NANING

Pada suatu hari, aku yang memutuskan untuk tinggal agak lama disebuah daerah diselatan jawa, aku melihat tiga sosok gadis berjilbab putih yang sedang berjalan ditrotoar. Melihat baju seragam smu yang mereka kenakan, pastilah mereka sedang bolos, karena saat itu masih pukul 10 pagi. Wah, anak gak baik-baik nih, kataku. Langsung otak nakalku bekerja. Dari belakangan mereka, memencet klakson motor, dan langsung berteriak, “ceeeeweeek!” pada mereka, dan langsung kabur. Mereke terlihat kaget bercampur kesal di kaca spion.

Hanya beberapa ratus meter berjalan, tiba-tiba aku merasakan motorku goyah. Wah, ban bocor nih, pikirku. Dan ternyata benar. Sial, pikirku. Terpaksalah aku turun dan menuntun motorku menuju tambal ban.

Sembari menunggu proses penambalan ban selesai, aku membeli mi ayam didepan tukang tambal ban. Ketika menunggu mi ayam yang kupesan matang, tiba-tiba datang tiga siswi sma yang tadi kugoda, masuk ke warung mi ayam yang sepi itu.

“hayoooo!! Ini dia tadi nih, yang goda kita!” kata seorang siswi berjilbab tadi. Aku hnya tersenyum simpul. :habisnya kalian cantik sih, jadi ya kugoda.” Kataku santai. Langsung aku mempersilahkan mereka duduk didekatku. Siswi yang tadi berbicara padaku mengambil tepat disisiku, sementara dua orang siswi berjilbab temannya berada didepanku, duduk berhadapan. Akhirnya aku berkenalan dengan ketiganya, sembari berbaik hati memntarktir mereka mi ayam, sekedar permohonan maaf diriku atas tingkahku menggoda mereka. Otak ngeres hunterku mulai bekerja. Aku jadi mulai horny, dan mulai membayangkan mereka bertiga ini merintih dan mendesah ketika memeknya kusodok memakai kontol besarku.

Oh ya, sekedar untuk gambaran, tiga orang gadis tadi adalah siswi sebuah sma islam didaerah itu. yang satu bernama Naning, yang cerewat tapi manis, yang tadi mengajakku berbicara, lalu Maya, si gadis berjilbab pendiam lagi pemalu yang sekal dengan kulit kuning langsat berdada montok, lalu yang terakhir adalah Sari, gadis berjilbab pendiam yang masih lugu dan manis berlesung pipit. Akhirnya percakapan kami ditutup dengan saling bertukar nomor handphone. Ketika mereka berlalu dan aku sudah kembali diatas motor binter kesayanganku, aku mulai berpikir untuk mencicipi tubuh ranum mereka.

Beberapa hari kemudian, tepatnya seminggu setelah pertemuanku dengan tiga gadis berjilbab itu, iseng kumisscall Naning, si gadis manis berjilbab yang ceriwis. Kontolku berdiri ketika kubayangkan mulutnya yang indah menyepong-nyepong kontolku. Eh, tiba-tiba ia misscall balik. Langsung naluriku berkata kalo ini waktu yang tepat. Ku sms dia. “boring nih. Kamu lagi bolos gak? Jalan2 yuk.” Tulisku. Karena memang waktu masih menunjukkan jam 09.10 pagi, jadi pastilah dia masih disekolah. Tak beberapa lama siswi berjilbab yang manis itu membalas. “sama boringnya. Ayuk. Kutunggu jam 0945 didepan sekolah ya.” Katanya. Wah, kesempatan nih. Langsung aku keluar dari hotel, naik motor, tarik gas ke smanya.

Sesampai didepan smanya, terlihat dia sedang berdiri didepan gerbang, terlihat cantik dengan jilbab putih dan sragam abu-abu putih panjang longgarnya. Ketika ia melihatku, langsung ia tersenyum. Segera aku berhenti disampingnya, langsung ia naik keboncengan motorku dan segera kami pergi dari tempat itu.

“kemana nih?” tanyaku, masih diatas sepeda motor yang melaju. “Naning manut aja mas, ikut mas.” Kata naning. Kulirik kaca spion, terlihat wajahnya yang cantik terbungkus jilbab lebar. Duduknya yang miring karena memakai rok membuatku hanya bisa melihat sesisi wajahnya, namun tetap dia cantik. Tiba2 ia menyadari pandanganku. Dengan wajah yang bersemu merah ia mencubitku kecil. “hayoo! Gak boleh lirik2! Liat depan!” katanya. Senyum malunya semakin membuat birahiku meninggi. Akhirnya setelah kutanya daerah sekitar situ yang cocok untuk berduaan, sambil malu2 ia menyebutkan beberapa tempat. Akhirnya kuputuskan ke sebuah pantai disebelah selatan kota yang memang tidak jauh dari sekolah Naning. Sekitar 20 menit perjalanan.

Sesampainya disana, langsung aku memarkirkan motorku disebuah tempat parkir yang sepi. Memang situasi pantai itu sepi, karena selain hari itu bukan hari libur dan masih pagi, kami memang memilih pantai yang tidak ramai, jadi bukan pas di pantainya yang terkenal, namun agak kebarat, disebuah pantai tak bernama.

Segera kami berdua berjalan-jalan dipinggir laut, bercerita dan bercanda. Semakin lama kami berjalan semakin menjauh dari penitipan motor dan gubug makan yang ada dipinggir pantai itu. Kami sampai dipinggir pantai, dimana dibelakang kami hanya ada hutan cemara yang pendek dan rimbun.

“emm…naning sudah punya pacar?” tanyaku memancing. Naning memandangku sambil wajahnya bersemu merah. Gadis ceriwis manis yang ebrjilbab itu hari ini wajahnya sering terlihat bersemu merah karena kugoda. Ia menggeleng. “lagi gak punya mas.” Katanya. Ia berjalan agak masuk kedalam hutan cemara menghindari sinar matahari lalu duduk ditanah yang terselimuti daun cemara yang tebal. Aku segera duduk disamping kirinya. “lagi gak punya, berarti pernah punya? Putus ya? Kenapa?” tanyaku lagi. “pacar Naning suka nakal.” Katanya. Wajahnya kembali bersemu merah. “nakalnya kenapa? Apa kayak gini…” tanyaku memancing, sambil tangan kiriku meraih tangan gadis berjilbab itu, lalu membelai dan meremasnya lembut. Ia memandangku. Tatapannya sayu, setengah ingin menolak, namun tak bisa. Tapi segera ia mengangguk. “atau kayak gini?” tanyaku lagi. Tangan kiriku berpindah ke pahanya yang masih tertutup rok abu-abu panjang, lalu meremasnya dari luar roknya. Ia mengangguk lagi. Wajah ayu terbungkus jilbab osis itu semakin memerah. Tatapannya sayu. Gadis manis berjilbab ini sudah dalam genggamanku.

“dia juga maksa megang-megang dada Naning…” bisik Naning lirih. Pemberitahuannya itu seolah meminta aku untuk meraba dadanya yang ranum, tertutup baju osis dan jilbab. Sementara itu tubuhku sudah merapat. Dadaku sudah rapat dengan sisi tubuh Naning. Tangan kananku mmemeluk pundaknya tanpa dia memberikan perlawanan.

“mantan pacar Naning nakal ya… ntar biar mas kasih pelajaran.” Bisikku ketelinga Naning. Naning tersenyum simpul. Tak tahan lagi, aku mencium pipinya yang putih mulus. Siswi berjilbab itu mendesah, sambil matanya terpejam. Namun langsung ia sedikit berontak. “jangan mas…” bisiknya. Hanya sekedar rontaan tak berarti, untuk menjaga harga dirinya, pikirku. Aku sudah berpengalaman dengan itu. Sedikit rayuan pasti menyelesaikan segalanya.

“ssstt…” bisikku. Lalu menciumnya lagi dengan lebih lembut. Kembali dia mendesah dengan mata terpejam. Rontaannya masih tersisa, namun hanya sedikit perbedaannya dengan geliat birahi seorang gadis belia yang sudah terangsang. Dengan tangan kananku, kutolehkan wajahnya yang manis kearahku. Kutatap matanya dalam-dalam. Aku ebrusaha mendapat kepercayaannya, dan berhasil. Tatapannya semakin sayu, pasrah.

Dengan pelan dan lembut kukecup bibirnya yang merah ranum, ia kembali mendesah. Ciumanku terus kulanjutkan, sembari kutingkatkan menjadi pagutan-pagutan dan kuluman kuluman. Akhirnya mulutnya mulai membuka, sembari matanya terpejam, mempersilahkan lidahku masuk dan membelit lidahnya. Tanpa basa-basi kami sudah larut dalam ciuman yang sangat panjang. Tanganku pelan2 mulai turun meraba kedua buah dadanya yang padat, dan tangan satunya membelai kepalanya yang masih terbalut jilbab putih. Merasa sesuatu ada yang menyentuh buah dadanya, Naning sedikit meronta. Namun karena pelan dan lembutnya aku memainkan tempo, akhirnya rontaannya erangsur-angsur hilang. Dari bibirnya mulai keluar suara yang kurasa adalah kenikmatannya. Aku tidak berhenti melakukan gerilya di sekujur tubuhnya. Kusampirkan ujung ujung jilbabnya kepundaknya, lalu kubuka satu persatu kancing hem osisnya. Dari baju kubuka terlihat buah dada yang padat berisi ditutupi oleh kutang berwarna merah muda, kedua tanganku beralih ke belakang tubuhnya untuk melepas BH-nya, karena aku sudah tidak tahan lagi untuk menjilati buah dadanya. “jaangan masshh…”dari bibirnya yang terlepas dari kulumanku terbisikkan kata itu. Kata yang tak berbarti, karena terlihat tubuhnya sudah pasrah.

Setelah aku sanggup melepas BHnya, aku hanya bergumam dalam hati, wah ini baru namanya buah dada, putingnya yang merah muda kecil yang seperti buah cerry langsung kulumat. Naning langsung merintih dan mendesah. Aku berani bertaruh ia belum pernah merasakan seperti itu, dan perasaannya sekarang seakan terbang ke awan. Wajahku bergantian ke kanan dan ke kiri untuk melumat buah dadanya. Ketika aku mencuri pandang kewajahnya yang ayu, dara muda cantik berjilbab putih ini terlihat semakin cantik. Tergambarkan perasaan yang campur aduk diwajahnya. Antara menolak, bingung, malu, tapi juga kenikmatan. Itu semua membuat gadis belia berjilbab ini semakin cantik, dan membuat birahiku semagin memuncak.

Sampai akhirnya aku memutuskan untuk bermain dengan memeknya. Aku tahu gadis ini sudah tak berkutik. Segera tanganku yang satu turun dan membelai pahanya dari luar rok panjanynga, lalu pelan-pelan masuk ke pangkal pahanya, menyentuh memeknya. Ia menggelinjang pelan. Rintihan gadis berjilbab itu semakin kerah. Segera aku sedikit mendorong bidadari sma berjilbab yang sudah birahi dan pasrah ini telentang beralaskan daun-daun cemara yang berguguran. Terasa empuk tanah tempat kami bercumbu. Segera kusibakkan roknya kepinggangnya, dan langsung kupelorotkan celana dalam putih berendanya. Gadis berjilbab itu memejamkan matanya rapat. Kedua tangannya ia gunakan untuk menutup mulutnya, seolah berusaha menahan rintihan dan desahan birahi.

Jantungku berhenti sejenak untuk menyaksikan kulit putih yang ada di hadapanku, sekali lagi aku bergumam, aduh mulusnya tubuh putih gadis smu berjilbab ini. Tanpa pikir panjang aku langsung membuka ikat pinggang dan retsletingku,. Nafasnya yang terputus-putus menandakan dia sudah tidak tahan lagi. Aku sedikit tergesa-gesa membuka celanaku, tidak ingin kehilangan kesempatan emas.segera aku menindihkan tubuhku di tubuhnya. “maassss…jangaanhh..” desis Naning walau tanpa daya.

Dimulai dengan mengecup bibir mungilnya, aku mulai kembali melakukan agresi ke bagian kemaluannya yang berbulu tipis lembut. Jariku mulai mengarah ke rerumputan di sekitarnya dan kulihat matanya merem melek menahan nikmat yang dirasakan. Beberapa saat ia memandangku. Ttapannya bercampur antara marah, malu, tapi juga birahi. “jangan maasss… ini dosaa…” katanya. Aku tersenyum. Tenang Ning.. mas sayang sama kamu.. gak akan sakit.. dinikmati aja yah sayaang…” kataku merayu, sambil beberapa kali mencium bibir, pipi, mata dan keningnya. Wajahnya yang berjilbab sudah berkeringat. Keringat birahi, pikirku.

Pelan-pelan, seiring dengan pandainya jariku membelai dan menggaruk memeknya, Pinggulnya mulai bergoyang ke kiri dan ke kanan seakan ingin mengarahkan jari-jariku untuk masuk ke tempat yang lebih dalam. Begitu jariku mulai meniti ke arah yang lebih dalam, kurasakan jariku basah oleh cairan itulah yang keluar bila seorang wanita mulai terangsang. Semakin lama aku bermain, semakin gadis alim berjilbab itu bergerak lebih agresif dengan mengepitkan kedua pahanya dan tanganku kurasakan tak dapat bergerak oleh hempitan kedua pahanya yang sangat mulus. Hingga saat yang tak kuduga dia mengeluarkan suara tersendat-sendat dengan seluruh tubuh mengejang. Naning berkata, “Akh.. Mass.. mmhh..naniiiingg…pipiiiiissshhh….” dengan ucapan yang tak ada hentinya dan kata terakhir yang panjang, “Aaahh..” dan seluruh tubuhnya mulai melemah, tergolek lemas ditanah beralas dedaunan cemara, dipinggir pantai yang sepi itu.

Aku tak mau kalah dengan situasi seperti ini, karena akulah yang ingin sekali merasakan kenikmatan tubuh mulusnya itu. Dengan senjataku yang telah siap untuk mencari mangsa dan siap untuk diberi tugas. Dengan mata yang tegang dia melihat ke arah kontol-ku, seperti ingin melahap apa yang ada di hadapannya. Naning bergumam, “Mas.. jangan maasss… ntar sakiiit…”katanya.aku agak bingung, darimana dia tahu kalau sakit. Tapi tetap langsung kutancap gas saja, secara perlahan mulai kuarahkan kontol-ku ke kemaluannya, tapi aku susah sekali untuk memulai karena mungkin baru pertama kali ini dia melakukan berhubungan layaknya suami istri. Kubuka kedua belah kakiputih gadis smu berjilbab itu sehingga tampaklah memeknya yang indah, merah muda dan ranum, ditumbuhi bulu halus.

Akhirnya kontolku mulai menemukan lubang sempit memek gadis berjilbab itu. Sedikit demi sedikit kutekan secara perlahan dan dia mengeluarkan desisan yang membuat badanku seperti bersemangat. Dengan bibir digigit dia menahan rasa, entah sakit atau kenikmatan tapi yang kutahu dia mengeluarkan kata “Sstt.. aakkhh..Mass..sakiit…mmmhhh…” aku tahu, pastilah saat pertama akan sakit, tapi birahiku sudah tinggi sehingga aku tak mau ambil pusing. Langsung kugenjot saja kontolku kedalam memeknya. Jeritannya terdengar ketika aku dengans edikit memaksa berhasil menembus selaput perawannya, membuat air mata terlihat muncul menetes kesamping kiri kanan matanya. Tapi genjotanku yang tetap kuteruskan, sembari kutambah dengan rangsangan di buah dada ranumnya juga ciuman disejukur penjuru tubuhnya membuat rintihan dan erangan kesakitannya pelan-pelan berubah menjadi desahan birahi dan kenikmatan. “hhh…mmhh..heegghh.. oohh..oh..oh..ah..” bibirnya sedikit terbuka dengan mata yang tertutup, basah dengan airmata. Siswi smu yang berjilbab itu merintih2 kugenjot memeknya dibawah rimbunnya hutan cemara dipinggir pantai yang sepi itu.

Kuangkat kedua tangannya dan kutaruh agar memeluk punggungku. Wajahnya yang berjilbab ebrkeringat. Aku makin bersemangat bergerak maju dan mundur secara perlahan-lahan, semakin terasa kontol-ku mudah melakukan gerakan maju-mundur di dalam vaginanya, maka semakin kencang dan nikmat aku beradu untuk mencapai kenikmatan yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Setelah beberapa saat aku merubah gaya bermainku dengan kedua kakinya kuangkat tinggi di bahuku. Dan permainan berlanjut dengan desahan-desahan nikmat. Kuperhatikan wajahnya yang cantik berjilbab epperti menahan sakit atau apa, kedua tangannya mencengkeram erat kakinya sendiri yang terangkat dikiri kanan pundakku dan kepalanya ke kiri dan ke kanan sambil mengeluarkan kata-kata yang tak menentu, “Aaakkhh.. Mass.. aduuhh..udahh..mmhh.. Mass.. aahhkk.. akuu.. udahh.. gaakk.. tahaann nihh.. aduhh.. Mass.. enakk Mas..” gadis siswa sma yang berjilbab itu meracau tidak karuan antara menolak dan menikmati permainanku.. Keringat mulai keluar di sekujur tubuh kami dan sudah tak terhitung berapa kali kontolku keluar masuk ke vaginanya. Tanganku yang tak pernah berhenti memutar, menekan dan meremas buah dadanya bahkan sekali-kali aku melumatnya dengan nafsu yang membara, dia pun setengah berteriak, “Aahk.. Maass.. uuhggk.. Mass.. eemmhh..” begitu seterusnya.

Dan aku merasakan ada sesuatu yang menjepit keras di kemaluanku, rupanya gadis belia berjilbab itu sudah akan mencapai puncaknya. “Aaahhkk.. Mas.. aku.. pipisss lagiihhhh… Mas.. aahhkk.. uughh.. Maas..!” sambil memeluk erat tubuhku dan terasa kuku-kukunya mencabik pundakku. Aku hanya mendesis sejenak, setelah dia sudah keluar, aku mulai dengan kegiatanku semula. Secara perlahan aku mulai menggoyangkan pinggulku maju-mundur secara teratur, dia merasakan kesakitan atau kenikmatan aku tak tahu, yang jelas tubuhnya terasa mengikuti ritme goyanganku. Kemudian aku berganti posisi. Aku duduk selonjor bersandar pada batang cemara. Kedua kakiku kuluruskan, lalu kutarik tubuh Naning keatasku. Gadis sma berjilbab itu membengkangkan kedua pahanya dan tangannya meraih kontol-ku dan memasukkan ke dalam vaginanya. “ahh..kamu sudah mulai pintar, sayaang…” bisikku ketelinganya. Langusng kusibakkan jilbabnya keatas,s ehingga buah dadanya yang tadi tertutup kembali terlihat. Kusedot dan kujilat-jilat, menanti masuknya kontolku kememeknya. “Blep..” begitulah kira-kira antara pertemuan dua kemaluan yang sangat cocok sekali seperti mur dan baut.

Dengan perlahan dia menggoyangkan pinggulnya ke atas dan bawah, “Aaahhkk.. eemmhh.. enak Mas..oouugghh…” sambil kedua tanganku terus membelai dan melumat salah satu dari buah dadanya itu. Rupanya murid baru yang berjilbab di mata pelajaran seksku ini benar-benar pandai. dia semakin pandai menggoyangkan pinggulnya yang indah bagaikan body gitar, membuat kontolku terasa dipelintir-pelintir. Aku mulai tidak tahan dengan irama permainannya yang sungguh nikmat sekali. Mulutku semakin gencar menikmati buah dadanya yang ranum. Goyangan kami berdua semakin cepat. Aku tahu gadis berjilbab ini akan meraih orgasmenya yang ketiga, dan sepertinya kontolku juga akan menyemprotkan laharnya.

“Ssst.. aahk.. Mas…. aku mau pipis lagiihhh.. teruss.. Mas cium teruss.. Mass.. aahhkk..”
Sambil aku berhitung, “Satu..”
“Aaahkk..” ucapnya.
“Dua..””Uuughh Mass.. iiyaa.. Mass.. aakuu.. aakkhh..””Tii.. gaa..”
Kami bersama-sama mengeluarkan kata, “Aaahkkggk..” dan berpelukan erat sekali seperti tak ingin menyiakannya, kontolku memuntahkan laharnya. Naning masih terus menggoyangkan pinggulnya, sambil tubuhnya mengejat-kejat.

Sampai akhirnya kami lemas terkulai berdua ditanah itu. Setelah beberapa saat kulirik keadaannya. Gadis siswi sma itu terlentang. Bajunya awut2an. Dadanya yang terbuka memperlihatkan buah dada yang penuh air liur dan cupanganku. Jilbabnya sudah tersingkap kelehernya, basah oleh keringat kami berdua. Roknya yang tersingkap tanpa memakai celana dalam memperlihatkan memek yang sudah basah oleh air cintanya, spermaku dan bercak-bercak darah keperawanannya. Terdengar isak tangis tertahannya. Kudekati wajahnya, dan kucium dengan penuh rasa sayang. “maafin mas yah… mas lepas kendali..” bisikku. Padahal sebenarnya memang menikmati tubuhnyalah rencanaku. Ia mengangguk pelan. “nggak papa mas.. Naning juga salah… naning cuman takut hamil..” katanya lagi, masih terisak-isak kecil. “tenang sayang…mas sayang kamu… nanti mas belikan obat anti hamil yang manjur…” bisikku ketelinganya yang masih memakai jilbab. Nikmat sekali gadis alim berjilbab ini.

TIA

Nasib itu ada di tangan Tuhan. Seringkali aku memikirkan kalimat ini. Rasanya ada benarnya juga. Tapi apakah ini nasib yang digariskan Tuhan aku tidak tau mungkin lebih tepat ini adalah godaan dari setan. Seperti pagi ini ketika di dalam bus menuju ke kantor aku duduk di sebelah akhwat cantik dengan jilbab dengan tinggi 150 cm, umur sekitar 27 tahun, bertubuh sekal dan berkulit putih (keliatan dari kulit wajah dan telapak tangannya).

 Mula-mula aku tidak perduli karena hobiku untuk tidur di bis sangat kuat namun hobi itu lenyap seketika ketika akhwat berjilbab di sebelahku menarik tas dipangkuannya untuk mengambil hp-nya yang berdering. Sepasang paha montok tercetak jelas dari rok biru tua panjang nan ketat yang dipakainya. Pemandangan itu cukup menarik sehingga menggugah seleraku menjadi bangkit. Aku lantas mencari akal bagaimana memancing percakapan dan mencari informasi. Sepertinya sudah alamnya ketika kita kepepet seringkali ada ide yang keluar.

 Saat itu setelah dia selesai menelefon tiba-tiba mulutku sudah meluncur ucapan ,”Wachhh… hobinya sama juga yach !”

 Sejenak dia memandangku bingung, mungkin berpikir orang ini sok akrab banget sich

 “Hobi apaan ?” tanyanya.

 “Itu nitip absen”, sahutku dan dia tertawa kecil.

 “Tau aja kamu. Dasar tukang nguping”, sahutnya.

 Akhirnya obrolan bergulir. Selama percakapan aku tidak menanyakan nama, pekerjaan maupun teleponnya, tapi lebih banyak cerita lucu.

 Sampai akhirnya dia ngomong “kamu lucu juga yach.., nggak kaya cowok yang laen.”

 “Maksud kamu ?” tanyaku lagi.

 “Biasanya mereka baru ngobrol sebentar udah nanya nama terus minta nomor telepon.”

 Setelah itu kami saling berkenalan. Perempuan muda berjilbab bernama Siti Fathiya, biasa dipanggil Tia. Obrolan terus berlanjut sampe dia turun di Thamrin dan aku terus ke kota. Dua hari kemudian aku bertemu dia lagi. Akhwat manis berjilbab itu menghampiriku dan duduk disebelahku sambil bercerita bahwa teman-temannya penasaran karena dia Hari itu punya banyak cerita konyol. Pagi itu kami menjadi lebih akrab.

 Sambil bercanda tiba-tiba dia berkata “Kamu pasti suka maen cewek yach, soalnya kamu jago ngobrol banget. Pasti banyak cewek di bis ini yang kamu pacarin”

 Sumpah mati aku kaget sekali denger omongan dia. Kayanya maksud aku buat kencan ama dia udah ketauan. Akhirnya karena udah nanggung aku ceritain aja ke dia kalo aku sudah beristri dan punya anak. Ech rupanya dia biasa aja, justru aku yang jadi kaget karena ternyata dia sudah nggak perawan lagi karena pernah MBA waktu lulus sekolah dulu. Sekarang dia sudah bercerai. Wuichhh, nggak nyangka banget kalo doi ternyata janda muda. Selanjutnya sudah bisa ditebak. Obrolan sudah lebih ringan arahnya. Akupun mulai memancing obrolan ke arah yang menjurus sex. Keakraban dan keterbukaan ke arah sex sudah di depan mata.

 Sampai suatu sore setelah dua bulan perkenalan, kami janjian pulang bareng. Hari itu dia mengenakan jilbab merah muda sewarna dengan hem dan rok panjangnya. Posisi duduk kami sudah akrab dan menempel. Bahkan Tia tidak sungkan lagi mencubit aku setiap dia menahan tawa atau tidak tahan aku goda. Beberapa kali ketika dia mencubit aku tahan tangannya dan dia tampaknya tidak keberatan ketika akhirnya tangan kirinya aku tumpangkan di pahaku dan aku elus-elus lengannya yang tertutup hem lengan panjangnya sambil terus ngobrol.

 Akhirnya dia sadar dan berbisik, “Wachh, kok betah banget ngelus tanganku, entar lengan bajuku jadi kusut lho.”

 “Habis gemes ngeliat muka manis kamu, apalagi bibir tipis kamu,” sahutku sambil nyengir.

 “Dasar gila kamu,” katanya sambil menyubit pahaku.

 Serrrrrr…, pahaku berdesir dan si junior langsung bergerak memanjang. Aku lihat bangku sekelilingku sudah kosong sementara suasana gelap malam membuat suasana di dalam bis agak remang-remang. Aku angkat tangan kirinya dan aku kecup lembut punggung jarinya. Janda muda berjilbab itu hanya tersenyum dan mempererat genggaman tangannya. Akhhhhh… sudah ada lampu hijau pikirku.

 Akhirnya aku teruskan ciuman pada punggung jarinya menjadi gigitan kecil dan hisapan lembut dan kuat pada ujung jarinya. Tampaknya dia menikmati sensasi hisapan di jarinya. Wajahnya yang dihiasi jilbab itu tampak sendu terlihat cantik sekali. Dan akhirnya dia menyender ke samping pundakku

 Ketika bis memasuki jalan tol, aktivitas kami meningkat. Tangan kananku sudah mengusap payudaranya yang putih berukuran 36 B dari luar kemeja merah mudanya. Terasa padat dan kenyal. Lalu perlahan jemariku membuka kancing kemejanya satu persatu dan menyusup kedalam BH miliknya. Putingnya semakin lama semakin mengeras dan terasa bertambah panjang beberapa mili.

 Sementara itu tangannya juga tidak tinggal diam mulai mengelus-ngelus kontolku dari luar. Setelah beberapa menit kemudian tiba-tiba sikapnya berubah menjadi liar dan agresif. Dia tarik ritsletingku dan terus merogoh dan meremas kontolku yang sudah tegang. Tanganku yang di dada ditarik dan diarah kan ke selangkangannya. Aku tidak dapat berbuat banyak karena posisinya tidak menguntungkan sehingga hanya bisa mengelus paha dari luar rok panjangnya saja. Aktifitas kami terhenti kala hampir tiba di tujuan. Dan dengan nafas yang masih tersengal-sengal menahan birahi kami merapikan pakaian masing-masing. Turun dari bis aku bilang mau anter dia sampai dekat rumahnya.

 Aku tau kita bakal melewati pinggir jalan tol. Daerah itu sepi dan aku sudah merencanakan untuk menyalurkan hasratku di daerah itu. Tampaknya janda muda berjilbab itu juga memiliki hasrat yang sama. Ketika berjalan, tangan kirikuku merangkul sambil mengelus payudaranya dari luar hem merah muda lengan panjang yang dikenakannya. Dan ketika kita melewati jalan yang sepi tersebut secepat kilat tangan kananku meraih kepalanya yang dibalut jilbab merah muda model modis dan langsung mencium dan melumat bibir tipisnya itu. Dengan cepat pula akhwat berjilbab itu menyambut bibirku, menghisap dan menyedotnya. Tangannya langsung beraksi menurunkan ritsleting celanaku dan aku sendiri langsung mengangkat rok panjang model ketat miliknya. Rrrretttttt… aku tarik kasar cdnya…, jariku langsung menyelusup masuk ke memeknya terasa hangat dan licin. Rupanya dia sangat terangsang sejak di bis tadi. Di tengah deru nafasnya

 Tia berdesah : “Ayo mas… masukin aja… aku kepengen banget nech. Hhhhhh…

 “Sebentar sayang”, sahutku, “Kita cari tempat yang aman.”

 Aku tarik dia melewati pagar pengaman tol dan ditengah rimbun pohon aku senderkan dia dan setelah menarik rok panjang model ketatnya itu sampai sepinggang Lalu buru-buru kuloloskan celana dalamnya kemudian kuangkat kaki kanannya. Sengaja celana dalamnya kusangkutkan di pergelangan kakai kanan yang kuangkat itu biar celana dalamnya tidak kotor menyentuh tanah. Dengan bernafsu aku buka celanaku dan megarahkan kontolku ke memeknya tapi cukup sulit juga. Akhirnya dia menuntun kontolku memasuki memeknya.

 ?Emmhhh…!?, kepala janda muda berjilbab merah muda itu mendongak sembari melenguh tatkala ujung kontolku mulai penetrasi kedalam memeknya.

 Luar biasa, itulah sensasi yang aku rasakan ketika kontolku mulai menyeruak memasuki memeknya yang sudah dibasahi cairan nafsu. Ditengah deru mobil yang melintasi jalan tol aku memompa pantatku dengan gerakan pelan dan menghentak pada saat mencapai pangkal kontolku. Tia menyambut dengan menggigit pundakku setiap aku menghentak kontolku masuk kedalam memeknya.

 “Ooochhhh… auchhhh… Masssss… oochhh…”, desahnya. Birahi dan ketegangan bercampur aduk dalam hatiku ketika terdengar suara orang melintasi jalan dibalik pagar.

 Namun lokasi kami cukup aman karena gelapnya malam dan terlindung pohon yang cukup lebat. Bahkan mungkin orang yang berjalan itu tidak akan berpikir ada sepasang manusia yang cukup gila untuk ber cinta di pinggir jalan tol tersebut.

 “Gantian mas… aku cape”, katanya

 Aku lantas duduk menyandar dan perempuan muda berjilbab merah muda itu memegang rok panjang yang kusingkap tadi agar tidak jatuh kebawah. Kemudian Tia mulai berjongkok mengarahkan memeknya. Ketika kontolku kembali menyeruak diantara daging lembut memeknya yang sudah licin, sensasi itu kembali menerpa diriku. Sambil memegang bahuku, dia mulai menekan pantatnya dan menggerakan pinggulnya dengan cara menggesek perlahan, maju mundur sambil sesekali memutar. Kenikmatan itu kembali mendera dan semakin tinggi intensitasnya ketika aku membantu dengan menekan keatas pinggulku sambil menarik pantatnya. Desahan suaranya makin keras setiap kali kemaluan kami bergesekan, “uchhhhh… ssshhh… uchhhhh…”.

 Mataku sendiri terpejam menikmati rasa yang tercipta dari pergesekan bulu kemaluan kami sambil terus menggerakkan pinggul mengimbangi gerakannya.

 “Terus sayang… ayo terus”, desahku.

 Keringat sudah membasahi punggungnya dan gerakan kami sudah mulai melambat namun tekanan semakin ditingkatkan untuk mengimbangi rasa nikmat yang menjalar disekujur tubuh kami dan terus bergerak ke arah pinggul kami, berkumpul dan berpusar di ujung kemaluan kami. Berdenyut dan ujung kontolku mulai siap meledak, sementara perempuan berjilbab ini mulai mengerang sambil menjepitkan memeknya lebih keras lagi.

 “Hegghhhhhh… hhhegghhhh… heghhh… terus mas… sodok… sodok terussss… mas… yachhh… disitu… terus… terussss… ooocchhhhhhh”, dengan desahan panjang sambil mendongakkan kepalanya yang terbungkus jilbab.

 Tia menekan dan menjepit keras kontolku sementara memeknya terus berdenyut-denyut.

 ?Mass…mmhh…oouuccchh…?, pekiknya tertahan sembari menundukkan kepalanya yang berjilbab itu tatkala mencapai puncaknya. Aku hanya bisa terdiam sambil memeluk tubuhnya menunggu dia selesai orgasme

 Ketika jepitannya mulai mengendur aku langsung bereaksi meneruskan rasa yang tertunda itu, tanpa basa basi rasa nikmat itu mulai menerjang kembali, berkumpul dan meledak menyemburkan cairan kenikmatanku ke dalam memeknya. Aku sodokan kontolku sambil menekan pinggulnya sementara kakiku mengejang menikmati aliran rasa yang menerjang keluar dari tubuhku itu. Setelah beristirahat beberapa menit kami saling memandang… akhirnya tersenyum dan tertawa.

 “Kamu memang bener-bener gila, tapi jujur aku sangat menyukai bercinta dengan cara seperti ini. Aku belum pernah senikmat ini bercinta.” akunya.

 “He.. he.. he.. sama donk”, kataku sambil mengecup bibir sang janda muda berjilbab yang tipis itu sementara kemaluanku mulai mengendur di dalam memeknya.

 Setelah itu kami merapikan pakaian masing dan berjanji untuk mengarungi kenikmatan seks ini untuk hari-hari mendatang.

KISAH KELABU HANIFAH

Hanifah menangis tak berdaya menahan gejolak nafsunya. Tejo mulai menggerakkan kepala Hanifah yang tertutup jilbab naik turun, mengocok penisnya dengan mulutnya, sambil tangan kanannya mulai menggerayangi..

Tubuhnya yang langsing, padat dan dapat dibilang cukup menggiurkan untuk anak seusianya selalu tertutup oleh pakaian longgar. Rambutnya yang pendek ala Demi Moore selalu tertutup dengan jilbab lebar. Ia sangat menjaga penampilannya karena dia tahu, wajahnya yang cantik pastilah mengundang banyak laki2, dan sangat berbahaya jika dia tidak menjaganya. Apalagi usianya yang baru menginjak 17 tahun adalah usia dimana seorang gadis sedang ranum-ranumnya. Namun ternyata justru usahanya dalam menjaga dirinya malah membuat banyak laki2 penasaran untuk menyetubuhinya. Salah satunya adalah tetangganya, Tejo.

Hanifah, walaupun selalu berusaha menjaga dirinya, memang cukup supel dalam bergaul. Suatu malam Hanifah pulang dari menghadiri suatu acara rohani di sekolahnya dan ketika menunggu bis, Tejo muncul dan menawarkan diri untuk mengantarnya. Tejo, yang sudang mengintai mangsanya sejak seminggu lalu, tahu inilah kesempatan terbaiknya. Ia telah mempersiapkan segalanya, termasuk obat perangsang yang sangat kuat, dan sebuah tustel. Karena takut kehabisan bis dan karena paksaan halus dari Tejo, jadilah Hanifah pulang bersama Tejo. Tejo sengaja mengambil jalan memutar lewat pinggiran kota yang sepi. Saat itu Tejo juga sudah sangat terangsang melihat baju hitam longgar dan rok hitam panjang yang dipadukan dengan jilbab lebar putih. Nuansa hitam yang dikenakan Hanifah membuat dirinya tampak misterius, sehingga Tejo semakin bernafsu untuk mengetahui lekuk tubuh yang tersembunyi itu.

Hanifah terkejut merasakan sesuatu terjadi dalam tubuhnya. Ia merasa terangsang, sangat terangsang. Hanifah tak tahu Tejo sudah mencampur minuman yang tadi ditawarkan Tejo dan diminum gadis berjilbab itu dengan obat perangsang dosis tinggi. Lelaki itu tersenyum melihat Hanifah gelisah. Tiba-tiba Tejo menghentikan mobilnya ditepi jalan yang sepi.

“Hanifah, kau mau ini??” Tejo tiba-tiba menurunkan retsletingnya, mengeluarkan penisnya yang talah mengeras dan membesar. Hanifah yang selama ini belum pernah melihat penis laki2 secara langsung menatapnya terkejut, tubuhnya lemas tak berdaya, “J.. Jaangan. Tejo. Aku.. Harus balik.”

Tejo menarik kepala Hanifah yang terbungkus jilbab lebar, menundukkan gadis itu, menghadapkannya pada penisnya. Hanifah tak bisa menguasai dirinya, langsung membuka mulutnya dan segera saja Tejo mendorong masuk penisnya ke dalam mulut Hanifah yang masih perawan.

“Akhh..enak sekali mulut cewek berjilbab…..” Tejo mengerang nikmat.

Hanifah menangis tak berdaya menahan gejolak nafsunya. Tejo mulai menggerakkan kepala Hanifah yang tertutup jilbab naik turun, mengocok penisnya dengan mulutnya, sambil tangan kanannya mulai menggerayangi pantat Hanifah yang tertututup rok panjang dan meremas-remasnya. Suara berdecak-decak liur Hanifah terdengar jelas. Tiba-tiba Tejo mengangkat kepala Hanifah hingga Hanifah tersandar kembali ke jok.

“Sudah..! Tejo!! Sudah..!” Hanifah menangis sesenggukan, terengah-engah. Air liurnya yang berlepotan menetes sampai membasahi jilbabnya.

Tubuhnya lemas. Tejo dengan cepat menyibakkan jilbab lebar Hanifah dan menyampirkannya ke pundak Hanifah sehingga terlihat dua bukit payudara gadis berjilbab itu yang menggunduk di balik baju longgar hitam yang Hanifah pakai.

Dengan penuh nafsu Tejo meremas-remas payudara gadis berjibab itu dari balik baju hitamnya dan segera membuka kancingnya. Lalu disibakkan baju longgar hitam yg sudah terbuka kancingnya itu, sehingga terlihatlah bh putih yang dikenakan gadis bercadar itu membungkus dua bukit indahnya yang besar menantang kencang menculat keluar. Kemudian ia membuka kancing rok panjang Hanifah dengan tak sabar, memelorotkannya hingga lepas. Tubuh Hanifah yang langsing dan sintal itu kini bawahannya hanya dibalut baju yang sudah terbuka, bra dan celana dalam katun hitamnya. Jilbab yang masih dikenakan Hanifah membuat Tejo semakin bernafsu.

“Oii Hanifah, kau ni bahenol nian. Aku ingin menyetubuhimu…..”

Tejo menarik Hanifah yang sudah lemas karena pengaruh obat perangsang dan melentangkannya di jok belakang kijang itu. Hanifah hanya mampu manangis sambil terengah engah. Tejo menarik celana dalam Hanifah dengan cepat, kemudian melepas paksa baju hitamnya dan menarik putus branya. Hanifah telanjang bulat dengan hanya jilbab yang menutupi bagian kepalanya. Kemudian Tejo mengambil sebuah tustel dan memfoto Hanifah beberapa kali. Tejo membukai pakaiannya sendiri dengan bernafsu. Melihat gadis yang masih mengenakan jilbabnya, namun bagian tubuh bawahnya telanjang, Joni menjadi semakin bernafsu.

Hanifah terus menangis tak berdaya melihat kemaluan Tejo yang besar dan panjang. Tejo mulai mengangkangkan kaki gadis itu kemudian menindihi Hanifah dengan bernafsu. Payudara Hanifah yang putih, kejal dan kencang disedot sedotnya hingga tubuh gadis berjilbab itu menggeliat geliat tak menentu.

“Ahh.. R.. Tejo.. S.. Sudahh.. Jangan..”

Melihat Hanifah menggeliat-geliat, menangis tak berdaya antara menikmati dan ingin berontak membuat Tejo semakin bernafsu. Sementara mulutnya sibuk mengulum mulut Hanifah, Tejo mengarahkan batang penisnya ke bibir vagina Hanifah. Hanifah menjerit ketika tiba-tiba Tejo menekan pinggulnya keras, batang penisnya yang panjang dan besar masuk dengan paksa ke dalam tubuh Hanifah, merobek selaput daranya, yang ia jaga untuk suaminya kelak. Tejo mulai menggenjot gadis itu. Kedua tangan Hanifah ditekannya di atas kepala Hanifah di atas jok, sementara ia mengayun, menyetubuhi Hanifah dengan kasar dan bersemangat.

“Ohhs.. Shh. Oh. Hanifah…enak nian… Memek gadis berjilbab… Ssh..” Tejo mendesis desis nikmat.

Hanifah hanya bisa menangis tak berdaya, tubuhnya terguncang-guncang kasar, kijang itu terasa ikut berderit-derit bergerak mengikuti gerakan mereka berdua. Lama-kelamaan rasa sakit yang dirasakan gadis berjilbab itu berkurang, tergantikan dengan rasa nikmat. Tiba-tiba Hanifah yang sudah terpengaruh obat perangsang merasakan seluruh tubuhnya mengejang dalam kenikmatan. Hanifah mengerang dan menjerit keras, kemudian lemas. Ia orgasme. Sementara Tejo tidak peduli terus menggenjot Hanifah dengan bernafsu. Batang penisnya basah kuyup oleh cairan vagina dan darah perawan Hanifah yang mengalir deras.

Tejo berhenti bergerak kemudian membalik Hanifah, menengkurapkankannya.

“Sss.. Sudah Tejo. Sss sudah.. Jangan.”

Hanifah hanya bisa memohon dan menangis pasrah.

Tejo tidak peduli, ia mulai membukai lubang anus Hanifah dengan jari-jarinya.

“Aku ingin nyodomi kau Hanifah.. Tahan.” Tejo terengah-engah bernafsu.

Hanifah menahan nafas ketika dirasakannya kepala penis Tejo yang besar mulai memaksa membuka lubang duburnya yang sempit.

“AAKKHH!! Ampunn. R.. Tejo.. AkhhH!! SAKIT!!” Hanifah meronta hingga Tejo terjatuh dari jok.

Secara reflek Hanifah membuka pintu mobil dan berlari keluar, namun perih di selangkangannya membuatnya limbung dan tersungkur di semak belukar. Mereka berada dipinggiran kota ******* yang gelap dan penuh belukar. Tejo segera menyergap dari belakang, memiting tangan Hanifah kemudian mengikatnya. Kemudian menyusul kedua kakinya. Hanifah tertelungkup tak berdaya, menangis memohon,

“Ampun Tejo.. Jangan..”

Tanpa menunggu lagi Tejo kembali menindih punggung gadis berjilbab itu, kemudian memaksakan penisnya masuk ke lubang dubur Hanifah.

“AKHH!!” Hanifah menjerit kesakitan ketika Tejo mendesak masuk, senti demi senti. “Nikmati ajalah…. Hanifahn.. ssssshhH!” Tiba-tiba Tejo menekan dengan keras, membuat seluruh batang penisnya masuk ke dubur gadis itu.

Tubuh Hanifah mengejang kesakitan. Pandangannya berkunang-kunang menahan sakit. Walaupun penis Tejo sudah dibasahi cairan vaginanya, masih tetap terasa seret dan kesat. Kini Tejo mulai mengeluar masukkannya, dan setiap ia bergerak tubuh Hanifah mengejang kesakitan. Hanifah menangis dan mengerang kesakitan, namun hal itu malah membuat Tejo semakin bernafsu menyodominya dengan kasar. Ia semakin bernafsu melihat jilbab yang masih dikenakan Hanifah. Akhirnya Hanifah lemas dan hanya bisa merintih kesakitan. Hanifah, gadis berjilbab itu di sodomi ditepi jalan, diatas semak belukar.

Tiba-tiba sekelebat cahaya senter membuat Tejo yang tengah bernafsunya berhenti.

“Hei! Lagi ngapain itu!!” Tiga orang bertubuh tegap muncul.

Tejo segera mencabut penisnya kemudian berdiri. Hanifah ambruk kesakitan. Hanifah hanya dapat melihat keempat lelaki itu berbicara tak jauh darinya, menunjuk-nunjuk dirinya sambil tersenyum-senyum. Tiba-tiba Tejo menarik tubuh Hanifah, mendudukannya, sementara ketiga orang tadi tiba-tiba membuka celana masing-masing.

“Tolong Pak. Aku diperkosa dia!!”Hanifah memohon sambil menunjuk kearah Tejo….

Tapi salah seorang dari orang itu tiba-tiba mencengkeram kepalanya yang masih tertutup jilbab, meludahinya kemudian mengarahkan penisnya kemulut Hanifah.

“Aku dak peduli! Sekarang kulum ini! kalau tidak kutembak pepekmu…!!”

Gadis berjilbab itu menangis ketakutan, ketiga orang itu malah minta jatah. Dengan terpaksa Hanifah mulai mengulum dan mengemut batang penis milik orang itu, sementara dua rekannya dan Tejo mendekatinya.

Orang itu menarik kepala Hanifah lepas dari penisnya. Penisnya sudah menegang penuh, besar dan panjang. Mereka membentang terpal ditepi jalan, kemudian orang itu melentangkan tubuhnya. Temannya mengangkat tubuh Hanifah dan mengangkangkannya diatas rekannya tadi. Ketika penisnya tepat berada di vagina Hanifah, mereka menarik tubuh Hanifah hingga penis orang itu masuk dengan lancar ke selangkangan gadis berjilbab itu.

Hanifah menangis ngilu dan perih. Hanifah ditengkurapkan. Sementara vaginanya terus dipompa dari bawah, seseorang dari mereka memaksa Hanifah membuka mulutnya dan mengulum penisnya. Kepalanya dipegang erat-erat kemudian digerakkan maju mundur dengan kasar. Jilbab putihnya sudah lusuh dan kotor, terkena tanah dan air liurnya sendiri, yang mengalir deras saat dia dipaksa mengulum penis orang-orang tadi. yang satu lagi meremas remas kedua payudara Hanifah, memilin-milin putingnya yang coklat dan runcing. Tejo tiba-tiba berlutut di belakang Hanifah, kemudian kembali memaksa masuk ke dubur Hanifah. Tubuh Hanifah menegang dan mengejang kesakitan. Jeritan gadis berjilbab itu tertahan karena mulutnya tersumbat penis.

Gadis berjilbab itu hanya bisa menangis dan mengerang merintih tertahan, meratapi nasibnya dalam hati. Tejo mulai memompa dubur Hanifah dengan bernafsu. Bergiliran dengan orang yang memompa vaginanya dari bawah. Tiba-tiba Tejo mengerang, mencengkeram pantat Hanifah yang putih sekal itu, dan menekankan penis sedalam-dalamnya ke dalam anus Hanifah, bersamaan dengan itu Hanifah dapat merasakan semburan spermanya mengisi duburnya. Belum sempat Hanifah bernafas normal, seorang yang tadi sibuk dengan payudaranya menggantikan posisi Tejo, menduburinya dengan kasar, dengan bantuan sisa sperma Tejo di anusnya. Peluh sebesar jagung mengalir disekujur tubuh Hanifah, bercampur dengan peluh pemerkosanya.

Tejo mengambil tustel di mobilnya kemudian memfoto adegan Hanifah yang diperkosa tiga lelaki bersamaan, disemua lubang ditubuhnya, vagina, anus dan mulutnya. Hanifah yang telanjang bulat dan tinggal mengenakan jilbab lusuh yang menutupi kepalanya tengkurap diatas pemerkosanya yang memeluknya erat, sementara seorang lagi yang tengah mengerjai duburnya dengan semangat mencengkeram pinggulnya, dan seorang lagi mencengkeram kepala Hanifah yang terbungkus jilbab dan memaju mundurkannya, memaksa gadis berjilbab itu mengulum penisnya.

Hingga tiba-tiba kepala Hanifah dipegang erat, penis dimulutnya dimasukkan hingga ke tenggorokannya, kemudian cairan sperma mengalir deras mengisi rongga mulutnya, dan karena saking banyaknya meluber sampai membasahi jilbab putihnya.

“Telenn!! Semua! Cepat! Aakhh!” Hanifah gelagapan tak bisa bernafas terpaksa menelan semua cairan kental yang masih tersisa dimulutnya. Kemudian lagi-lagi cairan sperma memuncrat mengisi dubur dan vaginanya. Hanifah pingsan. Ketika sadar ia sudah didalam mobil, berpakaian lengkap, Tejo menyeringai disebelahnya.

Setelah dirasa cukup salah seorang dari mereka mulai berlutut dibelakang Hanifah tepat dibelahan pantatnya. Gadis berjilbab itu hanya dapat melolong dan menangis tak berdaya ketika dirasakannya batang kemaluan itu melesak perlahan ke duburnya, masuk senti demi senti.

Seminggu setelah kejadian di pinggiran kota itu, Hanifah tengah menunggu rumahnya sendirian. Seluruh isi rumah pergi menginap di Krian karena ada acara keluarga, kecuali 2 keponakannya yang masih berumur 5 tahun. Jam 9 malam ketika tiba-tiba pintu diketuk. Segera ia memakai jilbab rumah yang berbahan kaus berwarna pituh, dan bergegas membuka pintu. Tejo tiba-tiba muncul di balik pintu itu.

“Pergi dari sini!” Hanifah berusaha mengusir Tejo.

Namun dengan santai Tejo mengeluarkan beberap lembar foto dan diletakkannya di atas meja. Gadis ini miliknya, dan entah mengapa ia sangat terangsang jika melihat Hanifah tersiksa. Wajah putih gadis berjilbab itu memucat melihat foto-foto yang diletakkan Tejo diatas meja. Itu foto telanjangnya dan foto-foto adegan ketika ia digagahi beramai-ramai oleh orang malam itu.

“Nah, Hanifah sekarang nurut aja.. Tenang aja, aku janji tidak maen kasar.” Tejo menyeringai sambil mengelus paha Hanifah yang tertutup rok panjang biru.

Hanifah memang disuruh menjaga rumah itu sendirian bersama kedua ponakannya yang masih kecil yang sudah tidur. Hujan turun deras membuat udara malam itu dingin menggigit. Hanifah diam pasrah ketika Tejo menariknya ke belakang.

“Tenang …, kalau tidak nurut fotomu, kusebarkan di kampung kau. Biar tahu kalau gadis berjilbab kayak kamu bisa dientot.” Tejo menarik Hanifah kedapur, pintu depan belum ditutup. Hanifah mendesis tak berdaya. “Tenang ….., Hanifah. Aku cuma sebentar..”

Tejo mulai meraba-raba payudara Hanifah yang masih tertutup t shirt dan jilbab. Hanifah memang sudah bersiap tidur hanya mengenakan t shirt lengan panjang longgar tanpa BH dan rok panjang yang juga longgar. Puting susu Hanifah yang runcing tampak menonjol keluar ketika Tejo menyampirkan jilbab Hanifah ke bahu sambil terus menggerayangi dada Hanifah. Gadis berjilbab itu menggigil ketika baju kaosnya disibakkan ke atas dan ditarik lepas oleh Tejo sehingga bagian atas tubuh gadis berjilbab itu tinggal menyisakan jilbab putihnya. Dengan tangannya Tejo menarik tangan Hanifah yang berusaha menutupi dadanya yang telanjang kemudian mulai menggerayangi payudara gadis itu dengan mulut dan lidahnya.

Hanifah hanya dapat tersandar ketembok yang dingin sambil meringis-ringis ngilu ketika Tejo menggigiti putingnya sementara tangannya dengan leluasa memelorotkan rok panjang longgar Hanifah hingga jatuh ke lantai. Tejo terbelalak melihat celana dalam sutra Hanifah yang berwarna putih dengan motif bunga itu begitu mini dan seksi. Ia tidak pernah berpikir kalau gadis berjilbab lebar seperti Hanifah mau memakai celana dalam seseksi itu. Tanpa menunggu lagi jilatan Tejo turun ke perut Hanifah yang rata, pusarnya, kemudian lambat laun celana dalam Hanifah menyusul jatuh ke lantai. Tejo melempar semua busana Hanifah jauh ke sudut. Dengan sedikit paksaan Tejo membentang paha Hanifah kemudian menjilati vagina gadis berjilbab itu.

“Ohkk..”

Hanifah terdongak merintih-rintih ngilu, antara rasa nikmat, marah dan malu menguasai dirinya ketika kedua tangan Tejo mencengkeram pantat sekalnya, membuka lebar vaginanya kemudian menjilatinya dengan bernafsu. Nafas gadis berjilbab itu terengah-engah tak terkendali mencoba menahan dirinya agar tidak terangsang.

Tejo berdiri kemudian membuka baju dan celananya, hingga pakaian dalamnya, kemudian memegang penisnya yang panjang dan besar.

“Isep Hanifah, ayo. Kalau tidak ingin dikasari.”

Hanifah terpaksa berlutut dihadapan Tejo, kemudian mulai menjilati batang penis Tejo. Hanifah memejamkan matanya kemudian mulai mengocok Tejo dengan mulut dan lidahnya. Tejo mencengkeram kepala Hanifah yang masih terbalut jilbab kemudian menggerakan kepala Hanifah maju mundur, menyetubuhi mulut gadis berjilbab itu. Suara berdecak-decak terdengar jelas disela deras air hujan. Hanifah berusaha semampunya agar Tejo puas dan berhenti, ia menjilat, mengulum, mengocok sebisanya. Tejo mengerang-erang nikmat, tubuhnya sampai tersandar ke meja dapur, “Ahh. Ohh. Hanifahh… Kau memang gadis alim yang pintar.. Ohh..”

Tiba-tiba Tejo menarik tubuh Hanifah kemudian mendudukkannya di atas meja pantry. Hanifah hanya diam sambil terengah-engah ketika Tejo mengangkangkan kedua pahanya kemudian mulai menekan pinggulnya. Gadis berjilbab itu meringis ngilu dan merintih panjang ketika penis Tejo yang keras dan besar itu menerobos vaginanya. Tejo mulai menyetubuhi Hanifah, memperkosanya dengan bertubi-tubi. Hanifah hanya mendengus-dengus dan merintih-rintih menahan diri. Kedua tangannya mencengkeram pinggiran meja dengan kencang. Peluh membasahi tubuh mereka berdua. Hanifah memejamkan matanya berharap Tejo selesai, sementara lelaki itu terus menyentak-nyentak, mengeluar masukkan rudalnya ke dalam tubuh Hanifah yang padat dan langsing, semakin bernafsu melihat gadis alimn yang masih memakai jilbab putihnya, dengan muka merah menahan dirinya agar larut dalam kenikmatan. Tejo semakin cepat menggenjot gadis itu, dan akhirnya Hanifah tidak dapat menahannya lagi. Diiringi seringai kemenangan Tejo, gadis berjilbab itu memekik lirih sambil memejamkan mata. Seluruh tubuhnya mengejang dalam kenikmatan, diiringi mengalir derasnya cairan vagina Hanifah. Tubuh putihnya terguncang-guncang selama beberapa saat.

Beberapa saat kemudian Hanifah terperanjat ketika membuka matanya, Ada lima lelaki bertubuh besar telanjang bulat di dapur itu! Ternyata Tejo membawa teman-temannya dan mereka menunggu di mobil.

” Apa-apaan ini, Tejo!!” Gadis berjilbab itu berontak melepaskan diri. Tapi ia tersudut disudut ruangan. Keenam lelaki itu mengepungnya.

“Sudahlah Hanifah. Mereka cuma temen yang pengen ngerasain memeknya cewek berjilbab. Kalau kau njerit tidak akan ada yang dengar juga. Paling ponakanmu aja yang bisa dengar……. Pintu depan udah kami kunci, lampupun udah kami matikan. Kamu pasti dikira sudah tidur.. He.. He. Nurut aja.., aku janji tidak kasar, …………..!”

Tejo dan kelima temannya menyeringai bernafsu. Tubuh Hanifah lemas, ia tak dapat melakukan apa-apa lagi selain pasrah. Tak terasa air telah tergenang di pelupuk matanya. Tangannya ditarik ketengah ruangan, kemudian disuruh berjongkok.

“Ayo! Sedot punya kami ramai ramai….!”

Enam batang penis disodorkan diwajah Hanifah. Dan sambil menangis Hanifah terpaksa mulai meng’karaoke’nya bergantian.

“Ohh.. Hebat amat…….., gadis ini Joooo…”!!” “Akhh. Aku.. Nak. Keluarr..” Srett.. Srrtt.. Kepala Hanifah yang masih terbalut jilbab dipegangi beramai-ramai sehingga ia terpaksa menelan sperma mereka satu demi satu, bahkan sampai mengalir ke jilbab putih yang masih ia kenakan. “Katamu segala lubang cewek ini bisa dimasukin..??” Tejo hanya tersenyum sambil mengangguk…… “yuuuk kita coba nusuk rame…rame……!!”

Hanifah menangis mendengarnya, “Jangann.. Ampun.. Sakit..”

Dengan cepat mereka menarik tubuh putih Hanifah yang langsing dan padat itu dan menengkurapkannya di lantai. Kelima lelaki itu mengeroyoknya, ada yang memegangi tangannya, menahan kakinya dan menunggingkan pantatnya, ada yang menahan kepalanya hingga Hanifah benar-benar tak dapat bergerak. Air mata terus deras mengalir dari matanya. Salah seorang dari mereka mengambil botol minyak goreng di dekat kompor.

“Kami baik kok, Hanifah, biar tidak sakit, kami minyaki dulu.”

Yang lain tertawa tawa, Hanifah dapat merasakan minyak goreng itu dituangkan dibelahan pantat putihnya yang sekal, kemudian terasa jari jemari mereka mengusap-ngusap pantatnya, membukai lubang anusnya kemudian menusuk-nusuknya beramai-ramai. Hanifah menangis dan merintih nyeri ketika lubang anusnya dibuka paksa oleh jari-jari itu. Setelah dirasa cukup salah seorang dari mereka mulai berlutut dibelakang Hanifah tepat dibelahan pantatnya. Gadis berjilbab itu hanya dapat melolong dan menangis tak berdaya ketika dirasakannya batang kemaluan itu melesak perlahan ke duburnya, masuk senti demi senti.

Hanifah mulai disodomi dilantai dapur itu. Sebuah penis yang berbau menjijikkan disodorkan diwajahnya.

“Isep dulu Hanifah, kalau tidak kami sodomi serempak ………berlima!”

Hanifah terpaksa mulai mengulum-ngulum penis lelaki yang berlutut dihadapannya, berusaha menahan diri agar tidak muntah. Sementara lelaki yang dengan kasar menyodominya terus menyentak-nyentak. Hanifah melihat sekilas salah seorang dari mereka mengambil sebuah terong panjang besar berwarna ungu dari kulkas. Tiba-tiba gadis berjilbab itu merasakan sesuatu yang dingin dan keras menerobos vaginanya.

“Nghh..!!”

Hanifah hanya mampu melenguh perih karena mulutnya tersumpal sebuah penis yang terus bergerak maju mundur. Seorang lelaki mengeluar masukkan terong itu ke vaginanya sementara duburnya disodomi.

“Biar terpake semua lubangnya….!!”

Mereka tertawa-tawa puas. Tiba-tiba lelaki yang sedang menyodominya mengerang dan menyodok dengan keras. Hanifah dapat merasakan cairan sperma yang hangat tumpah di anusnya. Kemudian rekannya segera mengambil alih posisinya menyodomi Hanifah. Tiba tiba lelaki yang dari tadi di’karaoke’ oleh Hanifah berbaring terlentang, dengan isyarat ia meminta teman-temannya menarik Hanifah ke atas tubuhnya. Kemudian menarik tubuh gadis berjilbab itu hingga penisnya masuk ke vagina gadis itu. Bless.

“Aarhh..!!” Hanifah mengerang kesakitan, sebelum sebuah penis lagi menyumbat mulutnya.

Hanifah kembali diperkosa tiga orang sekaligus. Payudaranya diremas-remas dengan kasar hingga Hanifah merasakan sakit bukan hanya dari dubur dan vaginanya yang dikocok paksa tapi juga dari buah-dadanya yang dipilin dan diremas dengan kasar. Jilbab putih yang masih dikenakannya malah membuat keenam orang itu semakin bernafsu memperkosanya. Tiba-tiba kedua tangannya ditarik kemudian dilumuri minyak sayur. Kemudian dipegangkan pada penis dua lelaki lain. Hanifah tertelungkup, dipeluk erat dari bawah, sementara vaginanya dipompa dengan kasar, seorang lagi menyodomi gadis berjilbab itu seperti binatang, seorang lagi memaksanya menghisap penisnya, menyetubuhi mulut Hanifah dengan mencengkeram kepalanya yang masih memakai jilbab, sedangkan dua lagi minta dikocok dengan kedua tangan Hanifah.

Dan setiap salah seorang mencapai kepuasan, yang lain segera menggantikan posisinya, hingga pagi menjelang. Matahari mulai muncul ketika Tejo menyentak-nyentak dubur Hanifah dengan keras dan

“Oohh..”

Ia menyemburkan spermanya dipantat Hanifah. Hanifah pingsan. Ia tertelungkup telanjang diatas lantai. Sperma berlepotan di perut, punggung dan wajah dan jilbabnya, satu-satunya pakaian yang masih dipakainya, yang malah membuat para pemerkosanya semakin bernafsu menggagahinya.

Mereka tidak sadar jendela terbuka dengan lampu menyala. Beberapa pemuda di rumah sebelah menyaksikan semuanya. Bahkan mereka memfoto dan memfilmkan kejadian itu. Bahkan dengan aneh, Tejo membiarkan pintu dapur terbuka ketika pulang.

Keenam pemuda itu menggilir Hanifah di pantatnya. Cairan sperma kental mengalir keluar dari duburnya, bahkan ketika pemuda terakhir mencabut penisnya, gadis berjilbab tak sadar mengeluarkan kotorannya. Muncrat bersamaan dengan sperma pemerkosanya..

Keenam pemuda berandal itu segera bergegas ke rumah Hanifah. Hanifah baru saja sadar. Dubur dan vaginanya perih. Ia tertelungkup di lantai dapurnya, telanjang. Sperma kering berceceran di sekujur tubuhnya. Ia tersentak ketika lampu blits menyala. Betapa terkejut Hanifah melihat enam pemuda tetangganya berdiri mengelilinginya, sibuk memfoto tubuh telanjangnya sambil menyeringai. Mereka tersenyum mesum sambil menatap tubuh Hanifah. “Ternyata kamu memang hebat….Hanifah…..” Gadis berjilbab itu menangis tak berdaya ketika mereka membopong tubuh putihnya yang berlepotan sperma kering ke kamar tidurnya. Tubuhnya masih lemas. Dengan mudah tubuhnya ditelungkupkan diatas ranjangnya. Jilbab putih yang sudah penuh noda sperma tadi tetap dibiarkan terpakai di kepala Hanifah. Rupanya sama seperti Tejo dan kawan-kawan, para berandalan itu juga tambah bernafsu melihatnya.

“Jangann…… ponakan aku nanti bangun.. Jangan..” Hanifah menangis tak berdaya.

Ia tahu mereka tak segan-segan menyebarkan fotonya. Jika itu terjadi entah bagaimana nasibnya di kampung itu.

“Diem Hanifah, biarkan kami melakukannya dengan enak…jadi nurut aja……”

Seseorang dari keenam pemuda itu membuka celananya. Menunggingkan pantat putih Hanifah. Kemudian mulai menyodomi anus Hanifah.

“Uhh uhh! Uhh!” seperti binatang ia mulai menyentak-nyentak dubur gadis berjilbab itu.

Wajah Hanifah terbenam diatas kasur, meringis dan menangis tak berdaya, sementara kelima pemuda lain telah membuka celana masing-masing sambil mengocok kemaluannya memperhatikan Hanifah yang terengah engah tak berdaya. Anusnya perih dan kesat. Hingga tiba-tiba pemuda itu menekan keras. Hanifah menggigit seprei menahan sakit. Sperma pemuda itu muncrat mengisi anus Hanifah, bertubi tubi.

“Aaahh.. sssssshhhhhhhh……enak…..bennnerrr.”

Ia terkulai lemas. Menarik penisnya dari anus Hanifah. Begitu pemuda pertama selesai, yang kedua segera mengganti posisinya. Menyodomi Hanifah dengan brutal. Hanifah hanya bisa melolong tertahan. Tertelungkup sambil menggigit sepreinya kencang. Keenam pemuda itu menggilir Hanifah di pantatnya. Cairan sperma kental mengalir keluar dari duburnya, bahkan ketika pemuda terakhir mencabut penisnya, gadis berjilbab tak sadar mengeluarkan kotorannya. Muncrat bersamaan dengan sperma pemerkosanya.

Mereka berenam tertawa. Hanifah lemas ketika dilentangkan. Kemudian lelaki yang selesai meyodominya tiba-tiba duduk didada Hanifah,

“Ayo suruh ngisep ………!” penisnya yang berlumuran kotorannya yang kental kuning dan bau itu disodokkan ke mulut Hanifah. Sementara rekannya yang lain memegangi kepalanya. Hanifah terbelalak dan meronta ronta. Lelaki itu menyetubuhi mulutnya. Dan Hanifah dapat merasakan cairan asam, pait dan busuk itu memenuhi mulutnya. Hanifah meringis menahan muntah. Tapi mereka tak peduli. Hanifah tergeletak tak berdaya di atas ranjangnya. Keenam pemuda itu segera keluar. Diluar suasana mulai ramai.

“Hanifah, ingat yah kalu kami kepengen kamu harus melayani kami………..!! ……..Setiap kami ingin!”……. Ancam mereka. Dan Hanifah hanya sanggup menangis. Sejak kejadian malam itu Hanifah tak berdaya……….ia betul betul kehabisan tenaga…dan dia hanya bisa diam terpaku dirumah sambil merenungi nasibnya…… Dan Hanifah tak bisa berbuat apa-apa selain pasrah.

****

Di suatu pagi yang dingin, Hanifah berangkat berjalan kaki menuju halte bis. Disana ada bis yang akan mengantarkannya ke sekolahnya SMA ***** yang jauh dari rumahnya. Baju seragam putih lengan panjang, rok abu-abu panjang dan jilbab putih bersih membalut tubuhnya ketika tiba-tiba lengannya dicekal. Tono, salah seorang yang memegang fotonya dan yang pernah memperkosanya rame rame bersama Tejo……… Tono menarik Hanifah ke balik pagar seng kumuh.

“Jangan Kak. ………..” Hanifah menangis ketika melihat Tono sudah memelorotkan celananya. “Terserah, kalau kamu nolak……, foto mu akan tersebar dikampung sini…” gadis berjilbab itu dipaksa berjongkok. ahirnya iapun kembali pasrah….. “Ayo, isep.”

Hanifah dipaksa mengoral Tono. Tempat itu adalah bekas pembuangan sampah yang sudah dipagari seng. Hanifah dengan jengah memasukkan penis Tono ke mulutnya, kemudian mulai menyedot dengan cepat, berharap Tono segera ejakulasi. Air liur gadis berjilbab itu meleleh ke dagunya, turun membasahi jilbab putih yang ia kenakan. Tono mencengkeram kepala Hanifah yang berjilbab itu kemudian menyetubuhi mulutnya. Baju seragam SMA dan jilbab putih yang Hanifah pakai malah semakin membuat Tono terangsang.

“lepas rok mu, Hanifah..”

kata Tono sambil menarik Hanifah berdiri, dan menggerayangi tubuh Hanifah yang masih terbungkus BH, seragam sekolah dan jilbab. Hanifah menangis, tapi ia tahu percuma membantah. Perlahan ia membuka kancing rok panjang abu-abunya kemudian menurunkan retsletingnya. Tono menelan ludah ketika rok itu merosot ke mata kaki. Gadis berjilbab itu mengenakan celana dalam mini berenda.

“Ayo, nunduk! Cepat.”

Hanifah dipaksa berpegangan pada sebuah bekas meja. Kemudian celana dalamnya dipelorotkan menyusul roknya. Tono telah ngaceng berat. Tanpa ba bi Bu lagi ia menyodokkan penisnya ke vagina Hanifah dari belakang.

“Ukhhnnghh. Nghh!” Hanifah merasa ngilu di selangkangannya. Tono merasakan vagina Hanifah yang kering dan kesat menjepit penisnya, menimbulkan kenikmatan.

“Jeritlah kalau berani Hanifah. Uh! Uh! Uh!”

Tono mulai menyetubuhi Hanifah. Menyodok nyodok gadis berjilbab itu hingga tubuhnya tersentak sentak. Hanifah mencengkeram pinggiran meja itu keras, menggigit bibirnya menahan jeritan kesakitan. Di samping seng terdengar beberapa orang lewat. Hanifah mati-matian menahan jangan sampai bersuara. Tono yang melihat itu semakin bernafsu memperkosa Hanifah. Tangannya bahkan telah menyusup kedalam baju gadis berjilbab itu setelah membuka kancing seragam putih Hanifah. Ia meremas remas payudara Hanifah yang bundar menggantung. Bahkan Tono mencabut penisnya dan memindahkannya ke lubang dubur Hanifah.

“Ngngkh!! Nghh!!” Hanifah menggigit bibirnya.

Hampir terjerit. Dan Tono menunggangi gadis berjilbab itu seperti anjing. Hingga, croott.. Crrt.. Crrt. Spermanya memancar mengisi dubur Hanifah. Tono meremas buah pantat Hanifah yang putih dengan keras. Ia mencabutnya perlahan.

“Ohh.. Nikmat Hanifah. Besok lagi ya he he he.” Tono membenarkan celananya sambil menyeringai. Meninggalkan Hanifah yang terduduk lemas.

Hanifah kembali termangu…….sampai kapan penderitaan ini berahir?……

NONI

Sore itu, dua orang pemuda duduk di sebuah warung di dekat sebuah perumahan. Mereka tampak bersantai setelah menandaskan sepiring nasi dan segelas teh hangat. Tangan mereka asyik dengan batang rokok yang dihisap beberapa kali. Sesekali mulut mereka jahil menyiuli pembantu kompleks perumahan yang singgah di warung itu sekedar membeli krupuk atau kebutuhan rumah tangga untuk majikan mereka. Mereka berdua tak punya pekerjaan. Pengangguran. Uang untuk makan sehari-hari diperoleh dari bekerja serabutan, sebentar menjadi tukang parkir, sebentar menjadi kuli bangunan, sebentar menjadi pemalak. Apapun asal perut mereka dapat terisi.
hijabee surabaya - ayyun (1)
Namun kali itu, salah satu dari dua pemuda itu nampak lebih murung meskipun masih bisa tertawa-tawa dan melontarkan guyonan mesum. Temannya, bernama Hendry, penasaran juga dengan tingkah temannya yang tidak seperti biasanya.
“Hei, kenapa kamu? Kok nggak ceria kaya’ biasanya?”
“Mertuaku semalam datang, dan mengancam bakal nyuruh istriku minta cerai kalo aku nggak buruan ngasih rumah yang layak. Tahu sendiri kan selama ini aku masih kontrak di rumah petak yang kecilnya amit-amit itu.”
“Maksudnya, kamu disuruh beli rumah gitu?”
“Iya, gitu. Lha sekarang aku bisa dapet kerjaan dari mana? Lulus SMP aja enggak. Mau nyolong?”
“Bener juga ya. Orang kaya’ kita gini mana bisa beli rumah, beli mobil. Buat makan sehari-hari aja kudu mikir.”
Senja menjelang. Adzan Magrib sayup-sayup terdengar dari masjid terdekat. Saat kedua pemuda pengangguran itu hendak meninggalkan warung, lewatlah Noni, anak tunggal Pak Ridwan, salah satu pemilik rumah di kawasan tersebut. Wajahnya yang cantik dan tubuhnya yang sintal menggoda meski tertutup jilbab lebar dan baju panjang, begitu mengundang syahwat mereka. Noni lumayan tinggi untuk gadis seumurannya, kulitnya benar-benar terang dan putih. Yang mereka tahu, Noni masih duduk di kelas 1 SMA.
Tiba-tiba datanglah satu ide di kepala Hendry. “Man, Rahman! Aku ada ide biar kamu bisa beliin rumah buat istrimu.” ujarnya sambil menyenggol tubuh Rahman, temannya itu.
“Eh, gimana.. gimana?”
“Lihat kan si Noni? Bapaknya kan lumayan tajir tuh! Gimana kalau kita culik dia?”
“Gila apa? Ntar kalo ada yang lihat kan bisa berabe? Belum lagi kalo kita dilaporin polisi. Malah nggak jadi beliin rumah!”
“Halah… Itu bisa direncanaiin, man! Yang penting kita susun rencana trus culik dia. Lagian kalo dia pulangnya jam segini kan jalanan udah sepi. Paling tinggal mbak Marni aja yang mau nutup warungnya. Ya nggak?”
”Bener juga! Asal rencananya bagus, nggak bakal ketahuan. Kita minta duit banyak ke orang tuanya. Seratus juta cukup nggak?”
“Tiga ratus deh! Dibagi dua.”
Hari-hari berikutnya, Hendry dan Rahman semakin sering nongkrong di warung itu, dari sore sampai Maghrib, menunggu saat-saat Noni pulang sekolah. Mereka sudah menyiapkan obat bius, tali pengikat, lakban, dan spons beserta sprei untuk kasur. Di hari ketiga belas, rencana itu pun tersusun dan siap dilaksanakan. Tugas Hendry adalah membuat Mbak Marni menutup warung lebih awal, sedangkan tugas Rahman adalah berpura-pura bertanya tentang arah.
Rencana itu berjalan dengan lancar, dan Noni tanpa banyak perlawanan berhasil diculik dan disekap di dalam rumah kontrakan Hendry yang berada di daerah yang cukup sepi. Hal pertama yang mereka lakukan adalah menyumpal mulut gadis itu dengan lakban agar dia tidak bisa berteriak ketika tersadar nanti.
”Beres, kita berhasil.” Rahman tersenyum pada temannya.
Hendry mengangguk. ”Cepat kamu beli nasi, kita nggak mau dia mati ’kan?”
”Yo’i, bro. Jaga dia ya, aku pergi dulu.” sehabis berkata, Rahman pun pergi meninggalkan rumah itu, membiarkan Hendry dan Noni cuma berdua saja.
Saat itulah, demi melihat tubuh molek Noni yang terbaring pasrah di depannya, nafsu Hendry jadi terpancing. Jauh dari istri membuat dia mudah kehilangan kendali. Apalagi sejak mengamati dan memperhatikan gadis ini dalam usaha penculikan mereka, diam-diam Hendry jadi suka dan menginginkannya.
Maka begitulah, tanpa membuang waktu, mumpung gadis itu belum sadar dan Rahman belum kembali, dengan cepat Hendry melanjutkan aksinya dengan menelanjangi Noni, melepas pakaian yang dikenakan gadis itu satu persatu hingga telanjang.
Ia sedikit terpana saat melihat tubuh Noni yang benar-benar seksi untuk ukuran gadis seusianya.  Kulitnya begitu putih dan mulus, terlihat mengkilat karena keringat yang sudah membasahi, maklum rumah Hendry memang agak mungil dan pengap. Gunung kembar yang ada di depan dadanya lumayan montok, terlihat begitu kencang dengan dua buah puting mungil menghiasi puncaknya yang memerah. Di bawah, sebuah vagina sempit dengan dihiasi bulu-bulu lembut yang tidak terlalu lebat, mengintip malu-malu dari sela-sela paha yang begitu kaku dan kencang.
Batang kemaluan Hendry kontan tidak bisa diajak kompromi begitu melihat pemandangan itu, cepat benda itu terbangun dan menegak dengan dahsyat. Setelah ikut menelanjangi diri, Hendry segera mengikat tangan Noni dengan tali pramuka. Ia tarik ke belakang punggung dengan ikatan yang sangat rapat sehingga kedua tangannya menyiku.
Hendry menyeringai, selain dapat uang, sepertinya ia akan dapat kepuasan juga hari ini. Ia mulai dari kedua payudara Noni yang sejak tadi seakan menghipnotisnya untuk terus menatapinya. Hendry mulai menghisapnya dengan rakus, dan berubah menjadi sedikit kasar saat merasakan kalau benda itu ternyata benar-benar lezat. Begitu empuk dan kenyal, juga hangat sekali. Ia terus menghisap dan menjilati keduanya sambil sesekali menggigit putingnya kuat-kuat karena saking gemasnya.
Saat itulah, saat Hendry asyik mengerjai kedua payudaranya, Noni sedikit demi sedikit mulai tersadar. Matanya langsung terbelalak liar karena begitu bangun, dia mendapati dirinya terikat tanpa pakaian di depan seorang laki-laki yang sepertinya mau memperkosanya. Noni mencoba berteriak, tapi itu hanya membuang-buang tenaga saja karena Hendry sudah menutup mulutnya dengan lakban.
hijabee surabaya - ayyun (2)
”Emh… mmh… mhh…” Noni mencoba bersuara.
”Kamu diam saja, cantik… Percuma, nggak ada yang bakalan dengar. Di sini benar-benar sepi, paling cuma kambing sama ayam yang mendengarmu, haha…” tawa Hendry, ”Dan sebaiknya simpan tenagamu, tugasmu masih banyak dan sama sekali belum dimulai. Jadi nikmati aja apa yang akan terjadi!”
Noni menatap Hendry dengan ketakutan, matanya memerah dan wajahnya jadi semakin pucat. Tapi dia tidak menghiraukan ucapan Hendry tadi, sekarang Noni mencoba untuk meronta. “Emh… mhh… mmh…”
Karena ucapannya tidak diindahkan, Hendry segera memutuskan untuk memberi hukuman; ia obok-obok vagina gadis itu dengan kasar sambil mengancamnya, “Ayo, teriak lebih keras lagi! Dengan begitu aku bisa lebih kasar lagi menghadapimu! Aku nggak takut, tahu!”
Dengan sangat ketakutan, Noni akhirnya mengangguk sambil mengucurkan air mata banyak sekali, lalu dia menangis tersedu-sedu, mungkin karena vaginanya terasa sangat kesakitan ketika diperlakukan dengan kasar oleh Hendry tadi.
Tertawa penuh kemenangan, Hendry melanjutkan aksinya dengan menjilati vagina Noni. Ia menghisap-hisapnya dengan ganas serta mencolok-colokkan lidah ke liangnya yang sempit. Noni hanya bisa menangis dan mengucurkan air mata saat menerimanya. Melihat itu, bukannya kasihan, Hendry malah semakin terangsang dibuatnya, ia jadi ingin berbuat lebih kasar lagi.
”Aku mau membuka lakban yang menutupi mulutmu asal kamu janji tidak berteriak.” tawar Hendry, ”Tapi kalo kamu coba-coba teriak, aku pastikan akan membuatmu lebih menderita lagi! Mengerti?!” ancamnya.
Noni yang merasa tidak bisa berbuat banyak, hanya bisa mengangguk saja mengiyakan.
Breet…!! Hendry menarik lakban itu.
Begitu terlepas, langsung terdengar makian dan jeritan Noni yang begitu kalap, ”Kamu bener-bener bajingan! Anjing kamu! Kenapa kamu perlakukan aku seperti ini?! Bajingan! Lepaskan aku! Dasar anjing!”
Hendry yang tidak menerima dikatai seperti itu, langsung melayangkan tangannya. Plaak!! Ia tampar pipi mulus Noni yang masih basah oleh air mata.
Noni membalasnya dengan berteriak semakin kencang, “Toloong! Toloong! Siapapun, tolong aku!”
Hendry membiarkannya, sengaja untuk membuktikan bahwa di sana memang tidak ada seorang pun yang dapat mendengarnya. “Ayo, teriak lagi lebih keras! Kita lihat siapa yang bisa menolongmu!” ejeknya.
Setelah lama berteriak minta tolong, bahkan sampai suaranya parau, tapi tetap tidak ada yang datang, akhirnya Noni hanya bisa menangis tersedu-sedu dengan suara serak. ”Tolong lepaskan aku… please… apa salahku? Kenapa aku diperlakukan seperti ini?” hibanya.
”Kamu nggak salah… kamu cuma lagi apes aja, hehe…” tawa Hendry sambil mencopoti semua pakaiannya, lalu dengan kedua tangannya, ia membuka kaki Noni lebar-lebar ke kanan dan ke kiri sampai benar-benar mengangkang. Terlihatlah dengan jelas vagina gadis itu yang mungil dan sempit, siap saji untuk menampung kontol besarnya. Tanpa membuang waktu, Hendry pun segera melahapnya.
”Auw! Arghhh… tidaak!” pekik Noni saat Hendry menancapkan batangnya yang sudah sedari tadi tidak bisa diajak kompromi ke lubang vaginanya. Saking sakitnya, ia berteriak memelas, “Ampun… aku jangan diperkosa! Nanti kalo aku hamil gimana?!”
hijabee surabaya - ayyun (3)
”Itu urusanmu! Yang penting, kita akan bersenang-senang sekarang!” sahut Hendry kejam.
Noni menggerakkan kakinya, mencoba menutupi lubang vaginanya yang sudah tertembus sepertiga dari hujaman kontol Hendry. Dan seperti mengerti, lubang itu juga mulai mengatup sehingga batang Hendry jadi terjepit kuat. Jengkel karena usahanya dihalang-halangi, Hendry menarik kembali kaki Noni agar mengangkang lebih lebar, lalu dengan ganas ia mencoba menembus keperawanan gadis itu.
Noni pun berteriak keras sekali saat Hendry kembali menusukkan penisnya. “Oahhh… ampun… sakit… uhh…  aku bisa mati… sakit… uaohh… tolong hentikan!”
Hendry yang merasa sudah telanjur basah, terus melanjutkan aksinya. Ia terus mendorong pinggulnya hingga akhirnya, creett… bisa ia rasakan seperti ada sesuatu yang robek di liang kewanitaan Noni. Bersamaan dengan itu, terdengar teriakan Noni yang menyayat hati. ”Argghhhh…. sakit!!!” gadis itu mencoba meronta sekuat tenaga.
Hendry melihat darah segar mengalir dari sela-sela penisnya, sangat pekat dan banyak sekali. Cepat ia meraih celana dalam dan mengelapnya hingga bersih agar tidak mengotori sprei. Di depannya, Noni terus meronta, terlihat sangat menderita dengan mulut terbuka dan kedua tangan yang masih terikat erat ke belakang. Jilbab putih yang masih membingkai wajah cantiknya  semakin merangsang Hendry untuk berbuat lebih ganas lagi.
Ia mulai menggenjot tubuhnya, menyetubuhi Noni naik turun dengan tanpa ampun. Rasa kewanitaan Noni yang begitu licin dan hangat benar-benar membuatnya kesetanan. Ia terus mengayun semakin keras saat Noni hanya bisa mengerang kesakitan. Tak lupa Hendry juga memilin dan meremas dada gadis itu untuk kian menambah rasa nikmatnya.
Begitu seterusnya sampai akhirnya suara teriakan Noni berubah serak, air matanya masih mengalir, bahkan lebih deras dari yang tadi. Sambil terus  menggenjotnya, Hendry menjilati air mata itu, lalu ia mengulum mulut Noni yang semenjak tadi menganga merangsang nafsu birahinya. Mereka terus berada dalam posisi seperti itu sampai akhirnya, croott… croott… croott… sperma Hendry berhamburan keluar di rahim gadis kelas 1 SMA yang malang tersebut.
”Ahh…” Hendry kelojotan penuh kenikmatan, ia remas payudara Noni semakin keras, sementara penisnya menusuk begitu dalam di liang kemaluan sang gadis yang kini terasa begitu penuh.
Tidak kuat menahan hinaan dan siksaan yang mendera tubuh mulusnya, setelah meronta untuk terakhir kali, Noni pun akhirnya pingsan. Ia menggeletak seperti orang mati.
”Hei! Hei! Bangun!” awalnya Hendry bingung, sekaligus takut. Tapi setelah tahu kalau Noni cuma pingsan, iapun menghela nafas lega. Malah ia jadi terangsang kembali begitu melihat buah dada sang gadis yang membumbung indah ke atas.
Maka sementara Noni tergeletak pingsan, Hendry mengerjai kembali benda bulat padat itu. Ia hisap sedikit-sedikit sambil menggigit dan menarik putingnya yang mungil ke atas karena saking gemasnya, akibatnya kedua payudara itu jadi kian memerah. Tangan Hendry juga bergerak, menuju target yang tadi belum sempat ia jamah; yaitu anus Noni.
Dengan penuh nafsu ia meraba dan menusuk-nusuk lubang mungil itu, rasanya begitu sempit dan kesat. Setelah membasahi dengan ludah dan merasa lubang itu mulai sedikit terbuka, tanpa pikir panjang Hendry langsung mengambil posisi untuk mengerjainya. Pertama-tama ia tancapkan sepertiga batangnya dulu, karena anus Noni benar-benar kecil, maka ia sedikit kesulitan saat melakukannya. Tapi Hendry tidak mau menyerah, ia terus mendorong.
hijabee surabaya - ayyun (4)
Saat itulah, tiba-tiba terdengar rintihan Noni meskipun kurang jelas. ”Ahh… a-apa yang… eh, kamu mau apa?! Hentikan…  jangan di situ! Aku bisa mati! Ampun! Ampun! Jangan!”
Tanpa peduli sedikit pun dengan apa yang diucapkan oleh gadis itu, Hendry terus mencoba menerobos anus Noni. Ia tusukkan penisnya sedikit demi sedikit sampai anus Noni menjadi agak licin dan longgar. Begitu sudah mulai merekah, dengan satu hentakan keras, ia terobos liang anus itu dengan sekuat tenaga.
“Uuaahhhh… arghhhh!” jerit Noni penuh kesakitan, tubuh sintalnya memberontak, tapi Hendry segera memeganginya sehingga ia tidak bisa melawan lagi.
Noni tampak benar-benar menderita, sama seperti saat di vagina tadi, disini juga terasa seperti ada sesuatu yang robek. Darah segar mengucur dari liang anusnya yang memerah. Hendry kembali mengambil celana dalam untuk mengelapnya, setelah bersih, baru ia menggenjot pelan dengan penuh perhitungan. Noni hanya bisa menangis tersedu-sedu menerima nasibnya yang sungguh memilukan. Ia memohon-mohon untuk segera diijinkan pulang, tapi tentu saja Hendry menolaknya.
Malah laki-laki itu terlihat semakin bergairah saat mendengar rintihan Noni yang serak dan sangat menderita, ia  menggenjot pinggulnya lebih ganas lagi, hingga akhirnya menyemburkan sperma di dalam anus gadis itu. Croot… croot… croot… terkejang-kejang, Hendry menyeringai penuh kepuasan.
Sambil menunggu Rahman kembali, ia beristirahat sebentar di sebelah Noni yang kini berbaring miring dengan bermandi peluh. Tubuh gadis itu tampak mengkilap oleh keringat. Noni tak henti-hentinya menangis, air mata terus mengalir keluar dari kedua matanya yang sembab.
Hendry sudah hampir terlelap karena kelelahan saat didengarnya suara kunci yang dibuka di pintu depan. Ia langsung menyeringai begitu melihat kehadiran Rahman. ”Lama banget kamu.” ucapnya.
Rahman melongo, tidak langsung menjawab. Ia menatap tubuh bugil Hendry dan Noni secara bergantian. Saat sudah memahami apa yang terjadi, iapun tersenyum. “Gila kamu! Main nggak ngajak-ngajak.” serunya sambil ikut mencopoti pakaiannya.
“Ini juga nggak sengaja.” sahut Hendry enteng. “Sini cepet! Mana nasinya, aku laper nih.” Ia bangkit dan mengambil bungkusan yang diletakkan Rahman di meja.
Rahman sendiri, dengan tidak sabar langsung memutuskan untuk mengocok batangnya di dalam mulut Noni, ia ingin dioral dulu sebelum mulai menyetubuhi gadis itu. “Berapa ronde tadi?” tanyanya saat melihat kondisi tubuh Noni yang acak-acakan, tidak mungkin kalau mereka cuma main sebentar saja.
“Tanyakan aja pada orangnya,” sahut Hendry riang sambil menyendok nasinya.
Rahman beralih pada Noni yang sedang sibuk membuat gerakan maju mundur berirama, mengulum penisnya. Gadis itu sama sekali tidak bisa melawan apalagi menolak. ”Hmpm… mgmh… ghhm…” gumam Noni dengan mulut penuh penis.
Rahman tertawa, tidak jadi bertanya. Melihat Noni yang masih menangis dan tampak sangat menderita, membuat nafsu birahinya semakin memuncak. Ia pun mempercepat tempo genjotannya, sampai akhirnya… crooott… crooott… crooott… spermanya menyembur kencang di dalam mulut gadis itu. Rahman cepat-cepat membekap bibir Noni agar jangan sampai ada spermanya yang merembes keluar, ia ingin agar Noni menelan semuanya.
hijabee surabaya - ayyun (5)
Dengan patuh gadis itu melakukannya. Meski sangat jijik dan muak, ia sama sekali tidak bisa menolak. Dan saat Rahman memintanya untuk berbaring telentang, ia juga tidak melawan. Noni benar-benar patuh dan pasrah, ia sudah terlalu lelah untuk memberontak.
”Ahh…” rintihnya pedih saat Rahman mulai mengulum lubang vaginanya dan menghisap-hisapnya dengan penuh nafsu, tangan laki-laki itu juga menggelitiki biji klitorisnya pelan dengan harapan Noni akan ikut bergairah.
“Ahh… Geli! Apa yang kamu lakukan!?” Pemandangan yang aneh karena Noni bisa setengah tertawa dan setengah menangis tersedu-sedu, sambil badannya bergetar hebat tentunya. Rupanya, dengan pasrah begini, ia mulai bisa menikmati permainan itu.
Rahman terus memperlakukan Noni seperti itu lama sekali sampai akhirnya gadis itu mengompol meski hanya keluar sedikit-sedikit. “Ahh… ahh…” rintih Noni keenakan saat menggapai orgasme pertamanya.
”Hei, buat apa bikin dia enak?! Yang penting itu, kita yang enak!” protes Hendry yang sudah menyelesaikan acara makannya. Sekarang dia duduk ongkang-ongkang kaki dengan tubuh masih tetap telanjang.
Rahman menatap tajam, ”Aku kan nggak kaya’ kamu, yang sukanya main seruduk aja.”
Hendry mengidikkan bahu, ”Terserah kamu deh,” katanya kemudian. ”Nih, telepon Pak Ridwan, kita minta tebusan. Ntar keburu si Noni mati lagi gara-gara kebanyakan kita perkosa.”
Rahman mengangguk, ia segera  menghubungi orang tua Noni untuk meminta uang tebusan. Tak tanggung-tanggung, tiga ratus juta rupiah! Mulanya, sang pembantu yang menerima telepon itu karena ayah dan ibu Noni sedang tidur. Setelah dibangunkan dan bicara sendiri dengan Rahman, ayah Noni malah kebingungan.
“Jangan becanda kamu! Mana mungkin anak kami diculik!” kata laki-laki itu.
“Lho, benar ini! Kami menculik anak kalian untuk uang tebusan tiga ratus juta.” hardik Rahman. “Dan jangan berani-berani lapor polisi, kalo masih ingin Noni hidup!” ancamnya dengan suara dibuat segarang mungkin.
“Tapi…” laki-laki itu mencoba untuk membantah.
“Nggak ada tapi-tapian!” namun Rahman dengan cepat memutusnya. ”Kami mau duitnya dua hari lagi, di pelataran masjid Al-Amin, daerah Pondok Labu, diikat dalam tas berwarna hitam dan diletakkan di dekat penitipan sandal. Nanti Noni akan kami turunkan di dekat masjid itu juga. Jangan lupa dan jangan lapor polisi!” dia sengaja memberi jeda dua hari agar bisa menikmati tubuh mulus Noni lebih lama lagi.
hijabee surabaya - ayyun (6)
“Dengar dulu, Pak! Mungkin kalian salah orang!” sela ayah Noni.
“Ini Pak Ridwan kan?” tanya Rahman memastikan.
“Iya, benar. Tapi…” kata laki-laki itu.
”Berarti benar! Sediakan uangnya atau Noni kami bunuh.” ancam Rahman garang, mulai kehilangan kesabaran.
”Begini, Pak…” ayah Noni berkata sabar, seperti ingin menjelaskan sesuatu.
”Apa?” bentak Rahman.
”Noni sudah meninggal dari sebulan yang lalu…” jawab Pak Ridwan lirih.
Bulu kuduk Rahman langsung meremang begitu mendengar kata-kata itu. Samar terdengar suara cekikikan dari arah belakangnya, tepat dimana Noni tadi berada.
”Hei, ada apa?” tanya Hendry yang masih belum tahu apa yang terjadi.
Rahman tidak menjawab. Jangankan menjawab, untuk menarik nafas saja ia kesulitan. Tanpa perlu menoleh, ia menyadari kesalahannya. Apalagi saat didengarnya suara cekikikan itu semakin mendekat…

IZUL – MBAK KIKO

“Halo, Izul… kamu dimana?” ibu muda itu berteriak histeris dari telepon seluler.
“Iya, Mbak… Izul sudah di pintu masuk. Mbak dimana?” tanyaku balik.
“Dimananya, Zul? Di depan loket?” tanya dia lagi.
jilbab manis montok-aisyah dwiyanda (10)
“Oh, bukan… belum nyampe loket, Mbak. Di pintu masuk. Mbak dimana ya, kok nggak kelihatan? Izul pake baju putih.“ mataku beredar ke depan, mengamati taksi, becak, dan mobil yang berbaris rapi di luar, mencari-cari sosoknya. Ini kali pertama aku akan bertemu dengan ibu muda yang cantik tersebut.
“Oh, Izul… Aku sudah lihat kamu.” ucapnya di telepon.
Aku pun bingung. Di depan tak satupun terlihat sepasang mata yang mencari diriku.
“Izul…!!” terdengar suara wanita memanggilku dari belakang. Bukan lagi dari telepon seluler.
Aku pun membalikkan badan, terlihat ibu muda itu melambaikan tangan ke arahku. Aku bergegas menyusul, ke depan loket. “Mbak Kiko ya?” sapaku.
“Iya, Zul. Akhirnya nggak sekedar di dunia maya, hehehe…” ia tersenyum.
”Saya senang bisa ketemu Mbak.” sambil berjabat tangan, kucium kedua pipinya. ”Dek Afi mana, Mbak?” tanyaku, tadi lewat sms dia mengabarkan kalau datang bersama anaknya.
Belum sempat dia menjawab, datanglah adik kecil dengan jilbab pastel membingkai wajahnya yang imut. Dia malu-malu, tapi santun sekali. Tidak nakal.
“Halo… Dek Afi ya?” aku menyapa ramah. Seketika gadis kecil itu mencium tanganku. Kali ini dia tidak hanya tersenyum, tapi hampir tertawa, memamerkan gigi-gigi kelincinya yang lucu sekali.
“Iya. Ini Afi, Zul. Kalau kakaknya yang gendut itu nggak kuajak, kemarin udah ikut ke Bromo soalnya. Hihihi…” Mbak Kiko tertawa ceria.
Kamipun masuk ke bioskop dan lekas mencari tempat duduk. Sesekali masih kuperhatikan dia, ternyata Mbak Kiko melebihi bayanganku selama ini. Tante Retno bilang kalau dia gendut, Mbak Kiko juga sering berkata demikian. Tapi ibu muda yang saat ini duduk denganku, jauh dari kesan itu. Ya, memang tidak bisa dibilang kurus. Tapi untuk dibilang gendut, tidak cocok juga. Tubuhnya berisi, kalau tidak mau dikatakan seksi ataupun montok. Wajahnya sedikit cubby, matanya tidak terlalu lebar, tapi hidungnya mancung dan kulitnya cukup bersih.
Yang paling menarik adalah, dia sangat-sangat cantik, hampir mendekati jelita. Tidak terlalu kelihatan kalau sudah mempunyai dua orang anak. Mbak Kiko begitu lincah dan ceria, mirip gadis perawan.
jilbab manis montok-aisyah dwiyanda (9)
“Mbak, Izul kaget lho tadi. Ternyata Mbak sangat cantik, hihihi…” candaku saat film sudah mulai diputar.
“Cantik dari mana, Zul? Aku tuh gendut, udah ibu-ibu lagi.” sahutnya.
”Enggak… bagiku, wanita seperti Mbak ini yang kelihatan menarik.” bisikku.
Mbak Kiko tertawa, ”Ah, kamu bisa aja, Zul.”
Kugenggam tangannya, dia tidak menolak. Kami terus saling bergandengan selama film diputar.
”Aku juga kaget tadi pas lihat kamu, kok ternyata bongsor ya. Hihihi…” senyumnya begitu keluar dari ruang bioskop. Dia mengomentari tonjolan penisku, tak sengaja dia menyenggolnya tadi.
Aku tertawa, “Hehe… iya, Mbak. Kalau kurus, bisa-bisa Izul nggak laku. Yang ini harus dirawat baik-baik.” sambutku.
Dia ikut tertawa, dan mengajakku mampir ke foodcourt untuk makan siang. ”Jadi gak sabar pengen cepat merasakannya,” bisiknya nakal di telingaku saat kami duduk menunggu pesanan.
”Sabar, Mbak. Bentar lagi,” kugenggam tangannya.
Dia ekspresif sekali. Gerak-gerik matanya menggambarkan kalau ibu muda yang satu ini memang tidak betah kalau hanya diam saja. Gerakan kepalanya, pandangan matanya, cara berjalannya… semuanya membuatku penasaran, apakah dia akan begitu juga di atas ranjang? Ah, mudah-mudahan saja.
Pembicaraan demi pembicaraan kami mengalir begitu saja dalam kurun waktu satu jam tersebut. Mbak Kiko banyak bercerita, aku banyak mendengarkan. Sesekali dia bertanya dan aku menjawab sambil senyum saja. Aku juga sempat mengobrol sama Afi, anak pertamanya yang sekarang duduk di bangku kelas 1 SD. Begitu mengalir saja. Anak-anak selalu menarik perhatianku.
“Zul, kok Mbak Retno bisa tahu kamu?” tanyanya.
Aku hanya tersenyum mendengar pertanyaannya.
“Dapat info dari siapa?” dia bertanya lagi.
Aku menggeleng, “Maaf, Mbak. Itu rahasia, hehe…” kilahku.
Mbak Kiko terlihat penasaran sekali, tapi roman mukanya tetap ceria penuh canda. Mungkin dia tahu kalau aku tidak akan memberikan keterangan apa-apa, jadi begitu dia paham dengan ekspresiku, dia ganti topik pembicaraan.
Ceritanya pun mengalir begitu saja. Tentang gunung, tentang saxophone, tentang musik jazz yang ia gemari, tentang lomba lukis yang pernah diikuti Afi di Bogor, tentang apa-apa yang mungkin bisa mengisi waktu luang kami.
Aku membalas ceritanya dengan senyum ringan saja, sesekali menjawab seperlunya. Sudah prinsipku, biar klien yang mengungkapkan jati diri mereka, sedangkan aku harus tetap menjadi misteri bagi mereka. Dengan begitu para ibu atau tante itu akan selalu mencari dan penasaran dengan keberadaanku. Dan itu berhasil. Aku sudah membuktikannya, percayalah!
“Dek Afi suka nglukis ya… kakak boleh lihat?” kugoda Afi yang sejak tadi mungkin bingung dengan percakapanku dengan ibunya.
Afi menggeliat. Tersenyum. Mungkin gadis kecil ini setipe denganku. Respon untuk mengatakan suka atau tidak ketika diajak bicara, sempurna ditutupi. Bukan datar, tapi senang mendengar dulu, baru sedikit-sedikit mengomentari.
Kami cukup lama mengobrol, sampai akhirnya… mbak Kiko memintaku untuk mengantarnya pulang. Ok, inilah saatnya. Dengan menggunakan mobil Mbak Kiko, kamipun meluncur.
Berhubung waktu pulang hujan turun cukup lebat, aku harus mengambil jalan memutar yang cukup jauh untuk menghindari wilayah yang biasanya banjir. Selama perjalanan menuju rumahnya, kami terus mengobrol kesana kemari. Saat masih berada di mobil, entah dalam konteks apa, tiba-tiba kami terlibat dalam obrolan yang cukup menyentil.
“Apa kamu suka melakukan pekerjaan ini, Zul?” itu pertanyaan pribadinya yang pertama kuingat. Pandangannya tetap lurus ke depan kaca mobil. Di bangku belakang, Afi sudah terlelap tertidur sambil memeluk boneka beruangnya.
“Yah, namanya nyari uang, Mbak. Apapun harus dilakukan,” jawabku diplomatis, setelah sebelumnya agak gelagapan menerima pertanyaan yang agak sensitif itu.
“Kamu nggak bohong?” tanyanya bernada tak percaya.
jilbab manis montok-aisyah dwiyanda (8)
“Memang kenapa?” aku mulai berani memancing.
“Ya nggak apa-apa, cuma nanya aja kok. Nggak boleh?” ia menoleh ke arahku, menatap wajahku.
“Boleh,” aku tersenyum.
Kemudian kami saling terdiam selama beberapa menit.
“Mbak sendiri gimana?” tanyaku balik.
“Maksud kamu?” ia pura-pura tak mengerti.
“Dengan melakukan ini, apa mbak nggak merasa berdosa sama suami?” Ok, aku tahu, ini pertanyaan yang berbahaya. Kalau dia tiba-tiba mengusirku, aku tidak akan membantah.
“Ya kadang-kadang sih…” gumamnya pelan. “Tapi ini bukan salahku juga. Kalau saja suamiku nggak sibuk kerja, aku pasti nggak akan melakukannya.” ia menambahkan.
“Sudah lama?” tanyaku lagi.
Kali ini Mbak Kiko mengerti arah pertanyaanku, ia tampak menerawang sejenak sebelum menjawab. “Baru dua kali, dan semuanya mengecewakan.” dia lalu menatapku, ”Aku harap kali ini berbeda.” pintanya.
Aku tersenyum, “Percayalah, Mbak. Aku nggak akan berani memenuhi undangan Mbak kalau nggak yakin bisa!”
Dia mengangguk dan ikut tersenyum, “Mudah-mudahan begitu, percuma aku berbuat dosa kalau apa yang kucari tidak kudapatkan.”
”Mbak,” kuberanikan diri untuk menggenggam tangannya. Dan ia diam saja. Bahkan kemudian membalas remasan tanganku. “Aku jadi takut!” kataku lirih.
“Takut apa?” ia bertanya.
“Takut kalau Mbak akan ketagihan sama punyaku.” candaku.
“Ihh, dasar!” ia memekik sambil tangannya mencubit pahaku.
”Auw,” aku berteriak, meskipun cubitannya tidak sakit. “Cubit yang lainnya dong…” aku menggodanya lagi.
“Yee, maunya!” tapi tangannya tetap terulur ke arah selangkanganku dan mulai menarik retsleting celana jeans-ku ke bawah.
Masih dalam posisi menyetir, aku segera mengatur posisi agar ia bisa leluasa membuka celanaku. Dalam sekejap milikku sudah terjulur keluar dari celah atas celana dalamku. Milikku mulai membesar tapi belum tegang.
Tangan kanan Mbak Kiko lalu mulai beraksi dengan meremas dan memijit-mijitnya, membuat otot pejal kebanggaanku itu mulai bangun dan berdiri tegak. Rasanya nikmat sekali, aku harus berusaha keras membagi konsentrasi dengan menyetir mobil. Apalagi di luar sana hujan turun semakin lebat. Wiper yang bergerak-gerak seperti tak mampu menahan air hujan yang mengalir turun memenuhi kaca depan, sebagaimana aku tak dapat menahan rasa geli akibat tangan Mbak Kiko yang mulai mengocok pelan.
“Digenggam dong…” kataku menuntut saat Mbak Kiko hanya menjepit dengan menggunakan jempol dan jari tengahnya.
“Tadi katanya minta dicubit aja,” jawabnya sambil melakukan gerakan mencubit pelan pada pangkal kemaluanku yang kini sudah mengeras tajam, membuatku menggelinjang ringan karena kegelian.
Aku tersenyum mendengar jawabannya. Ya sudah, aku nikmati saja apa yang ia lakukan. Bahkan aku kemudian menjulurkan tangan kiri ke arah buah dadanya yang masih terbungkus baju lengan panjang tanpa kancing, sementara tangan kananku tetap memegang kemudi. Kurasakan buah dadanya sudah mengeras kencang. Meski tertutup jilbab lebar, benda itu terasa empuk dan sangat kenyal sekali. Ukurannya juga begitu besar, membuatku jadi makin bernafsu meremasnya. Maka mulailah acara saling meremas dan memijit di dalam mobil, di tengah hujan deras yang masih mengguyur di sepanjang jalan.
Tampaknya Mbak Kiko mulai terangsang dengan gerayangan tanganku pada buah dadanya. Ia memintaku untuk melakukannya di bagian tubuhnya yang lain, dengan tangannya ia menuntun jariku untuk menuju ke sela-sela pahanya yang sengaja dibuka agak lebar. Roknya sudah ia tarik ke atas sebatas pinggul, menampakkan kulit pahanya yang putih mulus dan sangat licin sekali. Maka jari-jari tangan kiriku pun segera beraksi, meraba tepat di bagian depan celana dalamnya yang menyembul hangat dan sudah mulai basah.
jilbab manis montok-aisyah dwiyanda (7)
Tapi pandanganku tetap harus ke depan, ke arah jalan yang mulai masuk ke kompleks perumahan. Di sampingku, Mbak Kiko dengan enaknya terus menggeliat-geliat sambil mendongakkan kepalanya, menikmati segala gelitikanku pada bagian luar cd-nya, tepat di bagian celah kemaluannya. Sementara tangan kanannya kini tak lagi memijit-mijit, tapi sudah menggenggam batang penisku yang makin meradang karena terus dikocok-kocok olehnya.
Aku menarik tanganku dari sela paha Mbak Kiko ketika mobil sudah mulai masuk ke jalan menuju rumahnya. Ia sempat mendesah ketika aku menghentikan aksiku, terlihat nanggung dan kecewa.
“Sudah sampai, Mbak.” kataku memberi alasan sekaligus mengingatkan dia.
Mbak Kiko segera membenahi pakaiannya dan kemudian gantian membereskan celanaku yang sudah setengah terbuka. Kemaluanku yang belum sepenuhnya lemas, agak sulit untuk dibungkus kembali.
“Bandel nih!” gerutunya lucu.
“Makin bandel makin ngangenin, Mbak… hehehe.” aku tertawa melihat ia kesulitan memasukkan batang kemaluanku kembali ke dalam celana.
”Kegedean, Zul.” gumamnya rikuh.
“Sudah biarin, nanti juga dikeluarin lagi.” sahutku.
Dia lalu kusuruh turun duluan menuju teras sambil menggendong Afi yang masih terus terlelap. Aku kemudian memasukkan mobil ke garasi, lalu membetulkan celanaku dan kemudian bergegas keluar menuju teras, menyusulnya. Jilbab dan baju Mbak Kiko terlihat agak basah oleh air hujan.
Kami lalu segera masuk ke dalam rumah. Inilah pertama kalinya aku melakukan kencan di rumah, biasanya di hotel atau villa. Untuk Mbak Kiko aku memberi pengecualian, tante Retno sudah mengatakannya kemarin, ibu muda itu cuma mau melakukannya disini, di rumahnya. Ok, ya udah. Aku jalani aja.
Memang aku jadi sedikit canggung dan kurang nyaman, takut dipergoki oleh penghuni yang lain. Tapi jaminan dari Mbak Kiko, juga saat menatap kaos panjangnya yang basah, yang menampakkan bagian gumpalan buah dadanya, membuatku jadi berpikir lain.
Aku kembali terangsang melihat tubuhnya. Maka setelah ia menaruh Afi di kamar dan keluar menemuiku yang menunggu di ruang tengah, segera kupeluk tubuhnya dan kami pun lalu tenggelam dalam ciuman yang hangat dan penuh gelora.
Saat itulah untuk pertama kalinya aku benar-benar bisa merasakan kehangatan dan kelembutan bibirnya. Sudah sejak tadi aku merindukan percumbuan seperti ini, sehingga nafasku terdengar memburu saat kami berciuman dengan lahapnya. Tanpa perlu disuruh, mulai kujamah bagian-bagian tubuhnya yang sensitif. Terutama dada dan pantatnya yang membulat, yang sepanjang jalan tadi selalu membuatku bergairah.
Mbak Kiko pun langsung membalas, ia remas cepat milikku yang sudah mengeras di balik celana pantalon yang kukenakan. ”Ehm, Zul…” ia merintih dalam dekapanku.
jilbab manis montok-aisyah dwiyanda (6)
Aku makin bernafsu, sambil tetap melumat bibirnya, kutekan telapak tanganku ke celah pahanya yang tertutup rok panjang lebar, meremas daging lembut yang ada di sana. Aku sudah akan mencopotnya saat Mbak Kiko berbisik di telingaku, ”Jangan disini, nanti ada orang yang lewat.”
Ah ya, benar. Maka cepat kulepas pelukanku.
“Kita ke kamar aja.” katanya sambil menarik tanganku, mengajakku pergi ke kamar tidurnya. Aku menurut saja, kuikuti dia sambil menggandeng pinggulnya.
Di dalam, birahi kami memanas kembali. Ciuman pun berkembang menjadi acara saling remas, saling tekan, saling rangsang, dan puncaknya; kami berdua lalu saling membantu untuk melepas pakaian satu sama lain dan membiarkannya terserak di lantai.
Di luar, hujan masih turun dengan derasnya. Suara tempaan airnya menyamarkan desahan dan lenguhan yang keluar dari mulut kami berdua. Tubuh bugil kami bergelut dengan penuh gairah di atas ranjang. Mbak Kiko yang berjilbab, ternyata besar juga nafsunya. Ia meminta ijinku untuk melakukan oral seks setelah beberapa saat tubuh telanjang kami menempel erat.
”Boleh ’kan, Zul?” pintanya sambil memegangi penisku.
Tentu saja kuijinkan.  Siapa juga yang mau menolak.
Ia dengan penuh nafsu segera melumat dan mengisap kepala kemaluanku yang terlihat bulat membonggol dan tampak licin mengkilat akibat lumuran cairan precum. Mbak Kiko mengaku, ia suka dengan milikku yang katanya berukuran besar dan panjang. ”Pasti aku akan puas nanti!” yakinnya sambil terus melakukan permainan mulut.
Aku berusaha mengimbangi dengan merangsang bibir kemaluannya dengan jariku. Saat itu posisiku setengah rebahan dan menyandarkan kepalaku pada sandaran springbed. Sedangkan Mbak Kiko berbaring miring setengah telungkup di samping pinggangku. Ia menggeliat ketika jari tengahku mulai menerobos masuk ke celah kemaluannya, sementara jempolku bermain-main pada klitorisnya.
jilbab manis montok-aisyah dwiyanda (5)
“Ouw…” jeritnya tertahan, sedikit menjengit tapi terlihat suka.
“Kenapa, Mbak, enak?” tanyaku sambil menusukkan jari tengahku lebih dalam dan memutar jempolku lebih keras pada tonjolan kecil di atas bibir kemaluannya.
”Ahh, Zul…  aku.. ehss… ughh…” kembali mulutnya bersuara, tapi kali ini lebih riuh dan lebih mirip desisan. Sejenak mulutnya terlepas dari batang kemaluanku, tapi sesaat kemudian ia menunduk kembali dan melumat habis batangku hingga hampir ke pangkalnya, dan mengisapnya sedemikian rupa sampai aku merinding kegelian. Pantatku sempat tersentak-sentak karena saking nikmatnya.
Gila! Kelihatannya aja lugu dan alim, ternyata jago juga nyepong kontol. Aku takjub dan benar-benar tak menyangka. Ditambah tubuhnya yang masih utuh sempurna, resmilah Mbak Kiko jadi salah satu langganan favoritku.
“Kenapa, enak ya?” katanya sambil melirikku, lalu melanjutkan kulumannya kembali. Sepertinya ia ingin membalas atau mungkin ingin mengimbangi perbuatanku.
Selanjutnya kami tak sempat bicara sepatah kata pun karena terlalu serius untuk saling melakukan dan menikmati rangsangan. Mataku terpejam mencoba menikmati setiap hisapan mulutnya, sementara jari-jari tanganku terus asyik bermain-main di sekitar liang kewanitaannya.
Berbeda dengan milikku yang kasar dan lebat, rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan Mbak Kiko tak terlalu lebat, terlihat halus dan tercukur rapi. Tentu saja karena dia wanita yang cinta kebersihan. Aku jadi suka sekali mengusap-usapnya. Mbak Kiko berusaha mengimbangi dengan menciumi juga bulu-bulu yang tumbuh di sekitar selangkanganku. Saat sudah tidak tahan lagi, barulah dia melepaskannya.
”Ayo, Zul, sekarang!” ia meminta sambil bangkit dari posisi tengkurapnya, lalu mulai mengangkangi pinggulku, dan kemudian menelusupkan batang penisku yang sudah menegang keras ke sela-sela pahanya.
Dengan posisi antara duduk dan bersandar, aku mencoba membantunya dengan sedikit mengangkat pantatku ke atas. Maka sedikit demi sedikit amblaslah kepala kemaluanku ditelan mulut kecil yang ada di selangkangannya. Terasa sekali liang itu begitu ketat, lembut menjepit sepanjang batangku. Rasanya hangat, lembut dan agak-agak terasa kesat. Tipikal kewanitaan yang jarang sekali dipakai.
jilbab manis montok-aisyah dwiyanda (4)
Kenikmatanku semakin terasa ketika kepala penisku yang sensitif mulai menyentuh ujung dinding kemaluannya. Sejenak Mbak Kiko memutar-mutar pinggulnya seolah merayakan pertemuan total itu. Secara spontan kami berdua serempak mengeluarkan rintihan kenikmatan yang sejak tadi tertahan, ”Ooughhhh…!!!”
Mbak Kiko tampak meresapi jejalan batang penisku dan gesekan urat-urat yang ada di sekujur permukaannya. Mulutnya mendesis-desis seperti orang kepedasan. Beberapa kali jarinya berusaha menyentuh bagian luar bibir kewanitaannya, seperti mau menggaruk seolah kegelian, namun tak bisa.
Ia kemudian mengatur posisi berlututnya sedemikian rupa hingga jadi lebih bebas bergerak. Beberapa saat kemudian, setelah kami sama-sama siap, Mbak Kiko mulai menggenjot tubuhnya naik turun. Makin lama genjotannya menjadi semakin cepat, sehingga membuat buah dadanya yang besar jadi tampak berayun-ayun indah di depan wajahku.
Mulutku segera menangkap putingnya yang sudah mengeras tajam dan langsung melumatnya habis, dua-duanya, kiri dan kanan.
”Auw!” ia menjerit tertahan, namun aku tak mempedulikan. Terus aku mengulum kedua bukit padatnya itu secara bergantian. Sementara di bawah sana, pinggulku terus menyentak-nyentak mengimbangi genjotannya di atas tubuhku. Terasa sekali rasa nikmat mulai menjalar di sekitar pangkal dan sekujur batang kemaluanku. Suara hujan di halaman depan makin membuatku bergairah.
Entah sudah berapa lama kami dalam posisi seperti ini, terus menggoyang dan saling memperdengarkan rintihan dan desah penuh kenikmatan. Tubuh Mbak Kiko makin meliuk dan menggeliat-geliat di atas tubuhku. Kedua pahanya yang sejak tadi mengangkang dan bertumpu di tempat tidur, mulai kuelus-elus. Dan rupanya ia menyukainya, karena lenguhan kenikmatannya makin keras terdengar.
Elusanku lalu bergeser ke bukit pantatnya. Tapi kini aku tak lagi mengelus, tanganku lebih sering meremas di bagian itu, membuat Mbak Kiko makin menggelinjang geli akibat ulahku. Tak lupa juga terus kucucup dan kujilati kedua putingnya hingga membuat dia merintih semakin keras. Kami mengakhiri permainan ketika Mbak Kiko mulai menunjukkan tanda-tanda akan mencapai puncak birahi.
Aku segera mempergencar tusukan dan hentakan dari bawah, sementara dia memeluk kepalaku erat-erat hingga membuatku terbenam dalam di belahan dadanya yang curam. Kedua kakinya juga menjepit erat pinggangku, membuat posisi bersandarku jadi agak merosot ke bawah. Beberapa menit kami masih sempat bertahan dalam posisi itu sambil terus berpacu menuju puncak kenikmatan.
“Zul… Izul… ahh… aku…” rintihnya.
jilbab manis montok-aisyah dwiyanda (2)
“Iya, Mbak… keluarin aja… jangan ditahan…” sahutku.
”Ahh… auw!” mendadak rintihannya berubah menjadi keras.
Segera kuangkat dan kubalik tubuhnya, lalu kembali kutindih dia. Kini aku yang berada di atas, kugenjot tubuh mulus Mbak Kiko habis-habisan sampai kami berdua akhirnya mencapai orgasme secara hampir bersamaan.
”Mbak… ahh… ahh…” aku mengerang-ngerang ketika kurasakan air maniku mulai menyembur kencang. Ada sekitar empat kali aku menembakkannya. Alirannya terasa nikmat di sepanjang batang kemaluanku. Rasanya berdesir-desir menggelikan.
”Ehm, Zul…” Mbak Kiko pun kulihat ikut menikmati puncak birahinya. Wajah cantiknya memerah dan matanya terpejam, sementara tubuhnya sesekali bergetar menahan rasa nikmat yang menjalar di seluruh pusat kewanitaannya.
Pelan kulumat bibirnya yang basah memerah, dan kami pun melengkapi puncak kenikmatan ini dengan ciuman yang amat dalam dan lama. Sesekali tubuh kami tersengal oleh sisa-sisa letupan kenikmatan yang belum sepenuhnya reda.
Suara riuh hujan tak terdengar lagi. Hanya bunyi tetes-tetes air yang masih berdentang-dentang menimpa atap teras depan. Entah sejak kapan hujan mulai reda. Kami terlalu sibuk untuk memperhatikannya.
Selama beberapa saat, kami terus berbaring berpelukan di atas ranjang. Masih dengan telanjang dan alat kelamin menempel erat. Aku berbaring di atas tubuh Mbak Kiko yang telentang. Tanganku mengusap-usap tonjolan buah dadanya yang bergerak-gerak halus seiring tarikan nafasnya. Sementara ia bermain-main di sekitar pantat dan buah zakarku yang terasa basah oleh ceceran sperma dan cairan kewanitaannya.
“Gimana, Mbak, suka dengan permainanku?” tanyaku meminta pendapatnya.
“Suka banget!” dia mengangguk. ”Nggak salah Mbak Retno merekomendasikanmu.” tambahnya genit.
“Aku juga, Mbak…  selain cantik, Mbak juga sangat seksi dan begitu menggairahkan!” kataku.
“Ah, kamu bisa aja,” ia melenguh manja.
“Beneran… nih buktinya.” kugerakkan penisku yang mulai kembali menegang di dalam liang vaginanya.
jilbab manis montok-aisyah dwiyanda (1)
”Auw… sudah ah… geli, Zul!” ia tergelak, dan kami lalu tertawa bersama. Sementara tanganku terus meremas tonjolan buah dadanya, meremas dan terus meremas hingga akhirnya kami kembali bergelut di atas ranjang, mempersiapkan permainan berikutnya.
Tapi untuk ronde yang kedua ini, kami hanya melakukannya sebentar saja karena suami Mbak Kiko sudah waktunya pulang dari kantor.
“Makasih ya, Zul…” katanya saat kembali merasakan orgasme, entah untuk yang keberapa kalinya di hari itu, di pertemuan pertama kami. Sementara aku baru saja menyemburkan spermaku yang kedua, sekaligus juga yang terakhir.
”Sama-sama, Mbak.” sahutku sambil mencium bibirnya.
Kami pun berpisah. Sesaat sebelum aku pergi, Mbak Kiko memberiku satu bungkus jajanan untuk oleh-oleh, “Maaf ya, Zul… cuma ada ini.” katanya. “untuk bayaranmu, besok aku transfer.” tambahnya lagi.
“Eh, iya… nggak apa-apa, Mbak… ngak usah buru-buru.”sahutku. Kupandangi ia yang kini kembali mengenakan baju panjang dan jilbab lebar, tidak lagi telanjang seperti tadi. Dengan pakaian seperti ini, tentu tidak akan ada yang menyangka kalau Mbak Kiko sebenarnya adalah wanita kesepian yang butuh kehangatan.
Dia memencet hidungku, ”Burungmu enak, kapan-kapan kupanggil lagi ya…” bisiknya.
”Siap, Mbak… anytime deh pokoknya buat mbak.” aku melambaikan tangan, berharap bisa secepatnya bertemu lagi dengan bidadari berjilbab ini.

BU ASIH 2: BUNGA

besoknya setelah aku menikmati tubuh Bu Asmi yang putih montok itu, aku menuju sekolah dimana bu Asmi mengajar. Bukan untuk menemuinya, namun untuk menemui pak Roy, guru yang melakukan hubungan intim dengan Bu Asmi. Bukannya aku butuh uang dan mau memerasnya, tapi kalau benar pak Roy itu playboy, kali aja aku bisa dibagi koleksi perempuannya. Heheheheh.

jilbab hot novita ningsih (2)

Siang menjelang sore itu sekolah sepi karena memang murid-murid udah pulang. Pukul 2 aku memasuki lorong sekolah, menuju ruang guru. Ketika kutengok ke ruang guru, ternyata ruang itu sudah kosong dari guru. Segera aku berjalan dan mencari-cari meja dari pak Roy. Beberapa saat segera aku menemukannya, dengan nama meja diatasnya. Ada foto juga dipajang dimeja itu, seorang laki-laki bertubuh atletis dengan celana training panjang dan kaus putih ketat dengan stopwatch dan peluit tergantung di lehernya. Aku menebak dia adalah pak Roy itu sendiri. Ketika hendak keluar, aku melihat ada seorang cleaning service yang sedang menyapu lantai diluar pintu.

jilbab hot novita ningsih (1)
“pak roy sudah pulang, pak?” tanyaku.
Cleaning service tadi melihat kearahku. “pak roy? Ooh, tadi kayaknya ke belakang sekolah pak. Mau ke kamar kecil, mungkin.” Jawabnya.
“kalo mau segera ktemu, lewat mana yah pak, ke belakang sekolah?” tanyaku. Sedikit curiga karena jelas-jelas disudut ruangan guru ada kamar kecil.
Sang cleaning service tadi memberitahukan jalannya, lalu segera aku menuju ketempat itu, yang memang tempatnya tersembunyi dari hiruk pikuk sekolah.

Ketika aku sudah mendekati tempat yang dimaksud, aku mendengar suara-suara yang aneh. Segera aku melambatkan langkah dan mengintip dari sebuah jendela kecil yang tertutup kaca gelap kusam, sehingga tidak memungkinkan orang yang ada di lapangan kecil disudut sekolah sepi itu melihatku. Lapangan badminton yang sudah tidak terpakai itu nampaknya menjadi semacam gudang besar dimana dipinggirnya banyak ditaruh bangku, almari dan berbagai macam inventaris sekolah yang sudah rusak. Apa yang aku curigai ternyata benar. Aku melihat Pak Roy ada ditengah lapangan sedang bercumbu dengan seseorang. Dan terpananya lagi, ternyata yang ia cumbu adalah seorang gadis muda yang masih mengenakan baju seragam abu-abu putih berjilbab, walaupun sudah berantakan karena cumbuannya. Seragam OSIS putihnya sudah terbuka semua kancingnya, menampakkan buah dada ranum putih sekal yang tidak tertutup lagi oleh BH yang sudah diturunkan kebawah. Gadis itu cantik dan berwajah lugu. Kulitnya yang putih dan seragam SMA serta jilbab putih panjangnya membuatnya terlihat semakin cantik. Pak Roy sambil agak membungkuk mengulum-ngulum putting siswi berjibab itu yang sudah tampak pasrah dan hanya bisa merintih dan mendesah sambil tubuhnya sesekali bergetar merasakan rangsangan yang diberikan oleh guru olah raga itu. Dibelakang, seorang lelaki yang memakai baju safari serta kopiah dikepala menonton adegan panas kedua orang itu.

jilbab hot novita ningsih (3)

Setelah puas merangsang sang siswi itu, pak Roy berdiri didepan siswi berjilbab yang sudah lemas dan pasrah itu sambil mengelus-elus kejantanannya yang sudah mengacung, keluar dari celananya yang memang sudah diturunkan retsletingnya. Dengan tangan satunya Pak Roy menekan pundak sang siswi canti berjilbab itu turun, sampai bagian bawah perut Pak Roy persis berada di depan wajah siswi cantik berjilbab itu. siswi berjilbab berparas lugu itu sepertinya sudah tahu apa yang pak Roy mau. Ada sedikit perlawanan, namun tenaga guru olah raga terlalu kuat dibanding tenaga siswi itu. segera gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu bersimpuh ditengah lapangan kecil kotor itu yang sudah dialasi tikar lusuh yang mungkin memang sudah disiapkan oleh pak Roy dan temannya, lalu perlahan-lahan pak Roy mendekatkan batang kemaluannya ke wajah sang siswi berjilbab itu yang memejamkan matanya.

jilbab hot novita ningsih (4)

Pak Roy kemudian menggesek-gesekkan kontolnya ke pipi siswi itu sambil mendesah-desah. Tak lupa ia tampar-tamparkan pelan kontolnya ke wajah putih bersih siswinya. Beberapa saat, pak Roy membungkuk meraih tangan kiri siswi berjilbab yang sekal itu lalu dipegangkan ke kejantanannya itu. Penis Pak Roy bergetar dalam genggaman siswi berjilbab berparas lugu itu. Tangan siswi cantik berjilbab itu tidak cukup untuk menggengam penisPak Roy yang besar itu. Perlahan-lahan siswi berjilbab itu mengocok-kocok batangPak Roy itu keatas dan kebawah.
‘emmmhh…iyaahhh..enaakk, bungaaa… kamu pintarrrr… nanti bapak kasih nilai bagusshhh…” Pak Roy menatap siswi berjilbab yang ternyata bernama Bunga sambil mendesah-desah dan meracau. Seorang gadis muda yang cantik, sedang mengelus-elus penisnya.

“ayo sayaaangghh…sekarang dikulum-kulum yaahh…” kata pak Roy sambil terus menyorong-nyorongkan batang kerasnya ke wajah siswi berjilbab cantik itu. Pelan-pelan siswi berjilbab berparas lugu itu mengarahkan mulutnya ke penis pak Roy. Gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu membuka mulut selebar-lebarnya, Lalu siswi berjilbab itu mengulum sekalian alat vital pak Roy ke dalam mulutnya hingga membuat lelaki itu melek merem keenakan. Benda seperti pentungan satpam itu dikulum dan dijilati. “Oh.. Bungaa…enaakk.. sayaaangghh… enaak muridkuu….” kata pak Roy sambil mendesah-desah kenikmatan. “Ehm..ehmm…”hanya itu yang keluar dari mulut siswi cantik berjilbab itu. Selain menyepong, pak Roy juga mengajari siswinya yang cantik berjilbab itu turut aktif mengocok ataupun memijati buah pelirnya.

jilbab hot novita ningsih (5)

Pak Guru berkopiah yang dari tadi hanya melihat, lalu mendekati mereka. Dia membuka retsleting celana panjangnya, mengeluarkan penisnya yang hitam, lalu meraih tangan siswi berjilbab berparas lugu itu untuk menggengam kemaluannya. Siswi berjilbab itu meraih penis hitam itu lalu secara perlahan-lahan gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu mengocok. Secara bergantian mulut dan tangan siswi berjilbab itu melayani kedua penis yang sudah menegang itu. Tapi siswi cantik berjilbab itu lebih sering mengoral punya Pak Roy, sedangkan penis Pak Guru berkopiah lebih sering dikocok pakai tangan siswi berjilbab berparas lugu itu. Tidak puas hanya menikmati tangan siswi berjilbab itu, sesaat kemudian Pak Guru berkopiah meminta ke pak Roy untuk merubah posisi. Tubuh siswi berjilbab itu tanpa perlawanan yang berarti dibuatnya bertumpu pada lutut dan kedua tangan gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu. siswi cantik berjilbab itu diposisikan doggy style sambil mengulum penis Pak Roy, sementara Pak Guru berkopiah itu mengambil tempat dibelakang sisiwi berjilbab yang sudah pasrah itu, dan langsung menyibakkan rok panjang gadis manis siswi SMA itu keatas pinggul dan memelorotkan Cdnya.

“eeemmhh…jjaanngaaannn…jangaannn..” Siswi berjilbab berparas lugu itu berhenti mengulum penis pak Roy dan merintih ketika jari Pak Guru berkopiah itu mulai merenggangka vagina siswi berjilbab itu.

jilbab hot novita ningsih (6)

“udah diem!” bentak pak guru berkopiah. Pak Roy juga segera mencengkeram kepala sang siswi berjilbab dan kembali menjejalkan penisnya ke mulut siswi pelajar SMA itu untuk menghentikan rintihannya. Kembali pak Roy mendesah dan memaju mundurkan pinggulnya, menggenjot mulut siswi berjilbab itu. Siswi berjilbab bertubuh mengkal itu memekik tertahan ketika penis hitam pak guru berkopiah menyeruak masuk kedalam liang vaginanya yang sempit. mulut siswi berjilbab berparas lugu itu yang masih tersumpal penis Pak Roy mengeluarkan desahan tertahan berbarengan dengan amblasnya penis pak guru berkopiah memasuki vagina siswi cantik berjilbab itu. Kening siswi berjilbab itu berkerut menahan sakit karena memang ukuran penis Pak Guru berkopiah memang lumayan besar. Tapi Pak Guru berkopiah justru merasakan nikmatnya jepitan vagina gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu di penisnya. Ditariknya penisnya keluar, lalu kembali didorongnya penisnya itu lebih kedalam hingga kembali amblas semuanya ditelan rongga siswi berjilbab berparas lugu itu. Kontan tubuh siswi berjilbab itu bergetar hebat.

“Ooohh.. Pak.. ngghh”erang siswi cantik berjilbab itu sambil melepas penis Pak Roy dari mulut siswi berjilbab itu. Pak Guru berkopiah perlahan-lahan menggenjot vagina itu, tapi makin lama makin cepat sehingga desahan siswi berjilbab berparas lugu itu menjadi erangan panjang. Pak Roy tidak menyia-nyiakan mulut gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu yang terbuka lebar, diatancapkannya penisnya kemulut siswi berjilbab itu, sehingga siswi cantik berjilbab itu tidak bisa berteriak lagi.

Siswi berjilbab berparas lugu itu disetubuhinya dari belakang, sambil menyodok, kepala Pak Guru berkopiah merayap ke balik ketiak hingga mulutnya hinggap pada payudara siswi berjilbab itu yang sudah tak tertutup apa-apa lagi karena kemeja OSISnya sudah terbuka semuanya dan Bhnya juga sudah dilolosi. siswi berjilbab berparas lugu itu menggelinjang tak karuan waktu puting kanan siswi berjilbab itu digigitnya dengan gemas, kocokan dan kulumann siswi cantik berjilbab itu pada penis Pak Roy makin bersemangat.

jilbab hot novita ningsih (7)

Rupanya gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu telah membuat Pak Roy ketagihan, dia jadi begitu bernafsu memperkosa mulut Bunga dengan memaju-mundurkan pinggulnya seolah sedang bersetubuh. Kepala siswi berjilbab berparas lugu itu pun dipeganginya dengan erat. Bahakan sesekali dia ikut menampar pantat sekal mulus siswi berjilbab itu ketika siswi cantik berjilbab itu menggigit pelan batangnya. Penisnya yang besar itu memenuhi mulut siswi berjilbab itu yang mungil, malah masih ada sisaanya diluar. Hal itu membuat gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu susah bernafas. Akhirnya siswi berjilbab berparas lugu itu hanya bisa pasrah saja disenggamai dari dua arah oleh mereka dilapangan sepi sudut sekolah yang kotor itu. Sodokan dari salah satunya menyebabkan penis yang lain makin menghujam ke tubuh Bunga. siswi cantik berjilbab itu terlihat semakin menikmati permainan brutal Pak Roy dan temannya hingga akhirnya tubuh siswi berjilbab itu mengejang dan mata siswi berjilbab berparas lugu itu membelakak, mau menjerit tapi teredam oleh penis Pak Roy. Bersamaan dengan itu pula genjotan Pak Guru berkopiah terasa makin bertenaga.

jilbab hot novita ningsih (8)

“mmhhh…Bungaaahhhh… bapak mau keluar nih !” erangnya panjang sambil meringis. Mereka pun terlihat mengejat-ngejat mencapai orgasme bersamaan. Dari selangkangan siswi berjilbab itu meleleh cairan hasil persenggamaan. gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu melepaskan penis Pak Roy dan jatuh telungkup dilantai kotor beralas tikar lusuh itu. Siswi cantik berjilbab itu terlihat sangat lemas. Setelah mencapai orgasme yang cukup panjang, tubuh Bunga berkeringat sangat banyak. “bapak tusuk sekarang ya bunga sayaaangg…? udah ga tahan dari tadi belum rasain memeknya bunga… tahan ya bunga sayaaaang…” kata Pak Roy sambil membalikkan tubuh siswi berjilbab berparas lugu itu. siswi berjilbab itu tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan dia sudah tak mampu melawan ketika Pak Roy yang sudah dibakar api birahi membalik tubuhnya terlentang. Rok panjang gadis SMA itu yang kembali turun dinaikkannya lagi keatas pinggul. Jilbab yang menutupi buah dada mengkal sang gadis dililitkan ke lehernya.

“Pelan-pelan paak….”kata siswi cantik berjilbab itu setengah merintih sambil menatap ngeri ke penis pak Roy yang besar. Air matanya sudah mengalir dipipinya. Pak Roy terlihat semakin bernafsu. Lalu dia mengambil posisi berlutut di depan siswi berjilbab itu. dibukanya paha siswi berjilbab berparas lugu itu lalu diarahkan penisnya yang panjang dan keras itu ke vagina gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu, tapi dia tidak langsung menusuknya tapi menggesekannya pada bibir kemaluan siswi cantik berjilbab itu sehingga Bunga berkelejotan.

jilbab hot novita ningsih (9)

“Suka ga Bunga, memeknya bapak ginikan?”Tanya Pak Roy sambil terus menggesek-gesek.Dia nampaknya tidak mau buru-buru. Dia terlihat menikmati melihat siswi berjilbab berparas lugu itu tersiksa seperti ini.

“Aahh.. iya…senang…” desah siswi cantik berjilbab itu tak tertahankan.

Penisnya yang kekar itu menancap perlahan-lahan di dalam vagina siswi cantik berjilbab itu. siswi berjilbab itu memejamkan mata, meringis, dan merintih akibat gesekan benda itu pada milik siswi cantik berjilbab itu yang masih sempit. Air mata siswi berjilbab itu kembali mengalir. Penis Pak Roy tampaknya susah sekali menerobos vagina siswi berjilbab itu walaupun sudah dilumasi oleh lendir siswi cantik berjilbab itu. dia memasukkan penisnya sedikit demi sedikit kalau terhambat ditariknya lalu dimasukkan lagi.

jilbab hot novita ningsih (10)

“Wah.. Bunga.. hhh… sempit banget memeknya…” ceracaunya. Kini dia sudah berhasil memasukkan setengah bagiannya dan mulai memompanya walaupun belum masuk semua. Rintihan siswi berjilbab berparas lugu itu mulai berubah jadi desahan nikmat. Penisnya menggesek dinding-dinding vagina Bunga, semakin cepat dan semakin dalam, hingga masuk semua. Kini vagina gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu telah terisi oleh benda hitam panjang itu dan benda itu mulai bergerak keluar masuk. Sepertinya siswi berjilbab berparas lugu itu merasa sakit bukan main karena kemudian siswi cantik berjilbab itu kembali merintih-rintih menyuruh Pak Roy berhenti sebentar, namun Pak Roy yang sudah kalap ini tidak mendengarkan siswi berjilbab itu, malahan dia menggerakkan pinggulnya lebih cepat. siswi cantik berjilbab itu terlihat mulai terhanyut sensasi itu. rasa perih dan nikmat bercampur baur dalam desahan dan gelinjang tubuh mereka.

jilbab hot novita ningsih (12)

“Oh..oh…”hanya itu yang keluar dari mulut Bunga. Mata siswi berjilbab berparas lugu itu terlihat terbelalak seolah merasakan kenikmatan yang tiada tara. Malah kini siswi berjilbab itu juga ikut menggoyang-goyangkn pantatnya secara aktif. Melihat siswi cantik berjilbab itu sudah `in` Pak Roy makin bersemangat. Dia lalu berganti posisi. Pak Roy melepas penisnya lalu duduk berselonjor dan menaikkan tubuh gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu ke penisnya. Pak Roy ingin memberi siswi berjilbab itu kepuasan lebih dengan cara siswi berjilbab itu yang memegang kendli. siswi cantik berjilbab itu terlihat sudah sangat pasrah dan terhanyut birahinya. Dengan refleks siswi berjilbab berparas lugu itupun menggenggam penis Pak Roy sambil menurunkan tubuhnya yang sintal itu hingga benda perlahan-lahan itu amblas ke dalam memeknya. Jilbab putihnya turun menutupi buah dadanya yang sudah terbuka, namun pak Roy tidak peduli. Justru sang gadis semakin cantik, dengan jilbab yang masih ia pakai, merintih-rintih sambil mengikuti naluri hewaniahnya, menggenjot penis Pak Roy .

jilbab hot novita ningsih (11)

“aiihh…sakiit paak…” kata siswi cantik berjilbab itu merintih kesakitan sebentar kala penis Pak Roy makin dalam menyentuh liang siswi berjilbab itu. Tapi setelah berhenti sebentar siswi cantik berjilbab itu pelan-pelan mulai menaik turunkan tubuh gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu perlahan-lahan. Pak Roy memegangi kedua bongkahan pantat siswi cantik berjilbab itu yang padat berisi itu, secara bersamaan mereka mulai menggoyangkan tubuh mereka. Desahan mereka bercampur baur, tubuh Bunga tersentak-sentak tak terkendali, kepala siswi cantik berjilbab itu digelengkan kesana-kemari. Jilbabnya sudah basah oleh keringat ketiga orang itu.

Semakin lama, terlihat gadis berjilbab berbuah dada sekal itu semakin bernafsu. siswi berjilbab berparas lugu itu menggoyangkan pinggulnya semakin cepat diatas tubuh Pak Roy, bahkan siswi cantik berjilbab itu dengan kedua belah telapak tangannya meremasi payudaranya sendiri yang bergoyang-goyang.

Pak Guru berkopiah menonton adegan siswi berjilbab itu sambil mengelus-elus penisnya, dia ingin memncing adik kecilnya untuk `bangun`.

jilbab hot novita ningsih (13)

“Ayo…goyang sayaaanghh…oohh!” Pak Roy sepertinya ketagihan dengan goyangan gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu. Tangannya tetap meremas-remas dada Bunga, bahkan sesekali dicondongkannya wajahna untuk melumat payudara siswi berjilbab itu. Kontan siswi cantik berjilbab itu menjerit-jerit makin kuat. Jeritan siswi berjilbab berparas lugu itu membuat Pak Roy makin bernafsu begitu juga Pak Guru berkopiah, dia tidak tahan hanya menonton saja. Dia mendekat dan berdiri di sebelah gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu, penisnya mengacung di depan muka siswi berjilbab itu. Pak Guru berkopiah itu mengelus-elus pipi siswi cantik berjilbab itu yang putih mulus. “Emut Bungaa…ayo buka mulutnya!” sambil mengarahkan batangnya kemulut siswi berjilbab itu yang mendesah-desah. Dengan setengah memaksa Pak Guru berkopiah itu menjejalinya ke mulut siswi cantik berjilbab itu. siswi berjilbab berparas lugu itu yang tak punya pilihan lain langsung memasukkan penis itu kemulutnya. Siswi cantik berjilbab itu menyambut batangnya dengan kuluman dan jilatan. Seperti tak perduli pada bau sperma pada benda itu, lidah gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu terus menjelajah ke kepala penisnya dimana masih tersisa sedikit cairan itu, mungkin karena sudah sangat birahi, siswi berjilbab itu tidak merasa jijik. Malah siswi berjilbab berparas lugu itu mepakai ujung lidah siswi cantik berjilbab itu untuk menyeruput cairan yang tertinggal di lubang kencingnya. Hal itu membuat Pak Guru berkopiah blingsatan sambil meremas-remas kepala siswi berjilbab itu yang masih memakai jilbab putih. Bunga melakukannya sambil terus bergoyang di pangkuan Pak Roy.

jilbab hot novita ningsih (14)

“ah uh ah..ah..uh..auuhh…mmhh..”suara-suara itu membahana disudut sekolah itu, suara nista lenguhan dua orang guru yang sedang menggagahi siswiny ayang berjilbab. Sang siswi berjilbab bernama bunga juga akhirnya pasrah dan dipaksa menikmati persetubuhan nista itu. Aku masih terpaku disudut jendela kusam tempatku mengintip. Hpku sudah kugunakan dari tadi, merekam persetubuhan itu.

Dengan tetap bergoyang, siswi berjilbab berparas lugu itu juga mengisap-ngisap penis Pak Guru berkopiah makin keras. Tangan Pak Guru berkopiah merayap ke bawah menggerayangi payudara siswi cantik berjilbab itu. Dia sangat pandai meremas-remas titik sensitif gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu, sehingga siswi berjilbab itu dibuatnya terpekik-pekik penuh kenikmatan.

“auugghhh..oohhhmm…paaakkk…bungaaa….mauuu..mauuu…”, siswi cantik berjilbab itu meracau terpekik-pekik bahwa sebentar lagi dia orgasme.
“mmmhhh..tahan sayaaaangghhh…bapak juga sudah maauuu….” Pak Roy terus menggenjot dari bawah, ebrusaha segera meraih kenikmatan.

jilbab hot novita ningsih (16)
Sampai akhirnya dia meremas pantat Bunga erat-erat dan memberitahu siswi cantik berjilbab itu akan segera keluar, perasaan yang ditahan-tahan itu pun dicurahkan juga. “Aaaahhhhh….!!” jeritan panjang tertahan keluar dari mulut siswi berjilbab berparas lugu itu, kepala siswi berjilbab itu mendongak ke atas menatap langit sore. Mereka orgasme bersamaan dan Pak Roy menumpahkan sperma kentalnya di dalam vagina sempit siswi cantik berjilbab itu. Sperma yang tidak tertampung meleleh keluar di daerah selangakangan gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu.

Penis Pak Guru berkopiah yang sudah tegang benar dilepaskan lalu Bunga ambruk ke depan, ke dalam pelukan Pak Roy. Dia peluk tubuh siswi cantik berjilbab itu sambil penisnya tetap dalam vagina siswi berjilbab berparas lugu itu, mereka berdua basah kuyup keringat yang mengucur.

jilbab hot novita ningsih (17)

Pak Roy lalu melepas tubuh Bunga yang sangat lemas. Dia mengambil air minum kemasan miliknya di sudut lapangan untuk minum. Penisnya sudah tidak setegang yang tadi. siswi cantik berjilbab itu kini telentang terengah-engah kehabisan tenaga menghadap Pak Guru berkopiah yang sedang mendekat kearah gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu. siswi berjilbab itu menggeleng lemah ke Pak Guru berkopiah yang sudah bersiap-siap ingin mengagahi siswi cantik berjilbab itu. Ar matanya terlihat masih mengalir di pipinya. Tapi sepertinya air mata dan keadaan sang gadis berjilbab itu yang sudah sangat lemas tidak bisa menyurutkan birahi Pak Guru berkopiah itu yang sudah on fire. Pak Guru berkopiah mengambil handuk kecil kotor di sudut lapangan dan membersihkan vagina Bunga yang belepotan sperma. Usapan ujung handuk di vagina siswi berjilbab berparas lugu itu cukup membuat siswi berjilbab itu bergetar.

kemudian tubuh siswi cantik berjilbab itu oleh Pak Guru berkopiah dipaksa dibalikkan dalam posisi menungging lalu kembali menyibakkan rok gadis berjilbab ityu yang kembali turun menutupi paha dan betisnya. Dia menepuk-nepuk pantat gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu yang montok. Puas menepuk sekarang giliran lidah Pak Guru berkopiah yang merasakan kelembutan kulit pantat siswi berjilbab berparas lugu itu. Mulutnya dengan rakus menciumi pantat siswi berjilbab itu. Lidahnya menelusuri vagina Bunga dari atas kebawah. siswi berjilbab itu semakin menggelinjang ketika lidah Pak Guru berkopiah memjilati anus siswi cantik berjilbab itu. Pak Guru berkopiah tanpa perasaan jijik masih terus menjulurkan lidahnya ke anus siswi cantik berjilbab itu sehingga memberi siswi berjilbab berparas lugu itu terus menggelinjang.

jilbab hot novita ningsih (18)

Puas merasakan nikmatnya vagina dan anus gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu, dia kemudian meludahi bagian dubur siswi berjilbab itu beberapa kali. lalu digosok-gosokkan dengan jarinya ke daerah itu. siswi cantik berjilbab itu terlihat memejamkan mata pasrah. Bunga terlihat terkejut ketika Pak Guru berkopiah mulai menggesekkan penis hitamnya dibibir lubang anus siswi cantik berjilbab itu. siswi berjilbab berparas lugu itu kontan menarik pantat siswi berjilbab itu. Tapi Pak Guru berkopiah menarik gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu. siswi berjilbab itu terkejut dan mencoba berontak “Jangan pak…jangan di situ…. sakit” iba siswi cantik berjilbab itu. “Tahan dikit sayang, masih baru emang sakit, tapi ntar pasti enak kok” katanya dengan tenang. Pak Guru berkopiah itu perlahan-lahan mendorong penisnya masuk ke anus siswi berjilbab berparas lugu itu. Anus siswi berjilbab itu kontan mengerut. Pak Guru berkopiah itu terlihat kesulitan memasukkan penisnya kedalam dubur sempit Bunga. Siswi berjilbab itu merintih menahan rasa perih akibat tusukan benda tumpul pada dubur siswi cantik berjilbab itu yang lebih sempit dari vaginanya. Air mata gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu kembali meleleh keluar.

“Aduuhh… Sudah Pak… Bunga nggak tahan” rintih siswi berjilbab berparas lugu itu kesakitan. Tapi Pak Guru berkopiah itu tidak menghiraukannya. Dengan paksa terus dimasukkannya penisnya ke anus siswi berjilbab itu.

“Uuhh… Sempit banget nih anus kamu…” Pak Guru berkopiah itu mengomentari siswi berjilbab itu dengan wajah meringis menahan nikmat.

Setelah beberapa saat menarik dan mendorong akhirnya mentok juga penisnya. Pekikan Bunga semakin keras. Pak Guru berkopiah itu mendiamkan sebentar penisnya disana untuk beradaptasi sekalian menikmati jepitannya. Kesempatan ini juga dipakai bunga untuk membiasakan diri dan mengambil nafas.

“Auhhh….sakit…” Siswi cantik berjilbab itu menjerit keras saat Pak Guru berkopiah itu mulai menghujamkan penisnya. Secara bertahap sodokannya bertambah kencang dan kasar sehingga tubuh Bunga pun ikut terhentak-hentak. gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu mengerang dan memekik keras merasakan perih. Tanpa menghiraukan siswi berjilbab berparas lugu itu dia tetap mengentot dubur siswi berjilbab itu. Untuk merangsang siswi cantik berjilbab itu, tangannya kedepan meraih kedua payudara siswi berjilbab itu yang bergoyang dan diremas-remasnya dengan lembut.

“pak..u..da..ah….Bunga..sa..kit” jerit gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu panjang. Keringat dan air mata siswi berjilbab itu terus bercucuran. Jeritan Bunga itu tampaknya justru membuat Pak Guru berkopiah itu makin bernafsu. Dengan keras dia sodok-sodokan penisnya dan payudara siswi berjilbab berparas lugu itu yang menggantung diremas-remas dengan brutal. Suara rintihan siswi cantik berjilbab itu saling beradu dengan lenguhan Lambat laun jerit kesakitan gadis SMA berjilbab itu berjurang, walaupun begitu air mata gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu tetap bercucuran. Siswi berjilbab itu mengaduh setiap kali Pak Guru berkopiah itu mengirim hentakan dan remasan keras, namun terkadang terlihat siswi berjilbab itu mengimbangi goyangan Pak Guru berkopiah. Terkadang Bunga harus menggigit bibir untuk meredam jeritannya.

Pelan-pelan terdengar pekikan kesakitan sang gadis berjilbab karena sodokkan penis Pak Guru berkopiah mulai berkurang, berganti dengan rintihan nikmat, apalagi waktu Pak Guru berkopiah itu menarik wajah siswi berjilbab berparas lugu itu dan memagut bibir siswi cantik berjilbab itu, diciumnya gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu dengan lembut. Sungguh suatu perpaduan keras-lembut yang fantastis, dia perlakukan anus dan dada siswi berjilbab itu dengan kasar, tapi di saat yang sama dia perlakukan mulut siswi cantik berjilbab itu dengan lembut.

jilbab hot novita ningsih (19)

Akhirnya setelah Pak Guru berkopiah semakin cepat menggoyang pinggulnya menggagahi anus siswi berjilbab itu, sang gadis berjilbab itu mengerang panjang dan mengejat-ngejat, siswi berjilbab itu mengalami orgasme panjang dengan cara kasar seperti ini, tubuh siswi berjilbab berparas lugu itu menegang beberapa saat lamanya hingga akhirnya lemas seperti tak bertulang. Pak Guru berkopiah sendiri menyusul siswi berjilbab itu tak lama kemudian, dia menggeram dan makin mempercepat genjotannya. Kemudian dengan nafas masih memburu dia mencabut penisnya dari gadis SMA berjilbab bertubuh putih mulus itu dan membalikkan tubuh siswi cantik berjilbab itu. Spermanya muncrat dengan derasnya dan berceceran di sekujur dada dan perut siswi berjilbab itu, mengenai BH dan seragam OSISnya.

Siswi berjilbab berparas lugu itu terlihat lemas sekali. Ia hanya terbaring pasrah di tikar lusuh. Bajunya sangat berantakan. Terdengar sisa isak tangisnya. Nafasnya masih menderu karena orgasme-orgasme yang ia alami. Pak Roy kembali merapikan bajunya, semntara Pak Guru berkopiah rekannya masih duduk beristirahat sambil mengocok-ngocok penisnya sendiri. beberapa saat kemudian dari arah aku datang (aku sudah bersembunyi di ruang gelap sebelah jalan yang penuh kursi-kursi rusak sehingga cukup aman) datang lagi seorang yang berjenggot dan juga memakai baju safari.

“wah, kalian mainnya kok ninggal-ninggal aku.” Kata Pak Guru berjenggot itu. Dia langsung membuka retsleting celananya dan mengeluarkan kontolnya yang terlihat berurat.. Segera ia mendekati lagi sang gadis berjilbab yang masih terbaring lemah.

“jangaaan…sudaaah….sakiiitt…” Bunga, gadis berjilbab bertubuh sekal itu kembali merintih namun tak bisa berbuat apa-apa ketika Pak Guru berjenggot itu kembali membentangkan kaki Bunga dan langsung menjejalkan penis berburatnya kedalam vagina yang masih berlumuran sperma milik siswi cantik berjilbab itu.. “eemmmhhh….” Bunga yang sudah sangat lemas hanya bisa mendesah ketika penis Pak Guru berjenggot itu melesak kedalam dan mulai digenjot pelan. Pak Guru berkopiah dan Pak Roy hanya tersenyum melihat birahi rekannya yang baru datang . Pak Guru berkopiah masih beristirahat sambil terus mengelus-elus kontol hitamnya, sementara pak Roy segera beranjak meninggalkan tempat itu. Aku segera mematikan rekamanku karena merasa cukup, dan mengikuti Pak Roy dari belakang, meninggalkan Bunga sang siswi berjilbab itu merintih-rintih karena memeknya kembali digenjot kontol untuk kesekian kalinya, jilbab putihnya yang sudah basah karena keringat masih terpakai rapi membungkus kepalanya.

BU ASMI

Pada suatu siang, aku sedang makan siang dis ebuah warung soto didepan sebuah SMA, masih di kota *****. Sekedar mengisi perut, juga sekalian mengintai mangsa, siapa tahu ada yang dapat di”petik”. Ketika aku selesai makan, terdengar bel sekolah itu, pertanda jam belajar di SMA itu sudah berakhir. Tak lama, mulai banyak siswa-siswi sekolah itu yang keluar dari gerbang.
“cewek-cewek sini cantik-cantik ya…” kata seorang tukang becak kepada dua orang rekannya yang kebetulan juga sedang makan di warung itu.

tante jilbab pns - dian (1)
“iyo, aku sering nganter mereka pulang, wah ayu-ayu tenan… montok-montok!” salah satu temannya menimpali.
“wah, aku jadi pengin ngrasain mereka.” Kata satu lagi tukang becak yang memakai topi.
“hush! Jangan gitu.. mereka itu orang baik-bak kok dibayangin kayak gitu..” kata tukang becak kedua.
“siapa bilang baik-baik mas…” kata bapak pemilik warung itu ikut nimbrung. Aku hanya duduk sambil mencuri dengar, pura-pura tidak tertarik.
“ada tukang becak temen kalian yang cerita sama saya, kalo dia pernah nganterin sepasang siswa siswi disini ke hotel dekat sini kok! Ngapa lagi sekolah disini ke hotel nek ora ameh dho kenthu!”
ketiga tukang becak tadi manggut-manggut mendengarnya.
“parahnya lagi, gurunya juga ada yang kayak gitu lho! Padahal pake jilbab. Jangankan cuma di hotel, lha itu kejadiannya disini je. Kenthu di warung ini!” kata pemilik warung.
“waaahh boong kalo ituu… gak mungkin!!” kata tukang becak itu yidak percaya.
“weeee… kok nggak percaya tho mas, pas itu sore, mau maghrib, sekitar dua bulan yang lalu, kan warungnya sudah saya tutp trus saya udah dirumah, nhaaaa pas itu saya mau ambil uang hasil warung yang ketinggalan di warung sini, lha, pas saya same kok saya liat didalem udah ada orang kenthu! Ternyata dua-duanya guru disini. Lha wong saya sudah apal guru disini kok!” kata pak pemilik warung itu. “nhaaa!! Tuh, yang cewek keluar tuh, yang suka kenthu!” kata pak pemilik warung sambil menunjuk ke sebuah sosok yang berjilbab, baru keluar dari gerbang.

tante jilbab pns - dian (3)

Aku turut memalingkan wajahku, melihat seorang ibu guru muda yang berwajah cantik, nampak santun dengan jilbab dan baju seragam batik dan rok panjang biru tua. Tubuhnya sekal dan pantatnya montok. “waaah.. kalo itu saya tahu, dia itu bu Asmi, guru disini! Rumahnya di perumahan ***** indah! Saya sering nganterin dia pulang! Wah, jadi dia binal juga tho! Tapi ya pantes… suaminya kan pelaut, jarang pulang…” kata pak becak yang pakai topi.
Pikiranku segera mengalahkan suara percakapan seru di warung itu. Aku segera mendapatkan sebuah ide untuk menikmati tubuh seorang guru berjilbab yang ternyata binal. Segera aku membayar makanku ketika melihat sang ibu guru berjilbab beranjak pergi bersama seorang temannya sesama guru. Aku segera tancap gas mengikuti ibu guru cantik itu.

tante jilbab pns - dian (10)

Dua pekan lebih setelah percakapan di warung itu, semua persiapan sudah matang. Aku sudah tahu kapan dia dirumah dan situasi rumahnya. Aku juga tahu hari apa saja pembantunya pergi keluar rumah. Lingkungannya yang sepi juga sudah kupastikan. Aku berencana akan mendapatkan kenikmatan jepitan memek guru muda cantik berjilbab itu dengan memerasnya, berpura-pura memiliki foto dari aibnya ketika melakukan hubungan badan dengan rekan gurunya di warung soto. Nama rekan gurunya, adalah Pak Roy, guru olah raga yang konon playboy.

Hari itu hari rabu sore, aku datang kerumahnya. Saat itu aku tahu adik perempuannya yang sekarang tinggal bersamanya biasany apergi pengajian se kompleks rumahnya, dan ibu Asmi yang montok berjilbab itu pulang pagi karena tidak ada jadwal mengajar. Aku memperkirakan tidak begitu sulit menikmati tubuh sang guru berjlbab semok ini karena memang sudah ada dasarnya kalau dia ini jarang dilayani kehidupan seksnya oleh suaminya yang pelaut.

Kupencet bel 2 kali, baru terdengar jawaban dari dalam. Bu Asmi sendiri yang membukakan pintu, memakai jilbab hijau muda panjang menutupi dada, dan daster putih bermotif bunga-bunga batik.

 tante jilbab pns - dian (2)

“permisi bu, saya Anto (tentu saja aku menyamarkan nama asliku). Ada perlu sebentar dengan bu Asmi.” Kataku mantap. “boleh saya masuk?”
“beliau dengan sedikit bingung mempersilahkan aku masuk, dan duduk di sofa diruang tamu. “ada perlu apa yah?” tanya bu Asmi. Pikiranku tidak langusng bisa merespon karena melihat tubuhnya yang sintal ada didepanku. Pahanya dan pantat wanita muda berjilbab semok itu samar-samar terlihat montok, ketika dia tadi berjalan kedalam rumah didepanku, karena dasternya yang tipis.
“begini bu… ini masalah pak Roy dan ibu…” kataku to the point. (gimana nggak, lha aku sudah horny berat)
Ibu guru yang cantik dan berjilbab itu langsung gelagapan. “ada…ada apa ya, dengan pak Roy?” tanyanya. Jelas berpura-pura.
“egini bu, saya tu punya gambar yang menampilkan ibu dan pak Roy.. itu lho, yang ada di warung soto. Nah, saya bingung, mau saya serahkan istrinya pak Roy, eh, pak Roy belum punya istri kan? Mau saya serahkan suami ibu, suami ibu ada di luar negri. Makanya saya kesini mau minta alamat surat suaminya ibu, agar bisa saya kirimi gambar ibu dan pak Roy…”
Bu Asmi yang cantik itu terperanjat mendengar kata2ku (yang kulebih2kan karena memang aku tidak punya gambar2nya). Dia langsung salah tingkah dan bingung. “jangan… jangan pak… jangan berikan ke suami saya… waktu itu kami berdua khilaf…” kata bu asmi . suaranya gemetar. Terlihat matanya mulai berkaca-kaca, membuatku semakin horny.
“wah, gimana yah bu, saya kan ingin jadi warga negara yang baik… atau…” kataku memancing.
“apa saja mas, saya berikan.. asal jangan serahkan gambar2 saya…” bu Asmi mengiba.
“ohh… gitu ya… apa ya… uang, saya punya banyak… kendaraan saya juga punya…” kataku pura-pura berfikir.
“apa aja pak… maafkan saya pak…” kata bu Asmi. Air mata mulai mengalir dipipi wanita alim berjilbab lebar itu.
“mmmm….” Aku pura-pura berpikir lagi. “ahaa!!” kataku seolah mendapat ide. Segera aku meraih tangan halus wanita alim berjilbab itu yang duduk tidak jauh dariku, dan aku tarik dia untuk duduk tepat disisiku.
Ibu guru alim ini berontak tapi tak mampu memberi perlawanan yang berarti melawan tenagaku yang kuat serta gertakan dan bentakan dariku. “ibu juga harus muasin aku, bikin aku ngecrot dengan tangan ibu.” Kataku sambil menaruh tangan halus wanita montok berjilbab itu tepat di kontolku diluar celana jeans, lalu kugerakkan naik turun mengelus batang kemaluanku yang sudah tegang.

tante jilbab pns - dian (8)
:jangaaan…” katanya lirih. Aku tetap memaksanya. “udah, nikmati aja… kamu udah lama ditinggal suamimu kan… pasti kamu rindu kontol kan? Dari pada gambarmu kusebarkan…” kataku sambil mengancam. Lama kelamaan, entah karena pasrah atau memang mulai terangsang, tangan halus ibu guru montok berjilbab itu mulai bergerak sendiri. Aku mendesah panjang keenakan.
“auuughh… coba dibuka sekalian retsleting celanaku bu… biar lebih enak…” kataku memerintahkan bu Asmi, dia menuruti lalu membuka retsleting celana jeansku dan dengan lembut mengeluarkan dan mengelus-elus kontolku. Desahan terdengar dari bibir indahnya. Kerinduan wanita alim berjilbab itu akan seks mulai bangkit. setelah kontolku terasa cukup tegak dan keras, aku raih kepalanya yang masih memakai jilbab, lalu dengan sedikit memaksa aku tekan kepalanya mendekat diatas batang kontolku. Wanita montok berjilbab ini memejamkan matanya ketika kontolku kutempelkan ke wajahnya dan kutepuk2kan ke pipinya yang halus.
“mulutnya dibuka bu.” Kataku. Batang kontolku sudah kutempel dan kugesek-gesekkan di bibirnya yang masih terkatup. Dia tidak segera mau membuka bibirnya. “ayo bu… daripada gambarnya tak sebarin…” kataku. Mendengar ancamanku, perlawanannya mengendur dan pelan-pelan ia membuka bibirnya, membiarkan kontolku masuk sedikit demi sedikit ke mulutnya. “aaahh.. ” desahku. Terasa hangat ketika rongga mulut ibu guru berjilbab itu penuh oleh kontolku. Kupegang kepalanya yang masih terbungkus jilbab putih, lalu pelan-pelan kugerakkan kepalanya naik turun, memompa kontolku. Lama-lama ibu guru muda montok berjilbab itu tanpa dorongan dariku menggerak-gerakkan kepalanya sendiri. “mmmhhh…” aku mengerang. Wanita berjilbab ini sepertinya sangat hebat dalam blow job. Selain mengulum dan memompa kontolku, kuperintahkan jua dia menjilatinya dan mengulum buah pelirku juga. Sensasi tersendiri kurasakan ketika melihat wanita cantik berjilbab ini menjilat-jilat kontolku dan mengemut-emut buah zakarku dengan wajah merah padam. Marah, malu, risih, takut, namun juga birahi, dan kerinduan akan kontol menyatu jadi satu, membuat wanita cantik berjilbab ini semakin cantik.
“auh.. uh.. uuh ..” aku terus merintih menahan kenikmatan semantara Bu Asmi sibuk dengan aktivitasnya
“ah .. mmhh.. Bu… ayooo bu… mau sampai buu…” rintihku karna aku merasa seperti mau meledak
Dia tak menjawab, malah semakin hebat menyedot kontolku. Tubuhku semakin mengejang dan tanpa bisa kubendung lagi, muncratlah cairan putih itu. Kepalaku langsung terangkat keatas, tubuhku terhempas di sandaran sofa. Tanganku kencang mencengkeram kepalanya yang masih terbungkus jilbab.

tante jilbab pns - dian (9)

Rasanya seperti sedang melayang, wanita cantik bertubuh seksi berjilbab itu menelan habis spermaku sementara aku masih terduduk kaku. Bu Asmi lalu mengangkat kepalanya. Tatapan matanya liar, namun seolah hendak ia kendalikan. Segera dia menjauh dari tubuhku dan kontolku yang masih berkedut-kedut, lalu meraih tissue dimeja dan mengelap bibirnya yang masih ada sisa spermaku.
“saya sudah melayanimu kan, sekarang tolong mas… berikan gambarnya…” kata Bu Asmi. Tubuhnya masih bergetar. Nafasnya masih memburu. Aku tahu wanita cantik montok ini masih ada dalam genggaman nafsu birahi, sementara kenikmatan yang kuraih itu bukanlah kuanggap sebagai final, namun baru pemanasan.

Secepat kilat aku mendekatinya yang terkejut dan berusaha menghindar, namun terlambat, ketika tanganku kembali mencengkeram bagian beakang jilbabnya.
“bu…” kataku penuh nafsu. “saya mau tubuh ibu…” kataku ditengah deru nafasku dan nafasnya yang menggebu.

tante jilbab pns - dian (7)

Setelah wajah kami berhadapan langsung aku menciuminya dengan kasar dan ganas penuh birahi. Dia yang awalnya menjerit-jerit akhirnya justru mendesah-desah ketika seluruh bagian wajahnya kujadikan sasaran ciuman. Bahkan sesaat kemudian wanita montok berjilbab ini membalas ciuman-ciumanku dengan tak kalah ganasnya. Aku segera menindih tubuh sintalnya yang masih terbalut jubah panjang putih diatas sofa. Kami berpelukan dan aku kembali mencium bu Asmi, lalu melumat bibirnya sementara tanganku bergerilya melepaskan kancing jubahny ayang berada dibagian belakang jubahnya satu demi satu. Setelah lepas semua, langsung kulepaskan jubah itu. Bu Asmi yang sudah pasrah dan terhanyut dalam nafsu birahinya, tdak memberikan perlawanan. Justru diantara nafasnya yang memburu, ibu guru muda montok berjilbab itu sempat mengangkat tubuhnya sedikit agar memudahkanku melolosi jubahnya. Segera jubah itu lepas sekalian celana dalam pink berenda yang ia pakai. Akhirnya didepanku tampak seorang ibu guru muda berjilbab bertubuh montok berbaring pasrah. Nafasny amemburu didera nafsu birahi. Tubuhnya yang sudah lama tidak disentuh lelaki menggelora. Aku meraih kontolku yang sudah kembali menegang dan mengocokny apelan. “aku akan segera menggenjotmu, ibu guru berjilbab yang cantikk..” kataku. Bu Asmi hanya memandangku dengan tatapannya yang marah namun bercamur birahi. Ia menggigiti bibir bawahnya seakan menahan nafsunya agar tidak terlepas. Jilbab dan BH hitam yang masih belum kulepas membuatnya semakin erotis, ditambah gerakan-gerakan tubuhnya yang seakan menahan derai birahi.

tante jilbab pns - dian (6)

Asmi merintih minta ampun ketika aku melumat telinganya dari luar jilbab yang masih ia kenakan. Tak lama, aku mengarahkan kepala ku kebawah yaitu payudaranya, aku segera melepas BH nya dan mulai meremas-remas dadanya, sekali-sekali aku puntir putingnya sehingga ia melenguh panjang. “maaasshhh… udaaaaahhh….heeeeghhh… akuu nggaak tahaaaaan…” wanita berjilbab itu mulai meracau jalang. Aku semakin diatas angin. Puas meraba aku lalu menyapu seluruh dadanya dengan lidahku dan menyedot ujung putingnya sambil digigit-gigit sedikit. Hasilnya hebat sekali Asmi bergoyang sambil meracau binal. “aiiiihhh….emmmmhhh!!! udaaaah… maaasss… “. Setelah itu kepalaku turun hingga berhadapan dengan memeknya, wangi yang baru pernah kucium itu membuatku bertambah panas sehingga kujilati semua permukaan memeknya yang sudah banjir itu. Gadis alim berjilbab bertubuh semok itu semakin kelojotan tidak karuan. pahanya dibukalebar sehingga memudahkan aku menjilat dan memasukkan lidahku kedalam memeknya dan menggigit-gigit bagian daging yang merah jambu. Sehingga tubuh Asmi semakin mengejang hebat
“sshh.. aahh.. teruuussss maaassss…aaahhh…ampuuunnn…”

Sekitar lima menit kusapu memeknya, aku melepaskan memeknya dan kembali keatas mengulum bibirnya. Tubuhku menindih tubuh sintal ibu guru muda berjilbab itu. Pahanya sudah mengangkang. Memeknya terlihat haus akan kontol. Aku membuka celanaku lalu meraih kontolku dan kugesek-gesekkan di memek nikmat ibu guru montok berjilbab itu.
“masukkan ya bu…” kataku.
“iyaaaah…masukiiin…ibu dah gak tahaaaaannn…” dengan terengah-engah ibu guru muda itu menggerak-gerakkan pinggulnya seolah tak sabar menerima kontolku. Pelan-pelan kudorong kontolku menerobos goa miliknya yang masih sempit karena jarang sekali digunakan oleh suaminya yang jarang pulang.
“auuuhhh…aiiihhh…enaaak… gateeelll…enaaaakk..” wanita muda berjilbab itu meracau dan merintih jalang ketika kontolku mulai memompa memeknya yang sempit.
Aku merasakan kenikmatan yang kebih hebat dibandingkan saat dimasukkan kemulutnya.
“slep.. slep..slep.. slep..slep.. slep..slep..” kuputar-putar didalam sambil mengikuti goyangan pantat Asmi. sambil kupompa bibir kami terus berperang dan tanganku meraba dan meremas payudaranya dan sekali kali memuntir putingnya.
“uh..ah..mm..ssh..terus masshh..mmh” desah wanita berjilbab yang menjadi binal itu sambil meremas pantatku. Kontolku terasa semakin menegang. Tak terasa sudah dua puluh menit kami “bergoyang”. Bu Asmi sudah beberapa kali orgasme, karena kurasakan beberapa kali memek sempitnya berdenyut keras mencengkeram kontolku. Cairan kemaluannya sudah mengalir deras membasahi sofa. Wanita berjilbab ini terlihat menggelepar-gelepar, kewalahan menghadapi stamina kudaku.
“ooh ..mmh.. ah udah gak kuat.. udaahh maassss mmh ..enaakkhh..” rintih Asmi terpejam.
Akupun semakin memperdalam tusukanku dan mempercepat tempo karena juga merasakan sesuatu yang akan keluar.

tante jilbab pns - dian (5)
“sshh..aarrgghh” jeritnya sambil mencengkram punggungku,
“aahh..aahh” desahku pada saat yang bersamaan sambil mulutku menyedot kedua puting susunya kuat-kuat secara bergantian.
Air maniku muncrat bertepatan dengan air hangat yang kembali keluar mengguyur kontolku didalam memeknya. Ternyata bersamaan dengan orgasmeku, Bu Asmi sang Ibu Guru muda berjilbab bertubuh montok itu menikmati puncak orgasme sampai betul-betul habis. Setelah mengambil nafas beberapa saat, baru aku mencabut kontolku dan segera mengenakan kembali celanaku, membiarkan bu Asmi itu lemas terlentang di sofa.

“berikan gambarnya.” Kata bu Asmi lirih, ketika dia sudah mendapatkan sedikit tenaga. Ia sudah kembali duduk di sofa. Jubahnya belum ia kenakan, hanya ia gunakan untuk menutup tubuh bawahnya. Tubuh bagian atasnya ia tutup memakai jilbab panjangnya.
“gambar apa?” kataku tersenyum menang. Wanita cantik berjilbab itu kaget.
“aku hanya tau kalau ibu sudah pernah melakukan hubungan sama pak Roy dari informasi dari orang yang melihat ibu. Saya tidak punya gambar apa-apa tentang itu.” Kataku lagi.
Sebelum ibu Asmi mulai marah, aku segera mengeluarkan kartu As yang baru saja kubuat.
“tapi bu… saya tadi berhasil merekam secara sembunyi2 kegiatan kita…” ibu Asmi kembali kaget mendengar aku mengeluarkan kartu baru. “jangan lagi…” bisiknya sambil menangis.
“tidak apa-apa bu… saya tidak meminta banyak…” aku senang dengan keadaan ini. Aku sudah menang besar.
“Saya hanya minta ibu tidak melaporkan kepada siapa-siapa tentang apa yang terjadi barusan, dan…” aku kembali tersenyum senang.
“jika saya kangen, saya ingin menikmati remasan memek ibu lagi…” kataku. Bu asmi terdiam. Ia terisak.

tante jilbab pns - dian (4)
“bagaimana bu?” ia beberapa saat tidak menyahut, namun kemudian dia mengangguk. Aku tesenyum.
Tanpa berkata apa-apa lagi, aku pergi dari rumah sepi itu, senang karena telah mendapatkan satu lagi budak seks.

AZIZAH

Azizah, gadis berjilbab lebar yang berwajah manis adalah seorang mahasiswi yang kuliah di salah satu PTS di kota ini. Aku dan teman2ku adalah para kuli yang sedang memperbaiki salah satu bagian rumah kost Azizah. Sudah sejak lama kami menyimpan hasrat birahi pada mahasisiwi berjilbab ini. Tubuhnya yang selalu tertutup jubah longgar dan jilbab yang lebar justru membuat kami semakin penasaran. Kamipun tidak segan mengintipnya saat ia sedang mandi, dan ternyata memang tubuh gadis cantik berjilbab yang selama ini ia sembunyikan memang benar2 indah. Akhirnya kami tidak kuasa untuk menahan hasrat kami terlalu lama. Kami memilih saat yang tepat, yaitu saat teman2 kost Azizah pergi kuliah, untuk menikmati tubuh Azizah yang putih mulus menggairahkan itu. Akhirnya saat itu tiba juga.

toket akhwat - farida janah (1)

Pada hari itu cuaca sangat panas, sehingga pintu kamar kost Azizah dibiarkan terbuka, agar udara segar dapat masuk. Gadis berjilbab itu sedang duduk menyelesaikan laporan kuliahnya di komputer waktu aku, Doni dan Ferry datang ke kamarnya. Tiba -tiba kami bertiga sudah ada di samping dan di belakangnya.

“Mbak Azizah, kami minta jatah..!” kataku yang diiyakan juga oleh Ferry dan Doni yang berdiri di samping kiri-kanannya membaca monitor sambil mengusap-usap celana bagian depannya yang nampak makin lama makin menonjol. Azizah kaget sekali “mau apa kalian? Maksudnya apa ini?” tanya gadis alim itu panik. Terdengar nada ketakutan dalam suaranya yang lembut. Suaranya malah semakin membangkitkan birahi kami.

toket akhwat - farida janah (5)

Azizah semakin kaget lagi sewaktu mereka secara bersamaan tiba-tiba membuka celana sekaligus CD-nya ke bawah, sehingga di kanan-kiri Azizah muncul dua benda panjang menjulur ke depan. “Ah, masak mbak Azizah nggak tau…?” kata Dony. Rupanya mereka sudah tidak tahan membayangkan tubuh Azizah yang pernah mengundang birahi mereka, saat mereka mengintip gadis berjilbab itu saat mandi.

“Tuh kan, jadi keras nih punyaku.., ayo pegang..!” kata Doni sambil menarik tangan mulus gadis berjilbab itu dan ditempelkannya di batang kontolnya sekaligus kontol Ferry.
“Eh, ngapain nih pada..?” tanya Azizah sambil agak meronta. Wajahnya nampak merah padam. Mungkin karena dia belum pernah melihat kemaluan laki2 sebelumnya, apalagi memegangnya.
“Udah deh, pegang aja..!” kata Doni yang tiba-tiba menyusupkan tangannya ke bawah jilbab Azizah hingga menyentuh gundukan buah dadanya yang masih tertutup jubah coklat muda itu.

Azizah langsung menggeliat merasakan usapan tangan Doni pada bagian sensitifnya yang menimbulkan sensasi tersendiri, namun gadis alim itu tetap berusaha meronta. Akupun segera mengeluarkan pisauku yang tajam, dan menyodorkannya kedepan gadis berjilbab alim itu. “Diam!! Jangan berontak!! Kalo berontak, pisau ini menancap di memekmu!!” kataku mengancam. Azizah langsung diam. Wajahnya pucat pasi. “jangan, bang…” bisiknya putus asa. “ambil apa aja yang abang inginkan…” saat itu Ferry pun tidak mau kalah, tangannya ikut masuk menggerayangi buah dada yang kiri sambil memilin-milin lembut puting Azizah yang masih tertutup jubah, yang ternyata semakin mengeras.
“Boss!! Putingnya jadi keras bos!!” kata Ferry. “wah, ternyata cewek alim kita ini rindu belaian cowok ya ferr!!” kata Dony sambil tertawa. Azizah semakin pucat. Ternyata memang tubuhnya tidak mampu menahan gejolak birahi akibat rangsangan kedua temanku.

toket akhwat - farida janah (6)
“kamu diam dan tutup mata!! Nikmati aja!!” kataku kembali mengancam.
Azizah, gadis alim itu mulai pasrah. Matanya yang indah ia pejamkan rapat2, seoalah berharap bahwa itu semua hanyalah mimpi. Sementara itu, kedua tangannya masih terus dipaksa mengelus dan mengocok kontol Ferry dan Dony. aku segera menyarungkan kembali pisauku, dan mulai menjulurkan tanganku kearah jubah panjang gadis manis yang alim itu. Kucoba menyingkapkan jubah panjangnya keatas. Dengan agak susah payah, akhirnya aku berhasil menyingkapnya sampai atas lututnya. Segera kurogohkan tanganku masuk ke daerah selangkangannya, mencoba meraih memeknya. Tubuhnya menggeliat saat tanganku menyentuh bagian tubuh yang selama ini ia jaga. Segera kukocok2 dan kuremas2 memeknya, yang membuat ia semakin menggeliat2. “mmmhhh…..nnnnggghhh….” mulai terdengar lenguhan tertahan dari mulutnya. Matanya masih tertutup rapat. Bibirnya yang indah membuatku tak bisa menahan diri. Segera kulumat bibirnya. Lidahku bertemu lidah gadis berjilbab itu, dan saling berpilin. Tidak banyak penolakan yang ia berikan. Sepertinya ia memang takut akan ancaman yang kukatakan tadi.

“Aaah.., sshh..,” 5 menit kemudian, desahannya semakin terdengarsaat tubuhnya tidak mampu lagi menahan kenikmatan yang diberikan 3 pria yang ia sendiri tidak mengenalnya. Tangan gadis berjilbab itu dengans endirinya terus menggenggam dan sesekali mengocok batang kontol Dony dan Ferry.

Tiba2 kami serentak menghentikan kegiatannya, membuat Azizah menggeliat2 sendiri untuk beberapa saat. Jilbab lebarnya kusut dan ujung2nya sudah terlingkar hilehernya. Kancing jubahnya sudah terbuka sampai ke perutnya, memperlihatkan tubuh yang indah, dengan buah dada yang ranum menggantung dan mengacung kedepan, keras karena dirangsang oleh Dony dan Ferry. Kutang yang tadi dipakai gads berjilbab itu sudah berada dipojok ruangan. Memek gadis berjilbab itu sudah basah oleh cairan yang keluar karena rangsangan jemariku tadi.

“buka mulutmu!” perintahku. Dengan pelan Azizah membuka mulutnya yang indah. Segera kumasukkan jemariku yang basah kuyup oleh lendir kemaluannya kedalam mulut gadis alim itu. “kulum!!” perintahku. Terasa kemudian lidah Azizah menari2 di jemariku, sambil sekali2 menyedot2nya. Aku mulai penasaran, seperti apa nikmatnya kuluman gadis berjilbab ini.

toket akhwat - farida janah (7)

“ayo berdiri!” perintah Dony, sambil menarik Azizah berdiri. “ampun baaang… “katanya pelan. Matanya sudah basah. Tubuhnya sudah lemas karena rangsangan yang kami berikan. “ampun baaang… minta apa saja akan saya berikan baaang…” kata gadis berjilbab itu memelas. Tangan Dony dan Ferry langsung melayang ke pipi kiri dan kanannya. Ternyata mereka juga ingin memberinya gertakan. “Diam kamu!!” teriak Dony. kami tidak takut ketahuan, karena disini temboknya tebal dan tidak ada orang lain selain kami berempat di rumah kost yang besar ini. Mendengar bentakan itu Azizah langsung kembali terdiam.

aku.dengan lembut menanggalkan jubah yang sudah terbuka kancingnya. Segera jubah itu melorot belantai, membuat tubuh Azizah yang putih mulus terlihat jelas. Kami bertiga menelan air liur melihat tubuh Azizah yang biasanya tertutup jubah longgar dan jilbab lebar itu sekarang terpampang dihadapan kami, hampir tanpa apa2, tinggal jilbab putih yang sudah kusut dan tersampir ke leher, dan celana dalam putih yang menggairahkan.

toket akhwat - farida janah (2)

Azizah dibawa kedekat ranjangnya, dimana aku duduk di pinggir ranjangnya tanpa busana. Pisauku tadi kembali kuacungkan, membuatnya kembali takut dan mulai menutup matanya lagi. Gadis berjilbab itu semakin pasrah berdiri sambil terus terisak2 waktu Ferry dan Doni merentangkan kedua tangannya, dan mulai menciumi dari mulai ujung jari hingga ke lengan bagian atas. Bulu-bulu halus Azizah langsung berdiri menerima perlakuan ini. Kecupan dan permainan lidah Ferry dan Doni di sepanjang kulit tangan Azizah membuatnya seperti terbang melayang. Rintihan gadis berjilbab itu mulai terdengar dan makin menggila sewaktu mereka menaikkan tangan Azizah ke atas dan menyusupkan bibir-bibir mereka ke ketiak gadis berjilbab itu yang berbau harum.

Jilatan-jilatan Ferry dan Doni yang belum pernah Azizah rasakan sebelumnya itu, membuat gadis alim itu menggelinjang kegelian penuh rangsangan. Hatinya menolak keras terhadap apa yang terjadi dengannya, namun tubuhnya tidak bisa melawannya. Kepalanya yang menengadah ke atas langsung disambut dengan ciuman liar Dony, sementara Ferry meneruskan jelajahan bibir dan lidahnya yang liar ke samping pinggang Azizah. aku berdiri dari ranjang dan tak kusia-siakan buah dada gadis alim berjilbab yang membusung itu dengan kukecup lembut di sekitarnya. Putingnya yang mencuat kujilat, kukulum dan kuhisap bergantian yang membuat tubuh gadis alim yang tancik itu bergetar hebat menahan nikmat.

Desahan dan erangannya yang semakin mengeras tidak terdengar lagi, karena tiba-tiba Doni membungkam mulut Azizah dengan mulutnya yang liar sambil memiringkan kepala Azizah. Mau tidak mau Azizah melayani permainan bibir dan lidah Doni yang menari-nari di dalam rongga mulut gadis alim itu.
“Mmph.. mmph..,” erangnya di tengah hebatnya serangan kami bertiga.

toket akhwat - farida janah (8)

Sementara itu Ferry sudah berada di bawah tubuh Azizah yang asyik menciumi belakang batang kakinya mulai dari paha, betis hingga tumit kaki gadis berjilbab itu. Tangan Ferry yang tadinya meremas-remas pantat Azizah, tiba-tiba begitu cepat turun ke bawah bersamaan dengan CD-nya, hingga akhirnya tak sehelai benang pun menempel di tubuh Azizah kecuali jilbab putih yang kami biarkan bertengger dikepala Azizah. Jilbab itu memberi sensasi dan gairah sendiri pada kami bertiga. Pemandangan indah gundukan memek Azizah tidak kusia-siakan dengan bibirku yang sudah turun dari melumat buah dada gadis berjilbab itu menjadi ke perutnya.

Setelah puas memutar-mutarkan lidahku di seputar perut dan pusarnya, aku kembali duduk di pinggir ranjang dengan posisi wajahku berhadapan dengan memek Azizah. Tanganku kemudian menarik pinggulnya lebih mendekat ke arah wajahku, dan bibirku langsung mengecup gundukan memek Azizah dengan lembut yang membuat gadis solehah itu menggeliat merasakan sensasinya.

Tidak puas dengan itu, makin kuturunkan tubuhku ke bawah dengan posisi berlutut. Tanganku kemudian merenggangkan kakinya, hingga memek Azizah terbuka bebas menggantung di depan wajahku. Tidak lama kemudian kubenamkan wajahku ke selangkangan Azizah yang kemudian diikuti oleh usapan lidah Ferry di seputar pipi pantat gadis alim itu. Azizah semakin hebat menggelinjang, apalagi sewaktu aku sudah mulai menjilat dan mengisap klitorisnya dari bawah yang membuat memek gadis alim berjilbab lebar itu semakin basah.

toket akhwat - farida janah (3)

Azizah kembali mencoba meronta, tapi kami malah semakin menggila. Tubuh Azizah kami dorong ke ranjang, dan kusuruh menungging di pinggir ranjang dengan posisi kakinya menggantung. Doni naik ke ranjang dan berlutut di depannya dengan kontolnya yang mengarah ke wajah Azizah. Tangan Doni kemudian mencengkeram kepala Azizah yang masih terbalut jilbab putih dan menengadahkan kepalnya.
“Buka mulutmu..!” perintah Doni yang segera diikuti, karena memang Azizah sudah pasrah dan sangat terangsang, sehingga sudah tidak mampu lagi berbuat apa2.

Begitu mulut gadis berjilbab itu terbuka, masuklah batang kontol Doni yang tegang itu sedikit demi sedikit. Azizah mulai mengemut kontol Doni. Kepalanya dipaksa maju mundur sesuai gerakan tangan Doni yang masih mencengkeram kepalanya.
“Ayo isep dan jilat..!” perintah Doni lagi yang segera diikuti Azizah dengan menjilati sepanjang batang kontolnya yang divariasi dengan mengemut kepala kontolnya.Sambil terus menghisap, Azizah merasakan ada sesuatu di bawah selangkangannya. Ternyata kepala Ferry sudah menengadah di antara kedua paha Azizah dengan posisi badannya berada di bawah ranjang. Bibir dan lidah Ferry mulai beraksi dengan buasnya di memek gadis berjilbab itu. Yang membuat Azizah semakin histeris adalah ketika aku menyambut goyangan-goyangan pantatnya yang mencuat ke atas dengan menyapukan lidahku ke belahan pantat Azizah dengan sesekali menusukkan ujung lidahku ke lubang pantat gadis alim itu.

Tanganku pun tidak mau tinggal diam, maju ke depan meremas-remas buah dadanya yang menggantung. Lengkaplah sudah bagian-bagian sentra kenikmatan gadis berjilbab itu diserang habis-habisan. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan indah ini. Kutarik kepalaku dari pantatnya, dan kugantikan dengan menusukkan kontolku ke memek gadis berjilbab itu dari belakang. Dan untuk mempermudah genjotanku, ferry memindahkan kepalanya dari selangkangan Azizah ke bawah buah dadanya yang menggantung, dan mulai menggeluti puting Azizah dengan mulutnya.

Pelan2 kutuskkan kontolku kedalam memeknya. Terasa sempit sekali. Aku berpikir, pastilah gadis berjilbab ini masih perawan. Pelan2 kutambah kedalaman kontolku, menghujam memeknya yang nikmat. Ia mengentikan kuluman bibirnya dara kontol Dony, dan menengadah. Wajahnya terlihat kesakitan. Aku berhenti untuk memberinya waktu untuk bernafas. Namun kemudian aku langsung menghujamkan kontolku dalam2, membuatku merasa ada sesuatu yang sobek dalam memek gadis alim ini. Sesaat terlihat ia akan menjerit, namun Dony dengan sigap mengulum bibir gadis berjilbab itu sehingga jeritannya tertahan lidah Dony yang menari2 di mulutnya. saat kulihat, dari memek gadis alim berjilbab itu mengalir darah segar keperawanannya. terbersit rasa bangga karena berhasil memerawani memek gadis alim yang biasanya selalu menjaga tubuhnya itu.

toket akhwat - farida janah (4)

Semakin lama semakin kupercepat genjotan kontolku dalam memek gadis alim ini yang sangat nikmat. Terdengar jeritan kesakitan Azizah berubah menjadi desahan dan erangan penuh napsu. Mulutnya dengan pasrah menurut saat dituntun Dony untuk kembali mengulum kontolnya.

Bersamaan dengan semakin cepatnya gerakan maju-mundur kontol Doni di mulut Azizah, kupercepat juga sodokan kontolku ke lubang memeknya sambil mencengkeram keras pinggulnya. Sampailah pada erangan keras Azizah diikuti dengan mengejangnya tubuh gadis berjilbab itu tanda mencapai puncak. Terasa hangatnya cairan di lubang memek Azizah yang diikuti dengan kencangnya otot-otot di situ yang menjepit kontolku.

Tanpa istirahat, Doni yang lalu mencabut kontolnya dari mulut Azizah, membaringkan dirinya dan menarik tubuh mulus Azizah yang sudah sangat lemas ke atasnya, hingga posisinya jadi berjongkok dengan memeknya yang tepat berada di atas kontol Doni yang masih tegak berdiri. Sesaat kemudian, terbenamlah kontol Doni bersamaan dengan diturunkannya tubuh Azizah. Erangan Azizah terdengar cukup keras merasakan nikmat, dan semakin memacu Doni untuk mempercepat pompaan pada memek gadis berjilbab itu. Jhilbab putihnya sudah basah kuyup karena keringat dan air liur Azizah sendiri yang mengalir deras saat mengulum kontol Doni.

Sementara itu, Ferry yang menunggu giliran mengambil inisiatif dengan berdiri di samping Azizah, dan memasukkan kontolnya ke mulut Azizah dengan memutar sedikit kepalanya. Memek dan mulut Azizah kembali bekerja keras memompa, sementara aku juga tidak tinggal diam dengan menarik kedua tangan Azizah ke belakang, lalu menjilat-jilat puting di buah dada kirinya yang terguncang-guncang seirama naik-turunnya tubuhnya.

Rupanya Doni mencapai puncaknya lebih cepat. Ia menekan tubuhnya ke atas yang secara naluriah diimbangi Azizah dengan menahan ke bawah. Azizah melenguh tertahan saat Dony menyemprotkan air maninya yang putih kental kedalam memek Azizah yang semakin basah oleh cairan kenikmatannya yang kembali membanjir.

Ferry yang sudah tidak tahan kontolnya dilumat, langsung mengambil inisiatif dengan mendorong tubuh Azizah ke samping hingga merebah di ranjang. Kedua tangan Azizah direntangkan ke atas, hingga berpegangan pada ujung tiang ranjang, lalu kedua kaki putih gadis berjilbab itu direntangkan, dan Ferry ambil posisi di antara kedua paha Azizah. Memek Azizah yang terbuka langsung dihujam oleh kontol Ferry yang masih basah bekas lidah Azizah. Azizah kembali melenguh. Ferry mulai menyodokkan kontolnya dengan lembut yang membuat Azizah mengerang dan mendesah.

Sementara itu, Doni yang berada di samping Ferry membantu merangsang Azizah dengan menciumi, menjilat, dan mengulum jari-jari kaki Azizah yang mulus itu. Bibir sensual Azizah yang terus mengerang itu membuatku tidak tahan melihatnya. Aku bergerak maju dan kukangkangi wajah cantiknya, hingga kontolku yang masih tegang berada tepat di depan mulut gadis berjilbab itu. Kuangkat sedikit kepalanya dan kudorong masuk kontolku. Azizah pun menyambut perlakuanku ini. Dihisap dan dikulumnya kontolku dengan bibir dan lidahnya.

Genjotan kontol Ferry semakin cepat di bawah yang membuat Azizah menggelinjang hebat.
“Mmmh.. mmph.. mmph..,” teriak Azizah tertahan kontolku di mulutnya bersamaan dengan melengkungnya tubuh Azizah ke atas.
Azizah telah mencapai puncaknya bersamaan dengan Ferry.
“Tunggu, aku juga mau keluar..!” kataku lagi sambil melepas kontolku dari mulutnya dan mengocok kontolku di depan bibirnya yang sengaja dibukanya lebar.
“Aaagghh..!” erangku yang bersamaan dengan semprotan maniku ke wajah dan mulut Azizah.

Tak hanya itu, waktu semprotanku berhenti, langsung dikulumnya kontolku lagi dalam-dalam yang membuatku terasa ngilu tapi nikmat sekali. Akhirnya kami berempat merebah jadi satu di ranjang. Beberapa saat kemudian terdengar isak tangis Azizah. Doni dan ferry mendekatinya, dan seolah menenangkannya, namun kemudian Azizah kembali melenguh. Ternyata Doni dan Ferry belum puas, dan kembali menggilir gadis berjilbab itu sampai tiga kali.

FITRI : HALIMAH DAN YANTI

Tak terasa, Fitri sudah tamat dari SMP. Aku berniat menyekolahkannya di luar kota agar dia bisa mandiri. Perlahan rasa sayangku pada Fitri semakin besar, dalam arti rasa sayang orang tua yang betul-betul tulus.
Hari pertama Fitri sekolah, aku mengantarnya, sekalian mencarikan tempat kos yang aman dan nyaman buat Fitri. Tempat sekolah Fitri agak jauh dari rumah, hampir menempuh 2 jam perjalanan naik bus.
”Nak, pintar-pintar ya bergaul, dan belajar baik-baik,” kataku menasehati Fitri  ketika aku mau kembali ke tempatku.
”Iya, Pa… Fitri sayang sama papa,” jawab Fitri lalu memelukku, ia  menangis. Aku pun tak kuasa menahan haru, aku dan Fitri akan berpisah setelah hampir 16 tahun lebih kami bersama.
Hari-hari pertama aku lalui tanpa Fitri, rumahku terasa sepi. Aku pandangi fotonya, juga almari tempat baju-baju Fitri, seakan-akan aku telah kehilangan dia untuk selamanya.
”Tok… tok… tok…” terdengar ketukan di pintu depan, lalu disusul suara salam, ”Assalamualaikum…”
”Wa’alaikum salam,” jawabku. Segera aku membuka pintu.
fitri

fitri

”Eh, selamat sore, Pak. Maaf mengganggu, ini ada undangan pernikahan anakku.” kata Pak Budi padaku sambil menyodorkan undangan. Pak Budi ini adalah kepala dusun di daerahku, cuma beliau jarang bersilahturahmi denganku.
Aku terkejut membaca undangannya. ”Loh, ini pengantin wanitanya si Rani anaknya Bu Ratmi ya, Pak?” kataku agak keheranan.
”Emang iya, Pak.” jawab Pak Budi. ”Kenapa ya, Pak?” lanjutnya.
”Oh, ti-tidak, Pak! Kan Rani tetangga saya, kok saya taunya baru sekarang ya.” jawabku.
”Ya namanya anak muda, Pak. Saya sendiri kurang setuju akan pilihan anak saya, karena nak Rani kan masih muda sekali. Tapi namanya jodoh harus bagaimana lagi,” jawab Pak Budi. “Kalau begitu saya permisi dulu, Pak!” lanjutnya dan pergi.
Aku senyum sendiri mengingat kejadian waktu aku dan Rani berhubungan badan dulu. Aku menyadari bahwa aku butuh sosok pendamping dalam hidupku, tapi siapa yang mau kepadaku? Aku melamun dengan diriku sendiri, dan hoaamm… aku menguap capek. Mungkin besok atau lusa aku mencari pendamping, batinku.
Malam itu aku menghadiri pesta pernikahan anaknya Pak Budi. Aku melihat sosok Rani duduk di pelaminan bersama mempelai pria.
”Eh, Pak Adit… kenapa tidak makan, Pak?” tanya bu Ratmi mengejutkanku.
”Eh, tadi udah makan, bu. Masih kenyang,” jawabku. “Selamat ya, Bu!” aku memberikan selamat kepada bu Ratmi atas pernikahan putrinya, Rani.
”Iya, Pak, trimakasih,” jawab bu Ratmi sambil menyambut salamanku. ”Kapan ya kita berdua bisa duduk di pelaminan bersama,” lanjut bu Ratmi.
”Maksud bu Ratmi bagaimana?” tanyaku bingung.
”Ya, aku dan Pak Adit menikah,” jawab bu Ratmi dengan menundukkan wajah malu.
”Ahh, ibu bisa aja,” jawabku sambil mengambil tempat untuk duduk. Tiba-tiba mataku perpandangan dengan seseorang, dia juga memandangku dengan sedikit keheranan. Sepertinya aku mengenalnya, batinku. Aku mencoba mengingat-ingat siapa gerangan wanita itu.
Dia pun menghampiriku. ”Maaf bapak ini namanya Adit ya?” tanyanya.
”I-iya, kok tau?” jawabku penasaran.
Sambil memukul lenganku, wanita itu berkata, ”Aku Yanti, Pak. Masih ingat kan waktu di Batam, anaknya Pak RT?”
”Oh iya, iya, baru aku ingat. Ibu kok bisa sampai disini?” tanyaku.
”Aku itu adeknya Pak Budi, jadi wajarlah aku disini menghadiri pernikahan ponakan,” jawab Yanti. ”Ngomong-ngomong Pak Adit sudah punya istri baru atau sudah berapa istrinya?” lanjutnya.
Mendengar pertanyaannya, aku jadi agak risih, seolah-olah aku mata keranjang. ”Istri saya cuma satu, Bu, yakni almarhumah Nurlela.” jawabku tegas.
”Hah? Masa sih, Pak?” tanya Yanti keheranan. ”Kita ngobrolnya di belakang aja yuk, Pak! Sambil mengenang waktu di Batam, disini agak bising,” ajaknya.
Aku menurut saja. Mungkin betul juga perkataan Yanti, pikirku.
Ternyata Pak Budi benar-benar orang berada, rumahnya saja dilengkapi taman yang indah.
”Ibu sendiri sudah punya anak berapa?” tanyaku.
Yanti menatapku, ”Aku belum punya anak, aku mandul, Pak. Mas Dodi menceraikanku tahun lalu,” jawabnya.
Aku terharu akan kejujuran Yanti, suaminya dulu adalah temanku waktu bekerja, cuma saja Dodi lebih beruntung karena tak berapa lama telah memimpin proyek sepeninggalku.
fitri

fitri

”Aduh, saya minta maaf, Bu,” kataku sambil menggosok-gosok kedua telapak tanganku.
”Kok minta maaf, kan gak salah?” jawab Yanti. ”Ngomong-ngomong jangan panggil Bu dong, Pak Adit, hehehe… kan saya belum ibu-ibu,” lanjutnya.
”Maunya dipanggil apa?” tanyaku.
”Panggil nama aja,” jawab Yanti.
”Oke lah kalau begitu,” kataku.
”Aku juga boleh kan manggil namamu?” tanya Yanti. ”kan kamu juga belum bapak-bapak?” lanjutnya.
”Wew, anakku sudah besar lho, sudah SMA lagi,” jawabku.
”Mmh… maaf ya, Dit, bukannya aku lancang, tapi anakmu itu… mmh, siapa namanya, aku lupa?” tanya Yanti.
”Fitri,” jawabku.
”Oh, Fitri… tapi Fitri kan bukan anak kandungmu, Dit?” kata Yanti.
Aku sakit hati mendengar pernyataannya, sangat sakit. ”Tolong ya, Yan, hargai aku. Aku tahu kamu mengetahui masa laluku, tapi bukan berarti kamu bisa mengatakan kalau Fitri itu bukan anakku,” jawabku tegas.
”Tapi kan kenyataannya begitu?” potong Yanti.
”Memang benar, Fitri bukan anak kandungku. Tapi dia anakku, segalanya bagiku. Maaf ya, Yan, aku permisi.” kataku.
”Dit, Ditt, tunggu dulu!” cegah Yanti sambil menarik tanganku. ”aku minta maaf, tolong jangan diambil hati.” lanjutnya.
”Iya, tidak apa-apa. Aku pulang dulu, Yan, sudah malam.” kataku sambil meninggalkan Yanti. Aku terkejut karena baru melangkah, aku melihat bu Ratmi berdiri tidak jauh dari kami, dia menatapku heran.
”Ja-jadi… Fitri…” kata bu Ratmi.
Aku langsung pergi tanpa mendengar perkataannya. Di jalan aku menggerutu, memaki diriku sendiri, dan menyesali pertemuanku dengan Yanti. Aku kuatir bu Ratmi mengetahui dan menceritakannya pada orang lain kalau Fitri bukan anak kandungku.
Malam itu aku tidak bisa tidur, pikiranku tidak tenang. Aku takut bagaimana perasaan Fitri jika mengetahui kalau aku bukan bapak kandungnya. Berkali-kali kupejamkan mata, tapi rasa kantuk belum ada meskipun sudah jam 1 pagi.
***
”Tok… tok… tok…”
Aku terbangun dan melihat jam sudah jam 10 pagi, aku merasa malas untuk membukakan pintu.
”Tok… tok… tok… Adit?” suara wanita memanggil namaku.
Aku merasa heran, tak biasanya aku dipanggil Adit, pikirku. Maka aku bergegas membukan pintu.
”Hai, selamat pagi,” kata Yanti.
”Iya, selamat pagi juga! Silahkan masuk,” ajakku.
Yanti mengikutiku.
”Silahkan duduk,” kataku.
”Dit, aku minta maaf soal tadi malam,” kata Yanti.
”Iya, tidak apa-apa. Aku sudah melupakannya,” jawabku.
”Itu foto Fitri ya?” tanya Yanti sambil menunjuk sebuah foto di atas meja samping TV.
”Iya,” jawabku singkat.
”Sangat mirip dengan almarhumah.” lanjut Yanti.
”Yah, begitulah,” jawabku.
fitri

fitri

”Aku salut padamu, Dit. Kamu pria yang setia dan sangat bertanggung jawab,” puji Yanti.
”Ah, kamu bisa aja.” jawabku. Aku melihat Yanti sangat anggun, dengan pakaiannya yang elegan menandakan kalau Yanti orang berada.
Hari itu kami mengobrol panjang lebar tentang masa-masa muda di Batam. Tak jarang juga aku mencuri pandang ke paha Yanti yang mulus, dan belahan bibirnya yang sensual, juga kesediaan Yanti untuk memasak makanan buatku, makin membuatku respect padanya.
Aku tak menyangka kalau Yanti betah di rumahku, aku pun tidak keberatan jika ditemani sepanjang hari olehnya. ”Yan, kamu tidak bosan?” kataku.
”Jangan-jangan kamu yang bosan nih?” jawab Yanti sambil menatap mataku.
Jujur tatapannya membuatku kasmaran, aku tidak tahan menatapnya, sampai aku berkedip dan memalingkan wajahku keluar jendela.
”Aku senang kamu ada disini, Yan,” kataku.
”Masa sih? Ah, kamu mulai gombal deh,” jawab Yanti.
”Wee… ngapain juga gombal? Memang itu yang kurasakan kok,” jawabku mantap.
”Dit, besok aku kembali ke Batam,” kata Yanti.
”Oh, nanti kirim salam ya sama teman-teman dulu dan juga sama Dodi,” kataku sambil bercanda.
”Ih, najis. Kalau sama Dodi sampaikan aja sendiri,” jawab Yanti.
”Hehe… maaf, tadi bercanda,” sambungku.
”Dit, aku suka sama kamu,” ucap Yanti dengan nada yang tulus.
”Aku juga suka sama kamu, Yan. Kalau bisa, tiap hari kamu masakin aku makanan yang enak-enak,” jawabku setengah bercanda.
”Ih, bukan gitu maksudku,” lanjut Yanti sambil memegang daguku gemas.
”Jadi maksudnya gimana?” kataku.
”Maksudku, Dit, aku suka sama kamu. Aku… a-aku mulai sayang sama kamu,” jawab Yanti terbata.
”Kamu bisa aja, Yan, kayak anak sekolahan aja bilang sayang,”
”Sst…” Yanti menutup bibirku dengan jari telunjuknya. ”Aku serius, Dit. Awalnya aku kagum padamu, sampai-sampai aku merasa kalau kamulah sosok yang kudambakan,” lanjutnya.
Yanti mendekatkan wajahnya ke wajahku, dan bibir kami telah berpagutan. Aku merasakan kenikmatan di bibirku saat kuhisap bibir atasnya, juga lidahnya, Kami berciuman sangat lama, Aku memejamkan mata, aku sangat bersemangat, aku merasa yang kucium adalah bibir Fitri. Ciumanku terhenti saat tangan Yanti menuntun tanganku untuk meremas bongkahan payudaranya. Tapi aku menolak.
”Kenapa, Dit?” tanya Yanti heran.
”Kita seharusnya tidak sejauh ini,” jawabku sambil menjauh darinya.
”Emangnya kenapa, Dit? Diantara kita kan tidak ada yang terikat.” sambung Yanti.
”Aku tidak munafik, Yan… jujur aku menyukainya, tapi ini… ini tidak seharusnya.” jawabku.
Yanti memelukku dari belakang sambil menangis. ”Kenapa, Dit? Apa aku tak pantas buatmu?” tanyanya.
”Ini bukan masalah pantas atau tidak pantas,” jawabku.
”Lalu apa, Dit?” Yanti melepas pelukannya dan duduk menutup muka sambil menunduk.
”Maaf, aku tidak bisa menjelaskannya padamu,” kataku padanya.
Entah Yanti merasa malu atau bagaimana, dia lalu pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun. Aku melihat kepergiannya. Maafkan aku, Yan, aku mencintai Fitri, ucapku dalam hati.
Keesokan harinya Yanti pamitan padaku, dia memelukku dan mengatakan kalau dia sangat mencintaiku. Aku melepas kepergiannya dengan haru, aku merasa bersalah padanya. Biarlah dia pergi dan mencari lelaki yang lebih baik dari diriku.
Keesokan harinya aku menjenguk Fitri, aku membawa makanan yang enak-enak, juga buah-buahan kesukaannya. Aku sampai di tempat Fitri saat sore, jadi aku bisa bertemu dengan Fitri di kosan nya yang besar. Fitri menyewa 1 kamar, aku melihat banyak kamar untuk tempat kos-kosan khusus putri itu. Pemilik kosan sudah mengenalku dan mempersilahkanku ke kamar Fitri.
”Tok… tok… tok…”
Fitri membukakan pintu tanpa bertanya siapa yang mengetuk. ”Paaa…” dia langsung memelukku. ”Fitri kangen, Pa,” kata Fitri dalam pelukanku.
”Papa juga kangen. Nih papa bawain makanan kesukaanmu,” kataku sambil meletakkan bawaanku di samping pintu. ”Duh, anak papa sudah besar,” kataku sambil memandangi tubuh Fitri.
”Iya lah, Pa, masa kecil terus, hehehe…” jawab Fitri, lalu kembali memelukku.
fitri

fitri

Aku merasakan betapa hangatnya pelukan Fitri, dan juga merasakan sangat bahagia setelah beberapa bulan berpisah dengannya.
”Pa, papa kenapa tidak beli handphone? Kan bila kangen kita bisa komunikasi kapan kita butuh,” tanya Fitri antusias.
”Iya, nanti lah kalau sudah punya uang cukup,” jawabku.
”OhH… pa, papa nginap disini aja ya? Fitri masih kangen, besok aja pulangnya,” pinta Fitri.
”Iya, nak, papa juga kangen. Nanti papa minta izin sama yang punya rumah,” jawabku.
”Hehehe, gitu dong, pa,” kata fitri lalu memelukku lagi.
Malam itu aku tidur di kamar Fitri. Pemilik rumah memberikanku tikar dan bantal agar aku bisa tidur, tapi tidak kupakai. Aku tidur bersama Fitri di ranjang yang sempit, yang cukup untuk satu orang saja. Saat tidur Fitri hanya mengenakan bh dan celana dalam, aku jadi serba salah, kulihat tubuh Fitri semakin merekah indah.
”Pa, buka aja baju dan celananya, biar besok bisa dipakai lagi.” kata Fitri.
Aku mengiyakan saja, aku tidur memeluk Fitri, dan kakiku juga memeluk pahanya. Hangat terasa menjalar di tubuhku, aku jadi tak bisa mengontrol nafsuku, hingga penisku pun bangun. Aku yakin Fitri merasakan penisku, karena kami masih belum tidur.
Fitri bercerita panjang tentang sekolah dan pengalaman-pengalamannya selama berpisah denganku, aku sangat bersemangat mendengarkannya. Di sisi lain, penisku meronta dari balik celana dalamku. Tanganku yang semula memeluk perut Fitri, kini berpindah mengelus-elus rambutnya, otomatis siku tanganku bergesekan dengan payudaranya. Sambil menahan gairah aku mencoba menasehati Fitri agar pandai-pandai menjaga diri. Fitri merasa nyaman saat kupeluk, bahkan dia membalas pelukanku dengan membalikkan badannya, kini kaki Fitri yang memeluk perutku.
fitri

fitri

Aku mencium kening Fitri dengan lembut, Fitri membalas ciumanku dengan senyuman yang manis. Kutatap matanya dalam-dalam, lalu kukecup bibirnya.
“Papa sayang sama kamu,” kataku setelah kulepas ciumanku.
“Fitri juga, Pa, Fitri sayang sama papa.” jawab Fitri.
“Kita tidur yuk,” ajakku.
“Masih kangen, Pa,” rengek Fitri. Dia menaiki tubuhku dan,
”Hmmfh… Paaa…” Fitri menggoyang-goyangkan pantatnya di atas penisku. Aku membalasnya dengan menaikkan pantatku.
“Pa, Fitri pengen,” kata Fitri lirih.
“Tapi kita sudah janji, nak.” jawabku sambil meremas pantatnya.
“Gak usah dibuka, Pa, celana dalamnya,” kata Fitri yang mulai tersiksa dengan gairahnya.
Kubalik badan Fitri, lalu kubuka celana dalamnya dan kujilat kemaluannya dengan rakus. Itilnya yang merah kumainkan dengan lidahku.
“Paa… mmmfffhhh!!” Fitri menutup mulutnya dan aku merasakan hangat dari kemaluannya, dia orgasme.
Aku merasa bahagia bila melihat Fitri senang atau terpuaskan, aku tidak lagi mempedulikan diriku sendiri. Bagaikan pelayan kepada tuannya, itulah aku. Berusaha memberikan segalanya untuk orang yang disayangi.
Ada kebanggaan tersendiri dalam diriku melihat Fitri tumbuh berkembang. Ya, Fitri yang sekarang sangat cantik, manis, juga tutur sapanya sangat ramah. Siapapun yang melihat Fitri pasti akan suka, walaupun sebatas suka melihat.
Esoknya aku mengantarkan Fitri ke sekolah yang tak jauh dari tempatnya. Aku sengaja ikut karena mau melunasi iuran-iuran keperluan dan perlengkapan Fitri di sekolah. Tak ada sedikit pun rasa beban di hatiku saat mengeluarkan hampir 3/4 hasil jerih payahku selama ini demi kebutuhan Fitri.
“Paa, hati-hati di jalan ya,” pesan Fitri.
“Papa belum mau pulang, Nak, papa mau nunggu kamu pulang sekolah.” jawabku.

Fitri menatapku dengan senyum dan mengangguKkan kepala. “Pa, Fitri pamit ya,” ucapnya sambil mencium tanganku.

“Baik-baik ya, nak, belajarnya,” pesanku pada Fitri.
Aku melihat Fitri dari belakang memasuki ruang kelasnya. Aku menunda pulang, mau membeli perlengkapan fitri lainnya. Aku merapikan kamar Fitri, juga sedikit menghiasnya. Kulihat ada buku diary saat aku membongkar tilam yang merupakan kasur Fitri dan menjemurnya agar tidak lepek. Kubuka diary kecil tulisan tangan Fitri itu.
“Dear diary, hari pertama aku berpisah dari orang yang paling kusayangi di dunia ini, papaku sayang.”
Aku tersenyum membaca guratan Fitri tentang aku, kubuka lagi lembar berikutnya.”Dear diary, aku sangat merindukan papa, pengen dipeluk dalam kehangatan, seandainya dia bukan papa kandungku, ohhh…”
Deg! Apa maksud Fitri? Batinku. Dia ingin aku… ah, otakku pusing memikirkannya, perlahan kubuka lembar berikutnya.
“Diaryku sayang, aku tumbuh menjadi dewasa. Aku bagaikan pohon di atas bukit yang selalu bergoyang diterpa angin, namun aku tetap berdiri tegap. Aku merasa bahagia terlahir di dunia ini oleh kasih sayang yang luar biasa dari seorang papa, aku tidak menyesal tidak melihat bahkan mengenal sosok seorang mama. I love you, Pa.”
Aku sangat terharu membacanya. Kusadari semua perbuatanku pada Fitri, tak seharusnya aku merusak masa depannya, batinku. Kutaruh kembali buku diary itu dan melanjutkan kegiatanku membersihkan kamar Fitri.
fitri

fitri

Minggu siang aku menghabiskan waktu shoping (istilah kerennya) ke mall SKA Pekanbaru. Aku ke counter handphone untuk cuci mata, aku melihat hape warna pink sangat menarik perhatianku. Mungkin Fitri akan menyukainya, batinku. Setelah tawar-menawar, aku membelinya, satu untuk Fitri dan satu lagi buatku, aku memilih warna putih.
Aku berjalan keluar mall sambil memainkan hape baruku. Aku merasa kecewa setelah di jalan, layar warna hape baruku agak buram. Apa karena efek sinar matahari ya? Batinku. Maka kudekatkan hape itu dan tanganku yang satu lagi membantu menutup bias sinar.
”Tiiinnnnnnnnnn!!!” suara klakson mobil mengejutkanku, ”Ckhhiiiiiiiiiitttttt…” aku masih mendengar suara ban yang lengket di aspal saat aku merasa pandanganku mulai berbayang, lalu aku tidak ingat apa-apa lagi.
Entah berapa lama aku berbaring, badanku terasa sangat sakit, terutama di bagian kepalaku yang di perban, “Maaf, dik! Aku ada dimana?” tanyaku pada perempuan yang membelakangiku.
“Bapak sudah siuman? Maaf, Pak, jangan banyak bergerak dulu!” kata suster itu padaku saat aku mau bangun melihat kondisiku.
“Bapak sekarang ada di rumah sakit, tadi siang bapak kecelakaan. Tapi bapak tidak usah kuatir, karena yang menabrak bapak bertanggung jawab atas perobatan bapak.” terang suster itu padaku.
”OhH,” kupegang kepalaku agak ngilu. Jam 9 malam, pikirku setelah kulihat jam becker di samping mejaku, ada juga buah-buahan disana.
“Bapak istirahat aja yah!” kata suster itu lagi sambil mengambil jarum suntik dan menyuntikkannya ke lenganku, tiba-tiba kurasakan kantuk yang luar biasa, dan aku pun tertidur.
Keesokan harinya aku terbangun, aku merasa tanganku basah. Ya tanganku basah oleh isak tangis Fitri, aku melihat Fitri memeluk tanganku dengan pipinya.
“Fit…” kataku lirih.
“Paaa… papa!!” jerit Fitri dalam tangisnya dan mendekatkan wajahnya ke pipiku.
“Jangan nangis, sayang!! Papa gak apa-apa kok,” kataku sambil mencoba membelai rambutnya yang tertutup jilbab.
Fitri menggeleng-gelengkan kepalanya, tak berapa lama ada beberapa yang menjengukku. Ada sekitar 5 orang dengan ditemani dokter dan perawat, dokter memeriksa luka dan kondisiku. Aku melihat Fitri masih berderai air mata.
“Bapak tidak usah kuatir, luka bapak tidak parah, mungkin bapak besok sudah bisa pulang.” kata dokter kepadaku sambil merapikan perlengkapannya.
Tak berapa lama, dua orang wanita mendekatiku. Aku tak mengira sebelumnya kalau mereka lah yang tidak sengaja menabrakku.
“Pak, eeh… ma-maaf, Pak, aku minta maaf. Aku dan keluarga memohon maaf atas kecelakaan ini,” kata wanita itu kepadaku. “Anak saya tidak sengaja menabrak bapak,” lanjutnya sambil menarik tangan seorang lelaki agar mendekat ke arahku. Aku melihat wajah bersalah pada diri anak itu.
“Gak apa-apa, Bu, saya juga salah karena kurang hati-hati.” balasku.
Aku melihat wajah tersenyum diantara mereka semua. Aku merasa aneh melihat sosok wanita di sampingku, aku melihat wanita itu dan aku juga menatap Fitri secara bergantian, sehingga beberapa orang juga mengikuti gerakanku. Kemudian Fitri dan wanita itu saling bertatapan, ya Allah… mereka sangat mirip, batinku. Hanya saja wanita yang di sampingku sudah lebih tua dari Fitri, mungkin sebaya denganku. Aku melihat mereka berdua tersenyum dan suasana di ruangan kelas 1 diwarnai canda tawa.
Keesokan harinya aku diperbolehkan pulang ke rumah setelah 2 hari lebih aku dirawat di rumah sakit. Keluarga bu Halimah bersedia mengantarku, bu Halimah adalah ibu dari Andre, anak yang menabrakku. Aku tidak lagi merasa kuatir sebab biaya perobatanku sampai sembuh telah ditanggung oleh keluarga bu Halimah. Fitri juga telah minta izin dari sekolah selama seminggu untuk membantu merawatku.
Bu Halimah sungguh baik hati, di samping bertanggung jawab, beliau juga membelikan buah-buahan dan vitamin lainnya buatku. Walaupun mengalami kejadian yang tidak kuharapkan, aku sangat bersyukur karena aku tidak luka parah.
“Maaf, Pak, istri bapak dimana?” kata bu Halimah saat kami tiba di rumah.
“Istriku sudah lama meninggal, Bu, sejak Fitri lahir.” jawabku.
fitri

fitri

“Maaf, Pak.” sambungnya.
“Gak apa-apa, Bu.” ujarku. Aku dibaringkan di kamar, aku melihat rona wajah bu Halimah dan anaknya agak canggung.
“Jadi selama ini bapak jadi single parent?” tanya ibu itu sambil memandang-mandang kondisi kamarku.
“Iya, Bu, tapi saya sangat senang merawat dan membesarkan anakku tanpa beban sedikitpun.” jawabku tersenyum.
“Wah, aku jadi iri sama bapak.” kata bu Halimah. Tiba-tiba ia tercengang memandang foto usang istriku yang kutempel di almari pakaian. ”I-ini foto s-siapa, Pak?” tanya bu Halimah sambil berdiri dan menyentuh wajah foto istriku.
“Itu foto mamaku, Tante.” jawab Fitri sambil menuangkan teh ke dalam cangkir.
“Na-namanya s-siapa?” tanya bu Halimah gugup.
“Nurlela,” jawabku singkat.
Entah kenapa bu Halimah langsung menangis dan menciumi foto istriku. Ia kemudian mengajak Andre, anaknya, pulang. Pembantunya juga minta izin padaku dan Fitri mau ikut pulang, tapi katanya akan kembali lagi nanti. Aku dan Fitri merasa keheranan dan saling berpandangan.
Fitri sangat kuatir pada kondisiku, padahal aku sudah merasa baikan, namun fitri sangat bersikeras untuk merawatku sampai sembuh total. “Pa, minum obat ya!” katanya sambil meletakkan piring yang baru kupakai makan.
Aku menganggukkan kepala tanda setuju, memang ada beberapa obat yang harus kuminum. Jumlahnya mungkin lebih dari enam biji, pil serta obat cair. Setelah obatnya selesai kuminum, Fitri mencium keningku dan membaringkanku. Tapi aku merasa perutku mulas, dan obat yang baru kutelan rasanya mau keluar lagi.
“Lho, kenapa papa duduk lagi?” tanya Fitri saat aku bangkit.
“Mau muntah,” jawabku sambil memegang tenggorokan. Aku melihat wajah Fitri yang khawatir.
”Tin, tin,” terdengar suara klakson mobil di luar.
“Bentar ya, Pa, Fitri mau lihat dulu siapa yang datang.” kata Fitri.
Tak berapa lama aku melihat bu Halimah, Andre dan seorang nenek yang sudah ubanan. Kelihatan kalau mereka itu orang kaya dari cara berpakaian, aku melihat bu Halimah menenteng amplop map yang tebal. Keherananku bertambah saat nenek yang bersama bu Halimah terus memandangi wajah Fitri. Bu Halimah mengeluarkan isi dari map yang ia bawa, aku melihat ada foto album dan bu Halimah menyerahkan album itu padaku sembari menggandeng nenek yang merupakan ibu bu Halimah.
Aku sangat terkejut saat kulihat foto istriku, Nurlela, bersama keluarganya, dan yang lebih mengejutkanku adalah ketika bu Halimah menerangkan kalau Nurlela merupakan adik kandungnya. Mereka hanya terpaut selisih dua tahun. Aku memandang bu Halimah dan bu Halimah membalasnya dengan anggukan. Tak menunggu lama, kamar tempatku berbaring berubah menjadi isak tangis kerinduan. Ibu dari bu Halimah yang menjadi mertuaku mencium dan memelukku, bu Halimah juga memeluk Fitri. Jadilah hari itu menjadi momen yang haru bagiku dan juga bagi keluarga baruku.
Aku menyalami Andre saat dia memanggilku om. Mertuaku yang namanya bu Izah memintaku untuk menerangkan semua mulai dari awal. Aku memandang Fitri, aku tak sanggup untuk mengungkapkan hal yang sebenarnya, tapi itu mungkin sangat penting bagi Fitri dan juga keluarga baruku. Sekali lagi aku memandang Fitri dan memintanya untuk mendekatiku, seperti aku mau menyampaikan pesan terakhir. Kugenggam tangan Fitri, dan aku mulai bercerita dari awal pertemuanku dengan almarhumah istriku hingga menikahinya sampai Fitri lahir. Aku menceritakan secara mendetail tanpa ada yang kusembunyikan tentang aku dan almarhumah istriku, Nurlela.
Tiba-tiba Fitri melepaskan genggaman tanganku dan berlari menuju kamar mandi. Kami semua mendengar jeritan pilu dari anakku, Fitri. Aku tak kuasa menahan tangisku, begitu juga bu Halimah yang entah kenapa memelukku dan menangisiku. Tak ketinggalan juga mertuaku menitikkan air mata dan mengajak Andre untuk membujuk Fitri agar membukakan pintu. Aku sangat khawatir selama sejam Fitri berada di dalam kamar mandi. Bu Halimah menyuruh Andre untuk mendobrak pintu kamar mandi, dan akhirnya pintu kamar mandi pun terbuka. Aku tidak bisa melihat apa yang terjadi disana selain mendengar isak tangis Fitri yang tersendat-sendat.
fitri

fitri

Andre membelikan nasi bungkus di warung Ampera tidak jauh dari rumahku untuk makan kami berlima, malam itu bu Halimah mau menginap di rumahku beserta mertuaku, juga Andre. Bu Halimah yang sekarang kupanggil kakak ipar tidak tega meninggalkan kami dengan situasi yang rumit saat Fitri mengetahui bahwa dirinya bukanlah anak kandungku. Aku tahu perasaan Fitri, mungkin aku sudah terasa asing baginya, dan aku tidak keberatan jika nantinya Fitri akan lebih memilih keluarga istriku dibandingkan tinggal bersamaku. Toh juga nantinya Fitri bisa hidup lebih mewah lagi jika tinggal bersama nenek kandungnya, batinku.
Saat makan malam tiba, mertuaku tidak sungkan menyuapiku, bahkan memberikan obat untuk kuminum. Aku tidak merasakan malam itu ada Fitri yang selalu setia melayaniku seperti sebelumnya.
Keesokan harinya aku merasa baikan, aku mulai bisa berjalan kesana-kemari. Aku melihat senyum di bibir mertuaku, “Dik, maaf ya hari ini kami harus pulang, lusa mungkin kami datang lagi.” kata kakak iparku sambil merapikan ruangan.
“Gak apa-apa, kak, aku sudah sehat kok.” jawabku.
Tiba-tiba Fitri menyusun bajunya dalam tas. “Nek, aku ikut ya?” kata Fitri.
Aku dan mertuaku saling berpandangan. Aku menundukkan kepala, menerima semua keputusan Fitri.
“Lho, nanti yang nemanin papa kamu siapa, cu?” tanya mertuaku pada Fitri.
Fitri tidak menjawab, bahkan dia minta tolong pada Andre untuk membawakan tasnya ke mobil. Aku menganggukkan kepala pada kakak iparku tanda aku setuju. Sebelum pamit, kakak iparku memelukku, juga mertuaku.Kini tinggallah aku sendiri, aku tidak sempat bertanya dimana mertuaku tinggal. Aku kembali merasa kesepian, tapi biarlah, pikirku. Aku yakin kakak iparku pasti memberikan yang terbaik buat Fitri. Aku teringat orang tuaku, aku merasa berdosa kepada mereka, aku tidak tau sedikitpun kabar dari mereka. Oh, aku rindu orang tuaku, aku rindu kampung halamanku. Tiba-tiba terlintas di pikiranku untuk pulang ke kampung. Maka aku merencanakan segala sesuatu buat masa depanku, juga masa depan Fitri, anakku.
Seminggu kemudian aku mendapat kabar dari kakak iparku kalau Fitri telah pindah sekolah ke tempat yang lebih baik, mendengarnya aku sangat senang. Siangnya aku mendatangi kantor asuransi dimana Fitri dulu aku masukkan ke asuransi pendidikan, selama ini aku sangat rajin menyetor iuran perbulannya. Maksud kedatanganku, aku ingin mencairkan dana yang telah kudepositokan selama ini sejak Fitri berusia tiga tahun lebih, berarti lebih dari 14 tahun.
Dengan prosedur dan embel-embel yang rumit akhirnya aku mendapatkan dana segar sebesar 25 juta lebih, aku sangat senang memiliki uang yang banyak, bahkan rumahku yang kubeli dengan cara mencicil kujual juga. Tak sampai sebulan aku menunggu, akhirnya rumahku ada yang membeli dengan harga 30 juta.
Aku menemui kak Halimah dan kami bicara panjang lebar tentang Fitri, dengan berat hati kak Halimah menyetujui permintaanku, dimana aku menyerahkan semua uangku kepada Fitri. Aku hanya menyisahkan 2 juta buat bekalku hidup di kampung, dan aku juga menitipkan surat buat Fitri. Aku tau keputusanku ini sangat tergesa-gesa, tapi ini yang terbaik buatku, juga buat Fitri.
Hampir 20 tahun aku tidak lagi mengenal tempat tinggal orang tuaku, bahkan tidak banyak yang kukenal lagi. Aku bingung dengan bangunan-bangunan yang berjejer, aku seperti anak perantau yang baru singgah di sebuah kota perantauan. Aku memasuki jalan yang kuingat dulu adalah rumahku, bahkan sekolahku yang dulu terbuat dari papan sekarang sudah bangunan bertingkat, lengkap dengan workshopnya. Sungai yang sering jadi tempatku mandi telah berubah drastis; dulu airnya jernih, sekarang berubah coklat dan berbuih akibat limbah masyarakat. Tak ada kenangan yang melekat di benakku akibat perubahan lingkungan dimana dulu aku dibesarkan.
Dimana rumahku? Itulah pertanyaan yang ada di otakku. Aku mendatangi mesjid yang dulu sering kudatangi saat mau sembahyang, aku bertanya pada ustadz yang kebetulan ada di mesjid. Menurut keterangan beliau bahwa orang tuaku 5 tahun yang lalu telah pindah ke Kalimantan dan telah menjual rumah juga sawah yang pernah kami kelolah dulu. Aku sangat terpukul dan menyalahkan diriku sendiri, aku telah berdosa kepada orang tuaku. Aku berlutut seketika itu dan memohon ampun.
Aku berjalan selama berjam-jam tanpa arah mengelilingi tempat kelahiranku, dan merenungi nasibku, sampai tak sadar aku menaiki bis tujuan kota Medan. Aku tak menghiraukan kernek bis yang menanyakan arah tujuanku, aku memberikan ongkosku pecahan 20 ribu rupiah sebanyak dua lembar, lalu aku terlelap di dalam bis. Aampai di terminal Amplas baru aku terbangun karena mendengar suara keras dari para penjual jalanan, aku turun dan memanggil ojek. Dengan naik ojek aku bebas melihat suasana kota Medan, aku menyuruh tukang ojek agar mengantarku ke bengkel mobil yang besar. Aku yakin dengan keahlianku, aku akan diterima bekerja sebagai montir.
fitri

fitri

Tak menunggu lama aku diterima bekerja di bengkel mobil. Karena kepiawaianku sebagai montir, maka bengkel tempatku bekerja semakin laris, bahkan Pak Leo yang punya bengkel sangat menyukai cara kerjaku. Pak Leo tak sungkan memberikan 20% dari pengasilannya.
Selama 4 bulan bekerja, pikiranku selalu tertuju kepada Fitri. Aku semakin merindukannya setiap saat. Walaupun aku mendapatkan upah lebih dari 5 juta perbulannya, namun hal itu tidak bisa membuatku hidup bahagia. Pak Leo sangat terkejut saat kuutarakan niatku untuk berhenti bekerja di bengkelnya, aku menerangkan alasanku untuk berhenti. Dengan berat hati Pak Leo melepasku.
“Kapan pun bapak kembali, aku slalu siap menerima bapak.” begitu kata Pak Leo saat aku meninggalkan bengkelnya.
Aku kembali ke Pekanbaru untuk menemui Fitri. Pertama aku pergi ke tempat sekolahnya yang dulu, aku menanyakan ke sekolah mana Fitri dipindahkan. Tak sulit menemukan sekolah Fitri yang baru. Aku agak gugup saat menunggu Fitri pulang sekolah, aku merasa seperti menunggu sang kekasih, bahkan aku berpakaian dengan rapi, juga membawa oleh-oleh dari kota Medan yang terkenal itu; bika Ambon.
Setelah bel panjang berbunyi, kegugupanku semakin menjadi. Aku mondar-mandir tanpa alasan, keringatku pun mulai membasahi keningku, juga baju ku. Aku agak bersembunyi dari antara orang yang mau menjemput anak atau saudara mereka yang bersekolah, ada yang menjemput dengan mobil honda zass terbaru, bahkan ada juga parkir mobil hammer silver. Mungkin kak Halimah menyekolahkan Fitri di sekolah bonafit, batinku.
Aku mengamati setiap siswi yang keluar dari area sekolah. Fitri mana? pikirku.
Oh Tuhan, aku hampir saja tidak mengenalinya, Fitri merubah gaya berjilbabnya menjadi bergelombang, bahkan kulitnya tampak makin putih, sangat jelas kelihatan raut wajahnya yang bersahaja. Aku menelan ludah saat melihat Fitri, dalam 4 bulan lebih aku tidak melihatnya, Fitri sudah menunjukkan perubahan yang sangat drastis. Kak Halimah sungguh merawat Fitri dengan baik. Aku agak ragu memanggilnya, sampai sebuah mobil bermerk pajero sport menghampirinya. Mulutku serasa terkunci saat Fitri memasuki mobil itu.
“Fitri…!!” aku memanggil dengan suara pelan, kerinduanku merubah segalanya. Kukejar mobil yang ditumpangi fitri. ”Fittrii… !!” teriakku kuat sambil terus mengejar mobil itu. ”Fitrrriii…” teriakku lagi, hingga mobil itu berhenti. Mungkin Fitri melihatku, aku lihat dia turun dan mendekatiku yang sedang terbungkuk-bungkuk mengatur nafas karena kelelahan.
“Paaa…! Papa…!!” Fitri berlari ke arahku dan memelukku erat tanpa mempedulikan orang lain. “Papa darimana?” tanyanya sambil menangis seperti kesakitan.
Aku melihat Andre turun dan menghampiriku, rupanya tadi yang memberi tumpangan adalah Andre, keponakanku sendiri.
“Wah, om dari mana saja?” tanya Andre padaku.
Aku hanya mengusap-usap rambut Andre sebagai jawaban.
“Yuk, om, kita langsung ke rumah aja!” ajak Andre.
Fitri melepas pelukannya dan menatapku kemudian mengangguk.
“Ya udah, tapi om ambil barang dulu ya!” kataku sambil berjalan ke arah tempatku tadi menunggu Fitri.
Fitri dan Andre mengikutiku dan membantu membawa bawaanku. “Wah, ada bika, om? Ini makanan vaforitku,” kata Andre kegirangan. Fitri tak membawa apa-apa, tapi selalu menempel di lenganku, bahkan dalam mobil ia memelukku erat serasa tidak mau lagi kehilangan.
Sampai di rumah, kak Halimah sangat terkejut juga senang menyambut kedatanganku. Ia tidak sungkan memelukku sangat lama di depan mertuaku, aku menjadi salah tingkah dibuatnya. Mertuaku bercerita banyak tentang Fitri sejak aku pergi. Fitri sangat kehilanganku, begitu kata mertuaku. Fitri juga sempat sakit selama seminggu karena memikirkanku.
Ada satu yang menjadi pertanyaanku selama ini, sejak aku mengenal keluarga kakak iparku, belum pernah sekalipun aku melihat papanya Andre, Maka aku pun menanyakan hal itu kepada mertuaku. Tapi tidak ada jawaban dari beliau, malah mertuaku menyuruh aku bertanya pada kak Halimah yang sedang sibuk di ruang kerja. Akupun menghampirinya.
“Lagi asik ya, kak?” tanyaku pada kak Halimah.
“Iya, Dit.” jawab kak Halimah singkat sambil mengutak-atik komputernya.
“Sudah jam 1 lho, kak.” kataku sambil duduk di depan kak Halimah.
“Iya, bentar lagi. Nah, beres juga.” kata kak Halimah sambil merentangkan tangannya tanda kelelahan.
“Kalau aku boleh tanya, papanya Andre kemana ya?” tanyaku hati-hati.
“Jujur, Dit, aku sangat senang kamu datang.” jawab kak Halimah.
“Yang ditanya apa, jawabnya apa.” kataku sambil menggaruk pipiku yang tidak gatal.
“Hehehe, aku tidur duluan ya, Dit. Besok harus cepat ke kantor.” kata kak Halimah sambil beranjak dari kursinya dan menepuk bahuku, aku pun membalasnya dengan senyuman.
Setengah jam aku merenung sendiri di keheningan malam, entah apa yang kulamunkan. Aku merasa mata ini belum bisa tidur. Aku mendengar ada suara tersengguk-sengguk dari dalam kamar kak Halimah, suara itu sangat jelas karena heningnya malam. Kudekati kamar kak Halimah, suara itu semakin jelas.
”hukk… hukkkk…”
Rupanya suara tangisan, pikirku. Kuberanikan mengetuk pintu kamar kak Halimah.
“Iya, ada apa, Dit?” tanya kak Halimah ketika melihat aku yang mengetuk pintu.
”Kakak kenapa menangis?” tanyaku menatap kak Halimah sendu.
Kemudian kak Halimah memelukku dan menangis lagi, aku membopong tubuhnya ke tempat tidur.
“Ada apa, kak? Ceritalah!” kataku.
Kak Halimah menghapus air matanya dengan tissu yang ada di tangannya.
Posisi kami duduk berdampingan di pinggir kasur, dan kepala kak Halimah bersandar di bahuku.
“Dit, papanya Andre sebenarnya sudah menikah lagi,” kata kak Halimahh lirih.
“Oh,” jawabku singkat.
Dan kak Halimah pun mengeluarkan semua uneg-uneg tentang suaminya yang kawin lagi dengan gadis berusia 17 tahun. Kak Halimah ingin menceraikan suaminya, tapi takut kalau nantinya dicemooh orang-orang. Kak Halimah juga takut menyandang status janda. Mendengar cerita kak Halimah, kuberanikan menggeser jarak dudukku agak lebih jauh dari kak Halimah, dan kusandarkan kepalanya ke pahaku. Aku menyemangati kakak iparku agar tidak terlalu memikirkannya.Alhasil, tak berapa lama kak Halimah tertidur di pangkuanku. Aku keluar dari kamar kak Halimah menuju sofa dan membaringkan diri, menatap lampion kristal di langi-langit rumah kak Halimah dan aku pun tertidur.
Aku terbangun saat mendengar suara lalu lalang orang-orang di sampingku, Oh, rupanya sudah pagi. Kak Halimah, Andre dan mertuaku sedang sarapan. Aku bangkit dari sofa, kulihat ada selimut menyelimuti tubuhku, seseorang mungkin menaruhnya saat aku tertidur.
“Pagi, om.” sapa Andre.
“Sarapan, Dit?” ajak kak Halimah, juga mertuaku, menyuruhku duduk bergabung.
“Iya, terimakasih.” jawabku. ”Fitri belum bangun, Ndre?” tanyaku pada Andre sambil mengambil piring, lalu kak Halimah mengambilkan nasi goreng yang ada di panci untukku.
“Tadi udah, om, katanya sakit.” jawab Andre.
“Sakit apa?” tanyaku kuatir.
Lalu kak Halimah menjawab dengan suara yang lirih tapi tidak kedengaran, aku mengerti kalau Fitri lagi halangan.
Selesai sarapan, kak Halimah dan Andre berangkat. Andre ke sekolah, sedangkan kak Halimah ke kantor, sementara tak berapa lama mertuaku mengajak bi Inah, pembantu rumah, pergi belanja ke pasar. Aku bergegas mandi dan sikat gigi, setelah itu aku mendatangi kamar Fitri.
“Sarapan dulu, nak!” ajakku.
“Eh, papa… duduk sini!” jawab Fitri. “Belum laper, Pa.” lanjutnya.
Aku menatap mata Fitri dan mengusap rambutnya, “Papa minta maaf, kalau selama ini…”
Belum selesai aku menyelesaikan omonganku, Fitri sudah menutup bibirku dengan jarinya, “Papa gak salah, apapun yang terjadi. papa tetap papa Fitri, milik Fitri.” katanya lalu memelukku.
Kucium keningnya, Fitri membalas dengan mencium bibirku. Aku agak gugup, walaupun aku suka namun aku merasa kalau itu salah.
“Katanya kamu sakit, nak, sakit apa?” tanyaku untuk mengalihkan perhatian.
Fitri menatap mataku dan memegang wajahku dengan telapak tangannya, “Sakit malarindu, Pa.” jawabnya.
Aku tertawa mendengar jawaban Fitri yang menggelitik. “Jadi anak papa sudah punya pacar?” tanyaku.
“Huum… pacar Fitri sangat setia, Pa, baik dan bertanggung jawab.” jawab Fitri sambil menatapku, juga mengelus wajahku. Aku jadi salah tingkah.
“Oh, bagus lah kalau begitu. Namanya siapa? Trus tinggalnya dimana?” tanyaku agak cemburu.
Lalu Fitri membisikkan nama di telingaku, tapi aku belum mendengar apa yang dibilangnya. “Apa sih?” tanyaku sambil bercanda.
Fitri mengeluarkan lidahnya seraya meledekku, “Wee… mau tau aja papa,” jawabnya.
Karena gemas melihat lidah Fitri, bibirku spontan mengulumnya. Fitri membalas dengan bringas, bahkan ia menindih tubuhku, melumat habis bibirku seperti kesetanan, ”Mmmff… ah… ha… ah…” aku berusaha mengatur nafas karena sempat aku tidak bernafas.
“Fitri kangen, Pa… Fitri kangen sama papa, kangen sekali.” kata Fitri.
“Papa juga, nak. Papa gak tenang jauh darimu.” jawabku.
Lalu Fitri menciumku kembali, aku merasakan pantatnya menekan-nekan penisku.
“Pintunya tutup dulu, nak.” kataku.
Fitri berjalan dan menutup pintu, lalu membuka semua bajunya, sepertinya ia  sudah haus akan sentuhanku. Aku tidak melihat tanda-tanda kalau Fitri sedang datang bulan seperti yang dikatakan oleh kak Halimah, celana dalam nya bersih tanpa pembalut, juga tidak ada darah.
“Katanya lagi dapet?” tanyaku.
Fitri tidak menjawab, ia kembali menindih tubuhku, lalu dengan cepat melorotkan celana dan celana dalamku. Penisku yang setengah hidup dipegangnya, lalu… awhhh… penisku dikulumnya. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa, aku tidak menyangka Fitri sangat lihai memainkan penisku di mulutnya. Dia mengocok penisku dengan mulutnya.
Aku seperti cacing kepanasan karena saking geli dan nikmatnya, ”Oohh… mmffhh… enak, Fit,” rintihku.
Fitri terus menghisap penisku sambil mengocoknya dengan jarinya, makin menambah kenikmatanku yang luar biasa, aku merasa seperti mau keluar… “Aghh… Fit… papa mau sampai… papa mau keluar, Fit!” desahku.
Fitri makin memperkuat sedotannya di ujung penisku, juga kocokan jarinya, membuatku tidak kuat lagi menahan spermaku. “Fit, aghh… bibirmu enak… oughh…. Fitrii… mmfhh… awwhh!!” aku merasakan nikmat yang luar biasa.
Fitri terus menyedot penisku dan menelan spermaku, rasa geli dan enak kurasakan dari mulutnya. “Udah, nak… ahh… papa gak kuat lagi!!” pintaku karena memang rasanya sangat geli.
Fitri tersenyum genit kepadaku. “Enak, Pa?” tanyanya genit.
Aku menarik tubuh Fitri dan kutindih tubuhnya, bibirnya kukulum mesra. Aku merasakan sensasi yang luar biasa saat Fitri mengeluarkan lidahnya, air ludahnya segera kuhisap habis, terasa nikmat sekali saat kutelan. Ciumanku turun ke leher, juga ke payudaranya. Kuhisap kuat-kuat puting Fitri yang mungil kemerahan.
“Mmffhhh… Paaaa…” desah Fitri memegang kepalaku.
Payudaranya kupilin-pilin dan kuhisap secara bergantian, cumbuanku juga terus turun ke arah kemaluannya. Kuhisap semua bibir dan cairan kewanitaannya dengan rakus.
“Paa… oghhh… memek Fitri diapain?” desah Fitri, ia menjerit sangat kuat.
Aku tidak peduli kalau ada orang yang masuk atau mengetahui ulah kami, aku semakin bergairah saat Fitri mengeluarkan kata-kata vulgar, “Paaa… entotin memek Fitri, Paaa… entotin…” desah anakku sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Terus kuhisap-hisap itilnya sampai keluar, “Paaaaaaaaa!!! Mmffhh… ohhh…. Paaaa!!” teriak Fitri sambil mengangkat pantatnya tinggi-tinggi, aku tau kalau dia sudah orgasme.
“Pa, enak, Pa… ayo, Pa… entotin Fitri pake kontol Papa!” pinta Fitri menggodaku.
Aku pun segera mengarahkan penisku ke lobang kemaluannya, kutekan perlahan… sleepp!! “Mmffhhh…” aku melenguh keenakan.
“Ayo, Pa… goyang, Pa…” pinta Fitri.
Aku merasakan kedutan di penisku, kupercepat goyanganku.
”Mmffhh… uhhhh…. kontol papa dalem banget sih,” desah Fitri sambil memejamkan mata dan mendongkakkan kepalanya.
10 menit kemudian aku merasa kalau spermaku akan keluar. Cepat kucabut penisku, lalu kubalikkan badanku hingga Fitri berada di atasku, “Mffhh… Fit, angkat-angkat pantatmua,” kataku sambil mengangkat pantatnya dengan tanganku, lalu menurunkannya kembali. Begitu berulang-ulang.
“Ya, gitu sayang.” kataku penuh kenikmatan. Aku berbaring agak bersandar, jadi aku melihat proses keluar masuknya penisku di liang kemaluan fitri. Genjotan Fitri terasa semakin kencang mengobok-obok penisku. Aku tak tahan lagi.
”Mmffhh… aghh… Fit,” croott, croott, croott, aku mengeluarkan spermaku di dalam kemaluan Fitri, aku mendesah sepuasnya. Fitri terus meggenjot penisku yang mulai kecil, kegeliaan yang teramat sangat kurasakan. Aku merasakan penisku keluar dari kemaluan Fitri karena goyangannya yang terlalu kencang.
“Oughhh… Fit, papa… gak kuat!” kataku menjerit kuat saat Fitri mengulum penisku dengan rakus. Rupanya usaha Fitri itu tidak sia-sia, penisku mulai hidup kembali, perlahan-lahan balik ke ukuran semula.
Fitri segera mengarahkan ke lobang kemaluannya, ia menggoyang-goyangkan pantatnya dan memelukku dengan kuat. Tekanan pada pantatnya kurasakan sangat kuat, hingga tulang-tulang di sekitar selangkangannya jadi begitu terasa.
“Uuhh… Paaa!” jerit Fitri sambil menggigit bibirnya. Keringat di wajahnya menetes pas di ujung mataku, dan disaat itu juga Fitri mengejan panjang.
“Mmffhhhhhhhhhh… Paa, aku keluaaarr!!!” Fitri menghempaskan tubuhnya di pelukanku, kucium rambutnya.
Setelah beristirahat sejenak, perlahan kuturunkan tubuh lemasnya di sampingku, lalu aku keluar membawa pakaianku. Aku takut nanti mertuaku datang dan memergoki kami, aku pun mandi dengan kepuasan yang teramat sangat.Malam harinya kulihat kak Halimah masih murung, sangat jelas terlihat di wajahnya yang cantik kalau dia sedang dilanda kesepian. Kulihat jam sudah hampir pukul 11 malam. Fitri, Andre, juga mertuaku sudah tidur duluan, tinggal kak Halimah dan aku yang masih melek. Aku belum merasa ngantuk karEna seharian tadi tidur setelah memadu cinta dengan Fitri.
“Ada masalah dengan kerjaan ya, kak?” tanyaku pada kak Halimah yang berpangku tangan di meja kerjanya.
“Gak, Dit, aku mikirin papanya Andre.” jawabnya.
Aku kasihan padanya, tanpa sadar aku mendekati kak Halimah dan tanganku sudah memijit-mijit punggungnya pelan. Malam itu kak Halimah memakai baju tidur mirip daster, sangat tipis, sehingga aku bisa merasakan tali BH nya.
“Kita ke kamarku yuk, Dit.” ajak kak Halimah. Tanpa menunggu jawabanku, ia sudah masuk ke kamarnya. Aku mengikutinya dari belakang tanpa mengunci pintu.
“Ini, Dit.” kak Halimah menyerahkan minyak angin padaku, lalu telungkup di kasur. Aku tahu maksud kak Halimah, aku pun segera memijit bagian lehernya dari belakang.
“Jadi benar kamu belum bersetubuh dengan Nurlela?” tanya kak Halimah di atas bantalnya. Aku agak terkejut mendengar pertanyaannya.
“Iya, kak.” jawabku singkat.
“Aku salut padamu, Dit, kamu bisa menahan nafsumu.” kata kak Halimah. “Jadi kamu masih perjaka dong?” lanjutnya.
Aku bingung mau menjawab apa, “Kira-kira begitu lah, kak.” jawabku berbohong.
Lalu kak Halimah membalikkan badannya menjadi telentang. “Masa sih?” tanyanya serius.
Aku pura-pura mengangkat alisku, kak Halimah memejamkan matanya lalu memonyongkan bibirnya. Aku menjadi salah tingkah, firasatku mengatakan kalau kak Halimah sedang mengetesku.
“Kakak ngapain?” tanyaku pura-pura lugu.
Lalu kak halimah tertawa kecil, “Makasih ya, Dit, atas pijitannya. Aku mau tidur dulu,” katanya sambil menguap.
Entah benar atau tidak, aku mengiyakan saja, lalu aku keluar dari kamar kak Halimah dan menutupnya. Aku tidur di sofa karena semua kamar sudah penuh. Aku menolak saat ditawari tidur bersama Andre, bagiku tidur diluar lebih nyaman karena bisa sambil nonton tv.
***
“jika yang tertulis untukku
adalah yang terbaik untukmu
kan kujadikan kau kenangan yang terindah dalam hidupku.
“namun takkan mudah bagiku meninggalkan jejak dirimu yang ku jadikan sebagai kenangan yang terindaahhh”

Sebuah lagu dari band Samson menghiburku lewat vcd di rumah kak Halimah, aku bersantai ria sambil melihat koran tentang lowongan kerja.
”Kring… kringg… kringgg…” suara telepon rumah berbunyi.
“Halo, selamat siang!” sapaku di telepon.
“Halo, om, ini Andre. Om, tolongin Andre, om. Mobilnya gak mau stater.” jawab Andre.
“Kamu di mana, Ndre?” tanyaku padanya.
Andre memberitahukan alamatnya, dan akupun segera ke tempat yang dimaksud. Aku memarkirkan motor yang kubawa setelah melihat mobil Andre, “Mobilnya kenapa, Ndre?” tanyaku pada Andre yang sibuk membuka kap mesin.
“Eh, om udah sampai. Ini, om, gak mau stater, padahal tadi sudah jalan. Tapi mendadak mati karena aku tidak memijak klose pada saat berhenti.” jawab Andre.
“Coba om periksa,” kataku sambil mengambil alih posisi Andre. “Ndre, kayaknya bakalan lama, kamu pulangnya pakai motor aja sekalian jemput Fitri.” kataku sambil melihat mana yang rusak.
“Gak apa-apa om aku tinggal?” tanya Andre ragu.
“Iya, gak apa-apa kok.” jawabku.
“Kalau gitu Andre pamit ya, om. Trimakasih, om…” kata Andre sambil menghidupkan motor dan pergi.
Selama 30 menit kemudian, aku akhirnya bisa menghidupkan mobil itu. Lega rasanya, tapi kerongkonganku terasa haus. Kujalankan mobil ke arah kota, aku bermaksud membeli minuman segar. Aku berhenti saat melihat ada kulkas besar bermerek coca-cola yang diletakkan di luar toko. Rupanya toko sembako. Aku mengambil pocari sweat dingin lalu meminumnya. Setelah membayar, saat aku mau kembali ke mobil, aku mendengar suara memanggil-manggil namaku, “Adit, Adit,” dari seberang jalan.
Kuperhatikan arah dari suara itu. “Yanti?” batinku.
Yanti pun datang mendekatiku.
“Lho, kok kamu ada disini?” tanyaku padanya.
“Wah, kamu sekarang udah punya mobil ya? Aku kesini mau cuci mata, Dit, bosan di Batam aja.” jawab Yanti.
Saat itu Yanti memakai kaca mata hitam besar dan kerudung, penampilannya sangat anggun, ditambah sepatunya yang highhels, makin lengkaplah penampilannya.
“Ah, kamu bisa aja, Yan. Mobil ini punya keponakanku, tadi rusak jadi kuperbaiki,” jawabku.
“Katanya kamu udah pindah ya, Dit?” tanya Yanti sambil mencari posisi yang tidak terkena panas matahari.
“Kita ke warung sana aja yuk!” ajakku sambil menunjuk warung seperti cafe minuman.
“Tapi kamu antar aku pulang ya, Dit, soalnya aku tadi dianterin.” pinta Yanti.
“Mmm… boleh,” jawabku.
Kami pun mengobrol panjang lebar sampai maghrib, “Udah maghrib, pulang yuk!” ajakku pada Yanti.
“Tapi anterin aku kan?” jawab Yanti.
“Pasti dong, yuk!” kataku.
setelah di dalam mobil, Yanti memintaku untuk mengantarnya ke hotel, “Lho, kok ke hotel, Yan?” tanyaku ragu.
“Aku nginap di hotel, Dit, rumah mas Budi kamarnya penuh.” jawab Yanti.
Setelah sampai di hotel yang dimaksud, aku mengantar Yanti sampai ke lobi hotel.
“Dit, ikut aja dulu ke kamar, aku ada oleh-oleh buat Fitri.” kata Yanti.
“Gak enak nih, Yan, kalau dilihat orang.” jawabku.
“Emang kita mau ngapain?” tanyanya.
Betul juga, pikirku.
Sampai di dalam kamar, Yanti mencabut kuncinya, lalu memasukkannya ke sebuah colokan di samping pintu.
“Kok dicabut, Yan?” tanyaku.
“Kamu tuh ya, lugu apa gimana sih?” jawab Yanti sambil mengeluarkan sebuah bingkisan. “Itu biar AC nya berfungsi,” lanjutnya.
Aku memang tidak tahu karena memang belum pernah menginap di hotel.
“Ini buat Fitri,” kata Yanti sambil menyerahkan sebuah bingkisan.
“Makasih, Yan.” jawabku.
“Aku juga ada hadiah buat kamu, Dit.” kata Yanti sambil masuk ke kamar mandi. “Tunggu ya,” lanjutnya.
Tak berapa lama Yanti keluar dengan tidak memakai baju sehelai pun. Aku terkejut melihatnya, juga gugup. Tubuh Yanti kelihatan sangat montok, pantatnya juga bahenol, sementara payudaranya masih sangat kencang.
“Ini buat kamu, Dit!” kata Yanti nakal.
Jujur aku sangat menyukai tubuhnya, semua pikiranku lenyap begitu saja. Hanya ada tubuh Yanti di depanku, sangat menggoda. Tentunya menggoda imanku juga. Aku tidak lagi mengingat Fitri. Penisku perlahan hidup melihat kemolekan tubuhnya. Aku menelan ludah saat Yanti mendekatiku, menggodaku dengan mengarahkan payudaranya ke dekat bibirku. Kuraba pantatnya sambil mulutku mulai mengisap rakus puting susunya.
“Mmffhh… keras dikit, sayang… hisap kuat-kuat… nenenku gatal…” kata Yanti menggodaku.
Tanganku berpindah meremas payudaranya sambil terus kuhisap dan kujilati putingnya secara bergantian. Lalu Yanti mendorong tubuhku hingga telentang, ia berjalan diantara tubuhku, menjilati wajahku, juga bibirku. Aku diludahi, dan kutelan semua air ludahnya. Yanti terus naik ke atasku, aku mengikuti gaya permainannya, sampai akhirnya dia jongkok tepat di depan mulutku. Kupandangi memek Yanti yang mulus tanpa bulu, kulihat bibir memeknya yang sudah keriput, itil nya yang berwarna merah pucat sangat menggodaku. Segera kujulurkan lidahku.
“Mmmmfffhhhh…” Yanti mendesah dan menggoyang-goyangkan pantatnya sehingga memeknya menggesek-gesek mulutku.
Kuhisap terus memek Yanti sampai mulutku menyentuh semua area kemaluannya. Kumainkan lidahku di lobang memeknya.
“Oughh… kamu pandai sekali, say!” desah Yanti keenakan. “hisap terus… ouhhh… yah begitu… aaahh… hisap yang kuat, Dit!!” rintihnya. Aku menahan nafas saat Yanti menduduki mulutku dengan pantatnya.
“Mmffhhh… Dit, enak… jilat terus memekku!!” desah Yanti sambil menjambak rambutku dan menekan kepalaku ke arah lubang memeknya. Ia mencapai klimaks dengan cara menyiksaku.
Sadis juga Yanti ini, pikirku. Aku tidak selera menjilati air maninya, karena aku merasakan sakit di rambutku, dan aku juga hampir kolaps dibuatnya karena pernafasanku di sumbat oleh memeknya.
Yanti menciumiku, juga memelukku, “Enak banget, Dit!” katanya dengan terengah-engah mengatur nafas.
Jujur aku tidak menyukai cara Yanti bercinta, entah kenapa aku tidak bernafsu lagi kepadanya.
“Kenapa, Dit? Kamu gak mau ngentotin memekku?” tanyanya. ”Ayolah, sayang, entotin aku dengan kontolmu.” kata Yanti padaku yang terdiam.
“Ayo, sayang, buka celanamu. Aku ingin melihat kontolmu.” kata Yanti sambil membuka celanaku.
“Ayo, sayang, bangunin kontolmu.” Lanjutnya dengan mengocok kontolku, lalu menghisapnya rakus tanpa menunggu jawabanku.
Hisapan Yanti sangat kuat, giginya sampai mengenai kepala penisku. “Aaw, pelan-pelan, Yan…” kataku kesakitan.
Yanti mengulum ujung penisku sangat kuat, sampai penisku menjadi tegang. Aku tidak menikmati caranya, penisku terasa sakit. Kudorong tubuh Yanti ke samping, tanpa babibu kumasukkan penisku ke dalam memeknya. Sleeppp… aku tidak merasakan penisku dijepit memek Yanti, lobangnya sangat longgar. Mungkin Yanti sering ML dengan gigolo, batinku. Kusuruh Yanti menungging, mungkin dengan gaya ini jepitan memeknya jadi sedikit terasa, pikirku. Tapi sama saja, aku tidak merasa puas.
Lalu kuturunkan pantatnya sedikit dan kuarahkan batangku ke lubang anusnya, sllleeppp… dengan mudah penisku masuk di anus Yanti. Memek sama anus sama saja, pikirku. Kupejamkan mata, kubayangkan yang kuanal adalah Fitri, anakku. Rasanya mulai berubah sedikit enak. Kupercepat goyanganku, tiba-tiba bayangan kak Halimah hadir di pikiranku. Oh, makin nikmat rasanya.
“Ooh… enaknya,” desahku. Aku memikirkan kak Halimah dan Fitri sama-sama menungging, “mmffhh… ahhhh!!” saat itulah, aku mengeluarkan spermaku di pantat Yanti.
Aku membuka mataku, kulihat Yanti asyik menjilati sisa-sisa sperma yang ada di penisku. Aku menyadari bahwa Yanti adalah seorang wanita maniak sex. Aku berjanji cukup sekali ini saja menyetubuhinya, batinku. Bodi aja yang lumayan, tapi lobangnya sudah oversize, kataku dalam hati. Kupakai bajuku tanpa mencuci penisku, aku lalu pamit pada Yanti dan meninggalkan bingkisan yang diberikannya untuk Fitri. Percuma, batinku.
“Dit, tunggu!” kata Yanti mencoba menahanku, tapi aku keburu pergi.
Sampai di rumah, aku mandi. Kubilas tubuhku bersih-bersih, entah kenapa aku ngeri bila mengingat Yanti.
“Pa, dari mana?” tanya Fitri sambil memakan coklat silver queen.
“Eh, anu… papa cari-cari bengkel, mau kerja.” jawabku berbohong.
“Kok sampai malam, Dit?” tanya kak Halimah yang membawa ceret berisi teh manis.
“Iya, Pa, mana ada bengkel yang buka malam-malam.” sambung Fitri mencurigaiku.
“Siapa tau ada, kan gak salah mencoba.” jawabku.
“Pa, aku sama Andre mau pergi undangan, temanku ulang tahun.” kata Fitri.
“Mobilnya udah bagus kok, tapi pulang nya jangan malam-malam ya!” jawabku.
Lalu Fitri mencium pipiku, “Papa ntar malam tidur di kamarku ya!” bisiknya pelan.
“Kok bisik-bisik sih?” tanya kak Halimah.
“Gak tau nih, apa yang dibilang pun gak kedengaran.” kataku berbohong.
“Kamu itu ya, Fit, ada-ada aja.” kata kak Halimah tersenyum, “Andre mana, Fit?” tanyanya pada Fitri.
“Ada di kamar nenek,” jawab Fitri.
Tak berapa lama Andre keluar dari kamar mertuaku. “Yuk, Fit,” ajaknya pada Fitri, dan mereka pun pergi malam itu.
Aku dan kak Halimah makan malam bersama, mertuaku tadi sore sudah makan, beliau tidak bisa lama-lama makan.
“Dit, kamu bisa makai komputer?” tanya kak Halimah padaku sambil memakan daun lalap.
“Bisa sih, kak, tapi dikit-dikit.” jawabku.
“Bantuin aku ya nanti, aku mau pindahin laporan.” pinta kak Halimah.
Selesai makan kami istirahat sejenak sambil memakan buah sebagai hidangan penutup. Lalu kak Halimah pergi ke kamar dan balik membawa tas hitam, mirip dengan tas laptop. Rupanya di dalamnya berisi amplop besar, ia membawanya ke meja kerjanya. Tanpa dikomando aku mengikuti kak Halimah.
“Ambil kursinya, Dit.” perintah kak Halimah. Aku menggeser kursi ke arah dekatnya.
“Yang ini, Dit… ini… lalu ini… rekap semua, setelah itu bilang ya kalau sudah siap!?” kata kak Halimah menerangkan pekerjaanku. Aku mengerjakan apa yang disuruhnya, tapi sampai Andre dan Fitri pulang, aku belum selesai. kulihat jam sudah hampir pukul 12.
“Gimana, Dit, udah belum?” tanya kak Halimah.
“Dikit lagi, kak.” jawabku sambil melihat kak Halimah yang tekun menulis sedari tadi. “Hoaam…” aku menguap.
“Kamu ngantuk ya, Dit? Sudah tidur sana, biar aku yang melanjutkan.” kata kak Halimah.
“Udah siap kok, kak, coba periksa.” jawabku.
Kak Halimah mendekatiku sambil melihat hasil pekerjaanku. Ia terlalu dekat sehingga bahuku bergesekan dengan payudaranya, “Oh, makasih ya, Dit.” kata kak Halimah lalu mencium pipiku.
Aku diperlakukan kak Halimah seperti anak kecil saja, batinku. Spontan tanganku memegang dagunya, dan bibirnya kucium, “Sama-sama, kak.” kataku.
Sebenarnya aku agak takut dengan kelakuanku, makanya aku segera menjauh dari kak Halimah. Aku duduk di sofa, kulihat kak Halimah buru-buru masuk ke kamar dan menutup pintunya. Apa dia marah? batinku. Tapi biarlah, pengalamanku bercinta membuat aku semakin nekat. Akupun melanjutkan menonton tv yang saat itu ada film bioskop trans tv sampai aku ketiduran.Pagi harinya saat sarapan, Fitri menatapku. Terlihat di wajahnya rona kecewa. Baru aku ingat kalau Fitri memintaku tidur di kamarnya tadi malam, aku lupa. Tapi aku juga tidak mau nekat, takut ketauan.
***
Suatu hari Fitri dan teman-teman satu kelasnya mengadakan liburan kenaikan kelas ke pulau Rupat selama 5 hari, sekitar 180 km dari Pekanbaru kalau tidak salah. Sementara Andre memilih liburan bersama papanya. Awalnya kak Halimah menolak permintaan Andre, namun atas bujukan Andre, kak Halimah akhirnya luluh. Tinggallah aku, mertuaku, kak Halimah dan seorang pembantu di rumah.
“Kok gak ikut liburan, kak?” tanyaku pada kak Halimah yang sedang menonton tv. Sejak kejadian aku mencium bibirnya beberapa waktu lalu, komunikasi kami sedikit berkurang, namun aku sering melihat kalau kak Halimah sering mencuri pandang kepadaku.
“Lagi sibuk aja di kantor,” jawab kak Halimah tanpa melihatku.
“Belakangan ini kakak kok cuek ya sama aku?” tanyaku pura-pura sedih.
Kak Halimah menatap mataku, pandangannya sangat sayu. Bibirnya yang merah agak tebal seakan mau mengucapkan sesuatu.
“Aku minta maaf, kak, soal yang kemaren.” sambungku.
Namun kak Halimah masih diam, membuatku jadi salah tingkah. Jujur di hatiku timbul prasangka kalau saat itu aku menjadi beban di keluarga kak Halimah.
“kak, lusa aku mau pergi ke Jakarta, ada yang ngajakin aku kerja.” kataku berbohong.
Kak Halimah menatapku, entah kenapa ia menitikkan air mata dan berlari kecil ke arah kamarnya, tapi tidak menutup pintunya. Aku heran, ada apa? Pikirku. Kucoba mendatangi kamar kak Halimah, kulihat ia telungkup dan menyembunyikan wajahnya di balik bantal. Daster yang dipakai kak Halimah tersingkap sedikit ke atas sehingga betisnya yang sangat putih kelihatan jelas. Oh putihnya, batinku. Juga bongkahan pantat kak Halimah yang sepertinya menjulang ke atas, membuatku langsung menelan ludah.
Selama ini aku kurang memperhatikannya karena kebiasaan kak Halimah yang memakai busana sopan saat di rumah. Tak dinyana, aku benar-benar menyukai bentuk tubuh kak Halimah. Kutatap tubuh indah miliknya dari pintu, sepertinya kak Halimah menangis, tapi entah apa yang ditangisi. Aku lalu kembali duduk di sofa, melihat acara tv, sampai mataku mulai ngantuk. Akupun tertidur.
Aku terbangun karena haus, kulihat jam sudah pukul 04:30 wib. Selesai minum, tiba-tiba aku merasa bergairah. Aku meraba penisku yang tegang dan hangat, Aku kembali ke sofa untuk melanjutkan tidurku, tapi pintu kamar kak Halimah kulihat masih terbuka. Iseng aku berjalan ke arah sana.
Deg…!!
Oh, penisku langsung bergerak makin keras. Kulihat daster kak Halimah tersingkap, celana dalamnya yang berwarna krem terpampang jelas, menunjukkan permukaan kewanitaannya yang sangat tebal. Aku jadi sangat bernafsu. Kudekati kak Halimah dengan berjalan sangat pelan sampai jarak setengah meter, dadaku berdegup kencang, ada rasa takut dan malu, tapi aku juga diselimuti nafsu yang membara.
Kupelorotkan celanaku sebatas lutut dan penisku yang tegak lurus kukocok perlahan sambil memandangi celana dalam kak Halimah. Tak berapa lama aku merasakan mau keluar, akupun berlutut agar pandanganku makin jelas, sementara kocokanku berubah semakin kencang. Kudekatkan wajahku ke celana dalam kak Halimah, kucium aroma kewanitaannya. Uh, harumnya. Aku jadi tidak bisa menahan lagi, kukocok penisku dengan kecepatan tinggi, dan…
“Adittt…!!!” teriak seseorang dari arah pintu.
Spontan aku langsung berdiri, tapi crooott… crooott… crooott… aku mengeluarkan spermaku begitu saja hingga mengenai celana dalam kak Halimah, juga paha dan perutnya.
Aku pun berbalik. Astaga, aku memekik dalam hati. Tidak, dia bukan Fitri, tapi mertuaku. Ia memakai mukena, mungkin mau sholat. Aku begitu tercengang hingga lupa menutup penisku. Ini benar-benar kiamat bagiku. Kak Halimah juga terbangun karEna mendengar suara ibunya. Aku hilang akal, kulihat kak Halimah membetulkan pakaiannya. Aku juga dengan gugup segera menaikkan celanaku dan berjalan dengan malu keluar dari kamar. Mertuaku memberikan aku jalan tanpa mengatakan sesuatu. Aku berjalan ke arah kamar Fitri, masuk kesana dan mengunci pintunya.
Aku mengurung diri di kamar Fitri seharian. Perutku terasa amat lapar, tapi aku belum berani keluar dari kamar. Aku takut dan malu, tapi yang pasti aku sudah siap menerima apapun konsekuensinya. Hanya saja mentalku belum siap bertatap muka dengan kak Halimah, juga mertuaku.
Suara azan Maghrib mulai terdengar, berarti sudah satu hari ini aku berada di dalam kamar. Semua bajuku telah kumasukkan dalam tas, karena kebetulan di kamar Fitri lah tempat penyimpanan bajuku. Kutunggu sampai jam 9 malam, karena biasanya mertuaku sudah berada di kamarnya pada jam segitu. Dengan menahan lapar dan berpakaian seadanya, aku keluar membawa tas. Kuperhatikan seisi rumah sudah sepi, tapi kak Halimah kulihat ada di meja kerjanya. Dengan rasa malu aku beranikan diri melangkah keluar dari kamar.
“Mmm… kak, aku permisi dulu.” kataku gugup.
“Dit, kamu makan dulu.” jawab kak Halimah dengan memandang ke arah lain.
“Ng-nggak usah, kak. Aku titip Fitri,” kataku tertunduk.
Kak Halimah berdiri dengan ragu dan mendekatiku, “Kamu mau kemana, Dit?” tanyanya dengan wajah lesu dan menitikkan air mata.
“Biarkan saja dia pergi, Halimah!” hardik mertuaku dari pintu kamarnya. “Dia tidak pantas berada di rumah ini,” lanjutnya.
Kak Halimah menutup mulutnya dengan telapak tangan untuk menahan tangisnya. Aku tidak berani memandang mertuaku, pelan aku melangkah  keluar dari rumah.
“Jangan pergi, Dit…” teriak kak Halimah saat aku berada beberapa meter dari rumahnya.
“Diam kamu, Halimah!!!” bentak mertuaku.
“Aku mencintainya, bu.” kata kak Halimah sambil menangis.
Aku sungguh terkejut mendengar pengakuannya, aku merasa sangat bersalah, wanita yang selama ini kuhormati ternyata mencintaiku.
“Kamu jangan bikin malu, Halimah! Kamu masih punya suami!” hardik mertuaku lagi.
“Tidak, bu, aku akan menceraikannya. Aku tidak tahan lagi dimadu,” jawab kak Halimah tak mau kalah.
“Adit, lekas kamu pergi!!” teriak mertuaku sambil menahan dadanya.
Aku pun pergi, khawatir mertuaku sakit jantung. Tak berapa lama, kak Halimah berlari mengejarku dan memelukku. Aku merasakan tangannya menyelipkan sesuatu di kantong jaketku, ia memberikan salam perpisahan. Aku melihat ada beberapa ibu yang berbisik-bisik sambil menatapku sinis. Dasar, batinku.
Langkahku membawa aku ke terminal, aku duduk di bangku sebuah loket. Aku meraba kantongku, mau melihat apa tadi yang diberikan oleh kak Halimah. Ternyata sebuah hp bermerek Blackbarry. Aku jadi teringat awal terjadinya pertemuanku dengan keluarga kak Halimah, berawal karena membeli hape baru. Tapi aku tak tahu kemana hape yang kubeli dulu, mungkin diambil orang saat aku terpelanting ditabrak Andre.
Aku menaiki bus ALS jurusan Palembang, aku tidak mempunyai rencana sedikit pun kemana aku akan pergi. Rasa malu memaksaku keluar dari kota Pekanbaru dengan berat hati. Aku malu pada diriku sendiri, pada Fitri. Entah apa alasan yang harus kuberikan jika Fitri mengetahuinya.
Aku duduk di kursi paling depan di belakang pak supir, kupandangi jalan dan juga kendaraan yang lalu-lalang, membuat pikiranku semakin gundah. Tak terasa 1 jam sudah aku dalam perjalanan, tiba-tiba hp pemberian kak Halimah berdering. Kuperhatikan di layar hp ada panggilan nomor tanpa nama.
Dengan ragu kujawab panggilan itu.
“Halo,” kataku singkat.
“Dit, ini aku. Halimah. Kamu sekarang dimana?” tanya kak Halimah dari seberang telepon dengan nada suara seperti hidung tersumbat.
“Aku sekarang lagi dalam perjalanan, kak, dalam bus.” jawabku jujur.
“Jangan, Dit, jangan! Kamu jangan pergi dulu,” perintah kak Halimah.
“Ta-tapi, aku sudah jauh, kak.” jawabku menjelaskan.
“Dit, hentikan busnya! Atau aku akan bunuh diri!!” kata kak Halimah mengancamku. Aku heran dan juga khawatir mendengarnya. Maka segera kuambil keputusan.
“Pak! Pak! Stop, Pak!!” kataku pada supir yang ada di depanku sambil memegang hp di telinga. Bus pun berhenti.
“Aku disini aja, pak.” kataku pada supir dan menenteng tasku turun dari bus, aku tidak meminta sisa ongkos yang kuberikan full di loket.
“Majuu…” teriak sang kenek bus, pergi meninggalkanku di pinggir jalan. Tanpa ada rumah, di sekitarku kulihat hanya pohon sawit dimana-mana.
“Aku sudah turun, kak.” kataku di telepon.
“Makasih, Dit.” jawab kak Halimah.
“Jadi aku harus gimana lagi, kak?” tanyaku pasrah.
“Balik lagi, Dit, nanti tunggu di terminal.” jawab kak Halimah.
“Baik, kak.” jawabku dan kumatikan teleponnya.
Aku menumpang mobil tangki cpo yang tak berapa lama lewat menuju Pekanbaru. Aku diantar kembali ke kota, namun tidak sampai terminal. Aku harus naik bis kota agar bisa sampai ke terminal.
“Kak, aku udah sampai terminal,” kataku saat kuhubungi kak Halimah melalui handphone.
“Lima menit lagi aku sampai, Dit, masih macet di lampu merah.” jawab kak Halimah.
Aku menunggunya sambil ngopi di warung depan terminal, agar aku bisa melihat mobil kak Halimah. Tak berapa lama kak Halimah tiba dan aku memanggilnya dengan melambaikan tangan. Aku melihat rona bahagia di wajah kak Halimah, dan juga gerakan tangannya seakan mau memelukku saat kami berhadapan. Tapi aku tahu kak Halimah canggung atau sungkan karena di keramaian.
“Masuk, Dit.” kata kak Halimah.
“Kita mau kemana, kak?” tanyaku.
“Aku juga bingung, Dit.” jawab kak Halimah sambil menjalankan mobilnya.
Hampir 10 menit aku dan kak Halimah terdiam, kami larut dalam pikiran masing-masing, hingga sampailah kami di sebuah hotel.
“Dit, untuk sementara kamu tinggal di hotel dulu ya,” kata kak Halimah seperti memikirkan sesuatu.
Saat itu aku bingung, dan juga tidak tau apa maunya dia. Tapi aku menuruti kemauan kak Halimah untuk sementara.
“Dit, kamu tunggu di mobil ya?” kata kak Halimah meninggalkanku. Setelah lebih 10 menit, baru dia kembali. “Ini kuncinya, Dit, no. 56 lantai 3.” kata kak Halimah lalu menyerahkan sebuah kunci kamar kepadaku.
Aku menerimanya dan membuka pintu mobil.
“Jangan pergi dulu, Dit!” kata kak Halimah cepat.
“Lho, maksudnya gimana sih, kak?” tanyaku bingung.
Kak Halimah menarik nafas, “Aku mau ngomong sama kamu, Dit.” kata kak Halimah lirih.
“Ngomong aja, kak.” jawabku.
“Suasananya kurang pas, Dit.” lanjut kak Halimah, lalu menghidupkan kembali mobilnya. Dia membawaku entah kemana. Kami berhenti di suatu tempat.
“Dit, mmm… nanti kamu ke hotel tadi ya, naik taksi aja dari sini!” kata kak Halimah.
Aku makin bingung dibuatnya, tapi aku menuruti saja perkataannya. Daripada aku makin bingung, pikirku. Aku memanggil taxi dan meninggalkan kak Halimah sambil melambaikan tanganku.
Keesokan paginya kak Halimah datang menemuiku di kamar hotel. Dia mungkin bolos kerja karena kak Halimah datang dengan memakai baju dinasnya.
“Nih, ada nasi goreng, Dit.” kata kak Halimah dan meletakkan plastik berisi kotak.
“Makasih, kak.” jawabku sambil membuka kotak berisi nasi goreng. “Kok cuma satu?” tanyaku.
“Tadi aku sudah sarapan di rumah,” jawab kak Halimah.
“Oh, gimana kabar ibu?” tanyaku sambil menatap mata kak Halimah.
Kak Halimah memalingkan wajahnya. “Kenapa kamu ceroboh gitu, Dit?” tanyanya sambil berjalan ke arah jendela.
“Memangnya kalau aku minta baik-baik, apa kakak akan memberikannya?” jawabku menyelidik.
“Minta apa?” jawab kak Halimah menatap mataku.
Aku tidak menjawab, malu untuk berterus terang.
“Sedari dulu aku ingin menceraikan suamiku, Dit, tapi aku takut. Gajiku tidak cukup untuk menafkahi Andre dan ibu.” kata kak Halimah lalu duduk di tepi ranjang, membelakangiku. ”Suamiku menikah lagi atas izinku, dimana dia harus menafkahi kami dan juga memberikan fasilitas mewah.” Lanjutnya. “atau… kami bercerai dan Andre ikut suamiku.” kata kak Halimah menitikkan air mata.
“Alasannya apa, kak, kok cerai?” tanyaku.
Lalu kak Halimah menceritakan semua peristiwa yang terjadi pada biduk rumah tangganya, dimana suaminya yang mata keranjang terlanjur menghamili seorang siswi SMA. Sungguh memilukan, ternyata status perkawinan kak Halimah dengan suaminya juga dikarenakan hal yang sama, dulu kak Halimah hanya kawin siri dengan suaminya. Ada rasa iba mendengar keluh-kesahnya.
“Dit, sejak awal melihatmu, aku sudah ada rasa simpati dan suka.” kata kak Halimah tiba-tiba. “Entah mengapa benih cinta itu lahir untukmu,” sambungnya.
“Sejak kamu mencium bibirku, aku merasakan ciuman yang sesungguhnya, dan aku tidak marah, Dit, waktu kamu di kamarku sedang ’itu’. Meskipun ada sedikit rasa malu juga harga diriku yang seakan kamu permainkan,” lanjut kak Halimah menatapku.
“Aku minta maaf, kak.” kataku sambil meletakkan kotak nasi goreng yang tidak lagi kumakan.
“Dit, mengapa kamu tidak menikah lagi?” tanya kak Halimah.
“Aku masih mencintai almarhumah, kak.” jawabku agak serius.
“Berarti kamu tidak akan mencintaiku, Dit?” tanya kak Halimah tabah. “Kemaren aku bilang mencintaimu, aku mengatakannya dengan tidak sengaja, Dit… karena aku… aku tidak mau kamu pergi dari rumah.” sambungnya.
Aku menatap cermin yang ada di meja, aku melihat wajahku. Apa yang istimewa pada diriku, batinku. Aku tidak pantas buat kak Halimah. Seandainya dia tahu kelakuanku, perbuatanku pada Fitri selama ini, mungkin kak Halimah tidak akan sudi melihatku.
“Dit, maukah kamu jadi sahabatku?” pinta kak Halimah.
“Kita sudah lebih dari sahabat, kak, bahkan kita ini ada ikatan keluarga.” jawabku sambil menatap matanya yang sayu.
Kak Halimah mendekatiku dengan senyuman dan bersandar di bahuku. “Tapi jangan larang aku mencintaimu, Dit.” katanya.
Aku terdiam, hanyut dalam lamunan. Aku tak bisa berbohong pada diriku sendiri, aku tidak bisa memungkiri kalau bayangan Fitri benar-benar tak tergantikan. Hatiku hanya milik Fitri. Sedangkan kepada kak Halimah, aku menghormatinya, juga menyukainya karena kebaikan hatinya. Aku menghargainya sebagai kakak ipar. Bisa saja aku memberinya sedikit cinta, tapi sayang aku tidak punya.
“Dit, aku pergi dulu. Nanti sore aku kemari lagi.” kata kak Halimah menyadarkanku dari lamunan.
“Iya, kak, makasih sarapannya.” jawabku. Kuantar dia sampai pintu.
“Dit,” kata kak Halimah menatap mataku, lalu ia memelukku penuh kasih sayang.
“Hati-hati, kak.” kataku sambil melambaikan tangan saat kak Halimah akan pergi.Sore harinya, kak Halimah datang lagi dengan membawa buah-buahan, terlihat jelas di wajahnya rona keceriaan.
“Aduh, kok repot gini, kak.” kataku saat kak Halimah meletakkan buah yang dibawanya.
“Gak papa kok, Dit, memang gak boleh ya?” tanya kak Halimah.
“Boleh sih,” jawabku.
“Ehm, matanya kok nakal sih!” kata kak Halimah memergoki mataku sedang melihat sedikit payudaranya yang tersingkap.
“Ih, siapa pula yang nakal?” jawabku malu. Rasa grogi membuatku salah tingkah, entah kenapa aku tiba-tiba mencium bibir kak Halimah, aku mengulumnya. Kak Halimah tidak membalas, tapi juga tidak menolak. Aku semakin lepas kontrol, kedua tanganku langsung memeluk erat pantatnya, dan meremasnya.
“Mmffh… Dittt… jangan! Stop!!” kata kak Halimah agak tegas. “Dit, kamu cium aku karena sayang atau nafsu?” tanyanya dengan menatap tajam mataku penuh harap.
Lama aku tak memberi jawaban, sangat sulit bagiku untuk menjawabnya.
“Dit, jangan kotori rasa sayangku dengan nafsumu. Aku tidak akan keberatan jika kamu benar-benar mencintaiku,” lanjut kak Halimah.
Aku terdiam, aku tidak mau membohongi diriku, aku juga tidak mau membohongi kak Halimah. Aku menutup wajah dengan kedua tanganku dan duduk di kasur.
“Dit, aku pulang dulu ya… kapan-kapan aku kemari lagi,” kata kak Halimah lalu pergi tanpa menunggu jawabanku.
***
”Tok… tok… tok…”
“Bentar!” teriakku dari dalam kamar mandi, kupakai celanaku lalu keluar untuk membukakan pintu.
“Fitri! Kapan pulangnya? Kok tahu papa disini?” tanyaku pada Fitri yang datang ke hotel tempatku tinggal.
“Pulangnya tadi malam, Pa. Fitri tahu papa tinggal disini dari tante Halimah.” jawab Fitri lalu masuk dan duduk di kasur dengan wajah kecewa. “Nenek juga udah cerita, Pa, karena Fitri paksa. Jadi Fitri sudah tahu semuanya,” lanjutnya sambil membuang muka. “Satu lagi, Pa, tante kirim salam buat papa.” sambung Fitri.
Aku mendekati Fitri dan duduk di sampingnya. “Kamu marah sama papa?” tanyaku.
Fitri menyandarkan keningnya di punggung telapak tangannya. “Fitri malu, Pa, bukan marah.” jawab Fitri.
Aku terdiam mendengarnya, ada rasa bersalah, tentunya juga rasa malu.
“Papa cinta sama tante Imah?” tanya Fitri terus menekanku.
Aku memegang tangan Fitri dan menggenggamnya. “Papa gak bisa mencintai orang lain,” jawabku jujur.
Fitri berdiri dan memelukku, “Tapi papa udah membuat tante Imah mencintai papa.” katanya sambil menangis. “Fitri juga tahu kalau papa juga suka sama tante Imah,” lanjut Fitri dalam tangisnya.
“Pa, kalau papa memang jodoh sama tante Imah, Fitri ikhlas, Pa. Tante Imah terlalu baik pada Fitri.” sambung Fitri.
Aku mengangkat wajahnya, dan memandang matanya. Sangat cantik anakku ini, hatinya juga sangat baik, batinku. Kukecup keningnya dan aku memeluknya lagi.
Tak berapa lama, kak Halimah datang.
“Eh, Fitri… kapan kesini?” tanya kak Halimah.
“Tante,” Fitri berlari ke arah kak Halimah dan memeluknya. “Tante, Fitri sayang sama tante,” kata Fitri sambil menangis.
“Tante juga sayang sama Fitri,” balas kak Halimah.
Kok jadi begini? batinku.
Akhirnya kami bertiga larut dalam kesedihan pada hari itu.
***
Suatu sore kak Halimah mengajakku ke suatu tempat, karena sebelumnya kami sudah membuat rencana akan mencarikan pekerjaan buatku melalui relasinya.
“Halimah!” hardik seorang lelaki dari belakang kami.
Plak!!! Lelaki itu menampar kak Halimah dengan keras.
“Hei, kurang ajar!” balasku sambil meninju lelaki itu. Bukk!!
Lelaki itu membalas dengan meninju perutku sampai aku terjatuh, gedebukk!! “Kurang ajar, kau jangan ikut campur urusanku!” katanya dengan marah.
“Mas, jangan, mas!” lerai kak Halimah.
“Ah, kamu juga perempuan biadab! Kamu selingkuh di belakangku!” Plak, plak, lelaki itu kembali menampar kak Halimah sampai berdarah.
Aku terdiam melihat kak Halimah terjatuh, selain aku yang kesusahan bernapas akibat tinju yang mengenai ulu hatiku, juga agak heran, aku bertanya-tanya dalam hati, apakah dia suami kak Halimah? pikirku.
“Aku akan menceraikanmu, perempuan murahan!!” kata lelaki itu penuh emosi sambil menjambak rambut kak Halimah.
Emosiku terbakar, aku melihat kayu seukuran pemukul bola kasti dan memukul punggung lelaki tersebut. Bukkkkk!!! Lelaki itu jatuh dan terdiam.
“Sudah, Dit, sudah… dia papanya Andre.” kata kak Halimah menahan tubuhku.
“Biadab!” makiku pada lelaki itu dan meludahinya, tak berapa lama orang-orang mulai berdatangan melerai pertengkaran kami.
Keesokan harinya aku sangat terkejut saat dua orang polisi membawaku dari kamar hotel dengan kasar akibat tuduhan penganiayaan, tak ayal aku dijebloskan ke penjara. Kak Halimah dan Fitri menangis saat menjengukku.
“Pa, kenapa jadi begini?” tanya Fitri dalam tangisnya.
Aku menatap kak Halimah, dan tidak menjawab pertanyaan Fitri yang tak perlu kujawab.
“Dit, aku sudah hubungi pengacara, mudah-mudahan kamu bisa dikeluarkan secepatnya.” kata kak Halimah lesu.
Tiga minggu kemudian aku disidang, berdasarkan bukti dari saksi mata, maka pengadilan memutuskan aku dijadikan terdakwa dan dijatuhi hukuman 1 tahun penjara.
Selama sebulan aku berada dalam tahanan, kak Halimah dan Fitri sangat rajin mengunjungiku, memberiku semangat dan motivasi. Hampir tiap hari kak Halimah mengunjungiku, membawakanku makanan, katanya tidak tega melihatku makan makanan yang disediakan oleh pihak lapas. Setiap kali mengunjungiku, kak Halimah tak lupa menghiburku. Tak terasa, perlahan-lahan bulir-bulir cinta pun bersemi di hatiku pada kak Halimah, ada semacam kerinduan di hati untuk menanti kedatangannya.
“Besok mau makan apa, Dit?” tanya kak Halimah saat akan mau pergi.
Kutatap matanya, entah mengapa aku ingin sekali memeluknya, “Kak,” kataku lirih. “Aku ingin memeluk kakak,” lanjutku.
Kak Halimah langsung memelukku erat, aku merasakan pelukan kasih sayang yang teramat dalam darinya.
“Aku cinta kamu, kak.” bisikku di telinganya.
“Ehm… maaf, bu, jam kunjungannya sudah selesai,” kata opsir penjaga yang mengawasi kami di ruangan besuk.
“Bentar ya, pak, 1 menit lagi.” jawab kak Halimah.
“Dit, ulangi lagi yang tadi, aku kurang jelas mendengarnya.” kata kak Halimah.
Kudekatkan bibirku ke telinganya, namun kak Halimah memegang wajahku. “Aku ingin melihat bibirmu mengatakannya, Dit.” sambungnya.
“Aku cinta kamu, kak.” kataku sambil menatap matanya, kuungkapkan perasaanku dengan tulus dari dasar hatiku yang paling dalam.
“Kak-nya dihilangi dong,” pinta kak Halimah.
“Aku cinta kamu, Halimah.” ucapku, dan kucium keningnya pertanda sayangku kepadanya.
Air mata Halimah menetes membasahi pipinya yang manis, terlihat rona kebahagiaan terpancar di wajah cantiknya,bagaikan remaja yang merasakan kasmaran. Dengan berat hati Halimah meninggalkanku dengan penuh bahagia.Dua bulan kemudian aku dibebaskan, aku sangat bersyukur saat itu. Halimah dan Fitri menyambutku dengan bahagia. Mantan suami Halimah menarik kembali tuntutannya, dan beberapa hari yang lalu Halimah sudah bercerai dengan suaminya dengan kesepakatan hak asuh Andre jatuh ke tangan papanya. Sementara rumah dan isinya juga diambil kembali oleh mantan suaminya, Halimah hanya mendapat sebuah mobil yang dipakainya selama ini untuk bekerja.
Aku sangat terharu mendengar pengorbanan Halimah yang begitu besar padaku, sungguh cinta yang tulus aku dapatkan dari Halimah.
Kulihat mertuaku tersenyum padaku, mereka menjemputku. Kubalas senyuman tulus itu. Tak henti-hentinya aku memeluk Halimah, juga Fitri. Aku sangat bahagia bisa berkumpul kembali bersama mereka.
Halimah membawa kami ke sebuah rumah yang sangat sederhana namun asri, rumah yang hanya memiliki dua kamar tidur dan satu kamar mandi yang baru dibeli Halimah dari uang tabungannya selama ini. Aku menjadi makin terharu, betapa besar pengorbanannya buatku.
“Dit, ini istana mungil milik kita, kuharap kamu melamarku secepatnya agar aku benar-benar bebas dari belenggu.” kata Halimah penuh harap.
“Aku akan membahagiakanmu, selalu ada disisimu,” jawabku di depan Fitri dan mertuaku.
“Ehem, ehem, romantisnya nanti dulu, Pa. Fitri lapar nih,” potong Fitri, kami pun tertawa serentak.
Pada malam harinya, Fitri dan mertuaku sudah tidur duluan, Halimah masih asyik menata ruangan. Kudekati Halimah saat dia membelakangiku sambil sedikit menunggingkan pantatnya karena memindahkan vas bunga ke lantai.
“Uh, jangan nakal, Dit!!” kata Halimah sambil mencolek hidungku karena pantatnya kuremas.
“Abis kamu seksi,” jawabku sambil mendekatkan hidungku ke hidungnya, lalu kugesek-gesekkan pelan. “Boleh aku melihat tubuh telanjangmu?” bisikku genit.
“Gak boleh, nikahi dulu aku!” tantang Halimah.
“Minggu depan kita menikah,” jawabku sambil kucium bibirnya.
“Kamu cium aku karena nafsu atau cinta?” bisik Halimah.
“Dua-duanya,” jawabku.
Kucium kembali bibirnya, kumainkan lidahku di langit-langit mulut Halimah, tanganku tak ketinggalan meremas pantatnya yang bulat semok.
“Hmmffh…” Halimah melepaskan ciumanku, “Jangan sekarang, sayang, ntar malam pertama kita basi.” kata Halimah tanpa melepaskan tanganku.
“Pinggir-pinggirnya aja ya, sayang?” jawabku dengan senyum genit.
Halimah melirik ke arah kamar dimana Fitri dan mertuaku tidur. “Janji ya gak dimasukin?” katanya sedikit berbisik.
Aku tertawa geli mendengar ucapannya, seakan-akan dia masih perawan saja.
“Kok ketawa?” tanya Halimah manja.
Aku membalasnya dengan mencium bibirnya hangat.
“Malam ini aku lagi dapet, Dit.” kata Halimah pelan.
“Ah, ngarang…” jawabku sedikit bercanda.
“Kalau gak percaya, pegang aja!” bisiknya, lalu ia memegang tanganku dengan sedikit gemetar dan mengarahkannya masuk ke dalam celananya.
Aku meraba, dan ternyata benar, Halimah lagi datang bulan, dia memakai pembalut. “Hihihi… kok gak bilang dari tadi?” kataku cengingisan.
“Ih, tawanya lucu,” jawab Halimah. Akhirnya kami hanya sebatas ciuman raba-rabaan saja, selanjutnya kami tidur berdua di sofa dengan berpelukan.
***
“Pa, buruuaaaannn!!!” teriak Fitri dari dalam mobil menyuruhku yang masih belum kelar memakai sepatu.
“Iya, iya,” jawabku penuh semangat.
Hari ini aku dan Halimah akan melangsungkan pernikahan di KUA tak jauh dari tempat kami tinggal.
“Kuterima nikahnya Halimah Nurhayati binti Sugianto dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai,” ucapku lancar.
“Bagaimana saksi?” kata penghulu.
Sah!!! sambut Fitri dan mertuaku secara bersamaan, dan juga beberapa orang yang hadir.
Halimah mencium tanganku, aku melihat Fitri mengacungkan jempolnya padaku sambil mengedipkan matanya.
Setelah akad nikah, kulihat Fitri keluar dari ruangan. Aku dan halimah masih berbincang-bincang bersama penghulu dan mertuaku, dan tak berapa lama kami keluar. Ternyata Fitri membuat kejutan kepada kami, mobil Halimah dihias dengan pita-pita di sebagian tempat, dan aku tersenyum lucu saat membaca tulisan “just merried” di kaca belakang. Kutatap mata Halimah yang malu-malu kucing, seakan sudah tidak sabar.
“Yuk,” kataku sambil membukakan pintu bagi ratu baruku. “Kok gak ikut, Fit?” kataku pada Fitri yang senyum-senyum.
“Aku sama nenek naik becak aja, Pa… udah buruan, ntar disinggahi lalat lagi.” ledek Fitri.
Kuhidupkan mobil dan kujalankan, setelah beberapa meter aku berhenti karena mendengar suara berisik dari belakang mobil, ternyata suara kaleng bekas susu yang sengaja diikat Fitri di belakang mobil. Fitri pun tertawa terbahak-bahak penuh rasa kemenangan. Dasar, batinku.
Sepanjang jalan kulihat banyak orang memperhatikan kami, aku tersenyum bangga karena jadi pusat perhatian. “Kita kemana, sayang?” kataku pada Halimah.
“Ke bulan dong, xixixi…” jawab Halimah nyengir.
”Maksudnya kita ke hotel ato ke rumah?” lanjutku sambil menatap payudaranya.
Halimah mendekatiku, dan meraba pahaku. “Ke hotel aja ya, say, biar aku bisa teriak sekerasnya.” balasnya.
“Ok, sayang. Tapi cium dulu dong,” kataku sambil memonyongkan bibir.
“Muaaahhhh…” Halimah mencium bibirku.
“Masa cuma gitu?” protesku, karena Halimah menciumku hanya sebentar saja.
“Sabar, sayang… ntar nabrak orang lagi.” jawab Halimah genit.
Tak berapa lama kami sampai di sebuah hotel bintang 3, aku memesan kamar super deluxe, biar kedap suara. Kulihat receptionisnya tersipu malu melihat kami.
“Ini kuncinya, pak.” kata receptionist itu.
Aku menerimanya dan segera kutarik tangan Halimah, aku sudah tidak sabar lagi. Sampai di dalam kamar, Halimah merangkulku dan mencium bibirku bertubi-tubi, “Mmmmffhh… kebayanya buka dulu, say, ntar rusak lagi,” kataku.
“Bilang aja mau lihat aku telanjang,” jawab Halimah manja. Perlahan dia membuka seluruh pakaiannya, bak penari striptis, dia melakukannya dengan erotis, sambil mengisap sesekali jari telunjuknya dengan maksud untuk menggodaku.
Aku segera membuka jas yang kukenakan dengan terburu-buru.
“Eits, biar aku yang buka, sayang.” kata Halimah saat aku mau membuka celana. Dia membukanya sambil berlutut, dipandanginya celana dalamku yang menonjol besar akibat penisku yang telah menegang.
“Sayang, ini apa?” tanya Halimah sambil meraba-raba penisku dengan nakal.
“Itu titit, sayang.” jawabku sambil mengusap rambut Halimah seperti menyisirnya.
“Titit apa kontol?” kata Halimah sambil berdiri, namun tangannya masih tetap meraba penisku.
Kucium kembali bibir Halimah, lidah kami saling berpagutan erat.
“Mmffhh… say, pegangin memekku donk,” pintanya sambil menuntun tanganku ke arah selangkangannya.
“Ih, vulgar amat, sayang, kata-katanya!” jawabku sambil memasukkan jariku ke celana dalamnya dan meraba kemaluan Halimah yang ditumbuhi bulu lebat.
“Biarin, biar kamu klepek-klepek.” jawabnya.
Kami terus saling meraba dan melumat bibir. Aku mulai merasakan tangan Halimah berusaha menurunkan celana dalamku.
“Kontol kamu besar banget, sayang!” kata Halimah lirih.
“Memek kamu juga sempit,” jawabku tak mau kalah.
“Dari mana kamu tahu memekku sempit, kan belum dicoba?” tanya Halimah sambil mengocok penisku.
Aku tidak menjawabnya, kubaringkan ia di kasur yang empuk, kupandangi tubuh sintalnya yang kini cuma dibalut bh dan celana dalam mungil berwarna pink.
“Hmm…” Halimah mendesah saat lehernya kujilat dan kuciumi, ia menjadi liar, membalasku dengan menciumi tubuhku. Kami saling berguling-guling di kasur, seakan tak mau kalah siapa yang berada diatas sehingga tubuh kami kahirnya telanjang tanpa penutup kain sehelai pun.
“Sshh… aaah… sayang, jilatanmu enak banget!” kata Halimah saat kemaluannya kujilati dengan rakus. Dia melebarkan kedua pahanya sambil menekan-nekan pantatnya ke atas. “Sayang, sini kontolmu, aku pengen menghisapnya!” pintanya.
Aku pun mengarahkan batang penisku ke wajahnya, sehingga posisi kami jadi 69 sekarang. Posisi ini terasa kurang nyaman buatku, lobang kemaluan Halimah jadi tidak bisa sepenuhnya  kuhisap. Maka segera kubalikkan tubuh kami hingga kini ganti Halimah yang berada diatas. Kuatur pantatnya agar sedikit menungging hingga mulutku dengan mudah menjilati seluruh permukaan kemaluannya. Sementara Halimah sendiri sangat telaten menghisap penisku, mulutnya dengan sangat lembut melumat penisku sambil mengocok pelan dengan jarinya. Aku merasakan sensasi yang luar biasa, hingga aku merasakan mau keluar.
“Sayang, aku mau keluar!” kataku sambil menusuk-nusuk kemaluan Halimah dengan jari telunjuk.
Halimah melepaskan kulumannya, “Keluarin di mulutku, sayang.” jawabnya sambil melanjutkan menghisap penisku, kali ini ia mengemutnya sampai ke pangkalnya.
Kusibak bulu kemaluan Halimah, kuarahkan bibirku tepat di lobang kemaluannya, Kusedot kuat celahnya yang sempit hingga aku merasakan itil Halimah masuk ke dalam mulutku. “Hmmffh…” erangku di kemaluannya. Bersamaan dengan itu, spermaku keluar di mulutnya.
Aku mengerang sambil terus menghisap kemaluan Halimah, cairan hangat dan terasa asin keluar dari kemaluan istriku itu, waktunya hampir bersamaan dengan sperma yang kukeluarkan di mulutnya.
Halimah melepas kulumannya dari penisku dan mendekatkan wajah ke telingaku, “Makasih, sayang, aku puas!” bisiknya sambil berusaha mengatur nafas.
3 menit kemudian kunaiki tubuh sintal Halimah, kembali kami saling berpagutan erat. Kami sama-sama menghisap dan saling bertukar air liur. Lidah Halimah berkali-kali kuhisap. Wajahku lalu turun, tepat di depan gundukan payudaranya. Puting Halimah yang berwarna hitam kecoklatan dan panjang kuhisap bergantian.
“Yangg, mmmff… hisap sekali dua,” desah Halimah sambil merapatkan kedua payudaranya. Aku membantu agar putingnya dempet, lalu kuhisap secara berbarengan.
“Oughh… enak, yang,” desah Halimah. Aku terus menghisap kedua putingnya sambil meremas-remas gundukan payudaranya.
“Yang…” panggil Halimah.
“Iya, say…” jawabku.
“Entotin memekku!” pinta Halimah manja.
Kutatap mata Halimah dan kucium matanya yang selalu bisa membuatku terpesona, lalu kutekuk kaki Halimah dan kulebarkan pahanya, selanjutnya kuarahkan penisku ke kemaluan Halimah yang berwarna merah kecoklatan dan ditumbuhi bulu yang sangat lebat. Kemaluan Halimah sedikit dower dan keriput. Kutekan perlahan penisku sampai kandas, dengan mudah seluruh penisku tertelan oleh kemaluannya. Pertama masuk aku belum merasa apa-apa. Lalu mulai kugoyang pantatku naik-turun.
”Uhh…” barulah kurasakan empotan kemaluan Halimah, penisku seakan dipijit dan disedot-sedot. Lobang kemaluan Halimah ternyata sangat sempit, begitu berbeda dengan bentuk permukaannya yang sedikit keriput.
Halimah mendesah sangat kuat, “Aughh… oughh… goyang, sayang… goyang terus… aghhh!!” rintihnya.
Aku menghentikan goyanganku. ”Hei, suaranya jangan keras gitu, malu didengar orang.” kataku.
“Gak apa-apa, sayang, kamar ini kedap suara. Rasanya enak kalau sambil teriak-teriak,” jawab Halimah dan memintaku untuk kembali menggoyangnya. “Ayo, sayang, entotin memekku lagi kayak tadi.”
Kembali kusodok-sodok kemaluan Halimah dengan penisku.
“Ouhh… kontolmu enak, sayang… kontolmu peret… kontolmu… ohh!!!” desah Halimah putus-putus.
Benar kata Halimah, sensasinya agak berbeda dengan mendesah kuat. Aku semakin bernafsu mendengar desahannya, ditambah Halimah yang sangat piawai menjepit penisku dengan kemaluannya. Jadi kupercepat goyanganku, mungkin 10 tusukan per detik. Halimah menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Oh sayang… aahh… aahh… aku gak kuat!!” erangnya sambil menaikkan tubuhnya setengah duduk.
Karena sodokanku terlalu kencang, perutku jadi sedikit sakit. Aku berhenti lalu turun dari ranjang. Kusuruh Halimah untuk menungging di bibir kasur, aku mengambil dua bantal dan meletakkannya di bawah perut Halimah. Dengan posisi setengah berdiri, kumasukkan penisku ke lobang kemaluannya dari belakang. Posisi ini terasa lebih nikmat, jepitan kemaluan Halimah jadi sangat terasa. Aku pun mulai mempercepat sodokanku.
“Mffhh… oghh… sayang, lebih kenceng lagi!” desah Halimah.
Kupercepat lagi tusukan penisku, Halimah membalas dengan menggoyang pantatnya naik turun dan mendesah kuat-kuat. Aku pun ikut memekik keenakan. “Oh sayang… memekmu sempit…” desahku.
“Kontolmu juga besar sekali, sayang… entotin terus memekku, entotin terus… aaah…” jawab Halimah.
Aku makin mempercepat goyanganku dan pinggang Halimah kupegang, kutekan kuat-kuat ke arah penisku. “Oh sayang… mmfffh… aahh… aku keluar… kontolku keluar!!” desahku panjang saat spermaku menyembur di dalam kemaluan Halimah.
Aku menghentikan goyanganku dan menekan kuat pantatku, kunikmati sampai tetes terakhir spermaku. Halimah tidak mau kalah, dia juga menggoyang-goyangkan pantatnya. Aku sudah tak kuat lagi membalasnya, kedutan-kedutan di ujung penisku terasa geli. Kubiarkan terus sampai ukuran penisku mengecil.
“Tanggung, sayang… dikit lagi aku nyampe,” kata Halimah sambil menggoyang-goyang pantatnya.
Aku tidak mau mengecewakannya, jadi kupaksa penisku untuk kembali menusuk lobang kemaluannya. Kugoyang pantatku dengan kencang, walau rasa geli yang teramat sangat kurasakan.
“Ohh… ohh… memekku… memekku enak, sayang… aah!!” Halimah mendorong pantatnya ke arahku. Aku makin merasakan jepitan kemaluannya, makin terasa kuat dan hangat.
“Oouuhhh… sayang, aku keluarrrgghhh!!!” desah Halimah panjang.
Aku menjatuhkan diri di kasur karena lututku terasa kebas, dan kami beristirahat selama setengah jam sambil berpelukan mesra. Kemudian kami melanjutkan bercinta sampai 6 kali hari itu, sampai spermaku keluar hanya setetes, bahkan aku berjalan mengambil air minum dengan ngesot karena saking tidak kuat lagi.
Tiga bulan setelah pernikahanku, Halimah pun hamil. Aku semakin bahagia. Ditambah lagi aku sudah bekerja di sebuah toko sparepart alat berat sebagai mekanik. Walaupun posisiku sebagai freeland, tapi pendapatanku lumayan banyak dikarenakan banyaknya perusahaan-perusahaan memilih jasa kami dibanding jasa layanan ternama. Kasih sayang Halimah padaku tak pernah berkurang, aku memang tidak salah memilihnya. Bahkan Fitri sudah dianggap sebagai anaknya sendiri. Fitri sangat dimanjakan, apapun kemauannya selalu dipenuhi.
“Pah, lusa ikut ya, mama ngidam jeruk nih, tapi pengen petik dari pohonnya.” kata Halimah yang sudah memanggilku papa.
“Aduh, gimana ya, maa… papa ada kerjaan, gak enak sama si bos kalau ditinggal.” jawabku.
“Ohh, ya udah, gak apa-apa. Tapi lain kali ikut ya, Pa, hehehe…” pinta Halimah.
“Iya deh, papa janji.” jawabku sambil menciumnya.
Dua hari kemudian, tepatnya hari minggu, Halimah, Fitri dan mertuaku pergi ke suatu tempat yang banyak pohon jeruknya, tidak jauh dari rumahku, paling 30 menit perjalanan dengan mobil. Aku yang hari itu tidak bisa ikut karena pekerjaanku yang harus memaksaku menyiapkan dalam waktu singkat.
“Ma, hati-hati ya nyetirnya.” kataku saat melepas kepergian mereka.
“Iya deh, Pa… papa gak usah khawatir.” jawab Halimah.
“Ingat, makannya jangan kebanyakan, ntar perutnya jadi besar pula belum waktunya.” kataku bercanda.
“Hahaha…” Fitri dan mertuaku tertawa, Halimah membalasnya dengan mengeluarkan lidahnya seperti mengejek.
Tak berapa lama mereka pamitan, aku melambaikan tangan penuh bahagia.
Pukul tiga sore handphoneku berdering, kulihat nomor Halimah, lalu kuangkat, “Halo, sayang… udah sampai?” tanyaku dari telepon.
“Maaf, Pak, ini Pak Adit?” jawab seseorang. Aku terkejut karena yang menjawab adalah seorang laki-laki.
“Iya, saya sendiri. Ini siapa ya?” tanyaku.
“Maaf, Pak, kami dari kepolisian. Keluarga bapak mengalami kecelakaan dan sekarang sudah berada di rumah sakit Santa Maria.” jawabnya.
Aku merasa linglung, tiba-tiba pandanganku seakan kabur, kakiku tidak bisa lagi menopang tubuhku, “Tidaaaaaakkkkk!!!” aku menjerit keras dan berlari sekuat tenaga, kuhampiri temanku untuk meminjam motornya.
Aku tidak peduli lagi, kugas kencang-kencang, lampu merah kuterobos, bahkan aku tidak mempedulikan kejaran polisi di belakangku, sampai dia kehilangan jejakku. Tak berapa lama aku sampai di rumah sakit yang dimaksud, aku bertanya pada suster yang ada di loby rumah sakit, mereka mengantarku ke ruang UGD.
“Maaf, Pak, bapak keluarganya bu Halimah?” tanya polisi yang ada di luar ruangan UGD.
“Iya, Pak, saya suaminya.” jawabku sambil mengintip dari kaca pintu.
Seorang suster keluar. “Suster, gimana keadaan mereka?” tanyaku.
“Maaf, Pak, ibu yang tua apa orang tua bapak?” tanya suster itu.
“Bukan, dia mertua saya.” jawabku.
“Sekali lagi maaf, Pak, mertua bapak telah meninggal.” katanya. Aku syok mendengarnya, sampai aku jatuh berlutut.
Dengan dibantu oleh kerabat-kerabat terdekat dan yang bersuka rela membantuku, aku memakamkan mertuaku di TPU setempat. Setelah pemakaman aku langsung ke rumah sakit lagi, karena hari ini juga Halimah naik ke meja operasi. Sesuai hasil rontgen, jantung Halimah bocor akibat tusukan tulang rusuknya yang patah.
Menurut saksi mata dan hasil investigasi dari kepolisian, terjadinya kecelakaan disebabkan oleh sebuah truk gandeng yang membawa muatan kayu Akasia melebihi kapasitas, oleng dan jatuh menimpah mobil istriku yang datang secara berlawanan. Halimah, Fitri dan mertuaku terjepit di dalam mobil hingga proses evakuasi berlangsung lama.
Aku gelisah, gundah gulana. Lebih dari 5 jam aku menunggu diluar ruangan dimana Halimah dioperasi. Rasa lapar dan lelah tidak kupedulikan lagi, setiap nafas kupanjatkan doa. Air mataku habis sudah, tidak ada tersisa untuk kutangisi. Fitri masih koma dan masih menunggu hasil pemindaian otaknya, rupanya atap mobil yang ringsek menjepit kepalanya, suatu keajaiban dia masih bertahan hidup.
“Pak Adit, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Ibu Halimah terluka parah, selain jantung, kaki bu Halimah mengalami patah tulang.” kata dokter menjelaskan keadaan Halimah.
Apa yang harus kujawab? Apa yang harus aku lakukan? Aku hanya bisa mencengkeram rambutku seperti orang stres, tak ada yang dapat kulakukan selain meringkuk di dinding, “Tuhan, jangan ambil dia dariku!” doaku dalam tangis.
Aku mendengar beberapa orang kerabat mencoba menguatkanku, tapi percuma saja, karena apa yang mereka ucapkan sama sekali tidak kusimak. Aku larut dalam kesedihan, sampai aku merasa aku tidak mempunyai tenaga lagi untuk menahan tubuhku.
Selama empat hari setelah Halimah dioperasi, belum ada tanda-tanda dari positif. Selama empat hari itu juga aku hanya makan roti dan sebotol aqua. Fitri rencananya mau dipindahkan ke rumah sakit Pertamina hari ini. Pikiranku mulai kalut, seperti orang tidak waras, kadang aku berbicara sendiri, senyum lalu menangis. Aku merasa terganggu bila melihat orang, rasanya aku ingin mati.
Kutatap tubuh Halimah yang terbaring lemas, selang infus, selang darah, juga selang angin, serta perban yang hampir menutupi seluruh tubuhnya. Bibirku gemetar, aku bahkan tak kuat untuk berbicara, hingga monitor indikator pendeteksi jantuk Halimah berdengung panjang. Kulihat garis lurus menandakan bahwa Halimah sudah tiada. Jiwaku seakan melayang, kuucapkan Iinnalilahiwainnailahirojiun dalam hatiku yang terpukul.. Aku berjalan mundur sampai punggungku menabrak dinding, kutatap Halimah dari kejauhan. Seketika aku menjadi panik, keluar dari kamar, berlari sekuat tenaga. Aku tidak peduli akan orang-orang yang kutabrak, aku tidak tahu bagaimana bisa mendapat kekuatan. Aku berlari menuju rumahku.
“Tidaaaakkkkkkkkkk…!!! Mengapa kau ambil dia dariku…!!!” aku menjerit sekuatnya, aku menangis histeris sampai aku menelan ingusku yang keluar. Kupecahkan kaca lemari, semua benda yang ada di dekatku kubanting, sampai akhirnya para tetangga menenangkanku. Aku lalu tidak sadarkan diri.
Di bawah batu nisan Halimah aku berbaring, memeluk makamnya. Aku mengenang masa-masa bahagia bersama dirinya. Aku menyesal tidak ikut waktu Halimah mengajakku minggu itu, seandainya aku ikut mungkin semua ini tidak akan pernah terjadi.
“Oh sayang, mengapa kau tinggalkan aku? Mengapa kau biarkan aku sendiri? Halimaaahhh…!!!”
“Pak, sudah maghrib, mari kita pulang.” ajak Pak Andi, tetanggaku. Aku tidak meresponnya, hingga aku terpaksa digotong agar mau pulang.
Pada malam harinya aku tidak bisa tidur walaupun sudah jam 3 subuh. Kubuka lemari baju Halimah, semua bajunya kubongkar sampai pakaian dalamnya juga. Kuambil guling, celana dalam g-string warna hitam yang kubeli sebulan yang lalu buat Halimah kupakaikan di bantal guling, juga pasangan bh nya kupakaikan di ujung yang satunya lagi. Kupilih baju tidur Halimah yang menjadi kesukaanku, kupakaikan di guling itu. Lalu perlahan kuletakkan di sisiku, kupeluk pelan.
“Sayang, aku mencintaimu… muachh!!” kucium bantal yang kutaroh di atas guling yang kuanggap sebagai wajah istriku.
***
Tiga bulan sepeninggal Halimah, keadaanku masih labil, syok, dan tidak bergairah. Keseharianku kuhabiskan untuk menemani Fitri yang masih koma, aku membutuhkan keajaiban, kemurahan hati dari sang pencipta untuk menyembuhkan Fitri.
”Dear diary, besok papaku akan menikah dengan tante Imah. Aku sangat bahagia, bahagia sekali. Pa, aku sangat menyayangimu, mencintaimu dari segenap hatiku, tubuhku. Malam bisa saja berganti pagi, mentari bisa saja bosan menyiangi bumi, namun cintaku pada papa akan selamanya tetap abadi. Love forever papaku tercinta.”
Air mataku seakan habis membaca isi diary Fitri, aku sangat beruntung bisa hidup bersamamu, menjagamu, membesarkanmu. Kamu adalah sisa semangatku, sadarlah nak, izinkan papa melihatmu bahagia sekali lagi. izinkan papa melihat senyumanmu.
END
Author : Kamar 108

UMI ANIS

Teng! Jam dinding berdentang satu kali. Malam semakin larut, tapi Anis masih duduk di ruang tengah. Sejak tadi matanya sulit terpejam. Baru beberapa jam yang lalu Ibu Mas Iqbal, suaminya, menelepon, “Nis, Alhamdulillah, barusan ini keponakanmu bertambah lagi…” suara ibu terdengar sumringah di ujung sana.”Alhamdulillah… laki-laki atau perempuan, Bu?” Anis tergagap, kaget dan senang. Sudah seminggu ini keluarga besar Mas Iqbal memang sedang berdebar-debar menanti berita Dini, adik suaminya, yang akan melahirkan.

hijaber hot (1)

“Laki-laki. Cakep lho, Nis, mirip Mas-mu waktu bayi…” Ibu tertawa bahagia. Dini memang adik yang termirip wajahnya dengan Mas Iqbal.
“Selamat ya, Bu, nambah cucu lagi. Salam buat Dini, Insya Allah besok pulang kerja, Anis dan Mas Iqbal akan jenguk ke rumah sakit.” janji Anis sebelum menutup pembicaraan dengan Ibu yang sedang menunggu Dini di rumah sakit.
Setelah menutup telepon, Anis termenung sesaat. Ia jadi teringat usia pernikahannya yang telah memasuki tahun ke lima, tapi belum juga ada tangis si kecil menghiasi rumah mereka. Meskipun demikian ia tetap ikut merasa sangat bahagia mendengar berita kelahiran anak kedua Dini di usia pernikahan mereka yang baru tiga tahun.
“Kok melamun?!” Mas Iqbal yang baru keluar dari kamar mandi mengagetkannya. Ia memang pulang agak malam hari ini, ada rapat di kantor katanya. Air hangat untuk mandinya sempat Anis panaskan dua kali tadi.
“Mas, ibu tadi mengabari, Dini sudah melahirkan. Bayinya laki-laki,” cerita Anis.

“Alhamdulillah… Dila sudah punya adik sekarang,” senyum Mas Iqbal sambil mengeringkan rambutnya, tapi entah mengapa Anis menangkap ada sedikit nada getir dalam suaranya. Anis menepis perasaannya sambil segera menata meja menyiapkan makan malam.

Selepas Isya’an bersama, Mas Iqbal segera terlelap, seharian ini ia memang lelah sekali. Anis juga sebenarnya agak lelah hari ini. Ia memang beruntung, selepas kuliah dan merasa tidak nyaman bekerja di kantor, Anis memutuskan untuk membuat usaha sendiri saja.
hijaber hot (2)
Dibantu temannya yang seorang notaris, akhirnya Anis mendirikan perusahaan kecil-kecilan yang bergerak di bidang design interior. Anis memang berlatar pendidikan bidang tersebut, ditambah lagi ia punya bakat seni untuk merancang sesuatu menjadi indah dan menarik. Bakat yang selalu tak lupa disyukurinya. Keluarga dan teman-teman banyak yang mendukungnya, akhirnya sekarang ia sudah memiliki kantor mungil sendiri tidak jauh dari rumahnya.
Dan, seiring dengan kemajuan dan kepercayaan yang mereka peroleh, perusahaannya sedikit demi sedikit mulai dikenal dan dipercaya masyarakat. Tapi Anis merasa itu tidak terlalu melelahkannya, semua dilakukan semampunya saja, sama sekali tidak memaksakan diri, malah menyalurkan hobi dan bakatnya merancang dan mendesign sesuatu sekaligus mengisi waktu luangnya. Beberapa karyawan yang sigap dan cekatan membantunya. Malah sekarang sudah ada beberapa designer interior lain yang bergabung di perusahaan mungilnya.
Itu sebabnya sesekali saja Anis agak sibuk mengatur ketika ada pesanan mendesign yang datang, selebihnya teman-teman yang mengerjakan. Waktu Anis terbanyak tetap buat keluarga, mengurus rumah atau masak buat Mas Iqbal meski ada Siti yang membantunya di rumah, menurutnya itu tetap pekerjaan nomor satu. Anis juga bisa tetap rutin mengaji mengisi ruhaniahnya. Namun karena kegiatannya itu, biasanya ia tidur cepat juga, tapi malam ini rasa kantuknya seperti hilang begitu saja. Berita dari ibu tadi membuat Anis teringat lagi. Teringat akan kerinduannya menimang si kecil, buah hatinya sendiri.
Lima tahun pernikahan adalah bukan waktu yang sebentar. Awalnya Anis biasa saja ketika enam bulan pertama ia tak kunjung hamil juga, ia malah merasa punya waktu lebih banyak untuk suaminya dan merintis kariernya. Seiring dengan berjalannya waktu dan tak hentinya orang bertanya, dari mulai keluarga sampai teman-temannya, tentang kapan mereka menimang bayi, atau kenapa belum hamil juga, Anis mulai khawatir. Fitrahnya sebagai wanita juga mulai bertanya-tanya, apa yang terjadi pada dirinya, atau kapan ia hamil seperti juga pasangan-pasangan lainnya…
Atas saran dari banyak orang, Anis mencoba konsultasi ke dokter kandungan. Seorang dokter wanita dipilihnya. Risih juga ketika menunggu giliran di ruang tunggu klinik, pasien di sekitarnya datang dengan perut membuncit dan obrolan ringan seputar kehamilan mereka. Atau ketika salah seorang diantara mereka bertanya sudah berapa bulan kehamilannya.
“Saya tidak sedang hamil, hanya ingin konsultasi saja…” senyum Anis sabar meski dadanya berdebar, sementara Mas Iqbal semakin pura-pura asyik dengan korannya. Anis bernafas lega ketika dokter menyatakan ia sehat-sehat saja. Hindari stress dan lelah, hanya itu nasehatnya.
Setahun berlalu. Di tengah kebahagiaan rumah tangganya, ada cemas yang kian mengganggu Anis. Kerinduan menimang bayi semakin menghantuinya. Sering Anis gemas melihat tingkah polah anak-anak kecil disekitarnya, dan semakin bertanya-tanya apa yang terjadi dengan dirinya. Setelah itu mulailah usaha Anis dan suaminya lebih gencar dan serius mengupayakan kehamilan. Satu demi satu saran yang diberikan orang lain mereka lakukan, sejauh itu baik dan tidak melanggar syariat agama. Beberapa dokter wanita juga kadang mereka datangi bersama, meski lagi dan lagi, sama saja hasilnya. Sementara hari demi hari, tahun demi tahun terus berlalu.
Kadang Anis menangis ketika semakin gencar pertanyaan ditujukan padanya atau karena cemas yang kerap mengusik tidurnya. Mas Iqbal selalu sabar menghiburnya, “Anis, apa yang harus disedihkan? Dengan atau tanpa anak, rumah tangga kita akan berjalan seperti biasa. Aku sudah sangat bahagia dengan apa yang ada sekarang. Insya Allah tidak akan ada yang berubah dalam rumah tangga kita…” kata Mas Iqbal suatu ketika seperti bisa membaca jalan pikirannya.
hijaber hot (3)
Suaminya memang tahu kapan Anis sedang mendalam sedihnya dan harus dihibur agar tidak semakin larut dalam kesedihan. Di saat-saat seperti itu memang cuma suaminya yang paling bisa menghiburnya, tentu saja disamping do’a dan berserah dirinya pada Tuhan. Kadang Anis heran kenapa Mas Iqbal bisa begitu sabar dan tenang, seolah-olah tidak ada apapun yang terjadi. Dia selalu ceria dan optimis seperti biasa. Apakah memang pria tidak terlalu memasukkan unsur perasaannya atau mereka hanya pintar menyembunyikan perasaan saja? Anis tidak tahu, yang pasti sikap Mas Iqbal banyak membantu melewati masa-masa sulitnya.
Sebenarnya Anis juga bukan selalu berada dalam kondisi sedih seperti itu. Sesekali saja ia agak terhanyut oleh perasaannya, biasanya karena ada faktor penyulutnya, yang mengingatkan ia akan mimpinya yang belum terwujud itu. Selebihnya Anis bahagia saja, bahkan banyak aktivitas atau prestasi yang diraihnya. Buatnya tidak ada waktu yang disia-siakan. Selagi sempat, semua peluang dan kegiatan positif dilakukannya. Kadang-kadang beberapa teman menyatakan kecemburuannya terhadap Anis yang bisa melakukan banyak hal tanpa harus disibuki oleh rengekan si kecil. Anis tersenyum saja.
Anis juga tidak pernah menyalahkan teman-temannya kalau ketika sesekali bertemu obrolan banyak diisi tentang anak dan seputarnya. Buatnya itu hal biasa, usia mereka memang usia produktif. Jadi wajar saja kalau pembicaraan biasanya seputar pernikahan, kehamilan, atau perkembangan anak-anak mereka yang memang semakin lucu dan menakjubkan, atau cerita lain seputar itu. Biar bagaimanapun Anis menyadari menjadi ibu adalah proses yang tidak mudah dan perlu belajar atau bertukar pengalaman dengan yang lain.
Tapi kadang-kadang, sesekali ketika Anis sedang sedih, rasanya ia tidak mau mendengar itu dulu. Anis senang juga jika ada yang berusaha menjaga perasaannya diwaktu-waktu tertentu, dengan tidak terlalu banyak bercerita tentang hal tersebut, bertanya, atau malah menyemangati dengan do’a dan dukungan agar sabar dan yakin akan datangnya si kecil menyemarakkan rumah tangganya.
Anis tersadar dari lamunannya. Diminumnya segelas air dingin dari lemari es. Sejuk sekali. Meskipun malam tapi udara terasa pengap. Anis meneruskan tidurnya. Dalam lelap ia bermimpi bermain bersama beberapa gadis kecil. Senang sekali.
***Siang keesokan harinya, Anis sedang merancang sebuah ruang pameran di kantornya. Ada festival Islam yang akan digelar, mungkin karena tidak banyak designer interior berjilbab rapi seperti Anis, ia dipercaya merancangnya. Ketika sedang mencorat-coret gambar, Fitri mengejutkannya, “Mbak Anis, ada tamu yang mau bertemu.”

hijaber hot (4)

“Dari mana, Fit?” tanya Anis.
“Katanya dari Yayasan Amanah, mbak, tanya soal aplikasi mbak Anis bulan kemarin.”
“Oh itu. Iya deh, saya ke depan sepuluh menit lagi.” jawab Anis.
Setelah berbincang-bincang dengan tamunya, akhirnya Anis menyepakati mengangkat salah satu anak yatim yang diasuh yayasan tersebut sebagai putra asuhnya. Namanya Safiq. Anis memang selalu menyisihkan rezekinya untuk mereka yang membutuhkan. Dan kali ini, ia berniat untuk menyantuni dan mengasuh Safiq seperti anaknya sendiri, itupun setelah dimusyawarahkan dengan suaminya. Anis berharap, dengan begitu ia bisa cepat hamil. Ibu-ibu banyak yang mengatakan, mungkin Anis perlu ’pancingan’ agar bisa lekas dapat momongan.
Begitulah, mulai saat itu, Safiq yang berusia 12 tahun, tinggal bersama Anis dan Iqbal.
Mempunyai ’anak’, membawa banyak hikmah bagi Anis. Ia jadi semakin teliti dan perhatian. Apapun kebutuhan Safiq berusaha ia penuhi. Mulai dari baju hingga mainan, juga kebutuhan sekolah bocah itu yang tahun depan mau masuk SMP. Anis juga mencurahkan seluruh kasih sayangnya pada Safiq, hingga mas Iqbal yang merasa tersisih, sempat melayangkan protes sambil bercanda, ”Hmm, gimana kalau punya anak beneran ya, bisa-bisa aku nggak boleh tidur di kamar.”
Anis cuma tertawa menanggapinya. ”Ah, mas bisa aja.” dia mencubit pinggang laki-laki itu. Dan selanjutnya merekapun bergumul di ranjang untuk memuaskan satu sama lain, sambil berharap persetubuhan kali ini akan membuahkan hasil.
Esok paginya, seperti biasa, Anis menyiapkan sarapan bagi Safiq. Tidak terasa, sudah hampir tiga bulan bocah itu tinggal bersamanya. Dan Anis merasa senang sekaligus bersyukur, karena pilihannya ternyata tidak salah, Safiq sangat pintar dan baik. Anak itu tidak nakal, sangat menurut meski agak sedikit pendiam. Hanya kepada Anis lah ia mau berbincang, sedangkan dengan mas Iqbal, Safiq seperti menjaga jarak.
”Kenapa, Fiq?” tanya Anis menanyakan sebabnya saat mereka sarapan bersama. Saat itu mas Iqbal sudah berangkat ke kantor, sedangkan Safiq masuk siang.
Bocah itu terdiam, hanya jari-jari tangannya yang bergerak memainkan bulatan bakso di atas nasi gorengnya.
”Tidak apa-apa, ngomong saja sama Umi.” kata Anis. Dia memang menyuruh Safiq untuk memanggilnya dengan panggilan ’Umi’ sedangkan untuk mas Iqbal ’Abi’.
”Ah, nggak, Mi.” Safiq masih tampak takut.
Anis menatapnya. Di usianya yang baru beranjak remaja, bocah itu terlihat tampan. Kalau besar nanti, pasti banyak gadis yang akan terpikat kepadanya. ”Umi nggak akan marah.” kata Anis lagi, penuh dengan sabar.
Safiq menggeleng, dia menundukkan kepalanya semakin dalam.
Kasihan, Anis pun mendekatinya. ”Tidak apa-apa kalau kamu nggak mau bilang, umi nggak akan maksa.” Dipeluknya bocah kecil itu, diletakkannya kepala Safiq di atas gundukan buah dadanya. Ia biarkan Safiq menangis di situ.
”Maaf kalau Umi sudah membuatmu takut.” ucap Anis penuh nada penyesalan, ia memang tidak berharap perbincangan ini akan berakhir seperti itu.
Lama mereka berpelukan, hingga Anis merasa tangis Safiq perlahan mereda dan akhirnya benar-benar berhenti. Ia sudah akan melonggarkan dekapannya saat merasakan sesuatu yang lembut mengendus dan menyundul-nyundul pelan buah dadanya. Ah, Safiq! Apa yang kamu lakukan? Anis memang cuma mengenakan daster longgar saat itu, hanya saat keluar rumah atau ada tamu pria, ia mengenakan jilbab. Dengan pakaian seperti ini, bibir Safiq yang bermain di belahan payudaranya sungguh sangat-sangat terasa.
Cepat Anis melirik ke bawah, dilihatnya si bocah yang kini berusaha mencium dan menyusu ke arah buah dadanya. ”Safiq!” Anis menegur, tapi dengan suara dibuat selembut mungkin, takut membuat bocah itu kembali mengkerut. Padahal dalam hati, Anis benar-benar mengutuk aksinya yang sudah kurang ajar.
Safiq mendongakkan kepala, ”M-maaf, Mi.” suaranya parau, sementara tubuhnya gemetar pelan.
Tak tega, Anis segera memeluknya kembali. ”Tidak apa-apa, tapi jangan diulang lagi ya. Itu tidak boleh.” ia membelai rambut Safiq penuh rasa sayang.
Safiq mengangguk. ”Maaf, Mi. Safiq cuman pengen tahu gimana rasanya nenen.”
Anis terkejut, ”Emang kamu belum pernah?” tanyanya tak percaya.
”Safiq kan yatim piatu dari kecil, Mi. Jangankan nenen, siapa ibu Safiq aja nggak ada yang tahu. Safiq ditinggal di depan pintu yayasan.” jawab bocah itu dengan getir.
Anis meneteskan air mata mendengarnya, ia mendekap dan mengelus kepala Safiq lebih erat lagi. Setelah terdiam cukup lama, Anis akhirnya membuka suara, ”Bener kamu pengen nenen?” tanyanya dengan suara berat. Keputusan sudah ia ambil, meski itu awalnya begitu berat.
Safiq menganggukkan kepala.
”Janji ya, cuma nenen?” tanya Anis sambil memandang matanya.
”I-iya, Mi.” angguk Safiq cepat.
”Dan jangan ceritakan ini sama orang lain, termasuk pada Abi. Karena anak sebesar kamu sudah tidak seharusnya nenen pada Umi, ini tidak boleh.  Tapi karena kasihan, Umi terpaksa mengabulkannya.” terang Anis, terbersit nada getir dalam suaranya.
”Iya, Mi. Safiq janji.” kata bocah kecil itu.
Begitulah, dengan perlahan Anis pun menurunkan dasternya hingga buah dadanya yang besar terlihat jelas. Meski masih tertutup BH, benda itu tampak begitu indah. Ukurannya yang di atas rata-rata membuatnya jadi tampak sesak. Anis segera membuka cup BH-nya, tanpa ada yang menyangga, bulatan kembar itupun terlontar dengan kerasnya hingga sanggup membuat mata bulat Safiq makin melotot lebar.
”M-mi…” Safiq memanggil, tapi pandangannya sepenuhnya tertuju pada area dada sang ibu angkat yang kini sudah terbuka lebar, siap untuk ia jamah.
”Ayo, katanya mau nenen?” kata Anis sambil menarik salah satu bulatan payudaranya ke depan, memberikan putingnya yang merona merah pada Safiq.
Tahu ada benda mulus menggiurkan yang mendekat ke arah mulutnya, Safiq pun membuka bibir, dan mencaplok puting Anis dengan perlahan, ”Ahm…” lenguh mereka berdua hampir bersamaan. Anis kegelian karena ada lidah basah yang melingkupi ujung payudaranya, sedangkan Safiq merasa nikmat mendapat benda yang selama ini ia idamkan-idamkan. Lidahnya terus menari membelai puting payudara Umi-nya, sedangkan bibirnya terus mengecap untuk mencucup dan menghisap-hisapnya.
”Ah, jangan keras-keras, Fiq. Sakit!” desis Anis di sela-sela jilatan sang anak angkat. Ia mulai merasa merinding, jilatan Safiq mengingatkannya pada mas Iqbal, yang biasa melakukannya sebelum mereka tidur. Meski aksi Safiq terasa agak sedikit kaku, tapi sensasi dan rasanya tetaplah sama.
Sementara itu, Safiq dengan tak sabar dan penasaran terus menyusu. Mulutnya dengan liar bermain di gundukan payudara Anis. Tidak cuma yang kiri, yang kanan juga ia perlakukan sama. Kadang Safiq malah membenamkan wajahnya di belahan payudara Anis yang curam, dan membiarkan mukanya dikempit oleh bulatan kenyal itu, sambil tangannya mulai meremas-remas ringan.
hijaber hot (5)
”Ah, Fiq.” rintih Anis mulai tak sadar. Ia menekan kepala bocah itu, berharap Safiq mempermainkan payudaranya lebih keras lagi.
Safiq yang gelagapan berusaha mencari udara, digigitnya salah satu puting Anis hingga umi-nya itu menjerit kesakitan.
”Auw, Fiq! Apaan sih, sakit tahu!” Anis mendelik marah, tapi melihat muka Safiq yang memerah dan nafasnya yang ngos-ngosan, iapun akhirnya mengerti. ”Eh, maaf. Umi nggak tahu.”
”Gak apa-apa, Mi.” Safiq tersenyum, kedua tangannya masih hinggap di dada Anis dan terus meremas-remas ringan disana.
”Gimana, kamu suka?” tanya Anis sambil membelai kepala Safiq penuh rasa sayang.
Si bocah mengangguk, ”Iya, Mi.”
”Mau lagi?” tanya Anis.
Safiq mengangguk, senyumnya terlihat semakin lebar.
”Kalau begitu, ayo sini.” Anis pun menarik kepala bocah itu dan ditaruhnya kembali ke atas gundukan payudaranya.
Begitulah, sampai siang, Safiq terus menyusu di bongkahan payudara Anis, sang ibu angkat yang masih berusia muda, tidak lebih dari 30 tahun. Dengan payudara yang masih mulus sempurna, Safiq benar-benar dimanjakan. Ia menjadi bocah yang paling beruntung di dunia. Sementara Anis juga merasa senang karena kini ia menjadi semakin intim dan akrab dengan sang putra angkat yang sangat ia sayangi.
***
Rutinitas itu terus berlangsung. Kapanpun dan dimanapun Safiq ingin, asal tidak ada orang -terutama mas Iqbal- Anis dengan senang hati menyusuinya. Dan seperti yang sudah dijanjikan, Safiq memang tidak pernah meminta lebih. Bocah itu cuma meremas dan menghisap, tidak macam-macam. Ditambah lagi, sama sekali tidak ada nafsu ataupun birahi dalam setiap jilatannya, Safiq benar-benar murni melakukannya karena pengen nenen. Anis jadi merasa aman.
Tapi semua itu berubah saat Safiq naik ke jenjang SMP…
Umur yang bertambah membuat pikiran bocah itu semakin berkembang. Dari yang semula cuma nenen biasa, kini berubah menjadi jilatan mesra yang sangat lembut namun sangat menggairahkan. Remasan bocah itu juga semakin bervariasi; kadang keras, kadang juga lembut. Kalau menghisap puting yang kiri, Safiq memijit dan memilin-milin yang kanan, begitu pula sebaliknya. Tak jarang Safiq mendempetkan dua puting itu dan menghisapnya dalam satu waktu. Pendeknya, Safiq sekarang sudah tumbuh menjadi remaja yang tahu apa arti seks yang sesungguhnya.
Anis bukannya tidak mengetahui hal itu. Ia sudah bisa menebaknya saat melihat penis Safiq yang sedikit ereksi saat mereka sedang melakukan ’ritual’ itu. Tapi Anis pura-pura tidak tahu dan mendiamkannya saja. Toh Safiq juga tidak berbuat macam-macam, anak itu tetap ’sopan’. Malah Anis yang panas dingin, itu karena ukuran penis Safiq yang saat ini sudah melebihi punya mas Iqbal, padahal usia bocah itu masih sangat muda. Gimana kalau nanti sudah besar… ah, Anis tidak kuat membayangkannya.
Esoknya, saat membangunkan Safiq untuk sholat subuh, Anis disuguhi pemandangan baru lagi. Saat itu Safiq masih tertidur lelap, tapi tidak demikian dengan penisnya. Benda itu sedang berdiri dan menjulang begitu tegarnya. Sempat Anis terpana dan terpesona untuk beberapa saat, tapi setelah bisa menguasai diri, ia segera membangunkan sang putra, ”Fiq, ayo sholat dulu.”
Safiq cuma menggeliat lalu meneruskan tidurnya. Anis jadi tergoda. Apalagi sekarang di depannya, penis Safiq jadi kelihatan lebih menantang. Ukurannya yang begitu besar membuat Anis tercengang, dengan warna coklat kehitaman dan ‘kepala’ yang masih kelihatan imut (Safiq baru bulan kemarin disunat), benda itu jadi terasa seperti magnet bagi Anis. Tanpa terasa perlahan jari-jarinya terulur dan mulai menggenggamnya. Ia memperhatikan wajah sang putra angkat, Safiq terlihat tenang saja, matanya tetap terpejam rapat sambil menikmati tidur pulasnya.
Dengan hati berdebar dan penuh perhitungan, takut dipergoki oleh sang suami -juga takut bila Safiq tiba-tiba bangun- Anis mulai mengocok benda panjang itu perlahan-lahan. Saat diperhatikannya Safiq tetap tertidur, malah bocah itu seperti menikmatinya -terlihat dari desah nafasnya yang semakin memburu dan tarikan lirih karena terangsang- Anis pun mempercepat kocokannya. Hingga tak lama kemudian berhamburan cairan putih kental dari ujungnya. Safiq ejakulasi. Yang gilanya, akibat rangsangan Anis, ibu angkatnya sendiri.
Merasa sangat bersalah, dengan tergopoh-gopoh Anis segera membersihkannya. Saat itulah, Safiq tiba-tiba terbangun. ”Eh, umi…” gumamnya tanpa tahu apa yang terjadi.
Anis mengelap sisa sperma Safiq ke ujung dasternya, ”Ayo sholat dulu, sayang.” katanya dengan nada suara dibuat senormal mungkin, padahal dalam hati ia sangat berdebar-debar.
Safiq memperhatikan cairan putih kental yang berceceran di perutnya. Untuk yang ini, Anis tidak sempat membersihkannya. ”Ini apa, Mi?” Safiq mengambil cairan itu dan mempermainkan di ujung jarinya, lalu mengendusnya ke hidung. ”Ih, baunya aneh.” bocah itu nyengir.
Anis tersenyum, ”Tidak apa-apa, itu tandanya kamu sudah mulai dewasa.”
Safiq memandang umi-nya, ”Dewasa? Safiq nggak ngerti. Maksud Umi apaan?” tanyanya.
”Nanti Umi jelaskan, sekarang mandi dulu ya.” Anis membimbing putra kesayangannya turun dari ranjang.
Safiq menggeleng, ”Nggak mau ah, Mi. Dingin!”
”Eh, harus. Kalau nggak, nanti badanmu kotor terus. Ini namanya mandi besar.” terang Anis.
”Mandi besar?” tanya Safiq, lagi-lagi tidak mengerti.
”Ah, iya. Kamu kan belum pernah melakukannya. Ya udah, ayo Umi ajarin.” Anis mengajak Safiq untuk beranjak ke kamar mandi.
Di ruang tengah, dilihatnya mas Iqbal kembali tidur setelah menunaikan sholat subuh. Sudah kebiasaan laki-laki itu, malam melek untuk sholat tahajud, habis subuh tidur lagi sampai waktu sarapan tiba. Dengan bebas Anis membimbing Safiq masuk ke kamar mandi.
“Lepas bajumu,” katanya memerintahkan.
Safiq dengan patuh melakukannya. Ia tidak risih melakukannya karena sudah biasa telanjang di depan ibu angkatnya. Tak berkedip Anis memperhatikan penis Safiq yang kini sudah mengkerut dan kembali ke ukuran semula.
”Pertama-tama, baca Bismillah, lalu niat untuk menghilangkan hadast besar.” kata Anis.
”Emang Safiq baru dapat hadast besar ya?” tanya Safiq pada ibu angkatnya yang cantik itu.
Anis dengan sabar menjawab, ”Iya, kamu tadi mimpi enak kan?” tanyanya.
Safiq mengangguk, ”Iya sih, tapi Safiq sudah lupa ngimpiin apa.”
”Nggak masalah, itu namanya kamu mimpi basah. Itu tanda kedewasaan seorang laki-laki. Dan sehabis dapat mimpi itu, kamu harus mandi besar biar badanmu suci lagi.” sahut Anis.
Safiq mengangguk mengerti. ”Terus, selanjutnya apaan, Mi?”
”Selanjutnya… basuh kemaluanmu seperti ini,” Anis meraih penis Safiq dan mengguyurnya dengan air. Ajaib, bukannya mengkeret karena terkena air dingin, benda itu malah mendongak kaku dan perlahan kaku dan menegang karena usapan tangan Anis.
”Mi, enak…” Safiq merintih.
hijaber hot (6)
Anis jadi serba salah, cepat ia menarik tangannya. ”Eh,”
Tapi Safiq dengan kuat menahan, ”Lagi, Mi… enak,” pintanya.
Melihat pandangan mata yang sayu dan memelas itu, Anis jadi tidak tega untuk menolak. Tapi sebelumnya, ia harus memastikan segalanya aman dulu. Dikuncinya pintu kamar mandi, lalu ia berbisik pada sang putra. ”Jangan berisik, nanti Abimu bangun.” sambil tangan kanannya mulai mengocok pelan batang penis Safiq.
Safiq mengangguk. Yang kurang ajar, untuk meredam teriakannya, ia meminta nen pada Anis. “Plis, Mi. Safiq pengen.”
Menghela nafas -karena merasa dipecundangi- Anis pun memberikan bongkahan payudaranya. Jadilah, di kamar mandi yang sempit itu, ibu serta anak yang seharusnya saling menghormati itu, melakukan hal buruk yang sangat dilarang agama. Safiq menggelayut di tubuh montok ibu angkatnya, sambil mulutnya menyusup ke bulatan payudara Anis. Bibirnya menjilat liar disana. Sementara istri Iqbal, dengan nafas memburu menahan kenikmatan, terus mengocok penis besar sang putra hingga  menyemburkan sperma yang dikandung di dalamnya tak lama kemudian.
Banyak dan kental sekali cairan itu, meski tidak seputih yang pertama, tapi pemandangan itu sudah cukup membuat Anis jadi horny. Wanita itu merasakan celana dalamnya jadi basah. Tapi tentu saja ia tidak mungkin menunjukkannya pada Safiq, bocah itu tidak akan mengerti. Jadi cepat-cepat ia bersihkan semuanya, takut mas Iqbal yang sedang tertidur di ruang tengah tiba-tiba bangun dan memergoki ulah mereka.
Didengarnya Safiq menarik nafas panjang sambil mendesah puas, ”Terima kasih, Mi. Nikmat banget. Badan Safiq jadi enteng.”
Anis mengangguk mengiyakan. ”Sudah, sekarang mandi sana. Ulangi semuanya dari awal.”
Safiq tersenyum, dan dengan bimbingan dari ibu angkatnya yang cantik, iapun melakukan mandi wajib pertamanya.
Sejak saat itu, level ’permainan’ mereka jadi sedikit meningkat. Anis tidak cuma memberikan payudaranya, tapi kini juga harus memuaskan Safiq dengan tangannya. Dan si bocah, tampak senang-senang saja menerimanya. Siapa juga yang bakal menolak kenikmatan seperti itu. Dan sampai saat ini, Anis masih belum juga hamil, padahal ia dan mas Iqbal tidak pernah lelah berusaha. Ah, mungkin memang belum rejekinya. Anis berusaha menerima dengan ikhlas dan lapang dada. Toh kini sudah ada Safiq yang menemani hari-harinya. Dan bagusnya, bocah itu bisa bertindak lebih dari sekedar anak.
Itu dibuktikan Safiq saat mereka berbincang berdua sambil menunggu mas Iqbal yang bekerja lembur. Berdua mereka duduk di sofa ruang tengah, di depan televisi. Mereka mengobrol banyak, mulai dari sekolah Safiq hingga saat-saat intim mereka berdua yang menjadi semakin sering. ”Kamu nggak bosen nenen sama Umi?” tanya Anis sambil membelai rambut Safiq yang lagi-lagi tenggelam ke belahan buah dadanya.
Dengan mulut penuh payudara, Safiq berusaha untuk menjawab, ”Ehm… enggak, Mi. Susu umi enak banget!”
”Saat aku kocok gini, enak juga nggak?” tanya Anis yang tangannya mulai menerobos ke dalam lipatan sarung Safiq.
Safiq melenguh pelan saat merasakan jari-jari Anis melingkupi batang kemaluannya dan mulai mengocok pelan benda coklat panjang itu. ”Hmm, enak, Mi.” sahutnya jujur.
Anis tersenyum, dan melanjutkan aksinya. Terus ia permainkan batang penis sang putra angkat hingga Safiq melenguh kencang tak lama kemudian. Badan kurusnya kejang saat spermanya berhamburan mengotori sarung dan tangan Anis. Mereka terdiam untuk beberapa saat. Anis memperhatikan tangannya yang belepotan sperma, dan selanjutnya mengelapkan ke sarung Safiq. Lalu dipeluknya bocah itu penuh rasa sayang.
”Terima kasih, Mi.” gumam Safiq di sela-sela pelukan mereka.
Anis mengecup pipinya lalu membimbing anak itu untuk pindah ke kamar, sekarang sudah waktunya untuk tidur.  Tapi Safiq tidak langsung beranjak, ia tetap duduk di sofa, sementara Anis sudah berdiri di hadapannya. Safiq menengadah memandangnya dengan tatapan sayu. Dengan nada bergetar, bocah itu berucap, ”Safiq sayang Umi,” sambil mulutnya mendekat untuk mencium kemaluan Anis.
Anis jadi bingung, mau menolak, tapi takut membuat Safiq kaget dan malu. Dibiarkan, ia tahu apa yang diinginkan bocah kecil itu. Belum sempat menjawab, tangan Safiq sudah menyusup ke balik dasternya untuk mengusap paha Anis dari luar. Dan terus makin ke atas hingga menemukan CD yang membungkus pantat bulatnya. Anis sedikit terhentak saat Safiq memegang dan menarik turun kain mungil itu. ”Ah, Safiq! Apa yang kamu lakukan?” teriaknya, tapi tetap membiarkan sang putra angkat menelanjangi dirinya. Ia berpikir, mungkin Safiq hanya akan menciumnya sesaat saja.
Tapi tebakannya itu ternyata salah. Memang Safiq cuma mencium pelan, hanya bagian luar yang dijamah oleh bocah kecil itu. Tapi itu cuma awal-awal saja, karena selanjutnya, saat melihat tidak ada penolakan dari diri Anis, iapun melakukan yang sebenarnya, Safiq mengangkat salah satu kaki Anis ke sandaran sofa hingga kini selangkangan sang ibu angkat terbuka jelas di depan matanya. Diperhatikannya kemaluan Anis yang basah merona kemerahan untuk sesaat, sambil tangannya meremas dan mengelus-elus bongkahan pantat Anis dengan gemas.
hijaber hot (8)
”Ehm,” Anis melenguh, tubuh sintalnya mulai bergetar. Ia yang awalnya ingin menolak, kini malah terdiam mematung. Anis pasrah saja saat bibir kemaluannya mulai disentuh oleh Safiq, dari mulai jilatan yang sopan hingga semakin lama menjadi semakin gencar. Akhirnya Anis malah merapatkan kemaluannya ke bibir Safiq dan tanpa sadar mulai menggoyangkan pinggulnya. Aksinya itu membuat Safiq semakin leluasa menciumi lubang kemaluannya.
”Ough…” Anis merasakan lidah Safiq semakin kuat menari dan menjelajahi seluruh lekuk kemaluannya. Ia merasakan cairan kewanitaannya semakin deras mengalir seiring dengan rangsangan Safiq yang semakin kuat. Entah darimana bocah itu belajar, tapi yang jelas, jilatan dan hisapannya sungguh terasa nikmat. Tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh mas Iqbal membuat Anis merintih kegelian, namun terlihat sangat menyukai dan menikmatinya. Ia elus-elus kepala Safiq yang terjepit diantara pangkal pahanya, hingga akhirnya tubuhnya mengejang dan menekuk kuat tak lama kemudian.
Safiq yang tidak mengetahui kalau Anis akan mencapai puncak, terus menghisap kuat-kuat disana. “Uuhh…” didengarnya sang ibu angkat melenguh sambil menghentak-hentakkan pinggulnya. Dari dalam lubang surga yang tengah ia nikmati, mengalir deras cairan bening yang terasa agak sedikit kecut. Baunya pesing, seperti bau air kencing. Cepat Safiq menarik kepalanya, tapi tak urung, tetap saja beberapa tetes air mani itu membasahi mukanya. Diperhatikannya Anis yang saat itu masih merapatkan kaki dengan tubuh mengejang-ngejang pelan. Selanjutnya, tanpa suara, istri Iqbal itu jatuh lunglai ke atas sofa, menindih badan kurus Safiq ke dalam pelukannya.
Mereka terdiam untuk beberapa saat. Anis berusaha untuk mengatur nafasnya, sementara Safiq dengan polos melingkarkan tangan untuk mengusap-usap bokong bulat Anis yang masih terbuka lebar.
”D-darimana kamu b-belajar seperti i-itu, Fiq?” tanya Anis saat gemuruh di dadanya sedikit mulai tenang.
Safiq memandangnya, ”Dari Umi,” jawabnya polos.
“Jangan ngawur kamu, Umi nggak pernah ngajarin yang seperti itu.” sergah Anis sedikit berang.
“Memang nggak pernah, tapi Umi pernah memintanya.” sahut Safiq.
“Meminta? Maksud kamu…”
Safiq pun berterus terang. Kemarin ia memergoki kedua orang tua angkatnya bercinta di ruang tengah, di sofa dimana mereka tengah berpelukan sekarang. Saat itu Anis meminta agar mas Iqbal mengoral kemaluannya, tapi laki-laki itu menolak dengan alasan jijik dan dilarang oleh ajaran agama. Anis memang kelihatan kecewa, tapi bisa mengerti. Safiq yang terus mengintip jadi menarik kesimpulan; perempuan suka jika kemaluannya dijilat. Dalam hati Safiq berjanji, ia akan melakukannya untuk membalas budi baik Anis yang selama ini sudah merawat dan menyayanginya.
”Kamu sudah salah paham, Fiq,” di luar dugaan, bukannya senang, Anis malah terlihat ketakutan.
”Kenapa, Mi?” tanya Safiq kebingungan.
“Setelah menjilat, kamu pasti akan melakukan hal lain, seperti yang kamu tonton kemarin malam. Benar kan?” tuduh Anis.
Safiq terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Memang sempat terbersit di hati kecilnya untuk melakukan apa yang sudah diperbuat kedua orang tua angkatnya. Sepertinya nikmat sekali. Sebagai seorang remaja yang baru tumbuh, ia jadi penasaran, dan ingin merasakannya juga. Safiq sama sekali tidak mengetahui kalau itu sangat-sangat dilarang dan tidak boleh.
“Ah, ini salah Umi juga.” keluh Anis, pelan ia menarik tubuhnya dan duduk di sisi Safiq. Tangan Safiq yang terulur untuk memegangi bongkahan payudaranya, ditepisnya dengan halus. Safiq jadi terdiam dan menarik diri. Anis merapikan bajunya kembali.
“M-maaf, Mi.” lirih Safiq dengan muka menunduk, sadar kalau sudah melakukan kesalahan besar.
“Tidak apa-apa. Tapi mulai sekarang, jangan nenen sama Umi lagi, kamu sudah besar.” putus Anis sambil bangkit dan beranjak menuju kamar, meninggalkan Safiq sendirian di ruang tengah menyesali kebodohannya.
***Esoknya, Anis menyiapkan sarapan dalam diam. Dia yang biasanya ramah dan ceria, hari ini terlihat seperti menanggung beban berat. Mas Iqbal bukannya tidak mengetahui hal itu, tapi dia mengira Anis cuma lagi PMS saja.  Tapi setelah ditunggu berhari-hari, dan sang istri tercinta tetap cemberut saja, bahkan cenderung keras hati, iapun mulai curiga.

”Ada apa, Nis? Kuperhatikan, kamu berubah akhir-akhir ini. Ceritakanlah, siapa tahu aku bisa membantu.”
Anis menggeleng, ”Ah, nggak, Mas. Tidak ada apa-apa, aku cuma lagi capek aja.”
hijaber hot (9)
”Jangan bekerja terlalu keras. Ingat, kita kan lagi program hamil.” Mas Iqbal mengingatkan.
Anis berusaha untuk tersenyum, ”Iya, Mas.” Dan saat sang suami merangkul lalu mengecup bibirnya untuk diajak menunaikan sunnah rasul, iapun berusaha melayani dengan sepenuh hati. Siapa tahu, dengan begitu ganjalan di relung hatinya bisa cepat sirna.
Tapi harapan tetap tinggal harapan. Bukannya hilang, hatinya malah semakin resah. Apalagi saat melihat Safiq yang mulai menjauhinya. Bukan salah bocah itu juga, Anis juga jarang mengajaknya bicara berdua seperti dulu. Sejak peristiwa di ruang tengah itu, mereka jadi seperti dua orang asing, hanya saat benar-benar perlulah mereka baru bertegur sapa.
Di sisi lain, Anis juga seperti kehilangan sesuatu. Penis Safiq yang besar dan panjang terus menghantui pikirannya, juga jilatan dan hisapan bocah itu di atas gundukan payudaranya, dan yang terutama, kuluman Safiq di lubang vaginanya yang sanggup mengantar Anis meraih orgasmenya. Semua itu ia rindukan, meski dalam hati terus berusaha ia bantah. Tapi tak bisa dipungkiri, pesona Safiq sudah menjerat nafsu birahinya. Kalau dia yang beriman saja merasa seperti ini, bagaimana dengan Safiq yang ingusan? Bocah itu pasti lebih menderita.
Anis mulai meneteskan air mata. Pikirannya kacau, campur aduk antara ingin menolak dan minta ditiduri oleh Safiq. Ada rasa ingin merasakan, tapi juga ada rasa takut akan dosa. Tapi adzan subuh yang berkumandang lekas menyadarkannya, cepat ia menghapus air mata dan mengambil air wudhu. Ia harus tegar. Ini perbuatan maksiat. Sangat salah dan berdosa. Tidak boleh diteruskan. Kalau tidak, akan percuma lantunan tobatnya selama ini.
Tapi benarkah seperti itu?
Semuanya berubah saat Anis menerima surat panggilan dari sekolah keesokan harinya. Safiq memberikannya dengan takut-takut, ”M-maaf, Mi.” gagap bocah kecil itu.
Tidak menjawab, Anis menerimanya dan membacanya di kamar. Siangnya, bersama Safiq, ia pergi ke sekolah.
”Nilai-nilainya turun, Bu. Sangat jelek sekali.” kata ibu kepala sekolah yang gemuk berjilbab.
Anis berusaha untuk tersenyum dan meminta maaf.
”Mungkin ada masalah di rumah?” tanya ibu kepala sekolah. ”Dulu Safiq itu sangat pintar, salah satu yang terpandai di kelas. Tapi sepertinya sekarang lagi mengalami penurunan motivasi.”
”Emm, sepertinya tidak ada.” jawab Anis berbohong, padahal dia sangat tahu sekali apa yang dipikirkan anak angkatnya itu.
”Baiklah, saya harap ibu membantu kami untuk mengembalikan semangat belajarnya. Kalau begini terus, ia bisa tidak naik kelas.” pesan ibu kepala sekolah sebelum mengakhiri pertemuan itu.
hijaber hot (10)
Anis pun mengucapkan terima kasih dan memohon diri. Dilihatnya Safiq yang meringkuk ketakutan di sampingnya. Dipeluknya bocah kecil itu dan berbisik, ”Umi tunggu di rumah, belajar yang rajin ya…”
Safiq mengangguk. Mereka pun berpisah, Anis kembali ke rumah, sementara Safiq meneruskan pelajarannya.
Sorenya, saat pulang dari sekolah, Safiq mendapati ibunya menyambut di ruang tamu. Wanita itu memeluknya dengan erat. ”Maafkan Umi, Fiq. Gara-gara Umi, kamu jadi begini.” kata Anis lirih sambil berlinang air mata.
Belum sempat Safiq berkata, Anis sudah menunduk dan melumat bibirnya dengan lembut. Dicium untuk pertama kali, tentu saja membuat Safiq jadi gelagapan, tapi ia cepat belajar. Saat bibir Anis terus mendecap dan menempel di bibirnya, iapun mengimbangi dengan ganti melahap dan menghisapnya rakus. Dinikmatinya lidah sang bunda yang kini mulai  menjelajah di mulutnya.
”Ehmm… Mi,” Safiq melenguh, sama sekali tak menyangka kalau akan diberi kejutan menyenangkan seperti ini.
”Sst…” Anis kembali membungkam bibirnya. ”Diam, Sayang. Umi ingin menebus kesalahan kepadamu.” Pelan Anis menarik tangan Safiq dan ditempelkan ke arah gundukan payudaranya. ”Kamu kangen ini kan?” tanyanya sambil tersenyum manis.
Dengan polos Safiq mengangguk dan mulai meremas-remas pelan. Jari-jarinya memijit untuk merasakan tekstur bulatan yang sangat menggairahkan itu. Seperti biasa, ia tidak bisa mencakup seluruhnya, payudara itu terlalu besar. Safiq bisa merasakan kalau Anis tidak memakai BH, tubuh sintalnya  cuma dibalut daster hijau muda yang sangat tipis sehingga ia bisa menemukan putingnya dengan cepat.
“Mi,” sambil memanggil nama sang bunda, Safiq meneruskan jelajahannya. Ia tarik tali daster Anis ke bawah hingga baju itu turun ke pinggang, menampakkan buah dada sang bunda yang sungguh besar dan menggiurkan. Safiq memandanginya sebentar sebelum lehernya maju untuk mulai mencucup dan menjilatinya, sambil tangannya terus meremas-remas pelan.
Anis merebahkan diri di sofa, dibiarkannya Safiq menindih tubuhnya dari atas. Bibir bocah itu terus menelusur di sepanjang bukit payudaranya, mulai dari pangkal hingga ujungnya, semuanya dihisap tanpa ada yang terlewat. Beberapa kali Safiq membuat cupangan-cupangan yang membikin Anis merintih kegelian. Terutama di sekujur putingnya yang mulai kaku dan menegang, baik yang kiri maupun yang kanan. Safiq menghisap benda mungil kemerahan itu dengan begitu rakus, ia mencucupnya kuat sekali seolah seluruh payudara Anis ingin dilahap dan ditelannya bulat-bulat. Tapi tentu saja itu tidak mungkin.
“Ehmmm…” merintih keenakan, Anis membimbing salah satu tangan Safiq untuk turun menjamah kemaluannya yang sudah sangat basah. Ia sudah menanti hal ini dari tadi. Sepulang sekolah, Anis berpikir dan merenung, Safiq jadi malas belajar karena perseteruan mereka tempo hari. Maka, untuk meningkatkan kembali semangat bocah kecil itu, inilah yang bisa ia lakukan. Anis akan memberikan tubuhnya!
Jangan dikira mudah melakukannya. Anis sudah menimbang dengan matang, memikirkan segala resikonya, dan tampaknya memang inilah jalan yang terbaik. Selain bagi Safiq, juga bagi dirinya sendiri. Karena tak bisa dipungkiri, Anis menginginkannya juga, hari-harinya juga berat akhir-akhir ini. Pesona kemaluan Safiq yang besar dan panjang terus mengganggu tidur malamnya. Mas Iqbal yang selalu setia menemani di atas ranjang, mulai tidak bisa memuaskannya. Memang penisnya juga besar dan panjang, tapi entahlah, dengan Safiq ia seperti mendapatkan sensasi tersendiri. Sensasi yang membuat gairah dan birahinya berkobar kencang. Sama seperti sekarang.
Bergetar semua rasa tubuh Anis begitu Safiq mulai memainkan jari di lubang vaginanya. bocah itu menggesek-gesek kelentitnya pelan sebelum akhirnya menusukkan jari ke dalam lubangnya yang sempit dan gelap. ”Ough,” Anis merintih nikmat. Di atas, bibir Safiq terus bergantian menjilati puting kiri dan kanannya sambil sesekali menghisap dan menggigitnya rakus.
Anis mendorong kepala bocah kecil itu, meminta Safiq untuk beranjak ke bawah. Safiq yang mengerti apa keinginan sang bunda, segera menurunkan ciumannya. Ia jilati sebentar perut Anis yang masih langsing dan kencang sebelum mulutnya parkir di kewanitaan perempuan yang sudah membiayai hidupnya itu.
”Jilat, Fiq!” Anis meminta sambil membuka kakinya lebar-lebar, memamerkan kemaluannya yang sudah becek memerah pada Safiq.
hijaber hot (11)
Si bocah menelan ludah, memandangi sebentar lubang indah yang terakhir kali dilihatnya sebulan yang lalu itu. Perlahan mulutnya turun saat Anis menarik kepalanya. Safiq menjulurkan lidah dan mulai menciuminya. Ia lumat bibir tipis yang tumbuh berlipat-lipat di tengah permukaannya. Bulu kemaluan Anis yang tercukur rapi juga diciuminya dengan senang hati. Anis merasakan Safiq membuka bibir kemaluannya dengan dua jari. Dan saat terkuak lebar, kembali lorongnya dibuat mainan oleh bocah kecil itu.
Lidah Safiq bergerak liar, juga cepat dan sangat dalam. Namun yang membuat Anis tak tahan adalah saat lidah bocah itu masuk diantara kedua bibir kemaluannya sambil menghisap kuat-kuat kelentitnya. Lama tidak bertemu, rupanya Safiq jadi tambah lihai sekarang. Diam-diam Anis bersyukur dalam hati, rupanya ia tidak salah membuat keputusan. Memang, ia tahu ini dosa -salah satu dosa besar malah- tapi kalau rasanya senikmat ini, ia sama sekali tidak menyesal telah melakukannya.
Safiq terus memainkan kemaluan Anis. Mulutnya menghisap begitu rakus dan kencang, hingga dalam beberapa menit, membuat sang bunda jadi benar-benar tak tahan. ”Auw… arghh!” Mengejang keenakan, Anis pun berteriak sekuat tenaga sambil mengangkat pantatnya tinggi-tinggi. Kelentitnya yang sedang dijepit oleh Safiq, berkedut kencang saat cairannya menyembur deras membasahi lantai ruang tamu.
”Hah, hah,” terengah-engah, Anis meremas pelan rambut Safiq yang duduk berjongkok di lantai.
”Enak, Mi?” tanya bocah kecil itu dengan polos, matanya menatap sang bunda sebelum beralih memandangi selangkangan Anis yang masih mengucurkan sisa-sisa cairan orgasmenya.
Anis mengangguk, ”Nikmat banget, Sayang.” bisiknya sambil berusaha untuk bangkit.
”Mau kemana, Mi?” tanya Safiq cepat, takut tidak mendapatkan jatahnya.
”Kita pindah ke kamar, disini terlalu berbahaya, nanti dipergoki sama tetangga.” sahut Anis. Ditariknya tangan sang putra untuk masuk ke dalam rumah. Beriringan mereka menuju kamar.
”Kamarmu,” kata Anis saat melihat Safiq ingin berbelok ke kiri. Safiq segera memutar langkahnya, kamar mereka memang berseberangan.
Di dalam, tanpa menunggu lama, Safiq segera menelanjangi diri. Begitu juga dengan Anis. Dengan tubuh sama-sama telanjang, mereka naik ke atas tempat tidur. ”Kamu pengen nenen?” tanya Anis sambil mendekap kepala Safiq dan lekas ditaruhnya ke atas gundukan payudaranya.
Tanpa menjawab, Safiq segera mencucup dan menciumi dua benda bulat padat itu. Dihisapnya puting Anis dengan begitu rakus sambil tangannya bergerak meremas-remas pelan. Di bawah, penisnya yang sudah ngaceng berat terasa menyundul-nyundul lubang kelamin Anis.
”Fiq, ayo masukkan!” pinta perempuan cantik itu. Ia membuka pahanya lebar-lebar sehingga terasa ujung penis Safiq mulai memasuki lubangnya.
”Gimana, Mi, didorong gini?” tanya Safiq polos sambil berusaha menusukkan penisnya.
”Yah, begitu… oughhh!” Anis melenguh, penis Safiq terasa membentur keras, tapi tidak mau masuk. Dengan pengalamannya, Anis bisa mengetahui penyebabnya. Maka dengan cepat ia bangkit berdiri dan meraih penis Safiq, lalu dimasukkan ke dalam mulutnya.
“Ahh, Mi!” Safiq menjerit, sama sekali tak menyangka kalau sang bunda akan berbuat seperti itu. Dan asyiknya lagi, rasanya ternyata begitu nikmat, lebih nikmat daripada dikocok pake tangan. Safiq mulai mengerang-erang dibuatnya, tubuhnya kelojotan, dan saat Anis menghisap semakin kuat, iapun tak tahan lagi. Penisnya meledak menumpahkan segala isinya yang tertahan selama ini. Begitu banyak dan kental sekali.
”Ahh,” Anis yang sama sekali tidak menyangka kalau Safiq akan keluar secepat itu, jadi sangat kaget. Beberapa sperma si bocah sempat tertelan di mulutnya, sisanya yang sempat ia tampung, lekas ia ludahkan ke lantai.
“M-maaf, Mi.” kata Safiq dengan muka memerah menahan nikmat, lelehan sperma tampak masih menetes dari ujung penisnya yang mengental.
Anis tersenyum penuh pengertian, “Tidak apa-apa. Bukan salahmu, sebulan tidak dikeluarkan pasti bikin kamu nggak tahan.”
Penuh kelegaan, Safiq menyambut sang bunda yang kini berbaring di sebelahnya. Mereka saling berpelukan dan berciuman. Tapi dasar nafsu remaja, begitu payudara Anis yang besar menghimpit perutnya, sementara paha mereka yang terbuka saling bergesekan, dengan cepat penis Safiq mengencang kembali.
“Eh, udah tegang lagi tuh.” kata Anis gembira sambil menunjuk penis Safiq yang perlahan menggeliat bangun.
“Iya, Mi.” Safiq ikut tersenyum.
Anis mengocoknya sebentar agar benda itu makin cepat kaku dan menegang. Saat sudah kembali ke ukuran maksimal, ia lekas mempersiapkan diri. Rasanya sudah tidak sabar lubang vaginanya yang gatal dimasuki oleh kemaluan muda itu. Anis memejamkan mata saat Safiq mulai mendekap sambil terus menciumi bibirnya, ia merasakan bibir kemaluannya mulai tersentuh ujung penis si bocah kecil.
”Tunggu dulu,” Anis menjulurkan tangan, sebentar ia usap-usapkan ujung penis Safiq ke bibir kemaluannya agar sama-sama basah, barulah setelah itu ia berbisik, ”Sudah, Fiq, masukkan sekarang!” Anis memberi jalan.
hijaber hot (12)
Safiq mulai mendorong. Pelan Anis mulai merasakan bibir kemaluannya terdesak menyamping. Sungguh luar biasa benda itu. Ohh, Anis benar-benar merasakan kemaluannya nikmat dan penuh sesak. Safiq terus mendorong, sementara Anis menahan nafas, menunggu pertautan alat kelamin mereka tuntas dan selesai sepenuhnya.
”Ahh,” Anis mendesah tertahan saat penis Safiq terus meluncur masuk, membelah bibir kemaluannya hingga menjadi dua, memenuhi lorongnya yang sempit hingga ke relungnya yang terdalam, sampai akhirnya mentok di mulut rahimnya yang memanas.
Mereka terdiam untuk sejenak, saling menikmati rangsangan kemaluan mereka yang kini sudah bertaut sempurna, begitu erat dan intim. Rasanya sungguh luar biasa. Safiq bergidik sebentar saat merasakan Anis yang mengedutkan-ngedutkan dinding rahimnya, memijit batang penisnya dengan remasan pelan. Safiq membalas dengan kembali mencium bibir dan payudara sang bunda, sambil tangannya tak henti-henti meremas-remas bulatannya yang padat menggoda.
Beberapa detik berlalu. Saat Anis sudah merasa cukup, iapun meminta Safiq untuk mulai menggerakkan pinggulnya. ”Pelan-pelan aja, nggak usah buru-buru. Kita nikmati saat-saat ini. Abi-mu masih lama pulangnya, dia lembur malam ini.” kata Anis.
Mengangguk mengerti, Safiq pun mulai memompa pinggulnya. Gerakannya begitu halus dan pelan, meski terlihat agak sedikit kaku. Maklum, masih pengalaman pertama. Tapi itu saja sudah sanggup membuat Safiq merintih keenakan, ia benar-benar cepat terbawa ke puncak kenikmatan yang belum pernah ia alami sebelumnya. Nafasnya sudah memburu, terengah-engah. Sementara tubuhnya mulai bergetar pelan.
Anis yang melihatnya jadi panik. ”Tahan dulu, Fiq. Tahan sebentar!” bisiknya, ia tidak mau permainan ini berhenti begitu cepat. Ia baru mulai merasa nikmat.
Tapi apa mau dikata, jepitan kemaluan Anis terlalu nikmat bagi seorang perjaka seperti Safiq. Diusahakan seperti apapun, bocah itu sudah tak mampu lagi. Maka hanya dalam waktu singkat, Safiq pun menjerit dan kembali menumpahkan spermanya. Kali ini di dalam kemaluan Anis. Cairannya yang kental berhamburan saat Safiq ambruk menindih tubuh bugil sang bunda dengan nafas ngos-ngosan.
”Ah, Safiq!” meski terlihat kecewa, namun Anis berusaha untuk memakluminya. Ia belai punggung Safiq dengan lembut. Penis bocah itu yang masih menancap di lorong vaginanya, masih terasa berkedut-kedut, menguras segala isinya. Anis merasakan liangnya jadi begitu basah dan penuh.
Mereka terus berpelukan untuk beberapa saat hingga tiba-tiba Anis menjerit kaget, ”Ah, Fiq!” tubuh montoknya sedikit terlonjak saat merasakan penis Safiq yang tiba-tiba saja kaku dan menegang kembali. ”Cepet banget!” pujinya gembira. Diciumnya bibir bocah itu sebagai hadiah.
Safiq cuma tersenyum dan kembali memperbaiki posisi. Ia sudah siap untuk beraksi. Sambil melumat bibir dan leher Anis, ia mulai menggerakkan pinggulnya. Remasan tangannya di payudara sang bunda juga kembali gencar, secepat tusukannya yang kini sudah mulai lancar dan tahan lama.
”Ahhh… terus, Fiq. Yah, begitu!” Anis yang menerimanya, merintih dan menggeliat-geliat tak terkendali. Tubuh montoknya menggelepar hebat seiring goyangan Safiq yang semakin kuat. Dengan tusukannya yang tajam, bocah itu membuat vagina Anis menegang dan berdenyut pelan, benar-benar puncak kenikmatan yang belum pernah ia alami selama enam tahun pernikahannya dengan mas Iqbal. Ohh, sungguh luar biasa. Anis jadi tak ingat apa-apa lagi selain kepuasan dan kenikmatan. Dosa dan neraka sudah lama hilang dari pikirannya. Hati dan kesadarannya sudah tertutup oleh nafsu birahi.
“Fiq, ooh… oohh… terus… arghhh…” Anis sendiri terkejut oleh teriakannya yang sangat kuat. Pelan tubuhnya bergetar saat cairan kenikmatannya menyembur keluar.
Safiq yang juga kesetanan terus memompakan kemaluannya berulang kali, dan tak lama kemudian ikut menggelepar. Wajahnya yang tampan menengadah, sementara kedua tangannya mencengkeram dan menekan payudara Anis kuat-kuat. Di bawah, spermanya yang kental kembali meledak di dalam vagina sang bunda, memancar berulang kali, hingga membuat rahim Anis jadi begitu basah dan hangat.
”Oh,” Anis melenguh merasakan banyak sekali cairan kental yang memenuhi liang vaginanya.
Setelah selesai, Safiq memiringkan tubuh sehingga tautan alat kelamin mereka tertarik dan terlepas dengan sendirinya. Tangannya kembali meremas lembut payudara Anis sambil bibirnya menciumi wajah wanita yang sangat dikasihinya ini. Anis senang dengan perlakuan Safiq terhadap dirinya.
“Fiq, kamu sungguh luar biasa.” puji Anis kepada putra angkatnya. ”Cepet banget tegangnya, padahal barusan keluar.”
Safiq tersenyum, ”Trims, Umi. Safiq senang bisa membuat Umi bahagia.”
”Tapi kamu juga nikmat kan?” goda Anis.
”Tentu saja, Mi.” Safiq mengangguk.
“Mau lagi?” tawar Anis.
”Umi nggak capek?” Safiq bertanya balik.
”Seharusnya umi yang tanya begitu,” sahut Anis, dan mereka tertawa berbarengan.
***Sejak saat itu, hubungan mereka pun berubah. Bukan lagi seorang ibu dan anak, tetapi berganti menjadi sepasang kekasih yang selalu berusaha untuk memuaskan nafsu masing-masing. Kapanpun dan dimanapun.

Prestasi Safiq kembali meningkat, bahkan lebih dari sebelumnya. Sementara Anis, mendapat hikmah yang paling besar. Ia kini hamil, sudah jalan 2 minggu. Sudah jelas itu anak siapa, tapi sepertinya mas Iqbal tidak curiga. Malah laki-laki itu kelihatan sangat senang dan gembira, sama sekali tidak curiga saat Anis kelepasan ngomong, ”Selamat, Fiq, sebentar lagi kamu akan menjadi seorang ayah,”

BISIKAN NAFSU SYAITAN

Pernah ada sesosok setan yang lama tergiur akan catatan bersih seorang manusia. Pria itu telah lama menjadi perhatian sang Setan. Seakan Setan itu dilahirkan dari bara api untuk menguji si pria tersebut. Sedangkan si manusia sendiri, sadar bahwa cepat atau lambat makhluk gaib akan menyesatkan imannya.Khalayak takdir telah menemukan mereka. Tinggal sejarah yang mencatat perjalanan mereka.
“Kudengar kau mengaku sebagai manusia yang tak pernah berbuat dosa,” desis Setan pada kunjungan pertamanya. Dari mulutnya, menjulur lidah api ketika ia menyingkap dan mengatup lubang bergerigi tajam itu. “Tapi dari apa yang kulihat, kau sama sekali tak tenggelam ke dalam sisi tergelap dari dunia ini. Kau tak bisa mengklaim tidak pernah berbuat dosa jika kau belum berkunjung ke sana.”
Tanpa berpikir dua kali, pria itu berkata dengan kepercayaan diri yang melampaui tinggi langit ke empat. “Tunjukkan aku jalannya. Kuyakin aku bisa menahan godaanmu.”
wanita berhijab hardcore - mahasiswi s2 ugm (1)
Lalu, dengan kecepatan yang sama seperti ia datang dari neraka, Setan itu membawa sang pria ke dalam sisi tergelap dunia; sebuah tempat dimana kau tak bisa hidup dengan mempercayai orang lain. Satu-satunya cara untuk bertahan hidup adalah berdusta dan mencari celah agar dapat menikam orang lain dari belakang, hingga kau berdiri sendiri di urutan terakhir dari siklus kehidupan di daerah itu.
“Aku tak akan menggodamu dengan bisikan layaknya setan lainnya,” ujar sang Setan. “Aku hanya menunjukkan kebenaran dunia yang lama terselubung oleh kehidupan sempurnamu, jika kau bisa hidup di sini tanpa berbuat dosa selama—minimal—satu tahun, maka aku akan mengakui kalian manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna.”
Tanpa basa-basi—dan percaya diri—pria itu menyanggupinya. Tepat setelah mereka berjabat tangan, makhluk sesat itu langsung lenyap dari pandangan.
Seminggu telah berlalu. Setan belum mendapati kabar apa-apa dari pria itu. Catatannya masih bersih, ia masih belum berbuat dosa. Maka dengan perasaan kesal bercampur penasaran, ia mengunjungi sang pria, dan mendapati sesuatu yang berbeda dengannya.
“Aku membutakan mataku,” aku pria itu, ketika mendengar Setan datang dari balkoni rumah barunya. “Di luar mereka saling membunuh dan mengkhianati satu sama lain—tak ada yang sudi memimpin mereka dan tak ada yang sudi menertibkan mereka. Maka aku membutakan mataku—dengan begitu aku tak perlu terjerumus ke dalam lingkungan sesat mereka.”
“Tak perlu? Kawan, mereka saling membunuh tidak tanpa alasan. Mereka membunuh orang lain sebelum mereka yang dibunuh. Seleksi alam, kata mereka, yang terkuat—dalam hal ini yang tercepat—maka ialah yang menang. Jika kau tak ikut dalam ladang pembunuhan ini, maka kaulah yang akan dibunuh.”
wanita berhijab hardcore - mahasiswi s2 ugm (2)
“Bagaimana jika kau salah?” tantang pria buta itu.
Setan itu tertawa kecil, dilanjutkan oleh keheningan yang cukup panjang. Mereka saling menatap, walaupun sang pria tak dapat melihat apa yang seharusnya ia lihat, namun ia dapat merasakan betapa tajamnya sorotan mata Setan menulusuk dirinya dari sisi indra yang lain.
“Baru satu minggu,” desis Setan. “Dan kurasa membutakan matamu saja tak bisa menyembunyikanmu dari pengelihatan dunia ini,” ia mengambil jeda. “Ingat, manusia, waktunya satu tahun, tapi kusarankan kepadamu untuk menyerah sekarang juga. Kau tak akan merugi jika menyerah.”
“Dan membuktikan padamu bahwa manusia adalah makhluk yang lemah? Tidak akan.”
“Kalau begitu aku akan segera pergi dari sini. Pertemuan ini tak berarti apa-apa.”Dari balkoni tempatnya masuk, Setan tersebut melompat ke udara bebas dari rumah bertingkat. Udara menggesek seluruh permukaan tubuhnya yang terbuat dari api, membuat percikan lidah api yang mengubah tekanan udara sekitar. Saat hampir menghempas keras tanah di bawah, Setan itu telah menghilang menjadi percikan-percikan api yang lebih kecil dan dalam sekejap ia berada di rumah lamanya, neraka.
Bulan pertama berlalu tanpa ada berita apa-apa dari sang manusia. Begitu juga bulan kedua. Di sarangnya, Setan mulai khawatir. Memang ia tak akan kehilangan apa-apa jika ia kalah dalam taruhan ini. Namun, mengakui kesempurnaan manusia adalah hal yang paling ia benci.
Maka Setan itu kembali mengunjungi sang pria. Saat ia membuka pintu balkoni, tak ada yang menyambutnya dengan suara dingin dan sinis. Sang manusia hanya duduk kaku di mejanya.
“Apa yang terjadi dengan telingamu?” tanya Setan, tidak dengan bahasa duniawi, melainkan dengan bahasa jiwa. Dengan demikian, si manusia tak perlu menggunakan telinganya yang telah mengucur darah mengering dari dalam gendangnya untuk mendengar suara Setan.
Manusia itu tersentak, dan langsung menoleh ke arah balkoni. Ia tersenyum saat mendapati ekspresi heran di wajah Setan.
“Aku membuatnya tuli,” jawab pria itu. “Terlalu banyak bisikan dan erangan yang menyesatkan. Aku khawatir semakin banyak yang kudengar, maka semakin dalam aku tertarik ke dalam komunitas mereka.”
Setan itu tersenyum, bara api mencuat dari sudut bibirnya. Udara sekejap berubah hangat, sang pria dapat merasakan lewat pori-pori kulitnya yang mengering. “Rupanya kau benar-benar tak ingin menyerah, heh?”
“Memang begitu seharusnya. Manusia memang sudah ditakdirkan untuk lebih mulia daripada setan. Seharusnya kau terbiasa dengan itu.”
“Tapi setan ada untuk melenyapkan doktrin itu. Selama setan ada, maka manusia tak akan pernah bisa menggapai kemuliaannya.”
“Kau salah,” desis pria itu tajam.
“Bagaimana jika kita lihat saja nanti? Sepuluh bulan, waktunya masih lama,” Setan tersebut menyeringai optimis. Kemudian melejit cepat ke luar balkoni; menghilang bersamaan dengan percik api di udara bebas.
Sejak saat itu sang Setan terus mendekam di neraka, menunggu berita tentang manusia favoritnya. Lima bulan telah berlalu, ia berniat untuk mengunjungi manusia itu lagi, namun ia mencegah dirinya sendiri untuk keluar dari neraka. Ia merasakan semakin banyak yang dikorbankan manusia tersebut untuk lolos dari dosa, maka semakin sakit rasanya untuk menerima fakta. Sebaiknya Setan itu menunggu hingga sang manusia benar-benar kalah.Akan tetapi empat bulan berlalu lagi, dan manusia itu masih bersih. Sisa satu bulan, waktu hampir habis untuk si manusia memperoleh kemenangannya. Di nerakanya sendiri, sang Setan terus menghabiskan waktu dengan mengeluarkan keringat dingin dari pori-pori kulitnya yang seharusnya tahan panas itu. Tak jarang ia mondar-mandir di sekitar kursi kesayangannya, tak betah duduk diam dan menunggu kekalahan seperti orang dungu menunggu ajalnya. Ia harus melakukan sesuatu.
wanita berhijab hardcore - mahasiswi s2 ugm (3)
Sepanjang sejarah, Setan selalu melakukan hal-hal licik dan picik untuk mencapai tujuannya. Tapi apa? Kali ini ia benar-benar cemas dan kebingungan. Seharusnya ia bersikap kepala dingin sekarang, tidak gundah seperti ini. Ia adalah sang Setan, pembisik kesesatan. Pembelok kebenaran. Tapi jika waktunya sudah dekat untuk mengakui kehebatan manusia, maka kepalanya sendirilah yang akan pecah sebentar lagi.
Setan itu akhirnya berniat untuk menyerah. Lebih baik langsung menyerah daripada menjalani hari dengan rasa takut akan kekalahan. Maka ia mengunjungi manusia itu, menawarkan kekalahannya.
“Kau benar,” ujar Setan cepat setelah ia membuka pintu balkoni. “Aku kalah, aku kalah oleh seorang manusia. Jika kau izinkan, biarkan aku mengembalikan mata dan telingamu sebelum aku mengakui bahwa kaum setan memang lebih rendah daripada manusia.”
“Apa itu adalah salah satu trikmu?” tanya manusia sinis. “Jika memang demikian, maka aku tak akan mempan.”
“Bukan begitu, aku mengira bahwa permainan bodoh kita ini membuang-buang waktu, dan memang membuatmu buta dan tuli adalah sebuah kesia-siaan. Kau tak bisa merasakan apa yang ada di luar sana—“
“Di luar sana hanyalah kepicikan dan kesesatan. Aku tak perlu merasakannya.”“Benar. Tapi bagaimana jika kau kembali ke rumah lamamu? Rumah dimana kau dapat merasakan kehangatan dan kebahagaiaan yang dulu sempat mengisi hari-harimu?”
“Itu adalah masa lalu. Masa lalu tak usah diperdebatkan, yang berlalu biarlah berlalu.”Tiba-tiba pintu kamar itu tersingkap, seorang bocah dengan koper kecil yang dipeluk di dadanya langsung menerobos ruangan itu, berhenti tepat di hadapan seorang yang buta dan tuli. Pria itu dapat mengetahui kehadiran bocah itu dengan nalurinya, hanya saja tak dapat merasakan dengan indranya.“Siapa itu?” suara pria itu hanya menggema di seluruh ruangan. Tak ada yang menjawabnya.

Dengan suara yang tersengal-sengal bocah itu mencoba menjelaskan kedatangannya, tetapi percuma, sang pria tak mendengar satu patah kata pun.

Setan, yang kehadirannya tak dapat dirasakan oleh si bocah, mencoba menjadi perantara di kedua makhluk fana itu. “Ia hanyalah seorang bocah yang mencari perlindungan di rumahmu. Orang-orang yang keji tengah memburunya, ingin mencabik-cabik isi perutnya hingga keluar semua.”

wanita berhijab hardcore - mahasiswi s2 ugm (4)

Pria itu terdiam sesaat. Wajahnya pucat, telah berubah putih tak seperti wajahnya yang berseri di hari-hari sebelumnya. Kemudian ia berbalik, berjalan ke arah lemari yang tak dapat ia lihat, tetapi hafal betul letaknya.
“Bersembunyilah di sini,” saran pria itu, membuka daun pintu lemari. Kemudian, ia dapat merasakan ubun bocah itu yang menyenggol sikunya. Ia menutup pintu lemari itu, menghampiri pintu kamarnya, menutup jalan masuk itu, dan akhirnya kembali duduk di mejanya.
Ia terdiam seperti patung. Ketika orang-orang datang kepadanya, maka ia akan menjadi seorang buta dan tuli yang baik. Mereka tak akan menanyainya dan ia tak perlu berdusta untuk itu.
Tetapi belum ia membuat dirinya merasa tenang, Setan itu menyerukan hal yang langsung membuat bulu kuduknya merinding. “Bocah itu menangis!” seru si Setan, kepada pria tuli. “Aku dapat mendengar langkah-langkah berat mendekat dari bawah. Jika bocah itu tak menghentikan tangisannya, maka mereka akan menemukannya!”
“Aku tak dapat mendengar dan melihat, bagaimana aku bisa menenangkannya jika aku sendiri tak tahu orang-orang yang memburunya sudah berada di ruanganku?”
“Ambilah telinga dan matamu kembali. Kau bisa awas ketika tengah menenangkan bocah itu! Aku bersumpah, mata dan telingamu hilang karena ulahku. Sudah sebuah keharusan bagiku untuk mengembalikan apa yang kau miliki, dan kau tak perlu berdosa karena itu!”
Pria itu terdiam, nampak menimbang. Tapi ia tahu saat ini bukanlah saat yang baik untuk menimbang. Nyawa seorang bocah ada di tangannya, dan ia tak tahu apakah orang-orang itu sudah mendekat apa tidak.
“Baiklah, kau kembalikan mata dan telingaku, sekarang juga!”
wanita berhijab hardcore - mahasiswi s2 ugm (5)
Pada saat yang bersamaan, sang pria dapat merasakan spektrum cahaya masuk melewati pupilnya. Sebuah sensasi merinding menjalar, dari rongga matanya langsung menyebar ke seluruh tubuhnya. Sensasi itu hanya sesaat, akan tetapi ia dapat merasakan seluruh tubuhnya gemetar karenanya.
Pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah kamarnya, yang kondisinya sudah jauh berbeda saat ia pertama kali datang kemari. Yang ia dengar saat itu adalah, sebuah tangisan perempuan dari dalam lemari. Yang kedua kali ia dengar kemudian, pintu kamarnya didobrak oleh seorang lelaki berbadan gempal. Dari belakangnya, muncul beberapa lelaki yang tak kalah gempalnya. Semuanya berwajah bengis dan marah.
Pria itu terlambat. Benar-benar terlambat. Tapi yang tak pernah ia mengerti adalah, kenapa ada perempuan di dalam lemarinya? Padahal tadinya berisi seorang bocah.
Dia sudah akan bertanya pada Setan saat salah satu dari mereka langsung berjalan menghampiri lemari, asal suara tangisan itu. Pria tersebut tak dapat berbuat apa-apa, sebuah golok yang mengancam lehernya membuatnya bungkam dan tak berkutik. Dan pada titik ini, tak ada bantuan dari si Setan.
“Wanita ini telah mencuri dari kita!” ujar seorang lelaki bengis dengan golok di tangannya. Bahkan mereka semua memegang golok di tangan mereka.
wanita berhijab hardcore - mahasiswi s2 ugm (6)
Pada saat lelaki itu mengeluarkan wanita itu keluar lemari, terjerembap ke lantai dengan tangisan yang semakin menjadi-jadi, semua orang langsung menyorakinya dengan penuh semangat. Golok-golok mereka langsung diangkat, menggantung di udara seakan mereka tengah berbagi ancang-ancang yang sama. Saat mereka semua mengayunkan golok mereka ke satu arah terpadu, pria itu langsung membuang pandangannya, memejamkan matanya sekuat mungkin. Berharap matanya buta untuk kedua kalinya.
Tetapi tetap saja, teriakan miris dari wanita itu saat tubuhnya ditelanjangi telah mengiris hati sang pria. Air matanya pun meleleh lewat celah di matanya yang telah kuat mengatup.
Wanita itu berparas cantik bagaikan artis-artis Asia Timur, berkulit putih bersih, dengan badan tinggi dan langsing. Jubah panjang dan jilbab lebar yang tadi ia kenakan kini sudah berserakan di lantai kamar, tidak sanggup lagi digunakan untuk menutupi tubuhnya yang sintal telanjang.
wanita berhijab hardcore - mahasiswi s2 ugm (7)
Seorang lelaki maju ke depan, badannya tinggi besar dan kepalanya plontos. Dan satu orang lagi, juga berbadan gempal dan agak gemuk. Yang membuat si pria alim panas dingin adalah lelaki gendut yang kini duduk di pinggiran ranjang sambil memangku sang gadis yang saat itu tinggal memakai BH dan celana dalam saja.
Wanita itu menangis minta dilepaskan. Tapi si gendut tampak tidak menghiraukannya, malah dia meremas-remas payudara gadis itu yang masih terbungkus BH, juga menjilati pipi dan lehernya sambil berkata, “Diam, jangan berontak atau kupatahkan lehermu. Ini jadi tebusanmu karena sudah berani mencuri dari kami!”
Si botak yang ada di sebelahnya ikut menimpali, “Ok, sayang, sekarang waktunya berpesta. Ayo kita bersenang-senang!” Dia menyuruh sang gadis  berlutut di depannya untuk membukakan celananya lalu mengulum batang penisnya.
Sambil menangis gadis itu memohon belas kasihan, “Jangan… tolong jangan perkosa saya!” tapi belum selesai dia berkata, tiba-tiba…
“Plaakkk…” si botak menampar pipinya dan menjambak rambutnya yang panjang sepunggung, memaksa gadis itu untuk berlutut di depannya. “Cepat hisap penisku, atau kubunuh kau!” ancamnya.
Terpaksa dengan putus asa gadis itu membuka celana pengancamnya dan sekaligus menurunkan celana dalamnya. Tampaklah benda hitam panjang yang tadi tersembunyi, ukurannya sangat besar sekali. Tanpa membuang waktu, si botak segera memasukkan benda itu ke mulut sang gadis, begitu besarnya batang itu hingga tidak dapat masuk sepenuhnya. Meski tahu kalau gadis itu payah dan sangat kesulitan saat mengulumnya, si botak dengan kasar terus memaju-mundurkan batang penisnya.
Temannya yang gendut juga tidak tinggal diam. Setelah melepas semua pakaiannya, dia berdiri di samping sang gadis, menyuruh perempuan cantik itu untuk mengocok batang kemaluannya. Benda itu tidak sebesar milik si botak, tapi diameternya terlihat cukup lebar, sesuai dengan tubuhnya yang gendut.
wanita berhijab hardcore - mahasiswi s2 ugm (9)
Sekarang gadis itu dalam posisi berlutut dengan mulut dijejali kemaluan si botak dan tangan kanannya mengocok batang kemaluan si gendut.
“Emm… memang enak hisapan gadis berjilbab, lain dari yang lain!” kata si botak sambil mendesis ringan.
“Iya, kocokannya juga enak banget, tangannya halus nih!” timpal si gendut dengan muka memerah menahan gairah.
Tak lama, si botak akhirnya ejakulasi di mulut sang gadis, cairan putih kental tampak memenuhi mulut gadis itu, begitu banyaknya hingga beberapa ada yang menetes di pinggir bibirnya. Pria alim yang masih menyaksikannya bersama Setan, menangis penuh penyesalan karena sama sekali tidak dapat berbuat apa-apa untuk menolongnya.
Bersorak-sorai atas keberhasilan mereka, gerombolan orang itu kemudian melepas BH dan celana dalam sang gadis sehingga dia benar-benar telanjang bulat sekarang, tampaklah payudaranya yang berukuran cukup besar dan kencang, serta pantat dan kemaluannya yang banyak ditumbuhi bulu-bulu lebat.
Kali ini si gendut duduk di pinggir ranjang dan menyuruh gadis itu berjongkok di depannya sambil memijiti batang penisnya dengan menggunakan payudara. Terpaksa gadis itu melakukannya kalau tidak ingin ditampar lagi, dengan kedua bongkahan dadanya ia jepit penis si gendut dan mulai mengocoknya naik turun secara perlahan-lahan.
”Ahhh,” si gendut mendengus keenakan. Ia pijit puting buah dada sang gadis berkali-kali untuk menambah rasa nikmatnya.
Sementara itu si kumis yang dari tadi cuma menonton, kini berbaring di bawah kemaluan sang gadis untuk mengulum dan menjilatinya sambil sesekali menusuk-nusuknya dengan menggunakan jari.
wanita berhijab hardcore - mahasiswi s2 ugm (8)
”Auw!” gadis itu merintih kesakitan, tapi sama sekali tidak dapat menolak. Sekitar sepuluh menit ia diserang terus seperti itu, hingga si gendut memuncratkan air maninya yang kental dan hangat tak lama kemudian. Cairan putih itu membasahi wajah serta payudara sang gadis.
Mendengus keenakan, si gendut menarik diri.
Sang gadis sudah akan bernafas lega saat dari sebelah kiri, sebuah penis yang hitam dan panjang muncul untuk mengisi rongga mulutnya yang lowong. Terpaksa ia menelan dan menjilatinya. Sudah KO dua, masih sisa empat, hitungnya.
Melihat sang gadis yang terus dilecehkan, kemarahan si pria alim bangkit. Ia berusaha meronta dari cengkeraman penjaganya, tapi cekalannya rupanya cukup kencang. Ditambah badannya yang kalah besar, hingga cuma sebentar saja, ia sudah diringkus kembali.
“Kenapa, kamu tidak terima ya atas kelakuan kami? Ini sudah umum, bung! Jangan sok munafik deh… hahaha!” hardik si botak.
Mereka kembali menggerayangi tubuh gadis itu, kali ini si kumis berupaya membuka lebar paha sang gadis untuk memasukkan batang penisnya yang sudah menegang ke liang kemaluan sang gadis. Batang kemaluannya yang berukuran besar dimasukkannya dengan paksa, tapi karena liang kemaluan sang gadis masih cukup sempit hingga ia jadi kesulitan. Sementara wajah sang gadis terlihat menahan sakit yang amat sangat akibat ulah si laki-laki bejat yang kini sudah menindih tubuh sintalnya.
Sementara itu laki-laki yang tersisa terlihat mengocok batangnya sambil melihat ulah teman mereka. Dua orang maju ke depan, satu untuk mengajak sang gadis beradu lidah, sementara yang lain tangannya menggerayang untuk memilin dan memijit-mijit puting dada sang gadis.
wanita berhijab hardcore - mahasiswi s2 ugm (14)
”Ahh…” si kumis yang sudah berhasil membenamkan penisnya, mulai memaju-mundurkan pantatnya dengan cepat untuk menyetubuhi vagina sang gadis. Selama beberapa menit ia menggenjot hingga akhirnya ia mengejang sambil refleks memeluk sang gadis yang sudah melemas pasrah. Di ujung penisnya, spermanya yang kental meledak berhamburan memenuhi liang rahim sang gadis.
Penuh kepuasan, si botak mencabut penisnya. Tempatnya kini digantikan oleh si hitam yang sedari tadi asyik menjilati payudara sang gadis. Penuh nafsu ia tusukkan penisnya ke vagina sang gadis yang sudah membecek parah. Bukan saja karena cairan sperma, tapi juga karena darah dari kemaluan sang gadis yang mulai sedikit robek.
“Nih rasain, inilah akibatnya kalau berani mencuri dari kami…” bentak si hitam sambil menggigit kedua puting sang gadis kuat-kuat.
Karena takut semakin disiksa, terpaksa dengan berlinang air mata sang gadis menahan rasa sakitnya.
Hati si pria alim benar-benar serasa mau meledak melihat adegan itu, tapi dia sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa. Mau minta tolong sama Setan? Itu sama saja dengan menyekutukan Tuhannya. Dengan terpaksa ia cuma bisa mengalihkan pandangannya agar tidak melihat penyiksaan itu lebih banyak lagi.
Si hitam sudah selesai, spermanya sudah menyembur deras mengisi kemaluan sang gadis, bercampur dengan milik si kumis yang sudah masuk duluan. Sekarang tempatnya diisi oleh lelaki gempal yang tadi memegangi tangan si pria alim. Lelaki itu menyuruh sang gadis untuk menungging, berposisi anjing yang lagi kencing. Dari belakang ia memasukkan kejantanannya yang berukuran hampir 20 cm ke pantat sang gadis.
wanita berhijab hardcore - mahasiswi s2 ugm (13)
Bleesss!!! ”Auw!” sang gadis menjerit lirih, badannya tersentak sebentar, namun segera tegak kembali saat si gempal menjambak rambutnya.
”Memekmu sudah nggak enak, banyak darahnya. Aku mau perawanmu yang ini!” kata laki-laki itu sambil membenamkan seluruh batang penisnya, lalu ia menariknya lagi dengan kasar dan dengan tiba-tiba menghujamkannya lagi ke pantat sang gadis dengan sepenuh tenaga. Begitu terus berulang-ulang hingga membuat sang gadis berteriak kesakitan sampai akhirnya pingsan tak lama kemudian.
Si botak dan si kumis segera mengencinginya hingga gadis itu jadi siuman kembali, “Aaahhh… sudah… hentikan… aku mohon… jangan!” rintihnya lirih.
wanita berhijab hardcore - mahasiswi s2 ugm (11)
Mereka berdua malah tertawa-tawa menyaksikan kejadian itu. Si gendut berkata, “Sst… tenang, Manis. Jangan keras-keras! Kalo ada orang yang dengar, bisa celaka nanti! Kamu mau diperkosa juga sama orang-orang yang menunggu di luar?!” ancamnya.
Sang gadis langsung terdiam, memang lebih baik melayani keenam orang ini daripada berlusin-lusin orang yang berlalu-lalang di jalan depan. Sekuat tenaga gadis itu menahan jeritannya saat ia rasakan genjotan si gempal pada lubang anusnya menjadi kian cepat dan brutal. Sekarang ia menghisap kemaluan lelaki yang tersisa sementara si gempal terus menggenjotnya dari belakang. Payudaranya yang menggantung indah juga dimainkan oleh kedua orang itu.
Tak lama si gempal ejakulasi di dalam liang anusnya. Dari mulut sang gadis yang masih dipenuhi batang kemaluan, hanya terdengar, “Emhh… emhh… emmhh!”
Tinggal satu orang lagi. Kali ini si lelaki terakhir memangku tubuh sang gadis saat menancapkan batang kemaluannya, dia lalu menggerakkan pantatnya naik turun. Sang gadis yang sudah kelelahan cuma mengikuti gerakan itu. Dari segar terus menetes dari kedua lubangnya yang sedari tadi diperkosa.
Si botak mengambil segayung air dari kamar mandi dan menyiramkannya ke tubuh sang gadis, ”Bangun, sekarang belum waktunya tidur!” hardiknya.
Tapi sang gadis sudah terlalu lelah, ia tetap menutup matanya dan pingsan lagi tak lama kemudian.
Si botak yang melihatnya jadi kehilangan kesabaran, ”Dasar wanita manja!” dia berteriak dan mengambil golok, lalu menyabetkannya ke perut gadis itu dengan sangat-sangat cepat. Darah langsung muncrat kemana-mana saat usus sang gadis terburai keluar.
wanita berhijab hardcore - mahasiswi s2 ugm (12)
”Gila kau! Aku ’kan belum selesai!” pekik temannya yang tadi memangku tubuh sang gadis. Ia segera melempar tubuh gadis itu ke lantai begitu mengetahui kalau mangsanya sudah tak bernyawa.
”Kita cari korban lain,” kata si botak.
”Iya, rasanya aku belum puas hari ini.” timpal yang lain.
Mereka bergegas membenahi pakaiannya dan berlalu dari tempat itu, meninggalkan si pria alim berdua dengan mayat sang gadis.
***
“Sekarang kau sudah melihat sisi tergelap di dunia ini. Apakah kau bisa lari darinya? Atau apakah hal itu akan mengubahmu menjadi makhluk yang sama sekali berbeda?”
Pria itu terdiam di duduknya. Ia menghadap ke arah balkoni, dan pandangannya jauh menerobos langit biru di luar sana. Di pelupuk matanya, menggenang air mata yang tak henti-hentinya mengalir. Mulutnya menganga seakan kondisi mentalnya tak ada hubungan dengan perkara buana.
“Kini kurasa kau sudah terjebak di dalam sisi tergelap ini. Berapa kali pun kau membuat matamu buta dan telingamu tuli, tetap saja semua akan sia-sia. Karena tujuan dari tindakanmu itu adalah menjagamu tetap di luar pagar. Dan kini kau terjebak di dalamnya. Ck, apa yang akan kau lakukan sekarang, heh?”Pria itu tak menjawab, sikap diamnya masih seperti seorang yang mengalami keterbelakangan mental. Kepalanya terasa berat hampir-hampir ia sendiri menjatuhkan tengkoraknya ke lantai karena tak tahan pada beban tersebut.
Sekarang si manusia bukan lagi seseorang yang bisa diajak berdebat seperti dulu. Bukan lagi seorang yang bisa membangkitkan gairah serta rasa penasaran si Setan. Maka ia mendesah, kemudian pergi saat merasa tak ada urusan lagi dengan pria itu.
wanita berhijab hardcore - mahasiswi s2 ugm (10)
Sang pria mendapati Setan itu menghilang di dalam udara tipis saat meloncat dari balkoni. Ia masih terdiam. Di kakinya, darah basah membanjiri lantai.
Keesokan harinya Setan kembali ke rumah itu. Tapi tak ada siapa-siapa. Pintu balkoni terbuka, maka ia melangkah masuk tanpa ragu. Ia memeriksa ruangan, kemudian ia yakin sang pria tak ada di sana. Ia mendekat ke arah mayat sang gadis. Lalu berlutut di sebelahnya, menatap hasil kekejian kemarin untuk beberapa saat. Kemudian, dengan kekuatan magisnya, ia mengubah mayat dan noda darah di lantai menjadi debu-debu hitam pekat yang langsung masuk ke dalam guci kecil yang terikat di ikat pinggangnya.
Akhirnya ia bangkit. Matanya mencari-cari lagi ke segala arah sebelum ia hendak pergi dari tempat itu. Akan tetapi, sebelum ia meloncat dari balkoni, ia mendapati sebuah pemandangan yang membuat hatinya meletus puas di bawah sana. Sekejap tanpa disadari, senyumnya mengembang. Mata berapinya menyala-nyala penuh kebanggaan menatap ke bawah.
Pria itu tewas; seluruh tulangnya remuk dan tempurung kepalanya pecah. Isi kepalanya berserakan keluar di tanah seakan-akan seluruh kebersihan dan kebanggaannya hilang bersamaan dengan merah darah yang telah meresap ke dalam sari tanah.
Sang Setan pulang ke nerakanya, membawa berita kemenangan dari dunia fana.

NYAI SITI : SARAH DAN WIWIK

Dewo segera mencari Nyai Siti, saat dilihatnya wanita itu sedang berada di dapur, ia segera menghampirinya. ”Nyai, aku perlu bantuanmu.” Dewo berkata.
Nyai Siti menoleh dan tersenyum, “Katakan saja mas Dewo, aku selalu siap membantumu.” Ia mengira Dewo menginginkan tubuhnya, tapi ternyata tidak. Nyai Siti jadi sedikit kecewa dibuatnya.
sarah

sarah

Dewo mengutarakan rencananya, sementara Nyai Siti mendengarkan dengan seksama. “Bagaimana, kamu bisa?” tanya Dewo kemudian.
Nyai Siti mengangguk. “Itu gampang, bisa diatur. Tapi…”
“Nanti ada imbalan untuk Nyai…” Dewo menyeringai.
Nyai Siti tersenyum. “Beneran? Janji ya…”
Dewo mengangguk. “Akan kuentoti Nyai sampai puas.” bisiknya.
Saat itulah Kyai Kholil tiba-tiba keluar dari kamar. Takut dicurigai, Dewo segera berlalu ke belakang, sementara Nyai Siti melangkah menuju suaminya. “Bi, antarkan Umi ke pasar sebentar, ada yang perlu dibeli.” kata Nyai Siti.
Tanpa bertanya apa-apa, Kyai Kholil menyanggupinya. Ia sama sekali tidak curiga akan keberadaan Sarah, teman Wiwik, yang tadi berada di ruang tamu, kini sudah tidak kelihatan lagi batang hidungnya. Kemana gerangan gadis cantik itu? Hanya Dewo dan Tuhan yang tahu.
***
Sepeninggal Nyai Siti dan Kyai Kholil, Dewo segera kembali masuk ke dalam rumah. Bergegas dia pergi ke kamarnya. Disana, seorang gadis sudah menunggu.
jilbab seksi - nadia (2)
“Paman, kok lama sekali sih?” tanya Sarah dengan senyum mesra sok akrab. Dia yang biasanya lugu, kini jadi genit seperti ini. Itu semua karena pelet Dewo yang manjur dan ampuh.
Dewo ikut tersenyum dan mengamati tubuhnya, bagian dada gadis itu telah terbuka lebar menonjolkan bongkahan buah dadanya yang mulus sempurna. Tahu kalo Dewo memandangi, Sarah malah memajukan badannya sehingga bongkahan itu semakin tumpah keluar.
“Paman suka?” selidik Sarah dengan tersenyum nakal.
“Kamu ini, badan kecil tapi susunya gede banget!“ kata Dewo sambil menjilat bibir.
“Pegang aja, Paman, nggak apa-apa kok!” kata Sarah dengan menyeringai, kesadaran sudah sepenuhnya lenyap dari pikirannya. Yang ada sekarang cuma bagaimana mendapatkan nikmat dari Dewo.
Tanpa berkata lagi, Dewo segera merangkul tubuh kurus Sarah dan melumat habis bibir mungilnya. Sarah sedikit terkejut namun langsung saja meladeni lumatan itu. Mereka berdua saling hisap di kamar sempit yang dekil itu dengan penuh rakus dan ganas. Sarah memang terlihat agak kaku, maklum ini adalah ciuman pertamanya. Namun Dewo dengan senang hati mengajarinya, akan ia buat gadis itu gila seks seperti halnya Wiwik, Rohmah, dan Nyai Siti.
“Hhss… Paman… aah… hhh…“ desis Sarah ketika Dewo meremas payudaranya yang membulat dengan gemas.
“Aku pengen tubuhmu, Nduk… semua lubang di tubuhmu!“ kata Dewo yang disambut senyum oleh Sarah, sama sekali tidak menyadari bahaya yang mengancam dirinya.
Mereka kembali saling melumat dan menghisap bibir. Tangan Sarah dengan  nakal mulai meremas kontol Dewo yang sudah ngaceng tegak di balik celana. Demikian pula dengan Dewo, tangannya naik dan kembali meremas-remas buah dada Sarah yang menggantung indah di depan dada, hanya tertutup jilbab lebar karena kancing baju seragamnya sudah terbuka sedari tadi.
sarah

sarah

Terasa sangat empuk dan lembut sekali, Dewo menyukainya. Sambil meremas semakin kuat, ia merangkul dan melumat bibir Sarah dengan penuh nafsu. Lidah mereka saling bertaut dan bergoyang-goyang ke kanan dan ke kiri. Sarah sampai menggelinjang dibuatnya, tidak ia pedulikan bibir tebal Dewo yang bau rokok dan tembakau. Yang ia inginkan cuma kepuasan, biarpun tahu kalau itu akan sangat menyakitkan nanti.
”Paman…” Sarah melenguh, ditahannya kepala Dewo agar tidak melakukan lumatan lagi. Ia memandangi Dewo dengan sikap memburu, sambil tangannya masih mengusap-usap kontol laki-laki tua itu penuh nafsu. Birahi Sarah terlihat menggelegak, terbuai oleh kengacengan kontol Dewo, yang merupakan kontol pertama dan satu-satunya yang pernah ia lihat seumur hidupnya.
Menyeringai senang, Dewo segera menerkam tubuh molek Sarah hingga gadis itu terjengkang ke belakang, tapi Dewo lekas menahan kepalanya agar tidak sampai terbentur ke pinggiran tempat tidur. Kini Sarah berbaring telentang di bawah, dengan Dewo menindih penuh hasrat dari atas. Di ranjang milik Dewo yang dekil, mereka mulai saling memeluk dan merangkul. Dewo dengan nakal menyingkap rok panjang Sarah hingga terbuka lebar, ia seperti tak sabar ingin menelanjangi gadis itu yang disambut Sarah dengan menarik celana Dewo dengan tak kalah ganasnya.
“Breeet!!“ celana Dewo robek di bagian depan. Kontolnya yang sudah mengacung tegak langsung terlontar keluar.
“Ahh…” Sarah sedikit memekik saat menerimanya, namun segera menggenggam dan mengelus-elusnya dengan penuh nafsu karena benda inilah yang memang ia cari dari tadi.
sarah

sarah

Dewo juga sudah selesai menelanjangi Sarah, diperhatikannya tubuh gadis itu yang mungil dan kurus namun sangat mulus sekali. Kulitnya begitu halus dan licin, juga sangat putih. Yang membuat Dewo geleng-geleng kepala adalah ukuran payudara Sarah yang begitu besar, terlihat tidak cocok dengan posturnya yang kecil. Putingnya yang masih perawan terlihat mencuat indah, menghiasi puncaknya yang memerah.
Sambil kembali saling melumat penuh nafsu, Dewo menyingkirkan untaian jilbab yang dikenakan Sarah ke belakang agar tidak mengganggu remasan tangan di buah dadanya. Ia sengaja tidak melepasnya, Dewo lebih suka mengentoti wanita yang masih berjilbab.
“Ooh… Paman… aah…“ erang Sarah ketika Dewo dengan nakal menangkupkan tangan ke gundukan payudaranya dan meremasnya pelan. Ia juga tidak menolak ketika tangan Dewo yang lain meluncur ke bawah, ke arah lubang memeknya.
“Pamaann…“ lenguh Sarah dengan mata terpejam. Terlihat jembutnya yang baru tumbuh meremang sangat menawan, lubangnya begitu rapat namun sudah basah. Dewo segera membelai dan mengusap-usapnya pelan, membuat Sarah makin merintih dan menggelinjang-gelinjang kegelian karenanya.
Tangan Dewo tak habis-habisnya bergerak kesana-kemari, mengelus dan meremasi tubuh mulus Sarah yang sangat membangkitkan gairahnya. Setelah Rohmah dan Wiwik, inilah saat bagi Dewo untuk mendapatkan seorang perawan kembali.
Sarah sendiri tanpa mempedulikan apa-apa lagi, meladeni lumatan Dewo pada bibirnya sambil tangannya menyelinap memegang batang kontol Dewo yang sudah ngaceng berat dan mengelus-elusnya perlahan.
“Luar biasa punya Paman… besar sekali!“ puji Sarah ketika Dewo melepas ciumannya.
“Itu namanya kontol, nduk… bilang, aku suka kontol! Gitu…“ kata Dewo sambil meremas buah dada Sarah keras-keras, membuat si cantik teman Wiwik itu mengaduh kesakitan.
“Auw! I-iya, Paman…” Sarah mengangguk. “A-aku suka kontol paman. Aku suka kontol Paman yang gede ini…” pekiknya sambil balas meremas batang kontol Dewo dengan kuat, membuat Dewo sampai menengadah ke atas merasakan sakitnya betotan tangan lentik dan jahil gadis manis itu.
Mereka berdua berpandangan sambil tersenyum, namun tak lama kemudian Sarah berbisik dengan senyum menggoda dan penuh gairah, “Ayo, Paman, cepat entoti aku!” pintanya dengan penuh harap. “Nanti keburu bu Nyai dan pak Kyai pulang.” tambahnya.
Dewo mengangguk, “Itu bisa diatur… sekarang emut kontolku dulu, nduk! Aku pengin dihisap sama kamu!“ kata Dewo sambil mengelus-elus memek Sarah yang sudah basah kuyup oleh gairah, membuat Sarah menggelinjang kegelian untuk sebentar.
jilbab seksi - nadia (6)
Gadis itu segera turun dari pangkuan Dewo dan kemudian berjongkok sambil membuka paha Dewo sedikit melebar. Ia lalu bersimpuh dengan menggunakan siku lututnya, dan langsung memasukkan batang Dewo ke dalam mulutnya. Sarah berusaha menelannya sambil menghisapnya kuat-kuat.
“Aauh…” erang Dewo mendongak ke atas. Meski emutan Sarah terasa kaku, tapi tetap saja membuatnya melenguh nikmat. Apalagi saat Sarah kemudian menggerakkan batang kontolnya keluar-masuk dengan cepat, Dewo semakin merasakan horny yang luar biasa.
Ia pun juga tak tinggal diam, dengan posisi Sarah berlutut seperti itu, tangan Dewo nemplok di payudaranya yang bulat dan mulai meremas-remas dengan nikmat, terasa sangat hangat dan empuk sekali.
“Terus, nduk… aah… telan air maniku… sebentar lagi aku muncrat!“ kata Dewo dengan tetap bermain pada buah dada Sarah.
Sarah menghentikan jilatannya sejenak, namun tangannya tetap mengocok batang kontol Dewo. Ia memandangi Dewo dengan senyum nakalnya, “Keluarin semua, Paman! Siram aku dengan pejuhmu!“ sahutnya dan kembali menjilati batang kontol Dewo berulang-ulang, lidahnya menjulur-julur membasahi mulai dari batang hingga sampai ke biji telur Dewo. Sarah menyapunya dengan lembut beberapa kali, sebelum naik kembali ke atas.
Ia kini berhenti menjilati batang kontol Dewo dan hanya mengocoknya dengan mantap. Dewo yang menerimanya jadi menggelinjang tak karuan, membuat Sarah tertawa kecil saat melihatnya. “Enak ya, Paman?“ tanyanya lugu dengan tangan terus mengocok batang kontol Dewo berulang-ulang.
“Iyaa… aah…“ dengan nakal Dewo membalas dengan memegang kedua buah dada Sarah dan meremas-remasnya sesuka hati sambil memain-mainkan putingnya. ”Emut lagi, jangan cuma dikocok!” perintahnya.
sarah

sarah

Sarah segera membuka kembali mulutnya, kemudian memasukan batang kontol Dewo ke dalam tenggorokannya. “Hhs… hhm… mmf…“ desis Sarah di antara kulumannya saat dengan dengan keras dan kuat, Dewo memilin-milin biji putingnya.
“Yah… begitu, nduk…” lenguh Dewo ketika merasakan Sarah menyepong kontolnya kuat-kuat, membuat Dewo sampai mengangkat kedua kakinya. Ia semakin tidak tahan, dadanya terasa panas sekali, menjalar sangat cepat ke perut dan kemudian menuju ke selangkangannya, membuat batangnya jadi berasa ingin muncrat.
“Nduk, aah… aku mau keluar!“ teriak Dewo dengan keras.
Sarah langsung berhenti dan memasukkan batang Dewo dalam-dalam ke rongga mulutnya, bahkan sampai mentok hingga ke tenggorokan. Tak sampai 1 detik, Dewo pun menyemburkan air maninya, ia menembak mulut Sarah dengan cairannya yang begitu pekat dan kental, sangat banyak dan penuh sekali.
“Crooot… crooot… crooot…“
Dewo menegang kaku sambil mendongak, ia sampai kelojotan mendapatkan orgasme pertamanya bersama Sarah. Baru di mulut saja ia sudah tidak tahan, apalagi kalau sudah pake memek dan anus. Mungkin kecantikan Sarah lah yang membuat Dewo jadi mudah menyerah seperti ini. Ia bertekad, untuk ronde kedua dan selanjutnya, ia harus lebih kuat. Ia harus bisa menundukkan gadis cantik ini.
Diperhatikannya lelehan sperma yang menetes dari sela bibir milik Sarah saat gadis itu memuntahkan kontol Dewo dan mulai menjilati dengan pelan sisa-sisa sperma yang masih menempel di ujungnya. Disapunya cairan putih itu dan ditelannya masuk ke dalam kerongkongannya. Tak lama kemudian batang Dewo menjadi bersih kembali, sedangkan Sarah senyam-senyum melihat Dewo terkapar di sandaran ranjang.
“Luar biasa… kontol Paman benar-benar hebat, sudah muncrat begini tapi tetap saja nggak lemas… masih bisa ngaceng setengah!“ puji Sarah dengan tertawa nakal. Ia lalu duduk di tempat tidur, menunggu Dewo yang masih terpejam merasakan nikmatnya orgasme dengan dioral olehnya.
Sarah kembali mempermainkan batang kontol Dewo dengan meremas-remasnya pelan, ia mengelus-elus sebentar sebelum kembali menciumi dengan menggunakan bibirnya yang sensual itu. Tubuh mulusnya tampak penuh oleh keringat birahi, sementara nafasnya juga ngos-ngosan akibat menahan gairah.
Dewo membuka matanya yang berkunang-kunang, diperhatikannya sesosok gadis cantik yang sedang tersenyum kepadanya, memamerkan besaran buah dadanya yang tumbuh sempurna, bahkan kemudian memundurkan badannya lalu membuka pahanya lebar-lebar untuk memamerkan belahan memeknya yang telah basah terbuai oleh nafsu birahi.
“Giliranmu sekarang, Nduk…” kata Dewo sambil duduk di hadapan Sarah yang sudah membuka selangkangannya, memamerkan bagian paling rahasia dari tubuhnya.
sarah

sarah

“Paman mau apa?“ tanya Sarah tak mengerti saat Dewo mulai menindih tubuh mulusnya. Ia mengira Dewo akan menjilati lubang memeknya seperti yang ia lakukan pada kontol laki-laki itu, namun ternyata tidak.
“Aku mau menjilati seluruh tubuhmu, Nduk!“ Dewo tersenyum gemas.
Sarah ikut tersenyum, suka dengan rencana itu. ”Segera jilati aku, Paman… berikan kenikmatan jilatanmu kepadaku!“ pancingnya dengan menarik tangan Dewo kemudian tertawa senang.
Dewo langsung membungkuk di atas tubuh gadis itu, buah dada Sarah yang besar tampak mengkilat oleh keringat, semakin menambah semangatnya. Dewo segera menjulurkan lidah dan mulai menjilatinya, sambil menggarap buah dada besar milik gadis itu, satu tangannya menyelinap ke bawah di antara selangkangan Sarah. Dewo mempermainkan jarinya menggelitik lubang surgawi yang ada disana.
”Ahh… Paman!” Sarah melenguh. Bak cacing kepanasan, tubuhnya melengkung ke depan yang segera ditangkap oleh Dewo dengan mencucupi kedua putingnya semakin keras.
Sarah menekuk kaki kirinya untuk menjepit tangan Dewo yang sangat nakal mengorek liang vaginanya, sedang lidah laki-laki itu terus menyusuri bulatan daging montok di dadanya yang bulat besar, menghisap dan menjilatinya berulang kali hingga membuat benda itu jadi semakin basah dan mengkilat.
“Ohh… Paman… geli!” rintih Sarah, tapi tidak ingin berhenti. Justru ia meminta Dewo agar meneruskan aksinya. ”Aah… terus jilat, Paman… arghh!!“ serunya dengan mata terpejam merasakan lidah Dewo yang bergerak kesana-kemari  di atas gundukan payudaranya. Laki-laki itu terus menyusurinya hingga seluruh permukaannya yang putih mulus jadi basah semua.
Dewo beberapa kali berhenti di bagian puting Sarah yang mungil kemerahan, ia langsung menelan dalam mulutnya dan mempermainkannya dengan lidah. Dewo mencucup dan menyedotinya dengan rakus dan penuh nafsu, sampai membuat Sarah menggapai-gapai mencari pegangan merasakan sensasi yang sangat luar biasa tersebut. Di bagian dada ia merasa geli karena dijilati oleh Dewo, sementara di bagian vagina, ia sungguh tak tahan saat tangan nakal Dewo terus mengorek-ngorek liang senggamanya. Memeknya yang basah kini menjadi semakin tak karuan akibat rangsangan Dewo.
“Aduh… geli, paman… aah…“ rintih Sarah dengan kepala menggeleng-geleng, ia seperti melonjak hendak bangun saat Dewo menusukkan jari ke dalam liang vaginanya, sedikit mencongkel disana, namun tertahan oleh tubuh Dewo yang sedang menikmati kemengkalan dan kemontokan susunya yang gede itu.
Dewo sedikit terkesiap saat mendengar deru langkah kaki mendekati pintu kamarnya. Namun setelah memastikan kalau itu bukan milik Kyai Kholil, ia pun meneruskan kegiatannya. Sementara Sarah yang sudah diselimuti nafsu, sama sekali tidak tahu akan hal itu.
“Uuh… terus, Paman… nikmat sekali!“ serunya sambil mendorong kepala Dewo turun ke bawah.
Saat menjilati perut Sarah, Dewo melirik sebentar. Dilihatnya seseorang yang baru masuk itu mulai mencopoti pakaiannya. Kalau dilihat dari posturnya yang ramping, sepertinya itu adalah Wiwik ataupun Rohmah, salah satu dari mereka. Tidak mungkin kalau Nyai Siti karena kurang montok dan berisi. Dewo membiarkannya saja, ia masih ingin menikmati tubuh molek Sarah, gadis muda cantik yang ada di depannya ini. Siapapun yang baru masuk tadi, harus sabar menunggu.
Dewo menggeser tubuhnya agar tepat berada di antara paha ramping Sarah. Gadis itu langsung menjepit kepalanya sambil merengek lirih, “Yah… di situ, Paman… ooh… jilat disitu… di memekku… ahh…“ suaranya menghiba.
wiwik

wiwik

Sarah mendesis tak karuan saat Dewo mulai menjilati belahan vaginanya yang sudah terkuak memerah, saking nikmatnya ia sampai menggelinjang ke kanan dan ke kiri. Sarah terus menggeleng-geleng, kepalanya menoleh ke samping. Saat itulah, sepasang kaki jenjang tertangkap matanya. Langsung Sarah memekik kaget dan bangkit terduduk sambil mendorong tubuh Dewo dengan paksa.
“Aah… m-maaf, Wik… a-aku bisa menjelaskan… ini nggak seperti yang kamu kira…“ ujar Sarah dengan terbata-bata, namun ia terkejut ketika melihat Wiwik tersenyum.
“Kalian berdua main nggak aja-ajak… aku mau gabung!“ kata gadis yang ternyata adalah Wiwik.
Dewo tersenyum menyeringai, puas dengan keberuntungannya hari ini. Wiwik maju ke depan dan langsung duduk di sampingnya, sifat nakal gadis itu langsung muncul dengan merogoh kontol Dewo dan meremasnya pelan. “Aku kangen ini, Paman!“ bisik Wiwik pada Dewo.
“Ntar ya, aku pengin ngegenjot temanmu dulu… sudah gatal kontolku pengen ngerasain lubang tempeknya.“ Dewo menepis tangan Wiwik. Sementara Sarah yang mulai mengerti akan situasi yang sebenarnya, ikut mendorong tubuh Wiwik menjauh.
“Minggir dulu sana… dia milikku! Ntar nanti gantian…” katanya pada Wiwik, lalu berpaling pada Dewo, ”Ayo, Paman… cepat masukin kontolmu! Aku juga sudah nggak tahan…“ ajak Sarah sambil menarik kepala Dewo sehingga laki-laki itu segera mengarahkan batang penisnya ke dalam celah lubang vaginanya.
Di samping mereka, Wiwik hanya tersenyum sambil memamerkan tubuhnya yang lebih ramping dan tidak semontok Sarah itu.
Pelan pelan Dewo melakukan penetrasi ke dalam vagina Sarah yang sudah basah melebar. Rasanya sedikit sulit, persis seperti saat dia memperawani Rohmah maupun Wiwik. Namun palan-pelan, setelah didesak terus, batang itupun bisa menembus liang senggama Sarah. Gadis cantik itu menjerit sambil  merem saat keperawanannya terenggut. Ia menggigit bibir untuk meredam rasa sakitnya saat Dewo terus menerobos masuk dengan kontol besarnya.
”Aah… sakit, Paman… tarik dulu… auuh!“ lenguh Sarah dengan kepala menggeleng-geleng ke kanan dan ke kiri, membuat jilbab lebarnya beterbangan kesana-kemari. Di bawah, noda darah membasahi memeknya yang terluka.
“Hghh…” Dewo merasa kontolnya bagai disedot dari dalam, batangnya yang tenggelam di memek Sarah bagai dipilin dan diperas-peras dengan gemas oleh dinding kemaluan gadis itu.
Setelah terdiam sejenak, sambil menciumi dan meremas-remas payudara bulat Sarah, Dewo mendengar gadis itu berbisik. ”Genjot, Paman… ayo bergerak… sudah nggak sakit lagi!“
Atas perintah itu, Dewo pun  langsung melakukan gerakan naik turun di atas tubuh molek Sarah. Ia tindih tubuh montok itu di kasur serta memeluk dan menghujaninya dengan lumatan demi ciuman di bibir, sementara pinggulnya terus bergerak untuk menyetubuhinya.
”Ahh… Paman!” Sarah melingkarkan kedua kakinya di pinggang Dewo, memberi ruang agar laki-laki tua itu tetap bisa mengeluar-masukkan batangnya dengan lancar. “Haah… aah… hhss…“ di lain pihak, ia kewalahan menahan serbuan Dewo di mulutnya. Sarah montang-manting menerima kuluman bibir Dewo dan remasan tangan laki-laki itu di buah dadanya.
Di sebelah mereka, Wiwik hanya bisa mendesis sendirian sambil mengobok-ngobok liang memeknya saat menonton persetubuhan itu. Liang memeknya tampak basah memerah akibat terangsang.
Dewo terus menyetubuhi Sarah dengan bergerak pelan-pelan, namun walau begitu sudah membuat Sarah kelabakan. Itu karena saking besar kontol Dewo yang terasa sekali menyesaki liang memeknya yang kini sudah tak perawan lagi.
“Aduh, Paman… aku nggak tahan… aaah… “ seru Sarah dengan suara semakin mengeras.
wiwik

wiwik

Dewo terus saja menyodokinya naik turun, mereka saling memeluk dan memilin mesra, sesekali meremas dan memagut satu sama lain. Tubuh mereka terlihat begitu kontras; Sarah putih dan mulus, sementara Dewo sudah tua dan keriput. Namun meski begitu Sarah terlihat begitu menikmatinya, ia tidak pernah menyesal memberikan perawannya pada Dewo.
Dewo sendiri tersenyum puas, ia senang bisa mendapatkan mangsa seperti Sarah yang masih sangat muda dan perawan. Bertambah lagi satu koleksi budak nafsunya. Diliriknya Wiwik yang kini memejamkan mata menikmati jari-jemarinya yang telah masuk ke dalam liang vaginanya. Gadis itu bermasturbasi sendiri.
“Terus, Paman… aku nggak kuat… aah… goyang lebih cepat… aah…“ rintihan Sarah menyadarkan Dewo. Ia langsung bergerak cepat dengan memeluk gadis itu lebih erat, sementara pantatnya maju mundur menghajar memek Sarah yang menjepit kuat batang penisnya. Berulang-ulang pantat Dewo menghujam dengan keras, bahkan cenderung kasar, namun malah membuat Sarah menjerit suka.
“Aah yah… begitu, Paman… genjot lebih kuat…” lenguh Sarah dengan menahan kepala Dewo yang kembali melumat bibirnya. Tusukan laki-laki tua itu membuat buah dadanya yang besar bergerak naik turun dengan begitu indahnya. Bahkan goyangan itu sampai membuat Wiwik terkesima.
“Paman, aku pengen… memekku gatal ini…“ pinta Wiwik dengan memelas.
Dewo tersenyum kepadanya, ”Sabar ya, Nduk… sebentar lagi temanmu ini selesai.” katanya sambil terus menggenjot dengan keras dan mantap sampai tumbukan alat kelamin mereka berbunyi nyaring. Vagina Sarah terasa menyempit, membetot batang Dewo dengan begitu kuat.
“Aaaahh…” Sarah melenguh panjang dengan tubuh menegang kaku. Sementara di atas, Dewo terus menhujamkan batang kontolnya dalam-dalam ke lorong vagina gadis itu, membuat Sarah sampai kelojotan tak karuan. Dari liang memeknya mengucur cairan panas membasahi batang kontol Dewo. Mata Sarah membuka sedikit, namun hanya terlihat warna putihnya saja. Dia orgasme.
Dewo berhenti menggenjot batang penisnya, diperhatikannya dada Sarah yang bergerak naik turun seiring tarikan nafasnya yang masih ngos-ngosan. Ia segera menindih dan merangkul erat tubuh gadis itu, bisa dirasakannya tubuh Sarah yang basah oleh keringat birahi. Setelah mereda, Dewo lalu bangun dan menarik keluar batang penisnya. Menghela nafas penuh kemenangan, ia pandangi tubuh montok Sarah yang masih terkapar di atas ranjang.
”Paman…” panggil Wiwik, meminta untuk diperhatikan.
Dewo memalingkan mukanya ke samping di mana Wiwik berada, gadis itu menunggunya dengan masih mengoral vaginanya menggunakan tangan. Dewo langsung berdiri dan menariknya ke dalam pelukan. Gemas ia remas-remas buah dada bulat milik Wiwik hingga membuat adik Nyai Siti ini menggelinjang kegelian.
“Remas terus, Paman…“ pinta Wiwik.
Dengan senang hati Dewo melakukannya. Meski buah dada itu tidak sebesar milik Sarah, namun terasa kenyal dan hangat sekali. Belum lagi wangi tubuh Wiwik makin menambah semangat Dewo untuk segera menembus ke dalam liangnya yang sempit. Tak tahan, Dewo pun melepaskan remasan tangannya dan berbaring telentang sambil memegangi batang penisnya.
“Segera naik, Lonte mudaku… segera naiki aku… masukkan kontolku ini ke dalam tempekmu!“ ajak Dewo pada Wiwik dengan menarik tangan gadis itu.
Wiwik langsung mengangkang di antara kedua kaki Dewo, kemudian menurunkan tubuhnya sampai belahan mungil di selangkangannya menyentuh kepala kontol Dewo. Pelan-pelan Wiwik menekan, bleess… matanya sampai melotot saat batang kontol Dewo mulai memenuhi dan mendesak penuh di lorong vaginanya.
Dewo memperhatikan bagaimana batangnya yang besar itu masuk ke dalam liang vagina Wiwik yang sempit. Rasanya sungguh sangat nikmat sekali. Mendapat dua gadis dalam waktu hampir bersamaan, benar-benar ia sangat beruntung. Sarah yang kelelahan, terlelap lemah di sampingnya, menonton persetubuhan mereka.
Batang Dewo yang telah menusuk masuk seluruhnya membuat Wiwik sampai menggigit bibirnya untuk menahan rasa nikmat. “Hegh… auw! Ah, galak bener kontol paman… sukanya menusuk-nusuk memekku!” lenguh Wiwik dengan kepala menggeleng-geleng.
Ia mulai menggerakkan pinggulnya, menggoyangnya naik turun, menjepit dan menggesek kontol Dewo di liang senggamanya. Dewo hanya bisa mengelus-elus paha Wiwik yang putih mulus saat gadis itu mulai beraksi, sambil sesekali mengarah ke belakang untuk meremas dan membelai pantat Wiwik yang terasa sedikit lebih tebal dari milik Sarah.
jilbab semok - ervie (3)
”Ahh…” pelan-pelan Dewo merasakan kontolnya seperti dijepit-jepit, memang tidak sekuat memek perawan Sarah, tapi tetap membuat penisnya seperti mau dilempengin. Kontol Dewo lenyap ditelan vagina milik Wiwik, adik Nyai Siti itu terus menarik dan menekannya, lagi dan lagi, dengan hentakan keras dan kuat yang membuat kontol Dewo amblas mentok sampai ke bagiannya yang terdalam, namun masih menyisakan beberapa centi karena kontol Dewo memang terlalu panjang bagi memek muda seperti milik Wiwik. Hanya memek Nyai Siti yang bisa menampung semuanya.
“Paman… panjang sekali kontolmu!“ kata Wiwik dengan tersenyum dan terus bergerak naik turun.
Dewo langsung memeluknya dan menghujaninya dengan lumatan dan ciuman, membuat Wiwik sampai kewalahan. Dewo juga meremas buah dada gadis itu kuat-kuat, memilin-milin putingnya berulang kali hingga membuat Wiwik menggelinjang tak karuan ketika naik turun di atas tubuhnya.
“Biarkan aku menggenjotmu dengan bebas, Paman… lepasin ini,“ teriak Wiwik  dengan gemas.
Dewo langsung melepaskan pelukannya, dan Wiwik tanpa membuang waktu kembali bergerak dengan sangat erotis di atas tubuhnya. Buah dada gadis itu terlihat ikut bergerak naik turun, sangat indah sekali.
“Hhhs… aah… auh…“ lenguh Wiwik yang jepitan vaginanya terasa sangat erat sekali, namun kontol Dewo dengan lancar terus keluar masuk, laki-laki itu meladeninya dengan mengerakkan pantatnya naik turun.
“Ouh… uuh… Paman…“ keluh Wiwik yang mempercepat genjotannya karena sudah tidak tahan lagi. Sebenarnya saat masturbasi tadi, ia sudah akan mencapai puncak, namun dilihatnya Dewo telah selesai menggenjot tubuh Sarah, jadi dia meminta, orgasmenya jadi tertunda. Dan sekaranglah dia akan mendapatkannya.
Detik demi detik berlalu, gerakan naik turun tubuh Wiwik semakin cepat dan membabi buta, memeknya menyempit dengan cepat. Dewo yang menyadari kalau gadis itu hendak mencapai puncak, dengan hujaman keras terakhir menusukkan penisnya dalam-dalam. Wiwik langsung langsung menegang dengan kaku, tubuh rampingnya melengkung ke depan. Dewo meremas buah dadanya dengan keras, membuat adik Nyai Siti itu kelojotan dan kemudian…
“Hhh… aaahh…“ teriak Wiwik saat mengucurkan cairan beningnya membasahi batang kontol Dewo.
Dewo segera menahan dengan tangan kiri agar Wiwik tidak sampai terjengkang ke belakang. Ia menarik dan memeluk gadis itu serta menghujaninya dengan ciuman di leher. Tubuh Wiwik penuh keringat, tapi sangat lemas bak tanpa tulang. Itu semua akibat orgasmenya yang masih melanda.
Pelan-pelan tangan Wiwik bergerak dan memeluk Dewo erat. “Terima kasih, Paman… nikmat sekali… nanti lagi ya… semprotkan pejuhmu ke mulutku!“ bisiknya pelan di telinga Dewo.
“Itu pasti “ jawab Dewo singkat. ”tapi sebelum itu, aku pengen nyoba anus temanmu dulu.”
“Segera hajar dia, Paman… setelah itu puaskan aku! Anusku juga kangen sama kontol paman.“ kata Wiwik sambil memegang batang Dewo yang masih ngaceng penuh, kemudian mundur teratur dan mengedipkan mata pada Sarah yang sudah kembali tersadar.
Dewo segera berbalik, dilihatnya Sarah sudah mengangkang memamerkan liang anusnya yang keriput memerah. “Ini kan yang Paman inginkan?” tanyanya menggoda. ”Segera naiki aku, Paman… ayo tindih aku!“ rengek Sarah yang sudah kembali diselimuti nafsu.
”Hahaha…” Dewo tertawa senang melihat Sarah memohon agar disetubuhi lagi, dia segera meringsut mendekatinya.
Sarah membuka pahanya lebar-lebar, “Mari, Paman… masukin kontolmu segera.“ ia merengek lagi tak tahan.
Dewo langsung memajukan penisnya dan menempelkannya ke lubang anus Sarah yang merah merekah, pelan ia menekan dengan tenaga besar hingga membuat gadis itu mendelik dan menggelinjang merasakan batang kontol Dewo yang menembus liang anusnya mili demi mili.
“Ooh… sakit, Paman… tapi gak apa… aku tahan…“ lenguh Sarah dengan suara keras dan kepala menggeleng kesana-kemari.
Dewo pun terus melakukan penetrasi sampai batangnya mentok di liang anus gadis itu. Di bawah, Sarah meringis merem melek saat menerimanya. “Tahan, Paman… jangan keburu digoyang, biar rasa sakitku hilang dulu…” pintanya dengan nafas ngos-ngosan menahan nyeri.
Dewo segera merangkul dan memberikan pagutan mesra di bibir, yang langsung dibalas oleh Sarah dengan sepenuh hati. ”Aah, Paman… luar biasa sekali kontolmu, bikin aku jadi ketagihan.” kata Sarah. Namun belum lama mereka saling memagut, Dewo sudah keburu melakukan tarikan pada batang penisnya dan mendorong pelan, menembus anus perawan milik gadis itu, membuat Sarah jadi kaget dan spontan menjerit-jerit tak karuan.
“Aah… Paman… stop… hentikan… sakit… aah… auh… hhs… argh!!“ erangnya berulang-ulang.
Sama sekali tidak peduli, Dewo terus melakukan genjotan demi genjotan, sampai membuat Sarah hanya bisa menunjukan warna putih pada matanya yang bulat. Gadis itu benar-benar takluk merasakan batang kontol Dewo yang terus menghajar memeknya berulang-ulang, walau sodokannya tidak keras namun sangat terasa.
Dewo mengejar bibir gadis itu dan disambut dengan lumatan mesra oleh Sarah. Tangan Dewo juga tak mau ketinggalan, sambil terus menggoyang, ia meremas-remas buah dada Sarah yang besar, yang menggantung indah di dada gadis itu. Perbuatan itu membuat Sarah menggelinjang kesana-kemari, ia tidak mampu membalas, hanya bisa berteriak keras merasakan penetrasi Dewo yang semakin cepat pada lubang anusnya, sementara tubuhnya terus dibelai dan diremas sedemikian rupa oleh laki-laki tua itu.
“P-paman, a-aku nggak t-tahan…” kata Sarah dengan terbata-bata, ia rasakan tubuh Dewo terus bergerak maju-mundur menerobos lubang belakangnya sambil tangan laki-laki itu meremas-remas tonjolan buah dadanya yang bulat besar tanpa henti.
“Iya, aku juga sudah nggak tahan, nduk…“ sahut Dewo cepat.
“Aduh, Paman… rasanya aku mau keluar…” pekik Sarah tak tahan.
”Keluarin aja, jangan ditahan!” balas Dewo dengan menggenjot lagi semakin kuat dan cepat. Betapa indah sekali pantat gadis muda ini, benar-benar membulat dan sangat padat. Dewo segera meremas-remasnya gemas dengan dua tangan.
“Iya, Paman… sebentar lagi.” sahut Sarah dengan keras.
”Ahh…” Dewo ikut melenguh saat dirasakannya anus Sarah menyempit dengan cepat, dinding-dindingnya terasa menegang kuat saat gadis itu mendapatkan orgasmenya. Dari liang vaginanya mengucur cairan cinta yang amat banyak, membasahi kasur dan sprei.
wiwik

wiwik

Tak peduli dengan hal itu, Dewo terus menyodokkan penisnya kuat-kuat. Ia juga merasakan hawa panas di perutnya dan menjalar dengan sangat cepat menuju ke arah selangkangannya. Sarah yang tadi kelojotan, kini sudah diam tak bergerak. Hanya desah nafasnya yang masih terdengar memburu cepat. Dewo menjulurkan tangan, kembali diremasnya buah dada Sarah yang menggelantung indah dan sangat eksotis, luar biasa besarnya buah dada itu, membuat Dewo jadi tak bosan-bosan untuk memegang dan menangkupnya dengan telapak tangan.
“Sudah, Paman… aah… s-sudah… sakit…“ keluh Sarah yang sudah sangat lemas.
“Sebentar, Nduk… aku juga mau sampai“ balas Dewo sambil menghujamkan  batang penisnya beberapa kali lagi sebelum akhirnya tubuhnya menegang dengan kepala mendongak ke atas saat ia mendapatkan orgasmenya. Tanpa sungkan Dewo menyemburkan air maninya ke dalam liang anus Sarah yang sempit dan memerah akibat lelehan darah.
“Crooot… crooot… crooot…“
Dewo menyeringai, tubuhnya jadi terasa sangat enteng dan ringan, sementara matanya menggelap dengan jiwa terasa terbang ke langit tinggi. Penuh kepuasan, ia pun ambruk menindih tubuh molek Sarah. Dewo merasakan spermanya seperti ada yang meleleh keluar dari sela-sela liang anus gadis itu saat perlahan batang penisnya layu dan melembek meski tidak seratus persen.
Mereka berdua terdiam, Dewo memperhatikan bibir Sarah yang tersenyum merasakan kepuasan disetubuhi olehnya. “Trims, Paman… aku puas sekali… aku harap ini bukan yang terakhir.” bisik gadis itu dengan gemas.
“Aku juga suka dengan tubuhmu, nduk…” Dewo menarik diri hingga kontolnya yang setengah melembek copot dari jepitan liang anus Sarah. Dari dalam lubang itu menetes cairan kental berwarna putih, Sarah sedikit memekik saat melihat ceceran air mani Dewo yang begitu banyak.
“Gila! Pantas anusku jadi terasa begitu penuh.“ ujarnya dengan takjub.
Dewo menyeringai, ”Kalau kamu ingin terus merasakan kontolku, ada syaratnya…”
Sarah menoleh, ”Katakan, Paman, pasti akan kulakukan.” kata gadis itu penuh keyakinan. Sama seperti budak-budak Dewo yang lain, ia juga rela melakukan apa saja asal bisa kembali merasakan sodokan kontol panjang laki-laki tua itu.
”Carikan aku memek yang lain.” kata Dewo. ”untuk setiap memek yang kamu dapat, kuhadiahi dengan entotan di mulut, memek dan anus. Bagaimana, kamu sanggup?” tanyanya.
Sarah mengangguk dengan cepat. ”Pasti, Paman… akan kuusahakan.” yakinnya.
Dewo menyeringai dan berpaling pada Wiwik yang masih setia menunggu. ”Sekarang giliranmu, Nduk… masih mau dientoti di anus?” tanyanya mesum.
Wiwik lekas mengiyakan dan mempersiapkan diri.
“Jika pengin merasakan kontolku… jilati dulu sperma yang menempel di memek temanmu ini, sambil nunggu kontolku bangun lagi.” Dewo menunjuk belahan pantat Sarah.
Tanpa membantah dan membuang-buang waktu, Wiwik segera beringsut mendekati Sarah, Tanpa rasa jijik dijilatinya lubang anus Sarah yang penuh oleh pejuh Dewo, ia melakukannya hingga bersih. Sarah hanya tersenyum saja menerimanya, ternyata adik Nyai Siti yang kelihatan alim ini juga doyan sperma seperti dirinya. Sarah sama sekali tak menduga.
“Hmm… gurih sekali sperma Paman… aku suka!“ ucap Wiwik dengan mata berbinar. “Beri aku kepuasan seperti Sarah… bikin anusku jadi penuh oleh pejuh paman.“ rengeknya saat melihat batang kontol Dewo yang kini kembali ngaceng.
Dewo segera mendorong tubuh gadis itu sehingga Wiwik berada dalam posisi menungging. Terdengar jeritan kecil dari adik Nyai Siti itu saat Dewo mulai menusukkan batang penisnya. ”Aah… auh…“ lenguh Wiwik penuh kenikmatan.
“Dasar sundal… nih, terima kontolku!“ ucap Dewo sambil mulai bergerak maju mundur menyetubuhi gadis itu, begitu kerasnya ia menusuk hingga membuat Wiwik sampai tergoncang-goncang tak karuan.
“Paman… aah… enak… teruskan!“ lenguh Wiwik dengan kepala menggeleng kesana kemari, bahkan badannya ikut bergerak-gerak menggelinjang untuk mengimbangi genjotan brutal Dewo. Namun Dewo segera menguncinya dengan melakukan remasan ke buah dadanya yang pas segenggaman tangan.
“Ehs… Paman… aduh…“ erang Wiwik dengan suara sangat mengundang birahi. Ia bisa merasakan kontol Dewo bergerak keluar masuk dengan sangat lancar pada lubang anusnya, gesekan demi gesekan di lubang sempit itu membuat kontol Dewo seperti diperas dan dipilin-pilin ringan. Terdengar bunyi kecipak berulang-ulang setiap kali alat kelamin mereka saling bertumbukan.
Genjotan demi genjotan, erangan demi erangan, desisan demi desisan, silih berganti bersahutan di siang yang beranjak senja itu. Kontol Dewo terus mengoyak liang anus Wiwik, sementara Wiwik cuma bisa mengelus-elus bagian atas vaginanya sebagai pelampiasan rasa nikmatnya.
“Terus, Paman… aah… enak!” rintih Wiwik dengan mata terpejam. “Aku nggak kuat…” tambahnya dengan muka memerah.
Dewo segera mempercepat genjotannya. Jeritan keras membahana dari mulut manis Wiwik, membuat suasana kamar itu jadi semakin berisik. Bunyi kecipak semakin ramai seiring batang kontol Dewo yang terus menyodok-nyodok dengan kuat dan keras. Wiwik yang sudah tidak tahan digenjot seperti itu, tangannya meremas sprei. Sementara matanya terpejam erat, jika terbuka, hanya warna putihnya saja yang tampak.
”Ahh… anusmu enak, nduk!“ bisik Dewo dengan tetap menggenjot maju mundur. Tidak ada sahutan dari Wiwik, hanya desisan dan lenguhannya saja yang terdengar. Kepala gadis itu masih terbenam ke ranjang, sambil tangannya memukul-mukul bantal pertanda sudah sangat kelelahan melawan keperkasaan Dewo.
Di saat yang sama, vagina Wiwik menjepit kuat, sementara tubuhnya mendongak dan menegang kaku. Dewo tahu kalau gadis itu sudah mencapai orgasmenya, namun ia tetap menyodokinya dengan sepuas hati, malah cenderung lebih cepat.
“Aah… aah… uuh…“ hanya itu suara yang keluar dari mulut Wiwik.
Dewo terus menghujamkan penisnya, ia juga ingin cepat menuntaskan birahinya. Sudah waktunya Kyai Kholil dan Nyai Siti kembali, Dewo tidak mau dipergoki. Maka jadilah ia menggenjot dengan lebih kuat dan brutal. Pada tusukan terakhir, saat dirasanya kenikmatan benar-benar terkumpul di ujung selangkangannya, Dewo membenamkan kontolnya dalam-dalam di liang anus Wiwik dan menyemburkan spermanya yang kental dan hangat disana.
“Crooot… crooot… crooot…“
Dewo merasa tubuhnya menjadi ringan, ia berkelojotan sejenak saat terus menyemburkan air maninya, mengurasnya hingga tetes terakhir. Laki-laki itu menjadi lemas dan seketika ambruk ke depan menindih tubuh molek Wiwik. Wiwik yang juga kelelahan, ikut luruh dan berdebam ke samping ranjang hingga membuat hujaman kontol Dewo terlepas. Batang coklat panjang itu tampak penuh oleh lendir, begitu juga dengan anus Wiwik yang terus meneteskan cairan putih kental secara perlahan-lahan.