, umurnya kuperkirakan sekitar 24 tahun dan dari pakaian yang dikenakan aku menebak bahwa ia adalah karyawati salah satu departement store yang ada di sekitar alun-alun Bandung.

Aku sadar akan kekurang ajaran tatapanku padanya, maka ikut-ikutan melihat seolah-olah sedang menunggu bis kota juga. Begitu bis kota yang ditunggu datang, dia berusaha naik, tanpa sadar aku turut naik bis kota tersebut dan tepat berada di belakangnya. Penumpang bis demikian penuhnya hingga berdesak-desakan sambil berdiri, karena bertepatan dengan waktu pulang kerja. Bis kota yang penuh sesak itu bergoyang-goyang, namun aku berusaha untuk tidak menempelkan badanku padanya, aku berusaha agar dia merasa nyaman walaupun sambil berdiri. Rupanya dia menyadari apa yang kulakukan, kemudian dia memandangku dan tersenyum manis, lalu menunduk kembali.

Serrrr… dadaku bergetar mendapat senyum manis darinya. Aku tidak ada keberanian untuk menanyainya, bahkan merasa bingung apa yang harus kulakukan. Sepanjang jalan aku hanya melamunkan bagaimana caranya agar aku bisa berkenalan dengannya.

Disekitar Gang Gwan An, kulihat gadis itu turun. Karena jalanan macet, maka aku dapat terus memperhatikan langkah kakinya hingga ia belok ke arah suatu Gang. Hatiku semakin tergetar dan terpana melihatnya berjalan demikian anggunnya. Setelah dia hilang dari pandangan mata, baru aku tersadar bahwa aku sudah terlalu jauh dari kantorku. Langsung aku turun dipemberhentian selanjutnya dan ke kantor menggunakan taxi. Kemudian aku bergegas pulang ke rumahku di Margahayu Raya.

Di rumah, aku terus-menerus gelisah. Bukan gelisah memikirkan kegagalan tender, tetapi gelisah karena bayangan gadis cantik berjilbab itu terus menggodaku. Senyum manis dan tatapan mata yang teduh betul-betul menggetarkan hatiku dan tidak bisa kulupakan. Sambil berbaring dan memeluk bantal aku terus melamunkan gadis cantik berjilbab yang telah meruntuhkan hatiku… sampai aku tertidur dan memimpikan tentang dirinya.

Keesokan harinya aku ke kantor dengan perasaan berbunga-bunga seperti orang yang sedang kasmaran. Sekretaris dan anak buahku yang lain terheran-heran karena melihatku tersenyum dan tidak memperlihatkan wajah kecewa dan marah akibat kegagalan kemarin, Sekitar jam 4 sore, dengan terburu-buru aku keluar dari kantor dan meninggalkan mobil BMW-ku, kemudian mencari taxi untuk mengantarku ke halte tempat aku bertemu dengan gadis idamanku. Aku tiba disana terlalu cepat, dengan sabar aku menantinya, hingga akhirnya gadis pujaanku datang. Jantungku berdebar sangat keras, keringat dingin keluar dari pori-poriku dan membuatku salah tingkah. Aku benar-benar bagaikan pemuda ingusan yang baru mengenal cinta.

jilbab montok bohay (3)

DEG… jantungku berhenti berdetak ketika dia memandangku dan tersenyum manis lalu menundukkan kepala. Aku semakin salah tingkah, dorongan untuk menegurnya begitu besar, namun badanku terasa kaku dan mulutku terasa terkunci. Aku hanya dapat merasakan jantungku berdetak sangat cepat dan keras serta napas yang memburu. Dan seperti kemarin, hari inipun aku naik bis kota mendekati dirinya, walaupun tak sepatah katapun keluar dari mulutku. Namun aku merasa sangat bahagia bisa bertemu dan berdekatan dengannya. Dia turun di sekitar Gg. Gwan An kemudian aku kembali ke kantorku menggunakan taxi.

Kejadian seperti itu kulakukan setiap hari selama seminggu, namun pada minggu kedua aku tidak menemuinya ditempat pemberhentian bis kota walaupun aku mencarinya hampir setiap hari.Baru minggu ke tiga aku kembali bertemu dengannya dan dengan memberanikan diri aku bertanya padanya ketika sama-sama menunggu bis kota.“Pulang kerja Neng ?” pertanyaan basa-basi kulontarkan.

“Iya, Kang. Akang pulang kerja juga ?” dia balik bertanya.

“Iya, Neng. Eneng kerja dimana?” tanyaku lagi

“Di Matahari, kalau akang? “ dia balik bertanya

“Ah, akang mah supir di perusahaan…“ tanpa sadar kuucapkan nama perusahaanku dan alamat kantorku.

“Oohhh, akang baru kerja di sana ya?” dia mulai berani bertanya padaku.
“Iya, baru dua minggu…” jawabku berbohong, sebab aku baru dua minggu bertemu dengannya disini.

Pembicaraan terhenti, karena bis yang ditunggu tiba, kami menaikinya dan kebetulan penumpang tidak begitu ramai, sehingga ada tempat duduk kosong untuk ukuran dua orang. Kamipun duduk berdampingan.

“Ehh, ngomong-ngomong, perkenalkan. Nama saya Agus!” kataku seraya menyodorkan tangan, dia menyambut jabatan tanganku dengan lembut dan menjawab, “Indah..”

Aku terpana merasakan kelembutan tangannya dan tanpa sadar terucap “Oohhh… Indah, seindah wajah dan penampilannya.” kataku berguman.

“Ada apa, Kang ?” dia bertanya padaku karena ucapanku tak didengarnya.

Aku gugup dan dengan tergagap menjawab “Ti-tidak, anu…ehh… Namanya Indah, seindah wajah dan penampilan yang menyandangnya. Maaf…” kataku takut dia tersinggung dan menganggap aku kurang ajar.
“Ah, Akang bisa aja.” katanya sambil tersenyum . Serrrr… hatiku kembali bergetar.

Sepanjang jalan kami bercakap-cakap, aku tetap hati-hati menjaga sikap dan seperti biasa Indah selalu menundukkan wajahnya setiap setelah bertanya ataupun menjawab pertanyaanku. Perasaanku saat itu benar melayang bahagia, sehingga tanpa terasa Indah harus turun. Dan seperti biasa aku pulang sebagaimana biasa.

Hari-hari berikutnya, betul-betul merupakan hari-hari yang indah bagiku, aku selalu mengerjakan dengan cepat semua pekerjaanku. Dan sekitar jam empat, aku sudah meninggalkan kantor untuk bertemu dengannya. Bahkan kadang-kadang aku sudah menongkrong didepan Matahari menunggu dia keluar sehingga aku punya banyak waktu untuk ngobrol dengannya, bahkan kadang-kadang kubawa mobilku dengan alasan Boss mengijinkanku membawa mobilnya untuk alasan tertentu. Dari obrolanku dengannya, kuketahui bahwa dia sudah 1,5 tahun bekerja di sana dan dia bekerja dengan sistem shift, seminggu pagi hingga sore dan seminggu lagi sore hingga malam sekitar jam sembilan.

Sampai saat ini aku masih menjaga sikapku padanya agar dia tidak menjauh dariku. Bahkan kadang-kadang dengan alasan ingin jalan-jalan ke Matahari, Aku sengaja menemuinya ditempatnya bekerja

Sikapku yang terlihat begitu menghargai dan menghormati dirinya menimbulkan rasa simpati yang cukup besar dari dalam diri Indah. Perasaan simpati itu lambat laun berubah menjadi rasa suka dan rasa sayang yang membingungkan bagi diri Indah, namun sejauh ini hubungan itu masih tetap terjaga dari perbuatan tercela, hal itu membuat Indah semakin suka dan merasa nyaman bila berdekatan denganku, sehingga ada kerinduan dalam diri Indah jika satu atau beberapa hari tidak bertemu denganku. Namun demikian, Indah sendiri merasa bingung dan gundah dengan perasaannya pada diriku.

Sedangkan aku merasa sangat berbahagia dengan hubungan ini, walaupun hanya sebatas ngobrol didalam bis kota yang hanya beberapa menit setiap hari, namun sanggup mengisi kekosongan jiwaku selama ini.

Hubunganku dengan Indah semakin akrab dan indah menurutku, kami bisa tertawa bersama, ngobrol ngalor-ngidul, bahkan kepada hal-hal pribadi diriku. Namun ada satu masalah yang masih mengganggu pikiranku, Indah selalu menghindar jika kutanyakan hal-hal pribadi dirinya bahkan menolak dengan keras jika aku ingin ke rumahnya. Dia hanya berkata, “Kang, Indah memiliki masalah yang sangat berat dan tiada seorangpun yang dapat mengurangi beban berat ini. Indah mohon Akang bisa mengerti.”

Berkali-kali aku mendesaknya untuk membantu meringankan bebannya, tapi setiap kali itu pula dia menolak dengan keras, bahkan pernah mengancam untuk tidak usah bertemu lagi, jika aku tetap memaksanya. Aku menyerah dan dalam hati aku berpikir biarlah keadaan tetap seperti ini daripada tidak bisa lagi bertemu dengannya, sebab dengan keadaan seperti inipun aku sudah merasa sangat bahagia dan tenang.

Sore ini telah masuk bulan keempat perkenalanku dengan Indah, dan aku sangat gelisah, karena hujan turun sejak siang dan sampai jam empat belum berhenti juga. Dan akhirnya kugunakan mobilku menuju Matahari tempat kerja Indah. Di tempat kerja Indah, terlihat olehku Indah sedang tertunduk ketakutan sedang dibentak dan dimarahi oleh supervisornya, karena tanpa disengaja olehnya seorang pelanggan telah merusak barang dagangan yang harganya cukup mahal, dan harus diganti oleh Indah. Kutawar barang yang sudah rusak itu untuk kubeli dengan harga normal agar Indah terhindar dari sanksi.

Supervisor menyetujuinya dan akhirnya barang itu kubayar, kemudian Indah berkata padaku tanpa sepengetahuan supervisornya. “Tunggu di depan ya, Kang, kita pulang bareng lagi.”

Aku mengangguk sambil membawa barang yang kubeli.

Aku menunggu di depan dan hujan masih turun dengan lebatnya. Tak lama kemudian Indah muncul dan berkata dengan nada khawatir. “Waduh, gimana nich? Hujannya lebat banget. Kita tungguin aja ya, Kang?”

Tapi aku mengajaknya ke tempat parkir sambil berkata, “Kita pulang sekarang aja. Akang bawa mobil Boss kok.” kemudian menuju tempat dimana BMW-ku kuparkir.

Indah berkata, ”Masa sich mobil BMW Boss, Akang bawa-bawa terus.”

“Boss sedang Diklat di Preanger selama 3 malam dan di karantina, sehingga nggak boleh kemana-mana, jadi selama 3 malam ini BMW ini boleh Akang bawa-bawa. “ kataku memberikan alasan membawa BMW.

“Oh gitu…” kata Indah mengerti.

Di sepanjang jalan, Indah meminta maaf telah merepotkanku sehingga harus mengganti barang yang rusak dan dia berjanji akan mengganti uang yang kukeluarkan. Tapi aku menolaknya dan berkata. “Nggak apa-apa, Ndah, nggak usah diganti. Kebetulan Akang dikasih tip sama Boss cukup besar, jadi barangkali itu bukan rezeki Akang.”

“Walaupun bagaimana, Indah pasti akan mengganti uang Akang.” katanya memaksa.

jilbab montok bohay (4)

“Yah terserah Indah lah.” kataku menyerah.

Setelah mobil tiba di mulut gang menuju ke rumahnya, aku mengambil payung yang ada di dalam mobil dan berniat untuk mengantarnya hingga ke rumahnya. Namun kembali dengan tegas dia menolak keinginanku dengan berkata, “Kang, seperti yang pernah saya katakan, jika Akang ingin kita terus bisa bertemu, Akang tidak boleh datang ke rumah saya sebelum masalah berat yang saya hadapi dapat diselesaikan. Sekali lagi saya mohon pengertian Akang. Payung ini saya pinjam dan besok saya kembalikan.” Kemudian dia turun dari mobil dan berjalan meninggalkan diriku yang termangu kecewa.

Hari-hari berikutnya aktivitasku dengan Indah berjalan seperti biasa, namun sekali-sekali aku membawa mobilku dengan memberikan berbagai alasan padanya, bahkan Indah mulai bersedia kuajak makan sebelum kuantar pulang ke depan gang rumahnya.

Pada hari suatu hari sabtu sekitar jam 8 pagi, saat aku sedang membaca koran di ruang kerjaku, tiba-tiba hp-ku bunyi dan betapa berbunga-bunganya hati ini ternyata yang menghubungiku adalah Indah.

“Assalamu’alaikum, ada apa, ‘Ndah?” sapaku.

“Wa’alaikum salam, Akang ada waktu nggak?” balasnya.

“Lagi kosong nich.” jawabku bersemangat. ”Kenapa?” lanjutku.

“Akang bisa ke sini, ke Matahari…”

Ucapannya belum selesai dan langsung kupotong. “Ok. Tunggu 10 menit. Akang kesana!” jawabku semangat, dan kututup hp dan bergegas menuju ke tempat dimana mobilku diparkir.

Tak sampai 10 menit, aku sudah tiba di Matahari dan menemuinya. Setelah bertemu, Indah menjelaskan. “Seharusnya hari ini Indah masuk pagi, tapi teman Indah minta tukeran jadwal, karena nanti malam ada acara yang sangat penting. Indah setuju karena ingin membantu teman. Tapi sekarang Indah bingung, di rumah suntuk, sedangkan masuk kerja nanti sekitar jam 3.30 sore. Gimana nich?”

“Kita jalan-jalan aja, kebetulan Akang bawa mobil karena tadi pagi Akang baru mengantar boss ke Bandara, besok pagi baru Akang jemput,” usulku.

“Jalan-jalan kemana, Kang?” tanyanya ragu-ragu.

“Bagaimana kalau ke Tangkuban Perahu, nanti sebelum jam 4 sore kita udah disini lagi.” usulku lagi.

“Bolehlah, Kang.” jawabnya setuju. Lalu kami menuju ke mobilku berangkat ke arah utara kota Bandung.

Di tengah perjalanan kutanyakan padanya kenapa suntuk di rumah dan dia tidak mau menunggu di rumah saja hingga menjelang sore.

“Masalah yang dihadapi Indah makin berat aja sehingga akan semakin suntuk kalo Indah pulang ke rumah. Indah pingin ngobrol agar rasa suntuk ini berkurang.” jawabnya.

“Kenapa sich Indah tidak mau ngasih tahu Akang tentang masalah yang sedang dihadapi? Mungkin Akang bisa bantu meringankan.” tanyaku.

“Nanti pada waktunya akan Indah terangkan dan rasanya sekarang Indah belum sanggup menjelaskan ke Akang, maaf ya, Kang.”

Aku hanya menghela napas panjang dan tak berani menanyakan lebih lanjut. Dan akhirnya ganti topik pembicaraan.

Sepanjang perjalanan hatiku berbunga-bunga, karena baru kali ini aku bisa berlama-lama bersama dengannya dan terlihat olehku, walaupun dari sorot matanya dia seperti memendam masalah yang berat, namun tidak mampu menyembunyikan keanggunan dan kecantikan wajahnya. Dadaku berdebar-debar keras, tapi aku sangat menikmati suasana debaran jantung yang membuat napasku terasa berat dan sesak ini.

Kurang lebih 40 menit kemudian, kami telah tiba di Tangkuban Perahu. Kuparkirkan mobilku tak jauh dari kawah Ratu dan berjalan-jalan menikmati pemandangan indah kawah tersebut.

Terkadang tangannya kupegang sehingga kami tampak bagaikan sepasang suami istri yang sedang berlibur. Kami sangat menikmati suasana ini, dan tanpa kami sadari pegangan tangan kami semakin erat mengalirkan getar-getar nikmat diseluruh peredaran darahku, mungkin juga Indah merasakan hal yang sama denganku sebab seringkali tanganya meremas-remas erat tanganku. Kami duduk di tempat yang memiliki view keindahan kawah yang indah tersebut dan mengobrol sambil berpegangan tangan, hawa dingin tangkuban perahu seolah tidak kami rasakan.

Karena saat itu adalah musim hujan, maka langit mendung dan makin lama makin pekat menghitam seolah-olah akan segera turun hujan. Namun kami yang sedang asyik ngobrol seolah tidak menghiraukan keadaan cuaca tersebut. Sehingga akhirnya hujan turun dengan derasnya. Kami tersentak dan langsung berlari menuju tempat berteduh, tetapi posisi kami berada jauh dari kios-kios pedagang bahkan lebih dekat ke areal parkir, maka kuputuskan untuk berteduh di dalam mobilku. Badan kami basah kuyup ketika kami masuk ke dalam mobil karena cukup jauh kami kehujanan. Diluar, hujan semakin lebat dan kami mulai kedinginan, karena mengenakan pakaian yang basah oleh air hujan ditambah lagi dengan dinginnya hawa gunung Tangkuban Perahu.

Untuk mengurangi rasa dingin dari bajuku yang basah, dengan meminta maaf padanya kubuka bajuku dan kuperas bajuku agar seluruh air yang menempel dibajuku keluar lalu kuhanduki tubuhku dengan handuk yang biasa aku bawa di dalam mobil. Indah memandang dadaku yang telanjang, selintas kulihat ada tatapan kagum melihat tubuhku yang atletis. Dia terpana melihat tubuhku yang basah kemudian tertunduk. Entah apa yang ada dipikirannya

Aku kasihan melihat Indah mengigil kedinginan, kutawarkan handuk untuk mengurangi basah ditubuhnya dan kutawarkan pula jaket yang selalu ada didalam mobilku untuk dia kenakan. Indah menerima handuk dan jaket yang kutawarkan, namun sejenak dia bingung. Aku paham yang dibingungkannya, lalu berkata, “Ganti aja baju basahmu dengan jaket itu di jok belakang. Aku tidak akan melihat pada saat kamu buka baju.”

Indah memandangku sejenak dan karena rasa dingin semakin menusuk tulangnya maka dia berkata, “Awas lho… Akang nggak boleh ngintip waktu Indah buka baju.“

Aku mengangguk, kemudian dia beranjak ke jok belakang dan membuka baju basahnya untuk diganti dengan jaket yang kuberikan. Dengan jantung yang berdebar kencang, aku berusaha untuk tidak mengintip, tapi dari kaca spion yang ada di atas kaca depan, terlihat olehku dia membuka baju basahnya dengan tergesa-gesa.

Napasku sesak dan jantungku berdebar kencang, ketika dari kaca spion terlihat betapa putih dan mulusnya tubuh gadis berjilbab itu. Dan Indah tidak sadar bahwa aku dapat melihat dia bertelanjang dada, hanya tertutup oleh bh krem yang menopang buahdada yang montok dan ranum serta jilbab basah yang menutupi kepalanya. Dengan perlahan dia mulai mengeringkan badannya dengan handuk dan napasku semakin memburu dan gairahku bangkit dengan cepat melihat pemandang indah itu.

Setelah badannya dirasakan cukup kering, maka Indah mulai mengenakan jaket yang kuberikan sementara baju basahnya dia peras dan digantungkan di jok depan menggantung ke belakang. Kemudian berkata, “Sekarang sudah agak mendingan, tidak terlalu kedinginan seperti tadi. Makasih, Kang.”

Aku tidak menjawab, hanya membalikkan tubuhku ke belakang sehingga dapat menatap tubuhnya yang sudah mengenakan jaketku, sementara jilbab dan rok panjang yang basah masih dia kenakan.

Aku mengeluh dalam hati, Uhhh… gadis ini memang luar biasa cantik. Menggunakan pakaian apa saja tetap saja terlihat cantik. Aku terpana memandangnya tanpa berkata-kata membuat Indah malu dan berkata, ”Ada apa sich, Kang, melihat Indah seperti ada yang aneh?”

“Ah nggak.” jawabku malu.

Sambil menunggu hujan yang kian lebat, kami mengobrol banyak hal. Namun posisi tersebut membuatku kurang nyaman, akhirnya aku melangkahi jok depan untuk pindah ke jok belakang. Indah tidak protes ketika aku pindah ke jok belakang sehingga duduk kami berdampingan. Hawa gunung tangkuban perahu yang dingin menusuk tulang ditambah lagi dengan hujan lebat yang tak kunjung reda, membuat badannya menggigil kedinginan apalagi aku yang pada saat itu sedang bertelanjang dada, sehingga tanpa kami sadari duduk kami semakin rapat dan kedua tanganku memegang kedua tangannya dengan erat untuk mengurangi rasa dingin yang menusuk tulang.

Perlahan namun pasti, ada hawa lain yang menyertai rasa dingin yang kami alami, yaitu suatu hawa yang membuat peradaran darah kami mengalir dengan cepat disertai dengan getaran-getaran yang mulai menghangatkan tubuh serta menarik kedua tubuh kami semakin rapat, tanpa kami sadari napasku semakin memburu demikian juga deru napas Indah semakin jelas terdengar. Dingin yang kurasakan semakin berkurang tergantikan dengan dorongan gairah yang meronta-ronta. Aku tak tahu, apakah Indah juga merasakan apa yang kurasakan saat ini.

Kepala kami, makin lama semakin mendekat hingga suatu ketika kulihat dengan napas yang terengah-engah Indah menutup matanya dengan mulut yang sedikit terbuka. Tiba-tiba ada dorongan yang sangat kuat dalam diriku untuk mengecup bibir sensual yang menantang tersebut. Pertemuan bibir itu terasa kaku, namun hanya beberapa detik dilanjutkan dengan hisapan-hisapan yang membuat perasaanku melayang-layang, beberapa detik kemudian Indah mulai membalas hisapan bibirku dengan gairah yang sama, sehingga kedua bibir kami saling hisap dan saling kecup. Gairahku semakin meninggi dan tubuhku mulai terasa panas menggantikan dingin yang tadi kurasakan.

Indahpun semakin bergairah menciumku dan lidahnya mulai menerobos mulutku sehingga kedua lidah kami saling bertemu dan saling menjilat. Ciuman itu semakin panas, kedua napas kami semakin terengah-engah didorong oleh nafsu yang semakin menggebu, tanpa kami sadari tanganku telah memeluk tubuhnya dengan sangat erat demikian juga Indah, tangannya memeluk, membelai dan mengusap punggungku yang telanjang.

Tiba-tiba, dengan napas yang masih terengah-engah. Indah melepaskan pelukanku dan mendorong tubuhku serta berkata, ”Apa yang kita lakukan, Kang? Ini tidak boleh terjadi, tidak boleh.” katanya terbata-bata seperti ketakutan.

Aku terkejut dan menghentikan cumbuanku. Aku tidak ingin memaksakan gairahku padanya, takut hal itu menyakiti hatinya, karena Aku mencintai Indah sejak pertama kali bertemu. Dengan nafas yang masih memburu, aku berkata, “Tahukah, Ndah? Bahwa Akang sudah jatuh cinta ke Indah sejak pertama kali melihat Indah mentertawakan kelakuan Akang di halte bis 4 bulan yang lalu. Oleh sebab itu akang selalu ingin bertemu dengan Indah.”

“Indah juga suka ke Akang… dan Indah tahu bahwa Akang suka ke Indah, tapi Indah takut, Akang akan kecewa. Indah tidak pantas dicintai oleh Akang.” setelah berkata demikian, Indah menangis tersedu-sedu seperti ingin menumpahkan segala beban yang dideritanya.

Aku terkejut dengan perkataannya dan berkata dengan suara bergetar “Apanya yang tidak pantas, apa karena Akang hanya seorang supir sehingga Indah merasa tidak pantas?”

Indah terkejut mendengar ucapanku dan memelukku serta merebahkan kepalanya di dadaku sambil berkata, ”Bukan. Bukan itu. Ohhh, kenapa jadi begini?” terlihat Indah sangat bingung dan kembali menangis bahkan lebih tersedu-sedu.

Aku semakin heran dan bingung, sambil mengelus-elus jilbabnya aku berkata dengan lembut “Kalau gitu, apa dong?” tanyaku sambil terus membelai-belai kepalanya yang terhalang jilbab agar dia merasa aman dan nyaman.

Lama Indah tidak menjawab pertanyaanku, dia hanya sesenggukan di dadaku. Tak lama kemudian dengan suara bergetar dia berkata. “Indah suka ke Akang, Indah juga ingin selalu bertemu dengan Akang, dan Indah merasa aman dan nyaman berdekatan dengan Akang, tapi…”

“Tapi apa, Ndah?” tanyaku memaksa.

jilbab montok bohay (5)

“Saya mohon, Akang jangan memaksa, yang penting Akang sudah tahu… Indah suka ke Akang dan selalu merindukan Akang.” katanya lagi sambil menyusupkan kepalanya di dadaku. Aku tidak mau memaksanya lebih lanjut, yang penting saat ini aku sudah tahu bahwa Indah ternyata suka padaku dan selalu merindukanku. Dan hal itu merupakan jawaban yang cukup membahagiakan bagi diriku. Maka aku memeluknya semakin erat.

Lambat laun gairahku dan gairahnya mulai bangkit melawan hawa dingin yang kembali menyerang kami. Aku mulai mencium kepalanya, bergeser ke kening, Indah memejamkan matanya dan napasnya semakin memburu.

Kuciumi matanya yang kiri dan kanan, dan nampaknya Indah menikmati apa yang kulakukan. Kugeser lagi bibirku hingga mencium pipinya yang kiri dan kanan hingga akhirnya mulut Indah terbuka sambil memejamkan mata. Kusambut bibir indah yang terbuka itu dan langsung kuhisap dan kujulurkan lidahku untuk menjilati bibir dan bagian dalam mulut. Diluar dugaanku, Indah menyambut ciumanku kali ini dengan hangat dan lebih bergairah, dengan napas terengah-engah penuh gairah, bibir Indah balas menghisap dan menjilat bibirku, kedua tangannya merayap membelai punggung dan dadaku.

Kembali badanku melayang diombang ambing oleh kenikmatan percumbuan ini. Secara perlahan, sambil berciuman dengan penuh gairah tangan kananku menarik sleting jaket yang menutupi dadanya, tangannya menahan dengan ragu tanganku, namun tidak ada penolakan yang berarti ketika tanganku terus bergerak menarik sleting hingga kebawah, tanganku mulai merayap mengusap kulit perut yang halus dan ramping, tanganku terus bergerak ke atas hingga mengusap dan membelai dada yang tak tertutup bh.

“Uhhh… euh…” Indah melenguh disela-sela ciumanku merasakan nikmat ketika dia rasakan telapak tanganku meremas buah dadanya dengan penuh gairah dari balik bh-nya.

Lenguhan itu membuat gairahku semakin terpompa, kembali kuremas buah dada itu. “Uuh… oohhh…” kembali dia mengeluh. Rasa dingin sudah tak kurasakan lagi tergantikan oleh hawa panas yang keluar dari dalam tubuh kami. Tanganku merayap kepunggung dan menarik pengait bh hingga terlepas, kemudian menarik bh itu ke atas hingga buah dadanya putih, mulus dan montok terpanpang jelas didepan mataku. Mataku nanar memandang keindahan itu, dan napasku semakin sesak dihimpit oleh gairah yang semakin menggebu.

Tangan kananku meremas-remas buah dada indah itu dengan penuh nafsu. ”Uhhh… Ohhh…” kembali Indah melenguh nikmat sambil mendongakkan kepala. Mulut turun kebawah menyusuri dagu, kemudian leher yang masih tertutup jilbab, lalu ke dadanya yang putih mulus, kukecup, kuhisap dan kujilat permukaan dada itu, kembali Indah melenguh. ”Ouh… Kang… ouh…”

Bibirku semakin mengulas menuju buah dada yang montok sekal menggemaskan, Indah semakin mengerang nikmat. Hingga akhirnya bibirku menghisap dan menjilat-jilat putting susunya yang menonjol keras, Tubuh Indah semakin bergetar dan erangan nikmatnya semakin nyaring ketika lidahku menjilati dan memilin putting susu yang semakin keras menjulang. Sambil lidahku mempermainkan putting susunya, kedua tanganku berusaha mencopot rok basah yang masih dikenakan Indah. Kembali tangan Indah menahan ragu, tapi nampaknya gairah nafsu sudah membakar tubuhnya, sehingga tangan itu membiarkan ketika tanganku mulai menarik rok panjang tersebut, bahkan pantatnya diangkat turut membantu agar rok tersebut dapat lepas dengan mudah dari tubuhnya.

Kembali tanganku merasakan permukaan paha yang sangat lembut dan halus, kemudian kubelai kemulusan paha Indah yang kiri dan kanan secara bergantian, gairah Indah semakin meninggi dan dirinya semakin merasa melayang dibuai nikmat. Dan tiba-tiba badannya bergetar keras dan dari mulutnya keluar erangan nikmat yang cukup panjang ketika tanganku menggesek-gesek vaginanya dari balik Cd yang ia kenakan. “Euuuhhhhh… euhhhhhhhh… auhhh… auh…” Permukaan cd itu semakin basah oleh cairan gairah yang keluar dari vaginanya, ketika tanganku berusaha menarik cd yang ia kenakan, kali ini tidak ada lagi penolakan, bahkan tangannya membantu melepaskan cd tersebut.

Tangan kananku langsung aktif membelai dan menekan-nekan vagina Indah yang semakin basah. Dan erangan nikmat semakin nyaring terdengar dan tak putus-putus, hingga akhirnya badannya melonjak-lonjak keras disertai dengan teriakan-teriakan nikmat ketika jari tengahku mengocok-ngocok liang vagina yang licin namun sempit memijit dan mengurut-ngurut jari tengahku yang berada di dalam liang vaginanya. Jari tengahku semakin semangat mengocok, memutar dan mengait-ngait seluruh ruangan di liang vagina yang dapat dicapai oleh jariku.

Mata Indah semakin mendelik, dan napasnya semakin terengah-engah seperti kehabisan napas disertai dengan teriakan-teriakan nikmat yang tiada henti. “Auh… Kang… auh… euhhh… auww… oohhhh…”

Tanganku semakin lincah mengexploitasi setiap relung vagina Indah sedangkan bibirku semakin bernafsu menghisap, menjilat serta memilin-milin putting susu yang luar biasa indahnya. Tubuh Indah semakin berkelojotan menahan nikmat yang kuberikan, hingga akhirnya kelojotan itu semakin keras dan semakin keras diakhiri dengan teriakan panjang tercekik.

”Aaaaaakkkhhhhhhhssss…” badannya melenting kaku, kepala terdongak dan mata terbeliak, lalu terjadi perut dan pantatnya berkedut-kedut keras serta jari tengahku seperti dipijit, diremas dan duhisap-hisap dengan sangat keras. Setelah itu badannya terhempas lemah di sandaran jok belakang mobil dengan napas yang tersengal-sengal dan mata yang terpejam serta bibir yang menampakkan seulas senyum rasa puas yang teramat sangat.

Kucabut jariku tengahku dari liang vaginanya yang semakin banjir kurasakan, tanpa keraguan sedikitpun kujilati jariku yang basah oleh lendir kenikmatan dari vagina Indah.

Indah memandang apa yang kulakukan, dengan lemah tangannya menarik jari tengah yang sedang kujilati lalu dia menjilati dan menghisap jari tengahku seperti orang yang makan permen lolipop dengan nikmatnya dengan napas yang masih terengah-engah kecapaian..

Cukup lama Indah menghisap dan menjilati jari tanganku hingga perlahan-lahan gairahnya bangkit kembali, hal ini terasa dengan napasnya yang kembali memburu dan Indah mulai menjilati dada dan putting susuku. Aku melayang diperlakukan seperti itu, kemudian tangannya berusaha membuka celana panjangku, kubantu melepaskan celana panjang sekaligus dengan cd yang kukenakan. Indah terpana memandang penisku yang menjulang tegang dan keras.

Kakinya melangkahi pinggulku, sambil mencium bibirku dengan sangat bergairah, tangannya memegang penisku dan mengarahkan kepala penisku tepat dimulut liang vagina yang licin dan basah.

Blesss…. Perlahan-lahan penisku menembus vaginanya, sangat perlahan karena sangat sempit walaupun sangat basah dan licin.. Seeerrrr rasa nikmat menjalar dengan cepat ke seluruh peredaran darahku membuat mataku terbeliak menahan nikmat. Indah semakin menekan pantatnya dalam-dalam hingga seluruh batang penisku ditelan oleh vaginannya yang sempit menjepit dan menghisap-hisap penisku.

“Uhh…” aku mengeluh nikmat, vagina Indah terus-menerus memijit dan menghisap penisku mendatangkan nikmat yang tiada henti sehingga aku terus menerus mengerang nikmat. Gerakan Indah makin lama semakin cepat, dan vaginanyapun semakin keras menghisap-hisap penisku. Kepala Indah terdongak kebelakang sambil mengerang nikmat, kedua tangannya merengkuh bahuku dan gerakannya semakin liar tak terkendali.

Akhirnya badannya melenting kaku dan mulutnya melepaskan teriakan panjang melepas nikmat. “Aaaaakkkkkkkhhhhss….” Kemudian tubuhnya ambruk menindih dada dan bahuku. Sedangkan penisku merasa nikmat yang teramat sangat karena vagina Indah memijit, meremas dan menghisap dengan keras pada saat dia mencapai puncak.

Aku merasa orgasmeku akan datang, oleh sebab itu kubaringkan dia dijok mobil dan kubuka paha dan kuangkat betisnya dan blesss…! Kembali penisku menerobos liang vagina yang makin basah dan licin, tapi anehnya tetap sempit menjepit nikmat batang penisku. Aku mulai mengocok penisku keluar masuk liang vaginanya. Gairah Indah bangkit kembali dan mengimbangi gerakanku sehingga rasa nikmat semakin cepat menjalar disekujur tubuhku.

Gerakan tubuhku semakin menghentak-hentak keras tak terkendali disambut dengan hentakan yang tak kalah kerasnya dari tubuh Indah, hingga akhirnya aku merasa ada gelombang yang sangat besar mengalir dari pangkal penisku dan badanku melenting kaku. “Akkkhhhh… “ aku menjerit melepas nikmat. Cretttt… Cretttt… Cretttt…!!! sperma kentalku terpancar dengan keras di dalam vagina Indah.

Dan seperti terpicu oleh semprotan spermaku, tubuh Indahpun kembali melenting sambil menjerit melepas nikmat dan terjadi pada tubuh Indah sehingga vaginanya kembali meremas, memijit dan menghisap-hisap penisku dengan kerasnya. Aku merasa seolah-olah vaginanya menyedot habis seluruh cadangan sperma yang ada di penisku, hingga akhirnya aku ambruk menindih tubuh Indah yang basah oleh keringat.

Aku bangkit dari atas tubuh Indah dan menyandar pada sandaran jok, sambil mengatur napas yang terengah-engah. Selama beberapa menit kami terdiam menikmati sisa-sisa nikmat yang masih terasa dan memulihkan napas yang secara perlahan-laha mulai teratur kembali. Walaupun di luar hujan masih sangat lebat, namun saat itu kami sudah tidak merasa dingin lagi, bahkan kami merasa kegerahan.

Setelah kesadaran kami pulih, tiba-tiba Indah menjerit tertahan sambil menutup buah dadanya dengan jaket yang masih dikenakannya “Aahhh…!!!” Dan tangannya yang lain berusaha menutup vaginanya serta merapatkan kaki.

“Ada apa, sayang?” tanyaku heran.

Indah tidak menjawab, hanya dengan tergesa-gesa ia mengenakan Cd dan rok panjang yang masih basah oleh air hujan, kemudian dia berkata. “Ohhh, seharusnya hal ini tidak boleh terjadi, maafkan aku… maafkan aku.” terus menangis sesenggukan.

Aku bingung dengan apa yang dipikirkannya dan tak sanggup berkata-kata, kemudian aku berusaha membelainya di bergeser menjauh sambil tetap sesenggukan, akhirnya kudiamkan dirinya melepaskan tangis sedangkan aku berdiam diri melamun bingung.

Akhirnya kuputuskan untuk kembali ke tempat kerjanya karena waktu telah menunjukkan jam 13.30. Sepanjang perjalananan pulang kami lebih sering membisu dan terasa sangat kaku. Hingga sampai di tempat kerjanya, Indah lebih sering diam membisu dengan wajah yang menampakkan setumpuk kegundahan.

***

Beberapa hari setelah kejadian mengesankan di Tangkuban Perahu, Indah seperti yang menghindar dariku, berkali-kali kujemput, tidak pernah mau menemuiku.

jilbab montok bohay (6)

Hal itu membuatku gelisah tak menentu. Aku menjadi kelimpungan dibuatnya. Di kantor aku menjadi mudah marah, hampir semua anak buahku kumarahi jika mereka berbuat kesalahan walaupun kesalahan yang sepele. Perubahan sikapku ini membuat aneh anak buahku, tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Kegelisahanku demikian memuncak, sehingga kuputuskan untuk mendatangi rumahnya dan aku mulai mencari informasi dimana alamat rumahnya pada teman sepekerjaannya. Namun baru saja aku bertanya pada teman sepekerjaannya, Indah datang menemuiku dan berkata, “Kang, kita harus bicara!”

“Kapan?” tanyaku pula.

“Nanti, setelah pulang kerja.” jawabnya.

Masa penantian yang hanya 1 jam saja, terasa bagaikan bertahun-tahun, sehingga akhirnya masa penantian itupun berakhir. Indah keluar menghampiriku. “Yuk, Kang!” katanya.

“Mau kemana kita?” tanyaku.

“Kemana aja, yang penting kita bisa ngobrol.” sahutnya.

“Bagaimana kalo kita ke ‘Tea House’ Dago?” usulku.

“Terserah Akang!” jawabnya lagi.

Akhirnya aku membawanya ke Tea House, yaitu suatu tempat makan atau minum di daerah Dago Utara dengan suasana yang sangat nyaman dan indah. Setelah tiba, kami masuk ke saung-saung yang tersedia dan memesan manakan dan minuman ringan.

“Kenapa sich, Indah susah ditemui akhir-akhir ini. Lagi ngambek yah ke Akang?” tanyaku memecah kebisuan.

“Maafkan Indah, Kang! Akang tidak salah. Indah sengaja menjauhi Akang, karena Indah takut terlalu dalam mencintai Akang.“ jawabnya dengan nada perlahan penuh kesedihan.

“Mengapa Indah takut mencintai Akang? Bukankah Indah juga tahu bahwa Akang sangat mencintai Indah ? Bahkan Akang merasa sangat bahagia kalau tahu Indah begitu dalam mencintai diri Akang.” jawabku sambil tersenyum dan meraih pundaknya dan mendekapnya.

Indah membiarkan tubuhnya direngkuh olehku dan meletakkan kepalanya di dadaku, melepaskan kerinduan yang selama ini dia rasakan. Kemudian berkata, “Tapi, tetap saja Indah merasa takut. Karena semakin lama, Indah makin mencintai Akang. Dan ini sebenarnya tidak boleh.” katanya pelan.

“Udahlah, nggak perlu takut. Bukankah Indah pernah bilang, kita jalani aja hubungan seperti ini, Akang tidak akan mendatangi rumah Indah dan bertanya tentang pribadi Indah, kalau Indah tidak mengijinkan. Percayalah, Ndah! Akang cukup bahagia dengan keadaan seperti ini, walaupun terasa janggal. Akang akan menunggu keikhlasan Indah untuk hal-hal yang lebih lanjut.” kata-kataku meluncur menenangkan dirinya sambil mengecup keningnya dengan penuh rasa cinta.

Cinta?

Ya, aku merasa bahwa aku sangat mencintainya, dan aku akan melakukan apa saja untuk kebahagiaannya, walaupun aku belum tahu siapa dia sebenarnya.

Selanjutnya, obrolan diisi dengan curahan rasa cinta masing-masing diselingi kecupan mesra. Aku benar-benar merasa bahagia saat itu, demikian juga nampaknya dengan Indah. Wajahnya bersinar semakin cantik dan anggun, dia selalu tersenyum manis setiap kali bicara, dan bibirnya begitu menggoda setiap kali dia bicara, sehingga berkali-kali kukecup bibirnya dengan gemas. Dan nampaknya Indah begitu bangga dan bahagia menerima perlakuanku tersebut.

Tak terasa waktu telah memasuki waktu magrib, maka kami segera pulang. Dan seperti biasa aku mengantarnya sampai depan gang rumahnya.

***

Selanjutnya hari-hariku kembali ceria dan tidak ngambek-ngambek lagi di kantor, dan perubahan ini tentu saja menggembirakan anak buahku, sehingga semangat kerja mereka muncul kembali.

Dua minggu setelah peristiwa di Tangkuban Perahu, aku mengajaknya jalan-jalan pada hari dimana dia OFF. Saat itu aku mengajaknya menikmati keindahan situ Cileunca di daerah Pangalengan – Bandung Selatan. Kami ketemuan di depan tempat dia kerja. Sebelum menemuinya aku ke kantor terlebih dahulu dan mendelegasikan semua pekerjaan kepada anak buahku. Kemudian aku menjemputnya sekitar jam 09.30 dengan menggunakan sepeda motor inventaris kantor.

Sepanjang perjalanan, dia mendekapku dengan mesra dari belakang, desiran darahku membuat perasaanku melayang ketika kurasakan punggungku dihimpit oleh buah dadanya yang montok. Kurasakan perjalanan Bandung – Pangalengan demikian singkat, karena tanpa terasa kami sudah tiba di Situ Cileunca.

Kami menikmati keindahan alam situ Cileunca sambil bergandengan tangan dengan mesra bagaikan pasangan suami istri yang sedang dalam masa bulan madu, naik perahu, jalan-jalan diantara kebun teh dan bercanda tawa selama menikmati keindahan alam ini.

Mendekati tengah hari aku mengajak Indah ke villa milikku yang berada di daerah tersebut, kusebutkan bahwa aku udah janjian untuk mengunjungi teman di daerah tersebut. Indah mengikuti saja kemana aku ajak, karena dia benar-benar menikmati dan merasa bahagia dengan kebersamaannya denganku saat itu.

Ketika tiba di depan gerbang villa, aku langsung menghubungi penjaga villa dan kubisikan agar ia bersandiwara seolah-olah aku adalah teman dari si pemilik villa dan memberikan sejumlah uang untuk menyiapkan makanan dan minuman. Penjaga villaku cepat tanggap akan situasi yang kuinginkan.

Dia berkata padaku dihadapan Indah. “Wah sayang, Pak Agus! Pak Dedi pergi ke Majalaya dan pulangnya besok, tapi beliau berpesan bahwa kalo Pak Agus datang disuruh istirahat aja dulu.”

“Wah, gimana nich, Ndah? Temanku pergi, tapi kita istirahat aja dulu yach?” kataku pada Indah.

Indah hanya mengangguk setuju. Kami pun masuk ke villa tersebut diantar oleh penjaga villa tersebut. Dan tak lama kemudian istri penjaga villa menyuguhkan makanan dan minuman yang masih hangat, kemudian mempersilahkan kami menikmati hidangan tersebut sementara mereka kembali ke rumahnya meninggalkan kami berdua. Tapi sebelum meninggalkan kami, penjaga villa tersebut berkata, “Kalo perlu apa-apa, hubungi mamang aja ke rumah, Mamang pamit dulu!”

“Terima kasih, Mang!” kataku.

Sepeninggal mereka, Kamipun menikmati hidangan tersebut dengan lahap. Dan dilanjutkan dengan obrolan-obrolan ringan tentang komentar kami akan keindahan alam di sekitar situ cileunca dan juga tentang nikmatnya masakan khas daerah tersebut yang baru saja kami nikmati.

Setelah dirasakan cukup rileks, kami menuju balkon yang terletak di lantai 2 dan memiliki view situ cileunca dari kejauhan, sehingga terlihat keindahan situ cileunca yang dikelilingi oleh perkebunan dan gunung-gunung. Kami duduk berdampingan di kursi panjang, tangan kananku memeluk pundaknya, sedangkan kepala Indah disandarkan ke pundakku.

“Ndah, betapa bahagianya Akang saat ini, apakah Indah merasakan hal yang sama seperti Akang?” tanyaku sambil mengecup keningnya

“Kebahagiaan Indah sukar diucapkan dengan kata-kata, Kang. Pokoknya mah banget.” jawab Indah sambil wajahnya menoleh terhadapku. Bibirnya mencari bibirku dan memberikan ciuman yang hangat penuh rasa cinta padaku. Aku membalas ciumannya, dengan menghisap dan mengecup bibir tipisnya yang menggemaskan. Cukup lama bibir kami saling mengecup dan menghisap, sampai akhirnya Indah berusaha melepaskan ciuman tersebut karena kehabisan napas.

Tanpa kami sadari napas kami sudah tersengal-sengal dipacu oleh nafsu birahi yang mulai merasuki diri kami. Sehingga tak lama kemudian kami berciuman kembali, namun kali ini, ciuman yang terjadi adalah ciuman yang sudah dirasuki oleh nafsu birahi sehingga terasa begitu panas bergelora dengan napas yang terengah-engah.

Rangsangan yang kurasakan semakin tinggi, dan kubisikan padanya. “Ke kamar, yuk!”

Indah menatapku penuh harap dan mengangguk lemah. Aku berdiri dan menuntunnya untuk menuju kamar. Sesampainya di kamar, aku mengajaknya duduk di pinggir tempat tidur, kemudian kembali berciuman, dan ciuman kali ini jauh lebih bergelora dibandingkan dengan yang tadi kami lakukan, sambil berciuman dan mempermainkan lidah, tangan kananku mulai meremas buahdadanya yang montok dari balik bajunya.

Ciumannya terlepas dan terdengar erangan nikmat dari bibirnya dengan mata yang terpejam rapat. “Euhhh… Uuhhhh…“ Erangan yang keluar dari bibirnya yang tipis memberikan rangsangan yang semakin tinggi bagiku, napasku semakin menggebu demikian juga dengan napasnya, helaan napas kami bagaikan sedang berpacu, saling menghela dengan terengah-engah. Tubuh kami terasa panas, mengalahkan hawa dingin pegunungan daerah Pangalengan.

Jilbab yang dikenakannya kusut masai, maka secara perlahan kulepas jilbab tersebut, Indah hanya diam saat jilbabnya terlepas dan kulemparkan ke bawah tempat tidur, lalu kuciumi lehernya yang jenjang dan menggairahkan. Indah menggelinjang dan terdongak sehingga lehernya semakin terbuka dan kuhisap-hisap penuh nafsu, mata Indah terpejam menikmati rangsangan yang kuberikan.

Secara perlahan, aku mulai berusaha melepaskan gaun yang dikenakannya. Indah membantu melepaskan gaun tersebut terlepas dari tubuhnya. Mataku berbinar dan terpana menatap tubuh mulus dan halus dari bagian atas tubuh Indah yang terbuka dan hanya secarik bh krem yang menutupi buahdadanya yang montok.

Kuciumi dan kujilati perut Indah yang rata dan halus bagai porselen. Setiap kukecup dan kujilati permukaan perut Indah, terlihat otot-otot perutnya tergetar seolah teraliri oleh arus nikmat menjalar ke seluruh tubuhnya. Indahpun semakin mengerang nikmat sambil menggeliat. “Uhhh… ouuhhhh… Kang… Kang… ouhhh…!”

Erangan nikmat itu semakin merangsang diriku, dan tanganku berusaha melepaskan bh krem yang menghalangi keindahan buahdadanya. Begitu terlepas, kedua tanganku langsung meremas-remas buahdada yang montok itu. Indah semakin menggelinjang nikmat dan mengerang semakin keras. “Ouh… Kang… Ouh… Kang…“ Kepalanya terdongak dengan mata terpejam dan tubuh yang melenting serta kedua tangan yang bergerak kesana-kemari mencari pegangan dan akhirnya meremas sprey dengan sangat kuat hingga urat-uratnya menonjol.

Lidahku terus mengulas permukaan perutnya yang halus bak pualam, sementara Indah terus menerus mengerang dan meregang dan napas yang tersengal-sengal. Dengan penuh nafsu lidahku merayap ke atas, kearah buah dadanya yang montok. Indah semakin mengerang, “Ouhh…!“ tubuhnya semakin menggeliat, putting susunya menonjol keras dan runcing.

Jari-jari tangan kananku memilin-milin putting susu sebelah kiri, tubuh Indah semakin bergetar dengan erangan yang semakin bergemuruh. “Euhhh… Ouh… kang… kang…”

Lidahku menghisap dan mengecup permukaan buah dada di sekitar putting susu yang semakin menonjol, geliat tubuh Indah semakin keras dan menggeliat dengan erangan nikmat yang tak terputus-putus serta napas yang semakin tersengal. Dan akhirnya lidah dan bibirku mulai mengecup dan menghisap putting susu yang semakin menonjol, tubuh Indah semakin melenting dan cengkraman jari-jari tangannya pada sprey semakin kuat menahan rasa nikmat yang tak terperi, kepalanya terdongak semakin dalam. “Auh… Ahhh… Kang…”

Napasku semakin terengah-engah terdorong oleh nafsu yang semakin menggebu, kedua tanganku mulai melolosi rok panjang dan cd yang dikenakannya. Pantat Indah terangkat memudahkan tanganku melepaskan sisa pakaian yang menempel pada tubuhnya. Napasku semakin tersengal-sengal dengan pandangan mata yang semakin nanar, terpukau oleh kemulusan dan keindahan tubuh bugil Indah yang semakin memompa gairahku

“Ohhh… “ mulutku berguman kagum akan keindahan ini. Tanpa ragu wajahku langsung mengarah ke selangkangan Indah dan dengan penuh nafsu aku menjilati dan mengecup vagina Indah yang ditutupi oleh jembut yang halus dan menggairahkan.

Tubuh Indah bergetar keras seperti teraliri listrik ribuan volt dengan tubuh yang melenting kaku dan jeritan keras. “Akkkkhhhs…” Begitu lidahku menyusuri lipatan vaginanya yang bahsah dan harum menggairahkan. Setiap lidahku menyusuri lipatan vagina dan berhenti di klitoris yang menonjol keras, tubuh bergetar dan mengeliat serta mengerang cukup keras, “Akkhhhsssss…”

jilbab montok bohay (7)

Dengan cepat dan penuh gairah, lidahku kukorek-korekan ke dalam liang vagina Indah yang terasa asin dan gurih. Kedua kaki Indah menghentak-hentak dan tubuh menggeliat serta kepala yang semakin terdongak, hingga akhirnya tubuh Indah melenting kaku bagaikan ulat yang tertusuk duri diserta jeritan nikmat yang sangat panjang dengan napas yang tercekik. “Aaaaaaakkkkkkhhhhhsssss…!!!”

Lidahku terasa bagaikan dijepit oleh dinding-dinding vagina yang berkontrkasi sangat kuat, dan akhirnya tubuh Indah terhempas bagaikan layangan putus, deru napasnya tersengal-sengal seperti kehabisan napas lalu terkulai lemas. “Ouhhhh… Kang, nikmat banget… ouhhh…” katanya sambil menghembuskan napas panjang penuh kepuasan.

Pakaian yang kukenakan basah kuyup oleh keringat yang mengucur deras dari seluruh pori-poriku. Kulepaskan seluruh pakaian yang kukenakan, sementara Indah masih terbaring lemah sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan orgasme yang baru diraihnya.

Setelah tubuhku bugil, kembali aku merangkak mendekati tubuh Indah yang tergolek lemah. Lalu kukecup bibirnya dengan mesra, Indah menyambut kecupanku. Kuhisap bibir indah tersebut, Indah balas menghisap dan akhirnya lidahku kumainkan untuk menjilat bibir Indah dan berusaha memasuki rongga mulutnya. Indah membalas ciumanku dengan gairah yang mulai bangkit kembali, tangannya merengkus tengkukku agar ciuman kami semakin rapat. Akhirnya tubuhku menindih tubuhnya dan bergumul dengan nafsu yang menggebu-gebu. Batang penisku yang tegang dan keras menganjal permukaan vaginanya, membuat gairah Indah semakin tinggi dengan deru napas yang semakin cepat.

Tiba-tiba Indah menggulingkan tubuhnya sehingga dia berada diatas tubuhku dan mulai mengambil inisiatif untuk merangsangku. Dia menciumi pipi, leher, dada, menghisap-hisap putting susuku baik yang kiri maupun yang kanan membuat tubuhku menggelinjang dilanda rangsangan yang sangat tinggi. Dan Indah semakin bergairah melihat mataku terpejam-pejam menahan nikmat. Ciumannya pindah ke perut dan terus turun ke bawah hingga akhirnya mata Indah terlihat nanar penuh gairah memandang batang penisku yang mengacung tegak menjulang, dan “Ouhh…” tanpa sadar erangan nikmat keluar dari mulutku ketika kurasakan Indah mulai memasukan batang penisku ke dalam mulutnya.

Kepala Indah berputar-putar agar batang penisku mengocok-ngocok rongga mulutnya, tubuhku semakin menggeliat menahan nikmat dan mulutku hanya sanggup mengeluarkan keluhan nikmat terputus-putus. “Ouhhh… Ndah… Ouhhh… eeennnak… ohhh…”

Indah semakin bergairah bisa memberikan kenikmatan padaku, lidah tidak tinggal diam, dia gunakan untuk menjilati kepala penisku, aku semakin melayang, penisku semakin bengkak dan keras.

Gairah Indah sudah tak tertahankan lagi, karena vagina mulai terasa sangat basah, berkedut dan gatal. Dia menghentikan kegiatannya mengulum batang penisku, Dia merangkak menghadapku dan menempatkan vagina tepat diatas batang penisku yang mengacung semakin keras, tangan kanannya menggenggam batang penisku dan mengarahkan agar kepala penisku tepat berada di liang vaginanya yang semakin berdenyut gatal, lalu… Blessshh!!!

“Ooouuhhhh…” Rasa nikmat menjalar dari syarat nikmat yang terdapat dipermukaan kepala dan batang penisku, ketika Indah menurunkan pantatnya perlahan. Kepala penisku menyeruak dan menyusuri lorong nikmat dari liang vagina Indah yang basah, licin dan berdenyut-denyut serta meremas-remas nikmat.

“Ouhhh… Kang…” Indah pun mengerang ketika rasa nikmat menderanya, ketika dia merasakan batang penisku mulai memasuki liang vaginanya. Gerakan menekan pantatnya demikian perlahan, sehingga rasa nikmat yang kurasakan terasa lama dan sensasional dan akhirnya terhenti setelah seluruh batang penisku amblas hingga ke pangkalnya dan selangkangan kami menempel sangat rapat. Indah menekan pantatnya sangat kuat sambil mendongakkan kepala menahan nikmat yang menderanya, kedua tangannya mencengkram kuat dadaku.

Lalu pinggul dan pantatnya mulai bergerak keatas-kebawah sehingga batang penisku mengocok-ngocok liang vaginana, erangan nikmat keluar dari mulut kami sahut menyahut. Indah semakin cepat menggerakan pantatnya, terkadang bergerak memutar sehingga kurasakan batang penisku seperti dipelintir dan akupun melotot sambil mengerang nikmat. “Ouhhh… Ouhhh…“

Sementara itu, gerakan Indah semakin cepat dengan kepala terdongak kebelakang dan mengerang dengan mata terpejam. Buahdadanya berguncang-guncang indah, dengan nafsu yang tak pernah surut kedua tanganku menjulur dan mulai meremas-remas buahdada montok itu, Indah semakin terdongak dan melonjak-lonjak nikmat disertai dengan lenguhan dan erangan yang semakin keras.

Gerakan pinggul Indah semakin cepat tak terkendali dan kejang-kejang, hingga akhirnya tubuhnya melenting kaku, dengan kepala terdongak ke belakang, kuku-kuku jarinya mencengkram erat dadaku dan, “Aaaa… aakkkkkkhhhsssss…” Jeritan panjang keluar dari mulut Indah, selama beberapa detik tubuhnya kaku seperti itu dan akhir tubuhnya terhempas, melayang dan ambruk menindih tubuhku dengan napas yang tersengal-sengal seperti kehabisan napas.

Sementara itu penisku seperti diremas dan dijepit dengan sangat kuat membuat akupun melayang nikmat. Tubuh kami yang berpelukan, basah oleh keringat yang mengucur deras. Sementara itu penisku masih menancap dengan kokohnya di dalam liang vagina Indah.

Kugulingkan tubuhku sehingga tubuhku diatas tubuhnya dengan batang penis yang tetap menancap di liang vagina, kuarahkan mulutku pada buah dadanya dan mulai menghisap dan menjilati putting susu Indah, Indah mengerang lemah, “Euhhhh…” sementara itu secara perlahan pantatku mulai mengayun hingga batang penisku mengocok-ngocok liang vagina Indah. Rasa nikmat kembali menjalar di sekujur tubuh Indah, perlahan namun pasti gairah Indah bangkit kembali. Indah menggerakan pinggulnya untuk membalas gerakan pantatku, kenikmatanpun semakin menjalar pada tubuh kami berdua.

Aku semakin cepat mengayun pantatku, gerakan pinggul Indah semakin bervariasi dan memabukkan, dan hanya beberapa menit kemudian, tubuh Indah kembali melenting kaku dan menjerit menjemput nikmatnya Orgasme. “Aaakkkkkksssshhh…” Pantatnya terangkat dan akhirnya terhempas. Kudiamkan sejenak pantatku untuk menikmati remasan dan hisapan yang dilakukan dinding vagina Indah pada batang penisku.

Setelah kurasakan kedutan dan hisapan dinding vagina Indah melemah pada batang penisku, kembali aku mengayun pantatku untuk mngocok-ngocok liang vaginanya, sambil mulut dan tanganku mempermainkan buah dada dan putting susunya yang tak membosankan untuk diremas dan dihisap.

Kurang dari semenit, Indah kembali membalas gerakan pantatku dengan menciumku dan menggerakan pinggulnya sambil kembali mengerang nikmat, namun hanya berselang beberapa menit kemudian, kembali tubuhnya melenting kaku dan kembali dia menjemput orgasme yang menghampiri dirinya. Dan aku kembali mendiamkan pantatku sejenak untuk menikmati remasan dan hisapan dinding vagina Indah pada batang penisku pada saat dia mengalami fase orgasme. Pantatku kembali mengayun setelah kurasakan remasan pada penisku melemah, dan pinggul Indah kembali membalas gerakan pinggulku setelah beberapa detik kemudian hingga akhirnya kembali ia menjemput orgasme.

Perolehan orgasme bagi Indah, terjadi berulang-ualng, entah berapa kali, yang jelas tubuhku terus menggenjot tubuh Indah tanpa mengenal lelah, sementara badanku basah kuyup oleh keringat yang mengucur deras.

Kuhentikan ayunan pantatku setelah Indah memperoleh orgasme entah yang ke berapa kali. Kuletakkan ke dua lututku dibawah kedua pangkal pahanya, kedua tanganku memegang kedua tumit kaki Indah dan membukanya lebar-lebar, sementara Indah nampak tergoleh kelelahan, namun tatapan matanya masih menampakkan gairah yang belum surut, apalagi melihat batang penisku yang masih kokoh menancap di dalam liang vaginanya.

Dalam posisi paha Indah yang terbuka lebar aku mulai mengayun pantatku agar batang penisku kembali mengaduk-aduk dan mengocok-ngocok liang vaginanya. Rasa nikmat yang kurasakan semakin bertambah, karena jepitan dinding vagina Indah serasa semakin sempit dan menjepit, dan kulihat vagina Indah terkempot-kempot setiap kali aku melesakkan batang penisku.

Kulihat kepala Indah terbanting ke kiri dan ke kanan setiap kali aku menghela pantatku diiringi erangan nikmat yang dia perdengarkan. Kedua tangannya mencengkram erat seprey yang ada di sekitarnya.

Kurasakan badai orgasme akan menghantamku, mataku mulai berkunang-kunang, asaku terasa melayang dan gerakan pantatku mulai kejang-kejang dan menghentak. Indah merasakan bahwa aku akan mencapai orgasme, karena dia merasakan penisku semakin bengkak menyesakkan liang vaginanya dan gerakanku terasa semakin keras dan kasar menimbulkan rasa nikmat yang luar biasa, sehingga diapun merasa orgasme akan kembali menghampiri dirinya.

Dengan terengah-engah menahan nikmat, sambil menggerakan pinggulnya membalas gerakanku diapun berkata, “Ayo, Kang… ayo… bareng-bareng…“ dan… “Aaaa… aakkkkkkkh… hhhsss…” seperti mengeluarkan tenaga yang penghabisan, Indah menjerit keras menjemput orgasme yang dirasakannya sangat luar biasa, berbeda dengan orgasme-orgasme yang terdahulu, tubuhnya mengejang sangat kaku.

Secara bersamaan, akupun menjerit melepas nikmat menjemput badai orgasme yang sangat dahsyat. “Akkkhhhhhhhssss…” Tubuhku berkelojotan sambil crettt… cretttt… crett… sperma kental memancar sangat deras membasahi lorong vagina Indah. Beberapa detik kemudian, kurasakan tubuhku terasa ringan bagaikan layang-layang putus dan aku ambruk menghempaskan tubuhku disamping tubuh Indah yang terkulai lemas. Napas kami tersengal-sengal seperti yang baru selesai balap lari.

Tubuh kami terasa sangat lelah, setiap persendian bagaikan dilolosi dan kami terbaring lemas dengan kesadaran yang melayang-layang. Cukup lama kami dalam keadaan seperti itu.

Setelah perlahan-lahan kesadaran kami pulih, Indah menggulirkan tubuhnya menghadapku dan tangannya mengusap pipiku sambil berkata, “Akang hebat, Indah benar-benar sangat puas, Indah semakin sayang ke Akang.” lalu wajahnya menghampiri wajahku dan mengecup bibirku sangat mesra.

Aku tersenyum bangga dan bahagia, kemudian balas mencium bibirnya dengan penuh kemesraan. Basahnya tubuh oleh keringat yang lengket, membuatku tidak nyaman, lalu dengan malas aku berusaha bangkit dan berdiri, namun hampir aku terjatuh. Lututku gemetar dan terasa copot hingga hampir tak sanggup untuk berdiri, kembali aku duduk dipinggir tempat tidur yang sepreynya acak-acakan oleh pertempuran hebat yang baru saja selesai.

Indah tersenyum melihat keadaan lututku yang gemetar dan hampir jatuh lalu berkata. “Ada apa, Kang? Capek ya?”

“Iya nich. Lutut terasa copot, habis Indah sich… luar biasa!” sahutku sambil tersenyum.

“Ahhh… Akang!” sahutnya bahagia.

Lama aku terduduk, setelah kurasakan tenagaku benar-benar pulih, aku berdiri dan menuju kamar mandi, lalu mandi menyegarkan diri, tak lama kemudian Indah pun mandi dan mengenakan pakaiannya kembali lengkap dengan jilbabnya. Lalu Indah merapihkan tempat tidur yang acak-acakan.

jilbab montok bohay (8)

Waktu telah menunjukkan jam 3 sore, kamipun pulang setelah aku memberitahu penjaga villa. Sepanjang perjalanan pulang, Indah semakin menempel mesra padaku, dia hanya menjauhkan tubuhnya setelah kami berada dekat dengan gang rumahnya.

Setelah mengantarnya pulang, aku memutuskan kembali ke kantorku untuk mengambil mobilku.

Kesan yang kudapatkan pada hari itu, menjerumuskan aku semakin dalam terhadap rasa cintaku pada Indah. Aku merasa tidak mampu berpisah dengannya.

***

Gundah… Gelisah… Takut… Itulah yang dirasakan Indah saat ini, sore itu, setelah diantar pulang hingga ke mulut gang oleh Agus, Indah benar-benar gundah, gelisah, dan takut.

Persetubuhannya yang kedua kali denganku, benar-benar telah menjeratnya, Dia telah benar-benar mencintaiku dan tak sanggup untuk melupakannya, padahal perasaan ini adalah perasaan yang selama ini berusaha dia tolak karena merupakan sesuatu yang salah. Tadinya dia berencana bahwa Aku hanya sebagai lelaki yang mengisi kekosongan batinnya, dan tidak sedikitpun terpikirkan olehnya untuk berselingkuh denganku. Namun dalam usianya yang masih muda, gairahnya yang menyala-nyala, tak pernah dapat tersalurkan, sehingga membuat dirinya demikian mudah terangsang dan akhirnya terjadilah persetubuhan yang sangat memuaskan dirinya, bahkan sangat puas hingga dia mampu memperoleh orgasme berulang-ulang. Sementara kepuasan seperti itu belum pernah dia alami sebelumnya.

Sebenarnya Indah adalah istri Dedi berusia 30 tahun, mereka menikah pada saat Indah berusia 20 tahun dan Dedi berusia 26 tahun. Awalnya rumah tangga mereka sangat bahagia, Dedi yang seorang karyawan sebuah perusahaan, mampu membahagiakan Indah baik lahir maupun batin. Namun akibat pola hidup yang salah, setelah dua tahun menikah dan belum sempat memperoleh buah hati, Dedi terserang penyakit diabetes yang cukup parah, sehingga membuat dirinya impoten.

Dia sudah berobat kesana-kemari hingga harta bendanya habis terjual namun penyakitnya tak sembuh juga, bahkan diperparah dengan PHK yang menimpanya sehingga otomatis Indahlah yang menjadi tulang punggung rumah tangga mereka, sementara Dedi kerja serabutan bahkan lebih sering berada di rumah.

Dedi masih bisa merasakan rangsangan yang cukup besar melihat kemolekan tubuh istrinya oleh sebab itu berkali-kali mereka mencoba untuk melakukan hubungan suami istri, tapi penis Dedi tidak mampu berdiri tegak, berbagai cara rangsangan telah dilakukan Indah agar batang penis suaminya bisa berdiri tegak, tangan Indah berusaha meremas dan mengocok memberikan rangsangan pada batang penis Dedi, tapi tidak juga bisa berdiri, bahkan pernah mulut Indah mengoral penis Dedi hampir setengah jam sampai Indah merasakan kaku pada tulang rahangnya, namun penis Dedi tetap tergantung lemah. Jika sudah demikian nampak sekali kegelisan dan kekecewaan yang mendalam terpancar dari sorot mata Indah, dan Dedi benar-benar merasa terpukul dengan keadaan dirinya seperti itu. Dedi merasa malu dan rendah diri di hadapan istrinya.

Namun walaupun demikian, Indah tetap mencintai suaminya, baginya Dedi adalah hidupnya, dia rela melakukan apa saja demi membahagiakan suaminya. Indah selalu memberi semangat dengan penuh cinta pada Dedi untuk memperoleh kesembuhan ataupun memperoleh pekerjaan yang layak dan selalu berkata pada Dedi bahwa apapun pekerjaan Dedi, dia akan selalu mencintai Dedi.

Rasa cintanya yang besar seolah mengabaikan kebutuhan hidupnya. Dalam usia yang masih muda, tentu saja gairah biologisnya sering meronta-ronta minta penyaluran, namun selalu dia tekan dengan mencurahkan rasa cintanya pada Dedi.

Selama 2 tahun, Indah berhasil mengekang kebutuhan biologisnya walaupun terkadang dia merasa tersiksa dengan keadaan ini.

Namun akhirnya pertahanan Indah bobol, setelah berkenalan denganku. Dia melihatku sebagai lelaki yang sopan dan enak diajak ngobrol. Jika sedang bersama denganku, Indah seolah mampu menghilangkan sejenak masalah berat yang sedang dihadapinya. Dan perasaan suka timbul didalam hatinya, karena aku selalu berbuat sopan padanya. Dan akhirnya perasaannya menjadi terjerat padaku, terutama setelah kami melakukan persetubuhan yang sensasional dan mampu membasahi kekeringan yang melandanya selama 2 tahun terakhir ini.

Indah semakin terjerat akan pesona seksual yang ada pada diriku, dan dia benar-benar telah jatuh cinta padaku. Perasaan cintanya padaku sangat menyiksanya, karena diapun sangat mencintai suaminya dan tak ingin meninggalkan suaminya.

Disisi lain, Dedi sadar benar akan kebutuhan biologis istrinya, namun apadaya dia tak mampu memberikannya akibat penyakit yang dideritanya. Cintanya yang besar pada istrinya membuat dirinya berpikir untuk rela membiarkan istrinya menyalurkan hasrat biologisnya pada orang lain, namun ia takut, takut istrinya terkena penyakit kalau menyalurkan sembarangan, atau takut istrinya akan meninggalkannya, karena istrinya adalah sumber semangat hidupnya.

Perasaan ingin membahagiakan istrinya dengan merelakan istrinya menyalurkan hasrat biologisnya dengan lelaki lain dan perasaan takut ditinggalkan istrinya selalu berkecamuk di pikiran Dedi, sehingga tanpa sepengetahuan istrinya, sebenarnya Dedi sering menguntit istrinya dari kejauhan tanpa sepengetahuan istrinya.

Selama 2 tahun memata-matai istrinya, Dedi melihat bahwa Indah adalah istri yang setia, karena dia melihat istrinya tidak pernah menanggapi godaan lelaki lain. Dedipun melihat perhatian dan pelayanan istrinya tidak berkurang padanya, walaupun dirinya impoten dan tidak memiliki pekerjaan tetap setelah diPHK. Oleh sebab itu Dedi semakin mencintai istrinya dan semakin tidak sanggup ditinggalkan oleh istrinya.

Rasa cinta yang semakin besar, semakin memperbesar keinginan Dedi untuk merelakan istrinya dapat menyalurkan hasrat biologisnya pada lelaki lain dengan syarat Indah tidak akan meninggalkannya. Berkali-kali dia merencanakan untuk membicarakan hal ini pada Indah, namun ia takut. Apakah Indah akan setuju? Apakah Indah tidak akan tersinggung? kembali niat itu surut untuk diajukan ke istrinya. Namun kerelaannya agar istrinya dapat menyalurkan hasrat biologisnya dengan lelaki lain tetap besar.

Itulah sebabnya, sebenarnya Dedi telah mengetahui, jika aku sering menjemput istrinya. Dedi bisa melihat bahwa istrinya menyukai diriku, hal itu terlihat dari tatapan mata Indah dan gerak-gerak Indah bila bersamaku, bahkan Dedi mengetahui jika istrinya telah dua kali pergi denganku entah kemana pada saat istrinya OFF. Dan Dedi merasa curiga bahwa Istrinya telah selingkuh denganku, sebab Dia bisa melihat keceriaan dan rona kebahagiaan terpancar dari wajah Indah setelah bepergian denganku, namun hal itu tidak pernah dia tanyakan pada istrinya, karena dia tidak melihat berkurangnya limpahan cinta dari istrinya.

Dedi berusaha menyelidiki diriku, dan akhirnya dia tahu siapa diriku sebenarnya. Dedi menjadi takut ditinggalkan istrinya setelah mengetahui statusku, maka dia langsung mendatangiku.

Pagi itu, aku sedang duduk di ruang kerjaku sambil merencanakan bahwa sore nanti aku akan menemui Indah di tempat kerjanya. Aku merasa sangat rindu padanya, karena sudah 10 hari aku tidak bertemu dengannya disebabkan kepergianku ke luar kota untuk keperluan bisnis. Tiba-tiba sekretarisku memberitahuku bahwa ada tamu yang ingin menemuiku. Akupun mempersilahkan tamuku masuk.

“Perkenalkan, nama saya Dedi.” kata tamuku sambil menjulurkan tangan mengajak bersalaman.

Aku menyambut uluran tangannya sambil berkata, “Agus, silahkan duduk!” “Ada yang bisa saya bantu, Pak Dedi?” tanyaku.

“Begini, Pak, bapak kenal dengan Indah, yang rumahnya di Gang Gwan An?“ tanya Dedi dengan tatapan menyelidik.

DEG! Jantungku serasa mau copot, mendengarkan pujaan hatiku disebut. “B-benar. Ada apa dengan dia, Pak? Dan bapak ini siapa?” jawabku gugup.

Terlihat Dedi tersenyum puas mendengar jawabanku “Dia baik-baik saja. Oh ya, saya suaminya!” katanya tenang, tak terlihat nada emosi dari ucapannya.

TENGGG…!!! Dunia serasa gelap, badanku mendadak lemas tertimpa perasaan bersalah karena telah menyintai dan berselingkuh dengan istri seseorang yang berada di hadapanku.

“Tenang aja, Pak! Tidak perlu sekaget itu!“ Dedi berusaha menenangkanku dengan tulus. “Apakah bapak tahu bahwa Indah telah bersuami? Dan apakah bapak mencintai Indah? Tolong Bapak jawab dengan jujur. Percayalah, Pak! Saya tidak akan marah dan menuntut bapak.“ katanya lagi tersenyum tulus sehingga Aku percaya akan isi kata-katanya.

“Ya, saya mencintai istri Bapak, maaf saya tidak tahu kalau Indah telah bersuami. Dia hanya berkata bahwa dia sedang menghadapi masalah yang sangat berat, namun saya tidak boleh tahu apa masalahnya. Masalah itu pula yang menyebabkan saya tidak boleh mengantarnya sampai ke rumahnya.” terangku panjang lebar.

“Pak, saya mohon, jangan rebut Indah dari saya. Saya sangat mencintainya dan saya tak sanggup ditinggalkan olehnya. Tapi saya juga mengerti akan kebutuhan Indah yang tak mampu saya penuhi, oleh sebab itu jika Bapak memang mencintai istri saya, bapak boleh menikmati rasa cinta Bapak, tapi jangan rebut dia dari saya, saya mohon!“ katanya memelas.

“Apa maksudnya, pak?” tanyaku yang tak mengerti akan maksud ucapannya.

“Begini, Pak! Saya sangat mencintai Indah, namun saya tak sanggup memberikan nafkah batin padanya karena penyakit yang saya derita. Namun saya kasihan pada Indah yang menanggung beban akan penyakit saya derita. Padahal dia masih muda, penuh gairah dan perlu menyalurkan hasrat biologisnya yang masih bergelora. Itulah sebabnya saya punya usul, bapak boleh menggauli istri saya kapan dan dimanapun bapak kehendaki dengan syarat saya harus melihatnya atau mengetahuinya, bahkan bapak boleh melakukannya di rumah kami. Memang usul ini terdengarnya gila, namun inilah bukti, betapa besar rasa cinta saya pada istri saya. Tapi usul ini tidak pernah saya kemukakan pada istri saya, takut dia tersinggung.” jelasnya panjang lebar.

Aku termenung mendengar penjelasannya.

“Bagaimana, Pak? Bapak setuju dengan usul saya? Bapak nggak usah ragu, saya tidak akan memeras bapak, saya melihat bapak orang baik-baik dan tidak akan menyakiti hati istri saya dan sayapun melihat bahwa istri saya menyukai bapak.” Lalu lanjutnya. “Saya hanya meminta bapak tidak merebut Indah dari sisi saya, Bagaimana?” kembali dia mengajukan usulan.

“Baik, saya menerima usul Pak Dedi, walaupun terdengar aneh. Sayapun sangat mencintai Indah dan jujur saja, saya juga tak sanggup berpisah dengannya.” jawabku jujur.

“OK dech kalau begitu! Bagaimana kalau sekarang kita ke rumahku, kebetulan Indah OFF hari ini dan dia ada di rumah.” dia mengajakku ke rumahnya.

Ajakan ini sangat mendadak, dan tentu saja kuterima ajakan tersebut dengan senang hati. Kamipun berangkat menuju rumah Dedi dengan sepeda motor inventaris. Sepanjang jalan Dedi menjelaskan rencananya, bahwa aku dan Dedi adalah teman lama semasa SMA yang baru ketemu lagi, sengaja diajak Dedi untuk diperkenalkan pada Indah dan setelah itu Dedi akan pura-pura meminjam motorku untuk pergi mengambil order pekerjaan sekitar 2 jam, padahal dia akan membawa motorku ke tempat pencucian motor dan kembali jalan kaki ke rumah untuk mengintip apa yang aku dan Indah lakukan. Aku setuju dengan rencananya.

Sesampainya di rumah Dedi, Indah yang saat rambutnya hanya tertutup oleh ‘ciput’ (penutup kepala) sehingga terlihat lehernya yang putih dan jenjang. Indah tampak kaget melihat kami berdua berdiri di depan pintu, wajahnya pucat pasi, namun Dedi seolah-olah tidak memperhatikan perubahan pada wajah istrinya, Dedi hanya berkata, “Ndah, kenalkan teman lamaku waktu di SMA. Namanya Agus!” katanya memperkenalkanku pada istrinya.

Aku menjulurkan tanganku mengajaknya besalaman sambil berkata basa-basi “Agus!” Dengan gemetar Indah menyambut jabatan tanganku.

Dedi bertindak seolah-olah aku dan Indah belum saling mengenal, dan dia memainkan perannya begitu meyakinkan, sehingga aku dan Indah terbawa oleh suasana yang diciptakannya. Tak lama kemudian Dedi berkata padaku, “Gus, pinjam motornya ya! Aku mau ngambil order. Nggak lama kok, paling 2 jam-an. Kamu ngobrol aja dulu dengan istriku, kalau mau istirahat, tidur aja di kamar.” katanya lagi sambil menunjuk kamar yang biasa diperuntukkan untuk tamu keluarga.

Aku mengerti akan sandiwara yang dibawakannya, lalu kuberikan kunci motorku berikut STNKnya. Kami mengantar Dedi ke depan pintu hingga Dedi menjalankan motor. Kerinduan yang begitu mendalam membuatku tak tahan, begitu pintu depan ditutup dan belum terkunci, aku langsung memeluk Indah dari belakang penuh kerinduan dan menciuminya dengan gemas. Kukecup dan kuhisap lehernya yang putih dengan penuh nafsu. Indah hanya bergelinjang manja, nampaknya dia masih kaget bahwa aku adalah teman lama suaminya. Dihati Indah terbayang sebuah kesempatan bahwa dia akan sedikit bebas bisa berduaan denganku. Membayangkan hal itu, gairah Indah dengan cepat bangkit, apalagi rangsangan dariku semakin gencar maka gairahnyapun semakin cepat merayap naik. Indah membalikkan badannya dan menyambut ciumanku dengan gairah yang menyala dengan napas yang memburu.

Kami berciuman dengan penuh gelora sambil berdiri di balik pintu depan rumahnya, kakinya terjinjit menikmati percumbuan ini. Erangan dan lenguhan penuh rangsangan sesekali keluar dari mulutnya yang sedang tersumpal oleh bibirku. Kedua tangannya memeluk erat punggungku. Deru napas kami semakin memburu. Lalu kubisikkan, “Kita punya waktu 2 jam, aku kangen banget sama kamu, Ndah!”

“Saya juga, Kang!” jawabnya mesra, dan pergulatan dua bibir yang didorong oleh nafsupun terjadi dengan panasnya.

jilbab montok bohay (18)

Sambil berpelukan dan tetap melakukan percumbuan yang memompa gairah, Indah berusaha membawa tubuhku menjauhi pintu depan, menuju kamar tidur yang biasa digunakan oleh tamu, kamar tidur tersebut tidak memiliki daun pintu, hanya ditutupi oleh tirai gordyn. Kami melanjutkan percumbuan sambil berdiri, tidak ada rasa takut dipergoki orang lain dalan diri Indah, karena di rumah ini dia hanya berdua dengan suaminya yang saat ini sedang keluar.

Kugeser posisi diriku hingga Indah membelakangiku sehingga kami sama-sama menghadap meja hias yang terdapat di kamar tersebut. Dari cermin, Ku lihat bayangan tubuh Indah yang sedang menggeliat menggairahkan, matanya terpejam menikmati cumbuanku, kepalanya dimiringkan kesamping sehingga lehernya yang jenjang serta putih, mulus merangsang terhidang tepat di depan bibirku, tak kusia-siakan kesempatan yang menggairahkan ini. Bibir dan lidahku mengecup, menghisap dan menjilat leher, pundak hingga bagian belakang telinga Indah, sementara kedua tanganku dengan gemasnya meremas kedua buahdada yang masih tertutupi oleh baju.

“Uhhhh… Kang… ouhhh…” Indah mengerang nikmat penuh rangsangan. Matanya semakin terpejam dan kepalanya semakin terdongak ke belakang, buah dadanya semakin membusung indah menggairahkan, akupun semakin nafsu meremas-remas buah dada tersebut.

Sementara itu, Setelah tiba di tempat penyucian motor dan menitipkan motor untuk dicuci, Dedi kembali ke rumah dengan berjalan kaki. Setiba di rumahnya, Dedi bergerak perlahan agar tidak bersuara, dia memeriksa pintu depan yang ternyata tidak terkunci, secara hati-hati Dedi membuka pintu tersebut agar tidak menimbulkan suara. Dedi tersenyum, karena tidak melihat aku dan istrinya di ruang tamu. Dengan perlahan dia mencari keberadaan diriku dan istrinya, akhirnya samar-samar dia mendengar desahan dan erangan penuh rangsangan dari kamar tidur dimana aku dan istrinya sedang bercumbu.

Dia mencari celah diantara tirai gordyn, agar bisa mengintip apa yang sedang kami lakukan. Terlihat olehnya bahwa aku dan Indah dalam keadaan polos sedang bercumbu di depan cermin hias dengan napas yang tersengal-sengal dipacu oleh nafsu berahi yang menguasai diri kami. Semua pakaian kami telah terlepas dan berceceran di lantai.

Terlihat olehnya bahwa aku sedang menciumi leher istrinya dari belakang dan kedua tanganku meremas-remas buahdada Indah dengan penuh nafsu, terkadang jari-jari tanganku memilin-milin putting susu Indah yang menonjol tegak dan keras. Selangkanganku menempel rapat pada bongkahan pantat Indah yang bulat dan montok dan pastinya Indah merasakan batang penisku yang keras dan tegang mengganjal di belahan pantatnya. Tubuh Indah menggeliat menahan nikmat, pinggangnya melenting dan kepalanya terdongak kebelakang dengan mata terpejam menahan rasa nikmat yang diterimanya, buahdadanya semakin membusung indah menggairahkan.

Tubuh Indah yang menggeliat-kegeliat menahan nikmat dan disertai lenguhan dan erangan nikmat yang keluar dari bibir mungil istrinya demikian merangsang. Dan rangsangan itu juga menjalar di tubuh Dedi walaupun belum sanggup membangunkan batang penisnya. Timbul rasa cemburu, dari dalam hati Dedi melihat aku yang sedang mencumbu Indah, tapi betapa dilihatnya bahwa Indah begitu menikmati apa yang kulakukan yang selama ini tidak pernah dapat dia berikan.

Dedi begitu bahagia melihat istri tercintanya begitu menikmati dapat menyalurkan hasrat biologisnya. Akhirnya Dedi benar-benar menikmati apa yang dilihatnya dan menghapus rasa cemburu yang bergemuruh di dadanya.

Saat itu, tangan kananku telah merayap ke bawah menuju selangkangan Indah, sementara tangan kiri tetap mempermainkan buahdada Indah yang semakin membusung. Lidah dan bibirku mengulas pundak, leher dan tengkuk Indah membuat Indah semakin menggelinjang.

Tangan kananku yang telah berada di depan vagina Indah, mulai mengorek-ngorek lipatan liang vagina Indah, terasa basah olehku, tubuh Indah bergetar dan bibirnya mengerang nikmat, “Ouhhh… ouhhh… auw…” Erangan nikmatnya semakin keras ketika jari tengahku memasuki liang vaginanya dan mengucek-ngucek dinding vaginanya. “Auh… Owhh… Kang… Kang… Ouhhhh…”

Kudorongkan semakin dalam jari tengahku sambil jari tengahku berputar, mengait dan mengorek-ngorek. Tubuh Indah semakin bergetar menahan nikmat diserta erangan nikmat. “Ouuhhh… Kang… Ouhh…“ Kugunakan jempolku menekan dan memutar-mutar klitorisnya yang menonjol keras, Tubuh Indah semakin bergetar keras dan, “Aaaauhhh… Aaauhhh… K-kang…” ia makin mengeliat-geliat dengan kepala semakin terdongak ke belakang.

Klitoris Indah terus kuputar dan kutekan oleh jempolku, sementara jari tengahku mengucek-ngucek semakin cepat. Tubuh Indah melonjak-lonjak dengan keras menahan nikmat yang semakin melambungkannya, hingga akhirnya Indah merengek dengan tersengal-sengal, “Masukkan, Kang! Sekarang! Ouhh… Nggak tahan… Nggak tahan… Ouhhhh… ouuhhhh…!!”

Akupun sebenarnya sudah tak tahan, kudorong punggungnya agar membungkuk, kedua tangannya diletakkan agar bertumpu di pinggir meja rias, pantatnya diangkat dan kutekan pinggangnya agar agak kebawah, sehingga Indah berada dalam posisi tubuh melenting sambil membungkuk, kedua kakinya kurenggangkan, lalu kupegang batang penisku dan kuarahkan penisku kepala penisku kearah mulut liang vagina Indah yang sudah basah dan licin dari belakang melalui belahan pantatnya. Lalu…

Bleshh…!!! Batang penisku terasa hangat dan basah menguak liang vagina Indah yang sempit dan nikmat. ”Ouhhhh…” Erang nikmat Indah keluar dari bibirnya sambil mendongakkan kepala. Posisi Indah yang sedang mengerang dan menggeliat ketika vaginanya diterobos batang penisku, begitu menggairahkan Dedi yang sedang mengintip perbuatan kami. Dedipun merasakan ada getaran-getaran nikmat yang terjadi pada batang penisnya, padahal selama ini, walaupun sudah dirangsang sedemikian rupa oleh Indah hingga membuat Indah kepayahan, Penisnya tidak juga merasakan getaran-getaran nikmat yang dapat membuatnya mengeras.

Namun saat ini, Dedi merasa aneh sekaligus gembira, karena dia merasakan ada getaran-getaran nikmat yang diakibatkan oleh aliran darah yang mengalir cukup cepat pada batang penisnya. Dedipun merasakan batang penisnya agak mengeras tidak seperti biasanya, walaupun belum bisa dikatakan batang penisnya telah tegang dengan sempurna, namun perubahan ini membuatnya sangat gembira dan menimbulkan harapan bahwa suatu saat nanti Dia akan mampu berfungsi sebagai lelaki normal kembali. Oleh sebab itu Dedi semakin asyik menikmati persetubuhan yang sedang dilakukan oleh istrinya.

Sementara saat itu, aku dengan penuh gairah memompa pantatku agar batang penisku mengaduk-ngaduk liang vagina Indah. Kepala Indah terangguk-angguk menerima helaan dan sodokan dariku sambil tak henti-hentinya mengerang nikmat. “Ouh… ouhh… Kang… Kanggg…”

Buah dadanya yang montok terayun-ayun dengan indahnya. Indahpun menggerakan pinggulnya menyambut setiap sodokan batang penisku membuat rasa nikmat semakin melambungkan kami berdua. Terkadang pinggul Indah berputar-putar sehingga batang penisku serasa dipelintir dengan sangat nikmat.

Hentakan tubuhku dan gerakan pinggul Indah semakin lama semakin cepat dan telah berubah menjadi lonjakan-lonjakan yang keras diiringi dengan erangan nikmat yang semakin nyaring. Hingga akhirnya lonjakan tubuh Indah menjadi tak terkendali dan mulai kejang-kejang dan akhirnya tubuh Indah melenting kaku terdiam dengan kaki terjinjit disertai teriakan, “Aaaaakkkkkkhhhs…!!!”

Selama beberapa detik batang penisku seperti diremas-remas dan dijepit oleh dinding vagina Indah dengan sangat kuat membuat napasku berhenti dihimpit oleh rasa nikmat yang luar biasa. Sesaat kemudian tubuh Indah melemas, lututnya dan sikunya goyah dan akhirnya ambruk terduduk di lantai sehingga Batang penisku yang sedang menancap pada liang vaginanya terlepas.

Indah baru saja memperoleh puncak kenikmatan orgasme yang sungguh luar biasa, meninggalkan diriku yang masih sedang berada di awang-awang kenikmatan dan belum mencapai puncak. Napasku terengah-engah dengan perasaan sedikit kecewa karena kenikmatan yang kurasakan seolah terputus.

Disisi lain, Dedi juga merasakan kenikmatan rangsangan yang sangat tinggi melihat ekspresi wajah istrinya saat meraih puncak orgasme. Lututnya terasa lemas dan goyah menikmati apa yang dilakukan istrinya.

Dengan perasaan tak menentu, aku menunggu sejenak Indah merasakan sisa-sisa kenikmatan orgasme dengan napas yang terengah-engah. Beberapa detik kemudian, aku membangkitkan Indah dan menuntunnya menuju tempat tidur, Indah naik ke tempat tidur dan berbaring telentang, napasnya perlahan-lahan normal dan pancaran matanya masih menampakkan gairah yang masih menyala. Aku merangkak mendekatinya, gairah Indah semakin berkobar ketika dia melirik batang penisku yang berdiri dengan kokohnya.

jilbab montok bohay (1)

Sementara itu, dada Dedi kembali berdegup menantikan detik-detik dimana tubuh Istrinya akan kembali digenjot olehku di tempat tidur. Dalam hatinya Dedi memuji akan kemampuan sex diriku yang belum juga ejakulasi padahal telah mampu membuat istrinya melonjak-lonjak meraih orgasme.

Kuciumi bibir Indah dengan lembut, Indah membalas dengan tak kalah lembutnya. Kemudian kuhisap-hisap bibirnya dan dibalas dengan hisapan dan kecupan, lalu kutindih tubuhnya, kaki Indah terkangkang mempermudah, tangan Indah meraih batang penisku dan mengarahkan kepala penis agar berada tepat di mulut liang vaginanya dan…

Bleshhhh…!! Kepala penisku kembali menyeruak liang vagina Indah yang semakin basah dan licin, “Aaahhhh…” Indahpun kembali mengerang nikmat.

Bibirku mengecup dan menyosor bibir dan leher Indah secara acak dan penuh nafsu, sementara pantatku mulai mengayuh mengaduk-ngaduk dan mengocok-ngocok liang vagina Indah yang semakin basah dan licin, namun tetap sempit dan menjepit. Rasa nikmatpun kembali menjalar keseluruh penjuru nadiku.

Genjotan tubuh demikian cepat dan bertenaga membuat buahdada Indah terguncang-guncang menggemaskan. Kuhisap dan kujilati buahdadanya yang kiri dan kanan secara bergantian. Erangan nikmatpun kembali merasuki disekujur tubuh Indah. “Ouhh… Kang… Ouhhh… ouh…”

Pinggul Indah berputar dan bergoyang menyambut setiap helaan dan sodokan batang penisku menimbulkan suara deritan tempat tidur yang cukup keras. Selama beberapa menit aku mengayuh dan memompa disambut dengan goyangan pinggul Indah yang erotis dan kadang menghentak-hentak disertai erangan-erangan nikmat. “Aouh… aouhhh… Kang… Kang…”

Dedi yang mengintip dari balik tirai juga merasakan nikmatnya rangsangan yang cukup tinggi, batang penisnyapun semakin mengeras tegang, dan hal ini semakin menggembirakannya. Disamping itu, dia semakin kagum akan stamina sex yang dimiliki olehku.

Goyang pinggul Indah telah berubah menjadi lonjakan-lonjakan keras dan menghentak, sementara aku tetap mengayuh pantatku untuk mengocok liang vagina Indah dengan kecepatan yang tetap. Indah menginginkan kenikmatan yang lebih, dia menggulingkan tubuhku sehingga tubuhnya menindih tubuhku dan langsung menghentak-hentakkan pinggulnya dengan cepat dan keras dengan tubuh yang mulai melenting dan kepala terdongak ke belakang. Dan beberapa menit kemudian…

”Aaakkkaaangggg… kkhhhss…” Tubuh Indah melenting kaku, kembali Indah memperolah orgasme yang luar biasa. Kemudian tubuhnya melemas “Ouhhhhhhh…” Kepalanya terkulai di samping kepalaku. Namun batang penisku masih tertancap kokoh di dalam liang vaginanya.

Ya, Indah baru saja memperoleh orgasme yang nikmat luar biasa, suatu puncak orgasme yang selalu dia dambakan selama ini, dan tak pernah dia peroleh dari suaminya. Akhirnya saat ini dia dapatkan, sungguh Indah merasakan puas yang tak terhingga dan diapun terhempas dengan penuh kepuasan yang tak bisa dilukiskan.

Sementara itu, Dedi kembali merasakan puncak kenikmatan rangsangan, ketika dia menyaksikan istrinya memperoleh puncak orgasme dan dia semakin asyik menikmati apa yang istrinya lakukan.

Dengan napas yang terengah-engah dan mata terpejam, Indah terkulai lemah diatas tubuhku sambil merasakan desiran-desiran nikmat yang masih menghampirinya. Dengan gairah yang menggebu-gebu, bibirku menjilati dan menciumi leher jenjangnya yang basah oleh keringat yang berada tepat di depan mulutku, tanganku meremas-remas pantat montoknya, dan pantatku kudorongkan ke atas-kebawah agar batang penisku kembali mengocok-ngocok dinding vaginanya yang sangat basah namun tetap sempit dan berdenyut. Kenikmatan kembali menjalar disekujur tubuhku.

Aku terus menggerakan pantatku, walaupun tidak mendapat respon dari Indah, karena dia benar-benar merasa lelah karena telah memperoleh orgasme yang luar biasa melelahkan. Namun walaupun Indah tidak membalas gerakanku, tetap saja aku mendapatkan kenikmatan dari liang vaginanya yang sempit dan meremas-remas.

Lambat laun gairah nafsunya kembali datang, Indah membalas gerakanku dengan menggoyang-goyang pantatnya mengakibatkan kenikmatan yang kuterima semakin bertambah, dan rasa nikmatpun kembali menghampiri dirinya sehingga kembali dia memperdengarkan lenguhan nikmatnya merangsang. “Auhh, Kangg… aouhh… ouhhhhh… Kangghh…” seirama dengan gerakan pantatnya yang bergoyang erotis.

Namun goyangan erotis itu hanya dalam beberapa menit kemudian telah berubah menjadi gerakan pinggul yang kejang-kejang tak terkendali, rupanya badai orgasme kembali datang menghantamnya, napasnya mulai terasa sesak dan akhirnya, “Aaaaakkkhhss…”

Tubuhnya kembali melenting kaku dan kontraksi dari dinding vaginanya kembali kurasakan menjepit-jepit dan meremas-meremas batang penisku membuat mataku terbeliak-beliak menahan nikmat yang luar biasa. Beberapa detik kemudian tubuhnya terhempas lemas dan terkulai diatas tubuhku. Indah kembali memperoleh puncak kenikmatan orgasme yang sensasional untuk ketiga kalinya.

Sementara Indah terkulai lemah sambil merasakan sisa-sisa puncak kenikmatannya, pantatku terus mengaduk-ngaduk vaginanya dari bawah. Hanya satu menit, gairah Indah telah pulih kembali dan diapun membalas goyanganku. Goyangannya begitu cepat dan menghentak-hentak hingga hanya dalam beberapa menit berselang kembali Indah mencapai orgasme.

Dedi semakin kagum akan staminaku, karena sudah berjalan hampir 1 jam dia mengintip apa yang kulakukan, Aku belum juga ejakulasi. Sementara itu Dedipun merasa bahagia karena dilihatnya Indah bermain dengan gairah yang terus berkobar-kobar tanpa mengenal lelah.

Indah merasa tubuhnya sangat lelah namun gairahnya masih berkobar-kobar mengalahkan rasa lelah yang merasuki dirinya, tubuhku digulingkannya hingga aku berada diatasnya. Aku mengambil inisiatif dengan memompanya lebih aktif dan Indah menyambutnya dengan goyangan dan lonjakan dari bawah sambil mengerang dan menjerit seperti sedang mengejar sesuatu yang sangat didambakan. “Ouh… ouhh… Kang… Kang… hekss… ouhhh…”

Hingga akhirnya kembali Indah menggapai apa yang didambakannya, Indah melentingkan tubuhnya dengan kaku dan berteriak melepas nikmat dan terkulai lemah selama beberapa saat, namun hanya sesaat dia terkulai, karena gairahnya kembali meronta-ronta ketika vaginanya diaduk-aduk dan dikocok-kocok oleh diriku tiada henti dan tak lama kemudian, diapun aktif kembali bergoyang tanpa mengenal lelah untuk menjemput puncak orgasme selanjutnya.

Aku menggulingkan tubuhku hingga dia kembali berada diatas, hingga kembali dia yang mengatur ritme goyangan. Demikian seterusnya, tubuh kami saling bergulingan untuk meraih kenikmatan yang lebih dan lebih bagaikan tak bertepi. Tubuh kami sudah sedemikian basah oleh keringat yang mengucur deras dari setiap lubang pori-pori, bantal dan seprei demikian porak poranda menahan pergulatan aku dan Indah yang terus melenguh dan mengerang nikmat.

Pada saat aku berada diatas tubuhnya yang entah ke berapa kali, aku merasakan gelombang orgasme akan menghantamku, hal ini ditandai dengan gerakan pantatku yang sudah tak terkendali dan kejang. Dan Indahpun merasakan itu dan dia pun berusaha meraih kembali orgasmenya yang terakhir agar bersamaan denganku dan, “Aaakkkkkksssss…!” secara berbarengan kami meraih orgasme.

Cret… cret…. Cret… sperma kental terpancar dari penisku membasahi seluruh rongga liang vagina Indah. Tubuh kami sama-sama terhempas sangat lemah dan lunglai, keringat membasahi seluruh permukaan tubuh kami dengan persendian yang serasa seperti dilolosi. Aku berusaha menggulingkan tubuhku agar tidak menindihnya dan tidur berdampingan. Kamipun terbaring kelelahan selama beberapa menit.

Saat kami mencapai puncak orgasme secara bersamaan, Dedipun merasakan puncak rangsangan yang sama, tubuhnya terasa lemas dan oleng, matanya berkunang-kunang menikmati sensasi puncak rangsangan yang diperolehnya.

Disaat aku dan Indah masih tergolek lemah, dengan mengendap-ngendap Dedi keluar dari rumah menuju tempat pencucian motor dan ternyata motorku sudah lama selesai dicuci. Dedipun membawa pulang motorku.

Hanya beberapa menit kami tergolek lemah, lalu dengan tergesa-gesa bangkit dan memunguti pakaian yang berserakan dan mengenakannya. Indah ke kamar mandi untuk menyegarkan diri, sementara aku menunggunya di ruang tamu.

Tak lama kemudian, kulihat Dedi pulang dari tempat pencucian motor. “Gus, kamu hebat bisa membuat istriku terlonjak-lonjak kenikmatan!” katanya sambil mengedipkan mata padaku, “Istriku mana?” lanjutnya lagi.

“Sedang di kamar mandi.” jawabku tersipu. Aku heran bagaimana ia bisa tahu, padahal aku tidak merasa diintip olehnya. Mungkin aku terlalu terlena oleh kenikmatan yang diberikan oleh Indah, sehingga tidak sadar bahwa aku telah diintip olehnya.

“Gus, kamu harus menepati janji untuk tidak merebut Indah dariku!” kembali dia mengingatkanku sambil berbisik takut didengar oleh istrinya.

“Aku janji.” jawabku meyakinkannya.

***

Sejak itu aku sering mengunjungi rumah Indah untuk menumpahkan segala kerinduan sekaligus meraih nikmat bersama Indah dan ada saja alasan Dedi untuk meninggalkanku agar aku dan istrinya merasa bebas bercinta. Bahkan seringkali Dedi pura-pura pergi dari rumah sebelum aku datang.

Aku semakin akrab dengan Dedi, bahkan Dedi kupekerjakan pada perusahaanku sehingga kami bisa mengatur rencana pertemuanku dengan istrinya secara lancar.

Penyakit impoten yang diderita oleh Dedipun secara perlahan-lahan mulai membaik, penisnya bisa tegang hampir sempurna jika melihat aku menggauli istrinya dan ketegangan penisnya semakin keras ketika menyaksikan istrinya meraih orgasme. Namun apabila dia bermesraan dengan istrinya saat berduaan, penisnya susah sekali bangun, dan seperti biasa Indah selalu berusaha keras merangsangnya dengan berbagai cara.

Akhirnya Dedi mengusulkan padaku, untuk menggantikan posisiku menggenjot istrinya pada saat istrinya mencapai puncak orgasme yang pertama dan aku boleh menggenjot istrinya kembali setelah dia mencapai ejakulasi. Aku menerima usulnya, namun rencana ini tidak dibicarakan ke istrinya.

Ketika rencana ini dilaksanakan, Indah sangat kaget begitu melihat suaminya masuk dalam keadaan telanjang saat dia sedang terengah-engah karena baru mencapai puncak orgasme. Namun Indah sangat heran karena suaminya tidak marah melihat perselingkuhannya dengan temannya, dan yang lebih aneh sekaligus menggembirakan hatinya adalah Indah melihat penis suaminya mampu tegang dengan sempurna.

Dedi langsung menghampiriku yang terdiam melihat Dedi masuk kamar ketika aku sedang menikmati remasan dan jepitan vagina istrinya, Dedi berkata: “Gus, gantian dong, mumpung penisku sedang tegang nich!”

Dengan berat hati aku mencabut batang penisku yang sedang menancap kokoh dari liang vagina Indah, dan beranjak ke meja rias kemudian duduk dikursi yang terdapat di sana menyaksikan apa yang akan dilakukan Dedi pada istrinya.

Mulanya Indah malu dan ragu melihat situasi seperti ini, namun kebahagiaannya melihat batang penis suaminya yang dapat tegang sempurna setelah 2 tahun tertidur lemas, menggantikan keraguannya dengan gairah yang menyala-nyala. Indah berusaha bangkit dengan tangan terbuka menjemput tubuh bugil suaminya dengan cinta yang membara. Dedi langsung memposisikan batang penisnya tepat di liang vagina Indah, dan langsung menyodokkan batang penisnya ke liang vagina Indah dan disambut dengan erangan nikmat penuh kebahagiaan dari Indah. “Ohhhhh… Kang Dedi… Ouhhh…”

Dedi mengayun pantatnya dengan sangat cepat, seolah takut ketegangan penisnya akan surut kembali, tangannya meremas-remas buahdada istrinya dengan penuh semangat, sementara itu Indah membalas setiap perlakuan suaminya dengan lonjakan-lonjakan yang luar biasa bergairah, bahkan gairah seperti ini belum pernah dia pertunjukkan padaku, mereka saling mengerang penuh kenikmatan, disertai hentakan-hentakan tubuh cepat dan keras serta kaku.

Sungguh pemandangan yang sangat membangkitkan gairah bagi siapa saja yang menyaksikannya. Batang penisku yang belum terpuaskan semakin tegang dan keras menyaksikan persetubuhan mereka yang sangat erotis dan merangsang.

Beberapa menit kemudian, terlihat kedua tubuh mereka melenting kaku dan menjerit nikmat bersamaan meraih orgasme, sebelum akhir berkelojotan dan akhirnya terhempas lemas.

Dedi menggulirkan tubuhnya menjauh dari tubuh istrinya, dada mereka turun-naik menghirup napas dengan cepat dan tersengal-sengal. Terpancar di wajah mereka kepuasan dan kebahagiaan yang sukar tuk dibayangkan.

Setelah kulihat napas mereka berangsur-angsur normal, kuhampiri mereka yang tergolek lemah dan berkata pada Dedi. “Ded, bagaimana dengan ini?“ kataku sambil menujuk batang penisku yang mengacung-ngacung minta dipuaskan.

“Terserah Indah…” jawab Dedi sambil melirik ke Indah.

Indah balas menatap mata Dedi, minta persetujuan. Dedi hanya mengangguk sambil tersenyum. Lalu Indah menatapku dengan tatapan mengundang. Kuhampiri tubuh Indah, dan kutuntaskan permainanku yang tertunda. Terasa agak becek, liang vagina Indah, namun tidak mengurangi rasa nikmat yang kuterima. Dan Permainan kali ini sungguh luar biasa. Indah bergoyang dan menggeliat tiada henti, walaupun telah berkali-kali mencapai orgasme, Indah terus meladeni dengan semangat yang tak pernah padam. Sampai akhirnya aku benar-benar terkulai lemas diatas tubuhnya.

Hubunganku yang ganjil ini terus berlangsung, hingga Indah memperoleh 2 orang anak yang kini telah berusia SD. Aku tidak tahu, apakah itu anakku atau anak Dedi, Aku sangat menyayangi anak-anak tersebut bagaikan anakku sendiri, demikian juga Dedi, dia sangat menyayangi anak-anak tersebut bagaikan anaknya sendiri.

Walaupun sekarang aku telah beristri dan memiliki anak dari istriku, hubungan cintaku dengan Indah masih berlangsung, sebab hingga kini Dedi belum sanggup melakukan persetubuhan dengan istrinya tanpa didahului menyaksikan istrinya dirangsang dan digauli olehku.

Entah kapan hubungan ini akan berakhir, akupun tak tahu…