SURTI

Namaku Surti, ah bukan, Ny. Susilo. Kemanakah Surti, sampai tiba-tiba aku harus menyandang nama lain yang asing sama sekali bagiku? Kata ibuku, nama itu cocok untuk kusandang.
ardini fitriana - cewek jilbab bugil  (11)
Namaku Ny. Susilo, usiaku sekarang 21 tahun. Aku istri seorang tuan tanah di desaku. sudah 5 tahun kami menikah, namun aku belum melahirkan seorang anakpun baginya. Aku melihat ibu mertuaku sering menatap tajam ke arahku, mulutnya nyinyir, mengeluarkan kotoran kemana ia suka. Mengeluarkan bau busuk dimanapun ia berada; baik di ruang tamu, di dapur, di kamar, di WC, bahkan di rumah tetangga.
Bau busuk, hanya itulah yang keluar dari mulutnya dan aku tetap diam, begitu juga suamiku. Suamiku bahkan mulai jarang pulang, bukan aku tidak tahu kemana ia pergi. Ke kompleks pelacuran, itulah tempat yang paling ia suka.
Kompleks pelacuran? Sejak kapan suamiku punya hobi pergi ke kompleks pelacuran? Setahun yang lalu? dua tahun lalu? Tiga tahun lalu? Empat tahun lalu? Lima tahun lalu? Atau sebelum itu?
Anehnya, baik ibu mertuaku atau orang tuaku malah menyalahkan aku. Bagaimana dengan Ayah mertuaku? lupakanlah, ia sudah mati jauh sebelum aku menikah dengan anaknya. Intinya, akulah yang tidak becus meladeni suami, sehingga suamiku lari ke pelukan pelacur itu. Apalagi, aku mandul, itulah yang dibilang oleh ibu mertuaku, bau busuk yang ia sebarkan hampir di setiap sudut desa ini.
ardini fitriana - cewek jilbab bugil  (5)
Percayalah, aku tidak mandul, tapi aku sungguh tidak tahu mengapa aku tak kunjung hamil juga. Anehnya, suamiku sama sekali tidak memusingkan hal ini, bukankah keturunan adalah hal yang paling penting dalam hidup manusia?
Malam itu suamiku baru saja pulang, entah dari mana, aku pura-pura tidur ketika ia membuka pintu kamar.
“Kau sudah tidur?” Suamiku menyapaku! Hatiku bahagia sekali, sampai tidak bisa mengucapkan sepatah katapun.
ardini fitriana - cewek jilbab bugil  (10)
Aku membalikkan tubuhku, kutatap matanya dalam-dalam. “Belum, Mas.” jawabku. “Mas dari mana?” Sungguh pertanyaan yang paling konyol yang pernah kuucapkan. Bukankah aku tahu ia baru kembali dari pelukan pelacur itu?
“Kau tak perlu tahu, yang penting kau harus berpikir bagaimana bisa melahirkan seorang anak untukku!” jawabnya.
Jantungku berdesir, sakit sekali seperti ditusuk dengan ribuan paku, bukan, lebih dari ribuan paku. Aku membenamkan kepalaku dalam bantal, menangis tanpa suara, suara yang tak pernah kumiliki walau sekedar untuk mengeluarkan isi otakku. Aku tak pernah mempunyai suara.
Selanjutnya, hari-hariku seperti neraka saja, seluruh penduduk desa bergunjing tentangku, bahwa aku mandul, perempuan yang tidak sempurna. Aku juga melihat pelacur itu selalu ceria, senyumnya membuat hatiku semakin terluka, seperti disayat sembilu.
Pelacur itulah, yang tidur dengan suamiku setiap malam, setiap malam sebelum suamiku menjamah tubuhku. Ia membayar pelacur itu tiap malamnya, sedangkan aku harus melayaninya seumur hidupku tanpa bayaran, kecuali makian yang kudapat dari ibunya dan suamiku sendiri. Inikah hidup baru yang dulu aku bayangkan? Yang kuimpikan dan kuidamkan? TIDAK! dan tentu saja aku takkan tinggal diam, karena aku adalah Surti.
“Dasar pelacur!” teriakku pada perempuan yang sekarang berdiri di depanku. Hari itu aku tak bisa menahan diri untuk menemui perempuan itu di kompleks pelacuran.
“Pelacur? Yah tentu saja aku pelacur dan asal kau tahu Ny. Susilo, aku bangga dengan profesiku.”
ardini fitriana - cewek jilbab bugil  (4)
Mukaku memerah karena marah. Kuremas tanganku, ingin rasanya kutempeleng wajahnya. “Kau telah merebut suamiku, kau memang perempuan murahan!” teriakku.
“Merebut? Suamimu sendiri yang datang padaku dan melayaninya adalah tugasku. Kau salah alamat Ny. Susilo, kau harusnya mendamparat suamimu karena ia tidak setia, bukan kepadaku!”
“Plak!” aku menampar wajah perempuan itu, amarah tergambar jelas di wajahku. Namun aku sungguh tak menyangka ia membalas tamparanku, bahkan lebih keras dari tamparanku.
“Aku memang pelacur, tapi takkan kubiarkan satu orangpun melecehkan harga diriku.” katanya.
Aku tertawa keras, berani sekali pelacur ini ngomong soal harga diri.
ardini fitriana - cewek jilbab bugil  (9)
“Kau pikir kau lebih berharga dari aku, Nyonya? Katakan padaku apakah suamimu menghargaimu?” ia bertanya.
Aku tediam, tiba-tiba saja aku tak punya lagi kata-kata. Aku sudah kalah dan aku pergi dari pelacur itu dengan kekalahan. Ya, kekalahan telak seorang istri tuan tanah yang terhormat. Air mataku mengalir deras, sesaat aku berpikir apakah gunanya aku hidup. Toh aku bukan istri sempurna.
Malam itu aku menunggu suamiku pulang, kali ini aku tidak berpura-pura tidur, tak kupejamkan mataku walaupun sejenak. Akhirnya suamiku pulang, kuhirup bau badannya, bau parfum pelacur itu.
“Kau baru dari pelacur itu?” tanyaku dan aku sangat terkejut dengan keberanianku menanyakan hal itu padanya.
ardini fitriana - cewek jilbab bugil  (3)
“Iya.”
Hatiku luluh lantak mendengar jawaban yang jujur itu, aku berharap ia berbohong, sungguh aku ingin kebohongan yang manis walau beracun.
“Kau mengkhianati aku, mas.” kataku lirih.
“Aku mencintai Widuri.”
Sungguh, aku berharap apa yang diucapkannya barusan adalah kebohongan, tapi aku melihat kejujuran di mata itu.
“Aku menikahimu untuk melahirkan anak-anakku, tapi kau tak kunjung hamil juga.” kata suamiku.
“Aku baru saja berpikir apa kau pantas menjadi ayah dari anakku kelak!” sahutku berani. Akhirnya aku bersuara, akhirnya suaraku berguna juga.
Mata itu menatapku terkejut. “Lancang!” teriak suamiku sambil menempelengku, darah segar keluar dari sudut bibirku.
ardini fitriana - cewek jilbab bugil  (8)
Aku tidak menangis, tidak, aku bersumpah takkan ada lagi setetes air matapun untuknya. Suamiku beranjak pergi dari kamarku, malam itu ia tidak kembali.
***
Lelaki itu sedang duduk di ruang tamu dan menatapku penuh senyum, menyapaku penuh kerinduan. Andi adalah teman sepermainanku sejak kecil, terakhir aku bertemu dengannya adalah di hari pernikahanku.
“Gimana kabarmu, Ti?” tanyanya.
“Baik, mas sendiri?” kataku balas bertanya.
“Aku jadi buruh di Jakarta. Hidup di Jakarta ternyata sulit, Ti.” katanya.
“Namanya juga kota besar, Mas.”
“Aku kembali ke sini justru karena aku dipecat, situasi pabrik kacau, sebagian besar buruh dipecat dengan alasan kesulitan keuangan. Kami para buruh menggalang aksi mogok sampai berhari-hari karena nasib kami nggak jelas. Eh, pemilik perusahaan malah minggat entah kemana.”
Aku tertegun sesaat, jadi buruh ternyata tak lebih baik daripada jadi petani.
“Kami para buruh ditelantarkan begitu saja, pemerintah juga tidak melakukan tindakan apapun terhadap nasib kami.”
“Sudahlah, Mas, terima aja. Mungkin emang nasibmu lagi apes. Nggak usah macem-macem, Mas, entar nasib kamu kayak Marsinah gimana?” kataku ngeri dengan kisah Marsinah yang mati karena dia terlalu vokal.
ardini fitriana - cewek jilbab bugil  (7)
“Pokoknya aku nggak mau tahu, Ti. Kita emang miskin, tapi jangan diem aja kalo diperlakukan sewenang-wenang.”
Aku diam aja, Andi emang sulit diajak ngomong kalo udah pakai kata ’pokoknya’, sulit diganggu gugat. Aku tak mau ambil pusing dengan masalahnya, yang jelas aku sudah memberi nasihat padanya.
Andi berniat tinggal di desa selama beberapa bulan, kami memang cukup dekat, bahkan ia pernah mau melamarku, namun ia tidak punya keberanian yang cukup untuk itu. Apalah artinya seorang pemuda miskin bila dibandingkan dengan Mas Joko yang seorang tuan tanah.
***
Aku tercenung sesaat ketika kutemukan selembar surat hasil pemeriksaan dari Dokter. Kupikir suamiku sakit, tapi ternyata aku salah, suamiku sama sekali tidak sakit. Surat itu menyatakan bahwa suamiku mandul!
Hatiku bahagia sekaligus marah, suamiku yang mandul, bukan aku! Aku ingin berteriak pada semua orang bahwa aku tidak mandul, bahwa suamikulah yang mandul. Aku ingin mengatakan pada ibu mertuaku yang nyinyir itu bahwa aku tidak mandul, bahwa anaknyalah yang mandul. Aku akan membuktikan pada semua orang bahwa aku tidak mandul. Aku tertawa, namun sesungguhnya aku menangis, yah aku menangis.
Suamiku menatapku heran, ia terpana dengan surat pemeriksaanku dari dokter yang menyatakan bahwa aku telah hamil dua bulan, wajahnya pucat pasi namun aku merasakan kemenangan dalam hatiku.
“Aku telah membuktikan bahwa aku tidak mandul,” kataku. “dan kau tak sanggup membuktikan bahwa kau cukup subur untuk membuatku hamil.” Aku melihat dengan jelas wajah suamiku memerah, entah karena malu atau marah. Mungkin keduanya.
“Dengan siapa kau mengandung, anak siapa bayi yang kau kandung?” tanya suamiku dengan suara gemetar.
“Apakah itu penting? Bukankah keluargamu menginginkan keturunan? Dengarkan aku, Joko Susilo, kau akan merawat, mengasuh darah daging orang lain dan anak ini akan menjadi satu-satunya pewaris dari kekayaanmu.”
Inilah hari kemenanganku. Aku tak peduli lagi dengan perselingkuhan yang dilakukannya dengan Widuri, pelacur itu. Aku tak peduli. Suamiku harus menutupi kenyataan dari semua orang, termasuk ibunya bahwa dia mandul dan ia terpaksa menerima darah daging orang lain sebagai pewarisnya.
Inilah pernikahanku. Sebuah pernikahan yang pernah aku idamkan sebagai pernikahan yang penuh kebahagiaan namun ternyata penuh kemunafikan. Aku telah mengandung dan semua gunjingan pun berakhir.
Ibu mertuaku begitu bahagia, tanpa ia tahu bahwa bayi yang kukandung bukanlah darah dagingnya. Semua keluarga begitu bahagia kecuali suamiku.
Namaku Surti, sebagai seorang perempuan aku harus menjaga kesucianku, sebagai seorang istri aku harus mengabdi, menjaga kesetiaanku pada suamiku dan sebagai seorang ibu aku harus mengasuh anakku siang dan malam. Yah, itulah aku dan untuk semua itu hanya ada satu alasan, karena aku adalah seorang perempuan.
ardini fitriana - cewek jilbab bugil  (6)
Namaku Surti, dan saat ini aku berada di sebuah gubuk tengah sawah. Di samping kami, begitu banyak petani yang sedang bekerja, namun tidak ada satupun yang mengetahui apa yang yang sedang aku dan Andi lakukan.
Kami adalah sepasang kekasih sekarang. Bayi yang kukandung adalah anak Andi. Dengan lembut teman masa kecilku itu mendekap erat tubuhku. Wajah kami saling berhadapan, amat dekat.
Segera Andi mencium dan melumat bibirku dengan gemas sambil kedua tangannya mulai beraksi mengelusi punggung dan pinggangku secara bergantian. Beberapa saat kemudian tangannya beralih turun ke pantatku. Andi mengelus dan merabanya, merasakan betapa kenyal dan padatnya bongkahan pantatku. Dengan gemas ia meremas-remasnya sambil sesekali mencengkeram dan mendorongku ke arah selangkangannya.
Aku tidak kaget dengan kelakuannya itu. Andi memang sangat menginginkan tubuhku. Sejak pertama kali bertemu, sudah tak terhitung lagi berapa kali kami melakukannya. Pertama di rumah Andi, saat sore-sore aku mengiriminya kue kering. Tak kusangka Andi akan menyergap dan meniduriku. Namun bukannya marah dan sakit hati, aku malah menikmatinya. Selanjutnya, sudah bisa ditebak, kami jadi semakin sering melakukannya. Hingga akhirnya aku hamil 2 bulan.
Dan sekarang, Andi mengajakku ke sawah yang ia jaga. Dan disini, kami kembali melakukannya. Kurasakan benda keras miliknya mulai menekan selangkanganku. Meski masih tertutup celana, bisa kurasakan kalau penis itu sudah begitu kaku dan keras.
Sambil terus melumat bibirku, tangan kanan Andi meraih dan meremas payudara kiriku sedangkan tangan kirinya masih asyik meremas buah pantatku. “Ohh… mmh…” kepalaku langsung mendongak sambil melenguh panjang menikmati perlakuannya.
ardini fitriana - cewek jilbab bugil  (2)
Perlahan tangan Andi mulai membuka kancing baju panjangku satu persatu. Segera terpampang dihadapannya sepasang buah dadaku yang montok dengan bh yang nampak kekecilan untuk menampung bulatannya yang besar. Memang, sejak hamil payudaraku rasanya semakin besar saja.
Andi lalu melanjutkan dengan melucuti celana dalamku. Untuk rok panjangku cukup ia singkap hingga ke pinggang, tidak perlu dilepas. Begitu juga dengan jilbabku. Andi sengaja membiarkannya karena hal tersebut merupakan sesuatu yang amat menggairahkan baginya. Ia paling suka menyetubuhiku dalam keadaan berjilbab!
Melihat pemandangan yang indah ini, segera Andi melanjutkan aksinya dengan menghisap dan menjilati sepasang puting susu milikku yang sudah menegang dengan rakus. Terkadang tangannya ikut bermain dengan menjepit dan memilin-milin putingku yang berwarna coklat muda kemerahan.
“Ouhh… ahhh… ahhh…” desah bibir mungilku yang setengah terkatup sambil meremas kepala dan pundaknya. Nafasku naik turun menahan nikmat. Semakin lama desahanku menjadi semakin kencang, membuat Andi semakin bergairah saja.
Sambil membalikkan tubuhku, ia kemudian melepas celananya. Andi lalu memeluk tubuhku dari belakang dan meraih wajahku untuk melumat kembali bibir mungilku, sementara ia juga menggesek-gesekkan penisnya yang sudah menegang ke arah pantatku. Tangannya juga tak tinggal diam, Andi kembali memilin puting dan meremas-remas kedua buah dadaku secara bergantian. Ia juga mulai mengorek-ngorek liang kemaluanku dengan tangannya yang lain.
“Emmhh… mmhh…” desahku tertahan oleh ciumannya.
Beberapa saat kemudian Andi menyuruhku untuk membungkuk. Ia tampak menatap kagum keindahan pantatku yang bulat dan putih mulus. Sejenak ia mengelus dan meremas-remas bokong indahku sambil sesekali menciuminya dengan gemas.
Aku hanya bisa merintih sambil menundukkan kepala. Tubuhku sedikit bergetar mendapat perlakuan seperti itu. Setelah itu Andi merentangkan sedikit kedua pahaku hingga ia bisa melihat lubang vaginaku yang ditumbuhi bulu-bulu halus rimbun. Baunya yang khas segera menyebar di seluruh gubuk. Andi menyibaknya dan dengan menggunakan jari tengah, ia mulai menusuk-nusuknya.
“Emmmhh…” tentu saja aku langsung menggelinjang sambil pahaku bergerak seolah hendak menjepit tangan kanannya yang sedang memainkan liang surgaku.
ardini fitriana - cewek jilbab bugil  (1)
Andi terus mengorek-ngorek sampai jarinya jadi basah oleh cairan kewanitaanku. Nafas dan desah kecilku yang memburu membuat gairahnya meningkat. Andi merasa inilah saat yang tepat untuk mulai beraksi karena penisnya sudah menuntut untuk dimasukkan.
Ia menarik jarinya, lalu merebahkan tubuhku ke balai-balai bambu. Mataku menatap sayu ke arahnya. ”Ihhh..!!” pekikku pura-pura malu sambil menutupi wajah saat melihat kemaluannya yang besar mengacung indah ke depan. Padahal sudah sering aku menikmatinya.
Andi tersenyum dan perlahan mendekatiku sembari kembali mencium bibirku. Kedua tangannya tidak ketinggalan memainkan payudara dan liang vaginaku. Kudengar nafasnya mulai memburu pertanda ia semakin terangsang. Tak lama kemudian Andi mulai merentangkan kedua pahaku lebar-lebar. Lalu sambil bertumpu dengan lengan kirinya, ia membimbing penisnya untuk memasuki liang kemaluanku.
“Ouhh… sshhh…” desisku menahan rasa nikmat saat penis Andi perlahan tergelam membelah lorong vaginaku. Senti demi senti kemaluannya  menembus lubang sempit di pangkal pahaku.
Akhirnya Andi berhasil membenamkan seluruh batang kejantanannya dan mulai memompanya maju mundur secara perlahan. Sungguh luar biasa rasanya. Nikmat sekali. Aku sampai menggigit bibir bawah agar teriakanku teredam. Aku tidak ingin perselingkuhan ini dipergoki oleh orang lain.
“Shhh… hehh… hhhh…” desah bibir mungilku sembari kedua tanganku mencengkeram erat lengan Andi yang sedang bertumpu disamping tubuhku.
Melihat wajah cantikku yang mendesah membuat Andi semakin bergairah. Segera ia melumat bibirku sambil memainkan lidahnya di dalam mulutku. Aku balas dengan memainkan lidah di dalam mulutnya.
“Mmmhh… cupp… cupp…” bunyi ciuman kami berdua yang diselingi permainan lidah.
Semakin lama semakin cepat genjotan Andi dan secara refleks aku melingkarkan kedua kakiku ke pinggulnya. Hampir sepuluh menit lamanya kami bersenggama dengan posisi ini dan tidak lama kurasakan lubang senggamaku menjadi semakin basah.
“Ouuhhh… Ndi… aku mau pipis…” getar suaraku saat menahan suatu dorongan yang luar biasa dari dalam tubuhku.
ardini fitriana - cewek jilbab bugil  (1)
Tahu kalau aku akan mencapai klimaks, Andi semakin mempercepat goyangannya. Dan benar saja, tak lama kemudian tubuhku bergetar pelan sedangkan pahaku yang melingkar di pinggulnya menjepit erat. Terasa sesuatu yang hangat menyemprot keluar dari dalam vaginaku, membasahi batang penisnya.
Sejenak Andi menghentikan genjotannya sambil mencabut penisnya dari liang senggamaku. Nampak penis itu dibasahi oleh cairan vaginaku.  Beberapa menit kemudian, setelah aku cukup istirahat, Andi menyuruhku  agar membungkuk membelakanginya. Tanganku bertumpu di pinggiran gubuk sedangkan kedua kakiku menjejak ke lantai.
Rok hijauku yang panjang sempat menjuntai ke bawah, yang segera diangkat kembali oleh Andi dan diikat rapi di pinggang. Sambil mencengkeram pantatku yang semok, ia kembali mengarahkan batang penisnya yang masih tegak mengacung ke arah lubang vaginaku. Sejenak Andi menggesek-gesekkan ujungnya yang tumpul di bibir kemaluanku yang sangat basah.
“Ohhh…” desahku pelan sambil tanganku meremas-remas payudaraku sendiri.
Kini ujung penisnya benar-benar terasa basah oleh cairan kewanitaanku. Perlahan dengan bantuan tangan kananku, Andi mulai melakukan penetrasi. Dengan lancar batang coklat panjang itu masuk kembali memenuhi liang senggamaku. Andi membiarkannya sejenak sebelum perlahan mulai menggoyang  maju-mundur tak lama kemudian. Ia melakukan dengan tempo lambat untuk beberapa saat lalu secara bertahap mempercepat sodokannya.
“Ahh… ahh… uhh… uhh…” desahku dengan tubuh terguncang-guncang karena sodokannya. Sambil menyetubuhiku dari belakang, kedua tangan Andi beraksi meremas dan mencengkeram bulatan pantatku.
“Plak… plak… plak…” begitu bunyi selangkangannya saat berbenturan dengan bokongku. Terkadang Andi juga meremas kedua buah dadaku dari belakang
“Oh, Surti… kamu memang nikmat.” racaunya sembari terus menggenjot pantatnya demakin cepat.
“Emhh… ohh… omm…” desahku seakan merespon racauannya.
Tubuh kami berdua kini benar-benar basah kuyup bermandikan keringat. Jilbab dan rok panjang yang melilit di pinggangku juga ikut basah karenanya. Tak terasa lebih dari 10 menit kami berdua bersetubuh dalam posisi ini.
“Ouhh… Andi, aku mau pipis lagi…” kataku dengan nafas terengah-engah.
ardini fitriana - cewek jilbab bugil  (2)
“Tahan, Ti… aku juga mau nyampe.” ujar Andi sembari mempercepat laju sodokannya.
“Ohhhh…” erangku dengan tubuh menegang saat vaginaku mengucurkan cairan. Bersamaan dengan orgasmeku, Andi pun mencapai klimaks. Ia memeluk erat pinggangku sembari membenamkan penisnya dalam-dalam ke liang senggamaku.
”Ahh…” lenguh Andi penuh nikmat saat memuntahkan air maninya.
Liang senggamaku sekarang dipenuhi oleh campuran sperma dan cairan vaginaku sendiri. Kemudian kami berdua terkulai lemas di dalam gubuk. Andi membiarkan sejenak kemaluannya yang masih tegang terjepit di dalam vaginaku.
Hari menjelang sore, tak terasa kami terlelap puas. Saatnya aku untuk pulang. Suamiku pasti sudah menunggu di rumah.

MIA 2

Malam itu aku baru pulang. Aku dan Andre habis dari jalan-jalan. Sekarang jam 12 malam. Suamiku tentu saja sudah tidur, tapi nggak apa-apa… aku bawa kunci rumah. Sebelum berangkat tadi sore, aku bilang ke suamiku, kalau aku mau ke rumah Rieke… dan dia percaya!

yessi eci - horny jilbaber montok (2)
Pas mau turun mobil (parkir di 2 rumah sebelum rumahku. Kebetulan tempat itu sepi dan gelap, karena samping kanannya adalah taman kompleks, dan sebelah kirinya lapangan bulu tangkis), Andre minta aku untuk blowjob. Aku nggak mau… aku maunya ML. Ya sudah, akhirnya kami bertempur di mobilnya Andre. Kami tidak mau repot-repot… karena memang aku tidak mengenakan bh dan celana dalam (aku sudah siap-siap). Aku hanya mengenakan jilbab, baju kurung selutut dan rok lebar semata kaki . Praktis kan? Tinggal menaikan rok, pindah ke jok belakang dan ML dengan posisi duduk. Aku diatas, dipangku Andre. Setelah selesai, aku masuk ke rumah dengan memek penuh spermanya Andre yang juga menetes di pahaku. Sebelum ke tempat tidur, aku ke kamar mandi, nyuci memek, bersihin make-up pakai lingerie (tapi nggak pakai dalaman), terus tidur deh…
Sekitar jam ½ 5an, suamiku bangun untuk minta jatah. Aku bilang aja begini, “Nggak sekarang ya mas… aku lagi nggak mood. Aku capek banget. Maaf ya mas…!”
Terus kata suamiku, “Ya sudah, nggak apa-apa.” Lalu dia turun dari tempat tidur dan langsung ke kamar mandi. Aku rasa dia masturbasi,… soalnya sudah 3 hari nggak dapet jatah. Aku senyam-senyum sendiri… “Kavlingnya sekarang punya orang banyak. Kalo’ mau pake, izin dulu… mentang-mentang resmi di depan penghulu, belum berarti tubuhku dan semua anggotanya jadi properti pribadi, hihihi…..” kataku dalam hati. Lalu aku tidur lagi, dan baru bangun jam 10 pagi, tentu saja Tino sudah berangkat.

yessi eci - horny jilbaber montok (1)

Sekitar jam 11an, aku mandi. Rumahku sepi sekali. Pembantuku belum pulang, Fanny sedang dirumah ibuku. Andre kerja… Alex belum pulang dari Surabaya. Aah…. Dengan suasana seperti ini, aku jadi hanya pakai daster (no bra no cd). Daripada iseng, aku nonton dvd blue aja sambil mbayangin Alex dan Andre. Sekitar jam 1an, suamiku telfon. Katanya dia malam ini nggak pulang, karena proyeknya di Sukabumi harus sudah selesai besok pagi. Setengah nggak percaya, aku menelfon hp-nya Andre untuk memastikan, ternyata benar! Tapi, baru saja aku akan menyuruh Andre menginap di rumah, Andre bilang kalo’ dia juga harus kesana. “Aahh…. Sial banget! BT!”

Dari pada bengong di rumah, akhirnya aku memutuskan untuk ke mal. Aku mau belanja saja. Ya sudah… aku memacu mobil ke mal. Sekitar 1 jam aku disitu, ada seorang pria menghampiriku. Pada saat itu, aku sedang makan di restoran. Kami berkenalan dan ngobrol-ngobrol. Nama orang itu, Vito. Dia sudah menikah dan sedang menantikan kelahiran anak pertamanya. Sekarang, istrinya sedang dirumah orang tuanya, dan dia sendiri baru pulang kantor. Singkat cerita, kami akan bertemu malam ini, dirumahku. Tapi dia akan ke mertuanya dulu untuk melihat istrinya. Karena sudah tukeran no Hp, kami janjian lewat telfon. Akhirnya, Vito bilang kalau dia akan datang kerumahku jam 9 malam. Setelah aku memberikan alamatku, kami menyudahi pembicaraan telfon.

yessi eci - horny jilbaber montok (5)

Vito mau datang jam 9… sekarang baru jam ½ 8. “Aah… lama banget!” pikirku. Aku memakai jilbab biru muda seperti yang dipakai ineke, kemeja yang pas di badan berwarna biru terang dengan celana panjang hitam. sementara di dalam aku pakai g-string hitam tembus pandang. Buat atasannya, aku pakai tanktop model tali yang agak longgar, sehingga toketku bisa bergerak bebas (aku nggak pakai bh), Pas jam 9 lewat 10, Vito datang… “Ganteng banget sih ni orang!” pikirku.

Kami duduk-duduk di ruang tv sambil ngobrol-ngobrol, ngopi dan merokok. Sambil ngobrolin tentang keluarga kami masing-masing, Vito menyelingi dengan pujian-pujian seputar keindahan dan kemontokkan tubuhku. Aku kan jadi GR!!! Vito bercerita dengan jujur, bahwa semasa istrinya hamil ini, dia juga ‘jajan’ ke wanita-wanita lain. Seperti ; sepupu istrinya, istri teman kantornya, beberapa anak SMU dan SMP dan juga beberapa teman istrinya.
“Aku kan juga pingin ‘ginian’ Mi…” kata Vito sambil menjepitkan ibu jari tangan kanannya di jari tengah dan telunjuknya.
“Iya lah… aku ngerti kok!” kataku bersimpati.
Sekitar jam ½ 11, Vito numpang ke kamar mandi. Dia mau mandi, gerah katanya. Ya sudah… dia kusuruh mandi dikamar mandi ruang tidurku. Karena kamar mandi tamu sedang rusak ledengnya.
“Numpang mandi ya Mi…” kata Vito.
“Iya… iaya…” sahutku.
Vito baru saja masuk kekamar mandi, dan aku mau keluar kamar, tiba-tiba aku terasa mau pipis. Daripada ngompol, aku ketok aja kamar mandi. “Vito, aku mau pipis nih… bukain pintu dong?!”
Pas pintu kamar mandi dibuka, aku disuguhkan pemandangan indah. Penis Vito setengah tegang, dan itu saja sudar besar. Aku sampai menelan ludah, “Glk…. Gede banget!” gumamku.
“Ya sudah….” Kata Vito, “katanya mau pipis?!”
Setelah selesai pipis (belum cebok), Vito tiba-tiba memegang tanganku dan menyuruhku berdiri. Dia melepas jilbabku (cd dan celana panjangku sudah ku lepas dari tadi) dan menanggalkan kemeja dan tanktopku. Kini aku bugil. Kemudian, Vito memelukku dari belakang, dia menciumi leherku dan membasuh vaginaku, dengan posisi; tangan kanannya menyirami memekku dan tangan kirinya mengelus-elus barang kesayanganku itu.

Ternyata tidak sampai disitu saja. Vito mulai memainkan jarinya, keluar masuk lubang itilku sambil sesekali menggosok kelentitku. Ketika aku mulai mendesah keenakkan, tangan kanan Vito bergerak kearah payudaraku. Toketku itu, diremas bergantian. Sementara mulutnya mulai mengulum bibir dan menghisap lidahku. Tak lama kemudian, aku mengajak Vito ke tempat tidur. Setelah duduk di pinggiran spring bed, aku segera membuka kakiku lebar-lebar, mengundang lidah Vito untuk bermain dan menari di lubang tempat Fanny keluar dulu.
Desahan kenikmatanku makin keras, dan pada saat yang bersamaan…. Cairan pelumasku keluar. Tanpa banyak argumen, Vito segara memasukkan barangnya yang besar, panjang dan keras itu ke tempat yang seharusnya. Dia mulai merangsak maju mundur, sementara kedua tangannya menopang tubuhnya di kedua sisi tubuhku. Tusukan dan hujaman Vito sangat berirama. Segera aku ikut memutar-mutarkan pinggulku untuk merespon Vito. Desahan kenikmatanku keras sekali terdengar, sehingga terkadang, Vito membungkamku dengan melumat bibirku dengan bibirnya. Tak lama kemudian (dengan kontolnya masih menancap di memekku) Vito menggendong dan membopongku. Lalu ia duduk di kursi di samping tempat tidur. Setelah itu, aku yang bekerja.

yessi eci - horny jilbaber montok (4)

Zakar Vito dikocok dengan keras dan cepat oleh memekku. Sementara aku bergoyang naik turun memanjakan kontol gede ini, aku berpegangan di pundak pria atletis itu, sambil tangannya meremas kedua payudaraku. Kemudian aku mencondongkan tubuhku lebih dekat ke tubuh Vito. Sambil menciumi bibirnya, aku menggerakkan pinggulku semakin cepat… dan efeknya? Aku orgasme… lalu aku menurunkan tempo pergerakanku, untuk merasakan kenikmatan ini. Vito sadar kalau lawan mainnya ini sudah jebol, tiba-tiba dia meremas pantatku dan menusuk vaginaku dari bawah… pelan tapi beraturan. “Anjing!” pikirku, “enak banget!”
Ketika ada jeda dalam serangan-serangan Vito, tiba-tiba telfon di meja samping kami berbunyi.
“Sst…” bisikku, “kamu jangan ngomong dulu ya sayang!!”
Sambil berbicara di telfon (itu suamiku), aku bergerak turun naik secara perlahan-lahan. Sementara Vito menjilati putting susuku. Di tengah pembicaraan telefon, Vito berbisik, “Aku mau keluar!” Setelah aku berhenti bergerak, Vito memasukkan batangannya dalam-dalam sambil menekan pantatku. Segera aku tutup telfon dengan tanganku dan aku berteriak tertahan… memekku di semprot oleh sperma yang hangat, kental dan banyak sekali. Setelah semuanya keluar, Vito menciumi dan melumat bibirku. Kontolnya masih di dalam memekku, ketika aku melanjutkan pembicaran telfon dengan suamiku. Tak lama kemudian aku menutup telfon. Tanpa membersihkan kedua alat kelamin kami, kami berbaring kelelahan. Setelah berbaring 10 menitan… tiba-tiba aku merasa lapar sekali, dan setelah aku tanya, Vito juga.

Lalu aku keluar. Vito tetap di rumahku (takut dilihat orang). Setelah hanya mengenakan daster (didalem gak pakai apa-apa) dan jilbab, aku beli nasi goreng yang kebetulan lewat di depan rumah. Lalu, aku dan Vito makan sambil masih bertelanjang bulat. Selesai makan, kami nonton Tv di kamar tidurku (yang nonton sih Vito, aku sibuk dengan batangannya yang aku sepong dengan beringas). Sepanjang malam itu, kami 3 kali ML. Sekitar jam 1/6, kami tidur.

Aku kaget sekali, sekitar jam ½ 8 ada yang memencet bel rumahku. Aku lihat, Vito masih tertidur pulas. Bergegas aku cuci muka dan mengenakan dasterku (aku dan Vito masih bugil). Setelah kubuka pintu, ternyata yang datang supir ibuku. Dia mengantar Fanny pulang. Setelah itu dia pun pergi.

Setelah membangunkan Vito, aku membuatkan sarapan. Di meja makan, aku mengenalkan Fanny ke Vito. Vito tersenyum ketika mendengar pertanyaan polos Fanny;
“Kok Om Vito telanjang?”
“Iya. Kan habis main kuda-kudaan…”jawabku asal.
“Fanny jangan bilang ke papi ya…” kata Vito menimpali.
“Iya Om….”
“Sekarang, mami mau mandi sama Om Vito. Fanny mau ikut nggak?” kataku sambil berdiri dan menggandeng Vito.
“MAU…!!!”

Di kamar mandi, Fanny yang duduk di ujung bathtub terpaku bingung melihat aku yang sedang berlutut sambil menghisap penis Vito yang duduk di toilet.
“Mami makan apaan tuh?” tanyanya polos.

yessi eci - horny jilbaber montok (3)
“Mami lagi maem permennya Om vito sayang…” jawabku tanpa menoleh ke Fanny, “kan Fanny sering ngeliat… masa belum tahu juga?”
“Iya, Fanny tahu… terus nanti dimasukkin ke memeknya mami kan?”
Vito terkejut mendengar omongan Fanny, “Kok Fanny tahu memek? Tahu darimana?”
“Aku yang ngasih tahu…” sahutku.
“Oo…!”
“Terus…” lanjut Fanny, “mami juga maem permennya papi?”
“Pernah sih… tapi sekarang mami males! Habisnya, permennya papi kecil. Kalo’ punya Om Vito… bbeesssaaarrr….. bangeettt! Fanny mau pegang gak?”
“Boleh Fanny pegang nggak Om?” tanya Fanny ke Vito.
“Boleh… sini!” jawab Vito.
Aku hanya tertawa saja melihat ulah Fanny dan Vito. Akhirnya, setelah selesai mandi, kami bertiga bugil seharian itu.

Setelah itu, kami bertiga duduk-duduk di ruang Tv. Aku dan Vito senderan dengan santai di sofa. Aku iseng-iseng ngocokin batangan Vito, sementara dia sedang berbicara dengan istrinya di hp, sambil sesekali mencium bibirku dan meremas toketku. Aku merasakan cairan pelumasku keluar, ketika Vito menutup hp-nya. Tanpa banyak bicara, aku langsung berputar dan duduk di paha Vito sambil mengangkang. Vito yang langsung memahami nitaku, segera menggenggam batangannya dan mengarahkannya langsung ke vaginaku yang kian melebar. Lama sekali kami mengolah kenikmatan kami dengan gaya itu. Tusukan-tusukan Vito semakin cepat ketika aku mengerang dan bergetar dengan hebat. Aku orgasme! Setelah itu, Vito membaringkan aku terlentang di lantai yang hanya beralaskan karpet. Sambil setengah membungkuk, Vito berusaha mengejar orgasmenya sendiri. Benar saja… tak lama kemudian, vaginaku kembali dibanjiri cairan kental dan hangat milik Bapak Vito. Tidak itu saja, sisa sperma yang masih ada di zakarnya di semprotkan di payudaraku, dan dibalurkan di bibirku.
Kami berbaring bersebelahan. Sama-sama merasakan kenikmatan yang kami dapat. Aku menggoda Fanny dengan menorehkan peju Vito yang ada di toketku dan menempelkannya di hidung Fanny.
“Iih… mami… apaan sih itu? Kok lengket?” kata Fanny sambil mengelap hidungnya sendiri.
“Itu namanya sperma… tapi mami, nyebutnya peju! Enak deh Fan, kamu lihat mami njilatin itu kan?”
“Rasanya apaan sih mi?” tanya Fanny. Lalu aku menorehkan sisa sperma itu ke bibir Fanny yang langsung meringis, “Iih… asin!” katanya.
Vito dan aku tertawa terbahak-bahak melihat ulah Fanny.

RIF’AH 5 : ABU NIDA

Sesampainya Ummu Nida dan Ummu Rosyid di kantor DPD, gedung itu terlihat lengang. Sama sekali tidak ada aktivitas perkantoran seperti hari-hari biasa. Ummu Rosyid membuka pintu utama dengan kunci yang dibawanya. Sebagai seorang kader senior, Ummu Rosyid memang diberi kepercayaan untuk memegang kunci kantor DPD. Kedua ummahat yang masih bertubuh sintal itu pun langsung menuju ke ruang serbaguna yang ada di bagian belakang gedung DPD untuk bersiap-siap.

Tak berapa lama kemudian, mereka mendengar suara motor yang tengah diparkir di halaman depan. Mereka pun langsung tahu siapa pemilik motor tersebut. Dengan ketukan sepatu kets yang berdecit, Faizah juga memasuki ruang serbaguna tersebut.

“Assalamualaykum Ummu Nida, Ummu Rosyid,” ujar akhwat berkulit gelap itu sambil tersenyum.

“Waalaykumsalam warahmatullah, Faizah,” jawab Ummu Nida yang kemudian diikuti juga oleh Ummu Rosyid.

Tanpa basa-basi, Faizah langsung menuju kamar mandi untuk berganti pakaian, sementara Ummu Nida sudah siap dengan pakaian bela dirinya.

***

Rif’ah begitu kesal, dosen yang harus ditemuinya di kampus hari ini berhalangan hadir. Ia pun kembali pulang ke rumah Ummu Nida. Untung Ummu Nida telah meminjamkan kunci serep kepadanya.

Sambil memainkan HP di dalam kamar, Rif’ah begitu penasaran dengan apa yang terjadi di kantor DPD. Sebenarnya ia begitu ingin menonton langsung duel antara Ummu Nida dan Faizah, karena hasil duel tersebut akan menentukan kelanjutan hidupnya. Namun ia juga membenarkan nasihat Ummu Nida, kalau kehadirannya di sana bisa membuat Faizah melakukan hal yang tidak-tidak.

“Tokk, tok …” Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu kamar Rif’ah. Dalam kondisi setengah terkaget, ia yang masih mengenakan jilbab panjangnya langsung melompat dan setengah berlari ke arah pintu.

Rif’ah hanya membuka pintu itu sedikit, dan ternyata sudah ada Abu Nida yang berdiri di sana. Ia masih mengenakan baju koko berwarna putih dan celana panjang berwarna hitam, pakaian yang sama dengan yang dikenakannya ketika berangkat tadi pagi. “Ada apa, Abu? Tumben sudah pulang.”

“Iya, setelah mengantarkan Ayyash, Abu baru sadar kalau dompet Abu ketinggalan. Sekarang Abu cari tidak ketemu, bisa Rif’ah bantu Abu mencari?” ujar Abu Nida sambil tersenyum.

Di mata Rif’ah, senyum Abu Nida itu begitu jantan dan menenangkan. Tanpa kecurigaan sedikitpun, ia pun menuruti perintah Abu Nida. “Di mana terakhir Abu melihat dompet Abu?”

“Di kamar Abu dan Ummi, Ukhti Rif’ah.”

Rif’ah pun langsung menuju kamar Abu Nida dan Ummu Nida, sementara Abu Nida mengikuti dari belakang. Walau masih tertutup jubah dan jilbab panjang, tubuh Rif’ah yang seksi masih bisa terlihat jelas, apalagi bokongnya yang begitu montok dan menonjol. Hal inilah yang sejak lama menghantui pikiran Abu Nida. Karena itu begitu Ummu Nida mengatakan kalau Rif’ah akan menginap, ia langsung mengiyakan. Namun, sebenarnya ia tidak sampai membayangkan akan berduaan saja dengan junior istrinya itu seperti ini.

Di dalam kamar, Rif’ah langsung mencari dompet Abu Nida di seantero ruangan. Ia bahkan sampai menungging untuk mencarinya di kolong tempat tidur. Ketika ia berdiri, tiba-tiba sepasang tangan telah merangkul tubuhnya dari belakang. Rupanya Abu Nida sudah langsung berdiri di belakangnya dan memeluk tubuh akhwat cantik yang montok dan sintal ini. Mungkin karena tidak ada ruang gerak lagi akhirnya Rif’ah pasrah dirinya dipeluk Abu Nida dari belakang. Selain itu Rif’ah sendiri sering berkhayal untuk berdua dengan Abu Nidal. Tercium bau wangi shampoo dari rambutnya. “Aduh dik Rif’ah, rambut kamu wangi,ya” sambil tangan Abu Nida meraih rambut Rif’ah dengan memasukkan tangannya ke dalam jilbab panjang yang dikenakan akhwat cantik ini.” Abu Nida jangan, aku geli, Abu” , “Emang dik Rif’ah nggak pernah buat kayak gini?”,” Ngak pernah Abu, saya nggak pernah dipeluk…” ,”Aah masak?” Abu lalu kembali memeluk perut Rf’ah dari belakang. Tampak dari cermin wajah akhwat cantik ini terkejut dan memerah. Waktu Abu Nida menaikan pelukan di dadanya, tangan akhwat cantik ini disilangkan ke depan dadanya.” Abu Nidal, apaan sih aku malu, Abu..” sambil dia berputar ke arah depan Abu Nida. Abu Nida melihat wajah Rif’ah yang bersemu kemerahan, lalu dengan cepat Abu mempererat pelukan hingga wajah mereka mendekat, tidak lama bibirnya segera dilumat Abu Nidal. Pertama lidah Rif’ah begitu pasif, tangannya sudah memeluk badan Abu. Abu Nida merasakan badan akhwat cantik ini gemetar menyambut ciuman, detak jantung mereka seolah seirama. Saat bibir akhwat cantik ini terbuka Abu memasukkan lidahnya. Ragu-ragu Rf’ah menyambut lidah Abu Nida. Libido Rf’ah terpacu dan gairah seksnya meninggi. Perlahan tangan Abu Nida menyusuri punggungnya dan menarik resliting jubah khawat cantik ini ke bawah sampai ke ujung pantatnya. Abu Nida meraba naik turun dari pantat menuju ke perut. Perlahan kaitan bra Rif’ah dibuka Abu Nda. Abu Nidda merasakan semakin diraba, nafas akhwat cantik ini menjadi berat dan pendek-pendek. “Abu jangan, abuu…ah” rintihan yang keluar dari mulutnya ketika tangan Abu mulai menjamah ujung celana dalam yang di pantatnya, lidahnya semakin liar seiring tangan Abu yang menuju gundukan pantatnya. “Ah…uh…Abu Nidaaaa…”. Tangan Abu Nida meremas lembut gundukan pantat akhwat cantik ini, kakinya berjinjit naik seiring tekanan naik dari remasan tangan Abu. Kukunya mencengkram erat punggung Abu Nida. Ciuman Abu pindah menyusuri leher jenjang yang telah banjir dengan keringat dari Rif’ah dengan memasukkan kepada di balik jilbab akhwat cantik dan sintal ini.

Perlahan Abu Nida mencupang leher putih itu, “ Eerrrrhh…abuuu…” tubuhnya mengejan dan merapat ke tubuh Abu, saat tangan Abu Nida yang menjelajah punggung dan pantatnya telah turun ke belahan paha. Dengan sedikit sentakan kedua tangan Abu telah melorotkan celana dalam akhwat cantik ini. Tangan kanan Abu membelai lipatan pantatnya dan merasakan anusnya yang lunak. “Uuh…..abuuu, aku geli” tiap kali Abu menyentuh anusnya. Ciuman Abu Nia telah meninggalkan cupang merah di leher akhwat cantiik ini, tangan Abu meraba pundaknya dan berhasil menurunkan jubahnya ke samping hingga melorot ke dadanya yang montok dan masih kenceng ini, jubahnya ditahan oleh lekuk payudaranya. Bibir Abu ikut turun ke dada montok akhwat cantik ini, bra yang telah terlepas melonggar dan memberikan kesempatan Abu untuk mengecup payudaranya. Sementara tangan Abu telah berpindah menyusuri ketiaknya.

Tampak puting yang kemerahan yang tidak pernah terjamah laki-laki, tangan Abu menyusuri memutar kedua payudara, kecupan menjelajah di antara ketiak dan daerah sekitar payudara, tubuh Rif’ah kian menyusup menahan kenikmatan,” Abu, abuu, aku geli abuuu” kedua tangannya merangkul dan menekan kepala Abu ke payudaranya, nafasnya semakin memburu. Abu Nida menempelkan telinga ke dada montok akhwat cantik ini, detak jantung terdengar semakin kencang. Tiba-tiba Abu membalikkan badannya menghadap ke cermin,merah padam wajahnya melihat tanggan Abu Nida telah memegang payudaranya, kedua putingnya ditaruh di antara jari-jari Abu, kemudian secara cepat Abu Nida melucuti jubah yang separuh menutupi tubuh akhwat cantik ini berikut celana dalam dan branya. Abu Nida cepat membuka baju dan celananya sendiri. Abu Nida mendudukkan Rf’ah ke pangkuannya, tangan kanan akhwat cantik ini diarahkan ke penisnya. Rif’ah terkejut dan berusaha menarik tangannya, tapi Abu Nida buru-buru merapatkan badannya, “Pegang aja sayang, ok”, tubuhnya melemas waktu Abu Nida menarik puting dadanya dengan tangan kiri. “Och.., abuuu” lirihnya. Dengan jari Abu Nida memlintir puting yang masih kenceng itu. Tubuh Rif’ah mengejan, punggungnya menempel ke dada Abu dan tangan kanannya meremas penis Abu dengan lembut. ”Enak dik Rif’ah??”, “Aah…abuuu” . Cuma itu yang dia bisa jawab di antara puncak birahinya. Bibir Abu Nidda tak henti-henti mengecup tengkuknya dan tangan Abu aktif menarik kedua puting hingga badan akhwat cantik ini bergemetaran. Abu memangku Rifah di atas paha, Abu Nida membuka ke dua paha akhwat antik ini hingga menampakkan jajaran jembutnya menghiasai bukit kemaluaanya. Ketika kepalanya diarahkah Abu ke belakang, Abu Nida mencium bibirnya dengan lidah merekka saling membelit, kemudian tangan Abu Nida turun membelai helaian jembutnya. Tangan kiri Abu Nida yang aktif memilin puting payudara dan yang kanan membelai jembutnya. Suatu pemandangan yang eksotis. Mengingat Rif’ah adalah seorang akhwat cantik yang alim, sehari-hari memakai jilbab yang panjang dan jubah, hari ini semua lekuk-lekuk yang tertutup itu bisa dilihat dan dinikmati Abu Nida. Putingnya telah memerah karena ditarik dan dipilin Abu Nida, keringat deras mengalir di dada dan punggung akhwat cantik ini, tangannya tetap meremas-remas penis Abu dengan lembut. Ketika tangan kanan Abu mulai turun dan menyusuri bukit kemaluannya, tubuhnya mulai menggeliat dan menggigil. Abu Nida mencari benda sebesar kacang di ujung bukitnya. Ketika Abu Nida mendapatkan lalu ditekan perlahan “Owwwuuuhhhhh….abuu, kau apakan tubuhku ini abuu?”, ”Rilex dik Rif’ah, enak bukan?”, ”Uuhhhhh,stttttss…….” Rif’ah  hanya merancau sambil meremas penis Abu. Tangan Abu kemudian mengusap ke klitoris akhwat cantik ini. ”Sssssssttttts, aaaah” ketika tangan Abu  menyapu klitorisnya. Perlahan tangan kiri Abu turun menelusuri labia mayora. Abu Nidda menarik salah satu labia mayora, digosok dengan jempol dan jari telunjuk. ”Abuu….geli….”, teriaknya sambil kepalanya mendongak dan berusaha merapatkan kakinya tapi tertahan oleh kedua paha Abu Nida.

Nafasnya semakin tersenggal mana kala tangan kanan Abu Nida dengan gerakan vertikal menggosok lubang kencingnya dan klitorisnya. ”Abuuu…pingin pipis….”. “Pipis aja dek Rf’ah. Ngak usah ditahan”, Abu mempercepat putaran tangan pada klitorisnya. ”Aah…ah….ah…..Abuuu aku pipisssss”, kedua pahanya diangkat merapat di atas paha Abu. Abu Nida merasakan klitoris akhwat cantik ini berkedut-kedut dan cairan hangat meleleh dari sela pahanya yang turun membasahi paha Abu. Abu melihat dari cermin di mana dadanya membusung dan kepalanya mendongak disertai hentakan badannya yang mengelinjang tidak karuan, seolah Abu menyaksikan pemandangan yang luar biasa. Badannya kemudian melemas, Abu menurunkan perlahan dari pahanya dan menidurkan akhwat cantik yang montok dan sintal ini di dipan kamar itu. Nafasnya masih memburu dan butiran keringat membasahi wajah dan tubuhnya. Abu menurunkan ciumanku ke hidungnya, kedua pipinya trus dikulum bibirnya, lidah mereka kembali saling membelit. Ketika Abu mengangkat kepalanya, kepala akhwat cantik ini juga juga terangkat seolah tidak mau melepas bibir Abu Nida. Abu Nida mengambil posisi di samping kanan Rif’ah, tangan kiri Abu merangkul pundak akhwat cantik ini melewati lehernya dan mengelus payudara kiri. Perlahan bibir Abu  nida turun ke leher akhwat canetik ini dan tangan kanannya mengelus payudara dan putingnya. Berlahan lidah Abu berputar di payudaranya kanan dan kiri bergantian sambil menyusuri wangi ketiak Rif’ah. Dada Rf’ah terangkat bergelinjang menahan geli, ketika lidah Abu Nidda menelusuri bagian bawah payudara kembali tangannya menekan kepala Abu. “Dik Rif;af boleh aku mencium putingmu?” wajah akhwat cantik ini memerah seketika, kemudian matanya terpejam dan menganggukan kepala. Abu Nida menyergap puting sebelah kiri yang sudah menonjol merah, menghisap lembut dan menjilat dalam mulutnya melingkar-lingkar. “AAah. Sssstttttt…….” tangan kanannya mengelus punggung Abu Nida dan tangan kirinya menekan kepala. Abu Nida merasakan keringat asin dari puting akhwat cantik ini dan merasakan getaran tubuhnya yang menandakan kalau Abu Nida adalah lelaki pertama yang menyentuhnya. Tangan kiri Abu Nida aktif memilin puting yang lain, tangan kanan menarik punggungnya. Punggungnya telah dibsahi keringat, lembut punggungnya menandakan tidak pernah dijamah laki-laki. Kemudian bibir Abu Nida beralih ke puting kanan meninggalkan bekas gigitan di sekitar puting kirinya. “Ah…uh….” desahan yang keluar dari bibir Rif’ah di saat putingnya tenggelam di bibir Abu Nida. Abu menggigit lembut, menarik ke atas, Rif’ah meremas-remas sprei sambil tangan kirinya menekan tengkuk Abu Nida. Sementara tangan kanan Abu menggapai klitorisnya. Masih meleleh lendir licin keluar dari memek akhwat cantik ini, Abu mengusap vaginanya dan menggunakan lendirnya untuk membasahi klitorisnya. Mata akhwat cantik ini kembali mendongak bergetar, hanya terlihat putih di kelopak matanya. Abu menggigit puting kirinya dengan cepat. Kedua tangan Abu melesat mengangkat pantatnya, terlihat warna pink di sekitar kemaluan hingga membangkitkan gairah Abu Nida. ”Abu Nida …. jangan…”, saat Rif’ah melihat kepala Abu berada di antara dua pahanya, dengan lembut Abu menjilat klitorisnya, ”Aah….abuu…, jangan”, tubuhnya mengejan melengkung, kedua tangannya mencengkram sprei dan kepalanya kembali terdongak. Abu Nida mamasukkan ujung klitorisnya ke bibirnya sampai semua masuk ke bibir abu, Abu Nida menggigit pelan-plan. “Aah…aah…aduh….Abuuu…. aku ngilu” . Kedua paha akhwat cantik ini menjepit erat kepala Abu Nida.” Abuu….aku mau pipis lagi abuu” kepala Abu tersanggkut.

Di paha Abu Niada air mani mengalir dari lubang pipisnya mengenai lidah. Waktu kececap rasanya seperti meminum bir pahit. Tampak lelehan lendir membasahi sprei di bawah pantat Rif”ah. Abu Nida mengamati wajahnya yang sudah mencapai orgasme, benar-benar menggetarkan, lalu Abu Nida membuka paha akhwat cantik itu dan menindih tubuhnya. Tiba-tiba Rifah membuka matanya, “ABU Nida jangan, aku masih perawan. Kasihani aku abu”, setitik air mata keluar dari ujung matanya. Abu Nida pun kembali beringsut ke sisinya. ”Te..terimakasih abu, aku dari semula emang menganggumimu….makanya aku rela engkau jamah”. ”Terimah kasih, dik Rif’ah. Maafkan aku khilaf”. Lalu dia bangkit duduk di dipan, matanya melihat burung Abu Nida yang mengacung keras. ”Iih….abuu masih terangsang?”, “Iiya dik Rif’ah khan aku blom nyampe tadi”. Tiba-tiba tangan Rif’ah meraih penis Abu. “Ini ya Abu yang namanya kontol? Ih ngeri aku”. “Ngeri kalau diliat, klu dirasain entar juga enak”. “Aah aku ngak mau, abuu. Aku khan masih perawan”. ” Eeh sapa suruh masukin memek, masukin ke lainnya juga boleh.” rayuan Abu Nida mulai mengenai, Rif’ah mulai meremas-remas penis Abu. ” Maksudnya Abuu??”, “ Masukkin
mulut dong…”, “ Ngak ah, jijik……”,” bentar aja…..ya udah klu nggak mau kamu cium bentar aja. Tadi aja aku udah jilatin memekmu”

Dengan ragu Rif’ah mendekatkan penis Abu Nida ke bibirnya. Awalnya hanya satu kecupan kemudian disusul dengan kecupan-kecupan yang lain. Kemudian perlahan penis Abu Nida dijilat-jilat, kemudian Rif’ah membuka mulutnya dan memasukkan kepala penis ke dalam mulutnya. Rasa ngilu langsung menyergap Abu. ”Aduh dik Rif’ah, jangan pake gigi……”, perlahan-lahan penis Abu ditelan bibirnya yang seksi itu, rasa hangat dan nikmat terasakan.  Sekarang tampak pemandangan gadis berjilbab lagi menghisap kontol Abu Bida, Abu Nida semakin terangsang. Selama 20 menit Rif’ah memainkan kontol Abu di dalam mulutnya. ”Aduh abuuu…aku pegal”. ”Oke mending kamu di sini berbaring aja”.
Rif’ah beringsut mengambil posisi tidur di sebelah Abu Nida. Dia menggaruki selangkangnya ”Kenapa dik Rif’ah?”, ” Gatal abu ”O ohhh…itu normal tadi khan darahnya ngumpul di ujung”, sambil tangan Abu Nida membelai klitoris akhwat cantik ini yang ternyata masih memerah dan keras “ssshhhh…abuuu…” sambil dia merapikan jilbabnya. Jilbab yang dikenakan adalah semacam jilbab lebar yang dikaitkan dengan peniti jadi ada belahan di tengah. Kembali tangan Abu menyusup ke dalam jilbabnya dan mengelus-elus payudara akhwat cantik ini. Matanya kembali sayu karena tubuhnya kembali dikuasai rangsangan.

” Dik Rif’ah, anti percaya khan Abu ngak bakal bobol perawanmu”, “Rif’ah percaya, abu…. Trus hrs gmn?”. ”Ana pingin ngesekkin konto ana ke paha anti boleh, khan?”. ”Cuma paha? Boleh abu tapi janji ya?” Lalu Abu Nida menindih Rif’ah. ”Oke sekarang pahamu rapatkan”. Rif’ah merapatkan pahanya.  ” Dik Rif’ah, buka dikit pahanya trus rapetin lg, ya”. Rif’ah mengangguk dan membuka pahanya, Abu Nida menempatkan kontolnya di antara paha akhwat cantik ini, kemudian dirapatkan lagi. ” Udah dik Rif’ah? Ngak kena lubang khan?”, ” Iiya abuu…” Abu Nida menarus tanganku di atas dada akhwat cantik yang masih tertutup jilbab ini. ”EEehhhhhh….abu… geli banget udah hampir ke lubang”. Abu Nida mengatur kedua tangannya di belakang punggung akhwat canik ini. ”Segini?”, ”Iya abuu…”. Pelan-pelan Abu Nida mulai menaik turunkan kontolnya, secara perlahan gerakan kontol Abu mendekati lubang memek Rif’ah.”Enak, dik Rif’ah??” Abu Nida menatap wajah akhwat cantik yang dibalut oleh jilbab itu, wajahnya bersemu merah, ia membuang muka, Abu Nida mencium bibirnya yang merah kesedot bibir bawahnya dan menjilati bibir atasnya. Rif’ah menutup matanya seolah merasakan desakan birahi, gerakan benar-benar sudah tepat di lobang memeknya, hal itu ditandai bunyi kecipak. ”Abuu?”, ”Hmmmmm?”, ”Aku mencintaimu….aku mengagumimu”. Semakin Abu Nida mempercepat Rifa’h semakin mengelinjang, semakin tersingkap jilbab yang menutupi payudaranya, Abu menggigit pelan putingnya, perlahan pahanya melebar ke kiri ke kanan. Kontol Abu telah menggesek memek Rif’ah yang telah basah.

Memandang Rif’ah yang sudah terserang birahi membuat dada Abu seolah meledak, Abu Nida menaruh tangan di atas payudara akhwat cantik ini sementara tangan satunya membantu kontolnya untuk menggosok vagina Rif’ah. Perlahan kontol Abu mendesak masuk ke memek Rif’ah, perlahan namun pasti pahanya semakin dilebarkan. ”Abuuu..…trus….abuuu…..”, antara nafsu dan janji berlahan kata hati Abu Nida menguasai pikirannya. Abu Nida melambatkan gesekan mencabut ujung kontol dari memek Rif’ah, Abu Nida menghempaskan tubuh ke samping Rif’ah. Perlahan Rif’ah membuka mata. ” Kenapa Abuu? Aku sudah hampir nyampe? Nggak enak?”, “Tidak, maafkan aku. Aku hampir merengut kesucianmu”. ”Hah? Kenapa berhenti Abuu”. ” Aku juga sering mengagumi, dik Rif’ah”.

Tiba-tiba Rif’ah memeluk Abu,” Kau sungguh laki-laki yang menepati janji. Ijinkan ana melayani antum Abuu…”, lalu Rif’ah menaiki tubuh abu nida. ”Aku juga kan menggesek pahaku, abuuu”. Perlahan tapi pasti kontol Abu Nida bergesekan dengan klitorisnya, kontol abu nida ditindih dengan rapat dengan posisi horisontal. Kontol Abu Nida perlahan menjadi basah oleh lendir kewanitaan akhwat cantik ini, dengan menggunakan jari kanan Abu Nida meraba klitorisnya yang menyebabkan lubang kenikmatannya mundur ke belakang sehingga tepat di atas kontol Abu. Rangsangan jari Abu Nida ini membuat Rif’ah menggeleng-gelengkan kepala, tampak jilbab yang dikenakan menjadi longgar sehingga membuat rambutnya menyembul, tangan Abu Nida meraih puting susu akhwat cantik ini yang tampaknya dia semakin terangsang, dia menempatkan payudaranya tepat di mulut Abu dengan sekali gerakan k Abu Nida meraih puting kirinya, dengan bibir digigit pelan-pelan dan dikulum dengan buasnya. Perlahan tangan Abu berpindah menarik punggungnya agar dada akhwat cantik ini dirapatkan ke dadanya, rasa hangat menerpa dada Abu keringat mereka saling menyatu.

Abu Nida menempatkan kontol ke posisi vertikal. Rif’ah kemudian mengesek naik turun kontol Abu Nida yang sudah berada tepat di belahan memeknya. Bibir Abu Nida menggigit lembut pundak akhwat cantik ini dan tangannya mengelus pantat bulatnya, Abu Nida menarik keluar sebagian labia mayoranya hingga menggesek kontolnya. Wajah horny Rif’ah sungguh luar biasa, jilbabnya sudah melorot ke lehernya, matanya membeliak tiap kali jari Abu menusuk-nusuk memeknya, tubuhnya beringsut mundur sehingga kepala kontol Abu Nida masuk ke dalam vaginanya yang telah banjir oleh lendir cintanya. Lidah mereka saling bertautan, nafas mereka semakin memburu. Kepala kontol Abu Nida tenggelam di gerbang vagina Rif’ah, tempo gesekan semakin cepat. Saat separuh batang Abu Nida hampir masuk ada suatu lapisan liat yang menghalangi, Abu Nida merasa itu adalah selaput daranya. Abu Nida melihat Rif’ah tertunduk melihat kemaluannya dengan menggigit bibirnya. Abu Nida melihat seberkas keraguan, tapi di saat ujung topi baja kontol itu keluar dengan cepat Rif’ah memasukkan kembali sebatas penghalang. “ Miliki ana, Abuu…”.

Kemudian dengan menarik nafas panjang Rif’ah menaikkan tangannya di atas dada Abu, dengan gerakkan sedikit melengkung dimasukkan seluruh batang kontol abu hingga ke dasar vaginanya. ”bless…ach…abuuu, aku…..” tubuhnya langsung roboh ke tubuh abu. Abu Nida mengangkat pantat agar kontolnya tidak lepas dari vaginanya. Mereka terdiam sesaat, Rif’ah mengangkat wajahnya yang dihiasi senyum walaupun ada air mata di sudut matanya.” Perih Abu, sakit”, ”Iiya dek,nanti coba digesek pelan-pelan”. Perlahan Rif’ah mulai menaikan pantatnya. ”Sssssshhhhhh……Abuu….”, kemudian tubuhnya diangkat ke atas dengan hanya bertumpu pada lututnya.” Coba jongkok ukhti Rif’ah, biar Abu lihat”. Rif’ah berjongkok dengan kontol Abu yang masih tersarung di memeknya, Abu melihat darah merah mengalir di sela-sela kontolnya. ”Sssshhhhtttt…ah…abuu, aku ngilu”, sambil mangangkat pantatnya. Abu Nida menahan pinggul akhwat yang sintal itu agar kontolnya tidak lepas dari vaginanya. “Abu…abuu…abuu…ouch” kontol abu keluar masuk dengan lancar, tiap kali ditarik vaginanya seolah ikut tertarik.

Rasanya kontol Abu Nida dipilin-pilin oleh memeknya diurut lubang peret dari perawan Rif’ah. Lubang yang sempit itu lama kelamaan semakin menjepit kontol Abu Nida seiring dengan makin terangsangnya Rif’ah. Lututnya kembali diturunkan, jembut mereka menyatu. Tangan Abu aktif meremas dan memilin puting akhwat cantik ini. Gesekan yang dirasakan kontol Abu Nida keluar masuk vagina Rif’ah semakin terasa ditambah denyut-denyut di dalam memeknya tiap kali Rif’ah memasukkan kontol abu, aAbu Nida mengangkat pantat dan pinggul agar penetrasi semakin dalam.

” Abu ana mau nyampe…”, “iya ukhti kita sama-sama, di dalam apa di luar?” Rif’ah tidak menjawab ia hanya menggeram nikmat, abu juga merasakan ujung kenikmatannya akan keluar. “Ooch…ah…..uh…” nafasnya semakin pendek-pendek dan berat. ”Ukhty Rif’ah, Abu juga mau nyampe” digigitnya bibirnya seolah menahan kenikmatan. Akhirnya tidak lama lahar Abu sudah mendesak keluar. ” Ukhty ….. Abu nyampe…….ah….” dengan kerasnya Abu Nida mengangkat pantatnya, laharnya menyembur memenuhi lorongnya., Rif’ah masih bergoyang di atas kontok abu.

“Abuuu…aku juga…..” Tiga goyangan Rif’ah mengejan di atas tubuh Abu, Abu merasakan tubuh akhwat cantik ini melengkung dan kepalanya mendongak kemudian turun cepat ke dada abu, tangannya memeluk tubuh abu dan kukunya menancap di punggung abu, dada mereka saling menempel hingga Abu Nida merasakan detak jantungnya yang cepat. Kontol Abu Nida serasa diurut-urut oleh vagina akhwat cantik ini, tangan abu memeluk tubuhnya erat, 10 detik dia terdiam diiringi helaan nafas yang memburu menyembur telinga abu. Setelah birahi melanda, keringat mereka saling melekat satu sama lain. Abu Nida membiarkan Rif’ah beristirahat di atas tubuhnya, tak lama kemudian kontol Abu Nida mengecil dan keluar dari vaginanya, serasa lendir mereka meleleh turun mengalir di sela paha dan membasahi sprei.

Rif’ah menggeser tubuhnya di sebelah Abu Nida dengan posisi miring dia memeluk. Tampak wajah cantik dan hidung yang mancung dipenuhi buliran keringat, Abu Nida mencium kening dan rambutnya. “Maafkan ana Ukhty Rif’ah”, “ Kita khilaf abuu, bagaimana kalau ana hamil abuuu?”, “ Kamu jadwal mens kapan?”, “ 3 hari yang lalu aku selesai mens, abuu”, ”oh berarti ngak bakal hamil, karena anti blom subur”

Abu Nida lega mendengar hal itu. Lima menit kemudian Rif’ah bangkit dan berjalan menuju kamar mandi, Abu Nida mengamati jalannya agak mengkangkang dengan sekali-kali tangannya mengusap selangkangannya. Abu Nida kemudian melepas sprei yang bernoda darah dan bercampur dengan spermanya sendiri, agar Ummu Nida istrinya tidak mengetahui kejadian barusan. Setelah 10 menit Rif’ah kembali ke kamar dengan keadaan jilbab yang terpasang rapi dengan tubuh yang masih telanjang.

”Abu kok kayaknya di selangkangan ana kok masih ada yang nyangkut? Terus labia mayoraku kok tambah lebar?”, tanyanya lugu ke Abu Nida. “Biasa kalau pertama ML, masih peret berarti” sambil tangan Abu Nida mengusap klitorisnya. Plak, tangannya memukul punggung Abu “ Abu jangan, aku geli. Khan udahan. Mana bra dan cd ku abuus?” MerekaKami mencari bra dan celana dalam Rif’ah yang terselip di sprei yang dibereskan Abu Nida tadi. Cukup lama mereka mencarinya, dengan tubuh yang bugil dan hanya mengenakan jilbab saja Rif’ah berjongkok di atas kasur melihat barangkali dalamannya jatuh ke samping tempat tidur. Pantatnya menungging ke arah Abu memperlihatkan belahan memeknya yang masih segar kemerahan, tak terasa kontol Abu Nida mulai bangun lagi. Abu Nida mencengkram pantat yang padat itu, lalu menjilat memek merahnya. “Abu ini apaan sih? Geli abu” . Rif’ah hanya menggoyangkan pantatnya. Di bawah sinar lampu tampak memeknya yang mengkilap kemerahan karena ludah abu. Tubuh Abu Nida menyusup di antara tubuh akhwat cantik ini, Abu mengambil posisi 69. “Ayo ukhty Rif’ah, kontokku jangan cm dilihat”, ” iya abuu…” bibirnya dengan cepat telah mengulum kontol abu, lidah abu mengaduk-aduk vaginanya sekali-kali mampir ke anusnya.

Pantatnya kian diturunkan ke wajah abu, digoyangkannya naik turun. Klirorisnya digosok Abu Nida dan dipiln dengan jari sambil sekali disedot dan digigit kecil. Tampak labia mayora yang semakin lebar ditarik kanan kiri, Rif’ah semakin mengelinjang. Semakin terangsang semakin melengkung tubuhnya mulutnya tidak berhenti menyedot kontol abu. “ Abuuu…..ah…..abuuu……” lepas mulutnya dari kontol Abu Nida, dijilati pula kedua pelir abu. Tubuh Abu Nida beringsut mengambil posisi doggy style, Abu Nida menggosokkan kontol ke klitoris akhwat cantik ini “Aaaaaah….geli abuu…”, ”Eeenak, sayang?” tangan Abu menggosok klitorisnya yang sudah basah sambil mengarahkan kontol ke lubang memeknya. ”Eeeemmmh….enak Abu. Aku diapain sihh…..?”

Abu Nida menjawab dengan memasukkan kontol ke dalam memeknya, seperti pertama tadi rasanya ada sesuatu yang menahan penetrasi kontilnya. Bles….Abu Nida menunduk mencium punggungnya yang sudah berkeringat, rasa asin menerpa lidah mneyusuri punggung putih itu hingga leher jenjangnya. ”Aaaau…abuuu”. Tangan Abu aktif meremas-remas susunya, Rif’ah semakin beringsut mendorong pantatnya ke belakang. Abu Nida menarik kontol dari vaginanya, plok,plok….setiap kali ujung kontol Abu Nida masuk ke vagina akhwat cantik ini seolah udara dipompa keluar dari lubang memeknya. ”Aduh abuuu, pelan dong …masih perih”tubuhnya gemetaran menahan antara sakit dan nikmat. Abu Nida membuka lebar pantatnya semakin dalam kontol memasuki tubuh akhwat cantik ini, akhirnya tubuhnya melengkung menyebabkan pantatnya semakin menungging.

Dada Abu Nida penuh sesak dan bergemuruh antara merasakan kenikmatan di kontol dan melihat punggungnya yang berkeringat mengkilap diterpa cahaya, sungguh pemandangan yang eksostik. Abu Nida terus menambah kecepatan ayunan pantatnya, karena tadi abu sudah keluar kontolnya menjadi perkasa untuk ronde kali ini.

“Aaaaah…uh…abuuu aana mau dapet, abuuu”, ”iya sayang…” hujaman kontol Abu Nida semakin cepat pada hujaman sepuluh tubuh Rif’ah mengejan bergetar. ”Abuuu…ahhc…aku dapet”, Abu Nida menarik pinggulnya agar merapat ke kontol, kedutan-kedutan vaginanya menerpa permukaan topi baja kontol abu nida. Kepala akhwat cantik ini rubuh ke kasur, tangan abu menggosok klitorisnya. Kembali lelehan lendirnya membasahi jembut. Abu Nida membalikkan tubuh akhwat cantik yang putih bersih tanpa cacat, tubuh yang selalu tertutupi oleh jubah dan jilbab panjang itu kini terlentang pasrah di hadapan Abu. Abu Nida membuka paha akhwat cantik ini, menggesekkan kontol ke anusnya. Rif’ah menggelinjang, kakinya diangkat ke atas. Abu menarik pinggulnya ke arah kontolnya, lubang yang telah basah itu seolah menarik penis untuk masuk ke dalamnya. Abu Nida mengangkat kaki akhwat cantik ini di atas pundaknya, menciumi dan menjilati betisnya. Payudaranya yang besar dan bulat kenceng itu bergoyang berputar setiap kali abu menghentakkan selangkangannya, abu memilin-milin klitroris akhwat cantik ini. Kepalanya menggeleng-geleng, jilbab yang dikenakan mulai terbuka lagi. Abu Nida menaruh kakinya menindih kakinya yang lain, kontolnya tetap tidak terlepas. Penetrasi dari samping semakin menjadikan vaginanya sempit.

”Aaaaahhhh abu, sempit abuuu…” dari samping pula abu melihat payudaranya menjadi mngancung dan berayun-ayun. Abu Nida menarik tangannya agar penetrasiku semakin dalam. Ketiaknya yang bersih tanpa bulu dicium dan membuat Rif’ah semakin tenggelam dalam birahinya. “Abu cium ana dong…” bibir bawahnya memerah karena seringkali digigit tiap kali ujung kontol abu mentok di rahimnya, abu pun membungkukkan badannya dan meraih bibirnya sementara tangan kanannya menaikan tenggkuknya. Abu Nida menekan pahanya untuk membuat penetrasi semakin dalam” Aaaah abuuu….mentok abuu””enak?” “He…em” gumannya.

Setelah 15 menit dalam posisi yang sama kedutan dalam vaginanya kembali muncul, penis Abu Nida menjadi sangat tegang, dibayangi oleh wajah berjilbab dan susu yang bergoyang menjadikan abu nida tidak mampu lagi menahan ejakulasi.”Ukhty Rif’ah ane mau nyampe….”,”nyampe aja abuu, anaa bentar lagi”. Abu Nida menggeram dan melepaskan tembakan ke dalam rahim akhwat cantik ini. ”Ooooh…dik Rif’ah, aku nyampe” Abu Nida menghujamkan dalam-dalam kontolnya hingga mentok ke rahim akhwat cantik ini.

”Abuu…aku nyampe”, tubuhnya beringsut tangannya menegang hingga hampir terlepas dari cengkraman abu. Ketika semprotan Abu Nida selesai dia menindih tubuh Rif’ah, keringat abu sekali lagi menyatu dalam keringat Rf’ah. Abu Nida mencium bibir akhwat cantik ini, hidungnya dan pipinya. Rif’ah tersenyum manis. ”Aaaah abu ini nakal aana tadi khan udah mandi”, Ya sono mandi lagi”, ” Aaaah males abuu, rasanya lemas banget ana mau tiduran di sini dulu”. ”Jangan dik Rif’ah, Ummu Nida pulang berabe”, ” TApi lemas Abuuu”.

Akhirnya dengan bantuan Abu Nida, Rif’ah dibimbing ke kamar mandi, sebelum masuk Abu Nida sempat memasukkan jari ke vagina akhwat cantik itu tapi ditepis sama tangannya. Tapi sesudah kejadian itu mereka sering mengulangi kapan saja ada kesempatan. Rif’ah sendiri nampak tidak keberatan jadi istri kedua Abu Nida…..

MIRZA

Hingga hari ini, aku masih diliputi perasaan senang bercampur takut. Ini semua mengenai misteri yang mencakup seputar  kehamilanku. Atau  bisa juga dikatakan tentang hubungan seks dengan suamiku.
Sebelum menceritakan pengalamanku ini, sebaiknya aku ceritakan sekilas tentang latar belakangku. Panggil saja aku Mirza, wanita berusia 30 tahun. Sudah menikah  selama 6 tahun, dan memiliki anak yang masih berusia  6 bulan. Lucu dan imut  banget.
Aku mantan  guru sekolah dasar, tapi sekarang ini aku  mengabdikan diri  seutuhnya  untuk mengurus anak dan rumah tangga. Aku lahir di kota Yogya,  dan dibesarkan dalam keluarga yang  religius. Sehari-hari aku berjilbab,  Penampilanku anggun dengan tubuh padat berisi yang selalu terbungkus gamis panjang dan jilbab lebar, semakin menambah kecantikanku. Tubuhku yang montok kadang tercetak jelas di balik kain jilbabku. Meski cenderung alim, namun di balik semua itu, aku tetaplah seorang wanita yang punya hasrat, nafsu, dan gejolak birahi yang siap menyerang kapanpun dan dimanapun.
Suamiku  sendiri juga pria Jawa, berusia 5 tahun lebih tua, dan merupakan pengusaha yang cukup sukses. Karena faktor pekerjaannya pula, dia sering keluar  kota sehingga tidak setiap hari suamiku berada di rumah. Kami jadi jarang bertemu.
Dalam 5 tahun pernikahan, sebenarnya kami ingin cepat-cepat punya momongan, tetapi kenyataan berbicara lain. Ada beberapa faktor yang menghambat. Diantaranya yaitu suamiku sering keluar kota untuk urusan bisnisnya. Disamping itu, ada satu permasalahan yang begitu mengganggu. Yaitu suamiku mengalami problem ejakulasi dini ( cepat keluar saat bercinta ).
Memang hal ini begitu mengganggu di dalam bercinta. Suamiku tidak bisa bertahan lebih dari 2 atau 3 menit. Kami sudah berusaha lewat berbagai cara, namun tidak begitu banyak menolong. Mulai latihan senam pernafasan, mengatur  makanan, berobat ke dokter, dan bahkan lewat pengobatan tradisional.
Disamping itu,  suamiku agak tertutup dalam soal seks, sehingga lama-lama menjadi minder. Asalkan aku tidak banyak menuntut, sepertinya dia menerima kenyataan.  Suamiku sepertinya juga tidak begitu menaruh perhatian banyak dalam urusan seks.
Sedangkan aku orangnya lain.  Justru aku banyak membaca artikel dan menambah pengetahuan mengenai hubungan seks. Saat masih gadis aku tidak pernah melakukan masturbasi. Karena menurut agama merupakan sikap yang tidak terpuji dan dosa.
Disaat menikah, aku juga tidak begitu  menikmati hubungan seks yang optimal. Walau suamiku sudah berusaha melakukan foreplay yang cukup, tetap saja aku tidak pernah merasakan orgasme. Karena aku sering sharing dengan sahabatku yang katanya bisa mendapatkan orgasme berkali-kali, maka rasa penasaranku menjadi semakin meningkat.
Aku dianjurkan bermasturbasi olehnya, kalo sedang sendiri. Karena bisa rileks dan lebih nyaman katanya. Hasilnya memang seperti yang dikatakan sahabatku itu. Aku memang bisa mendapatkan orgasme. Tetapi aku selalu diliputi perasaan bersalah, sehingga jadinya tidak sering aku lakukan.
Pada suatu hari, suamiku  pulang dari urusan bisnis di pulau Bali. Disana dia menyempatkan jalan-jalan ke  Ubud, suatu desa tempat seniman-seniman menghasilkan karya seni. Suamiku  membeli sebuah lukisan; gambar tentang seorang wanita telanjang yang ditemani oleh kucing. Lukisan  ini ia taruh di kamar tidur. Jika kita rebahan di ranjang, maka mata kita akan langsung menatap lukisan ini.
Aku selalu menyiapkan segalanya kalo suamiku pulang. Biasanya suamiku  kuanjurkan mandi yang bersih, kemudian ngobrol sambil  menikmati minuman segar, dengan cemilan ringan tentunya.  Dan tanpa disuruh, aku biasanya memijitinya. Sudah menjadi ritual, aku menggunakan baju yang ’enak dipandang’ suami.
Saat itu aku mengenakan baju tidur tipis berbentuk jubah yang diikat tali di bagian pinggang sehingga sedikit memamerkan bagian paha yang aku kira cukup untuk membuat suamiku menelan air liurnya. Selain memamerkan paha, belahan dadaku juga terbuka. Suamiku pasti tahu kalau saat itu aku tidak mengenakan bra sama sekali. Untuk daleman, aku mengenakan CD tipis berwarna pink.
Aku mulai memijit suamiku.
”Aduh, enak banget pijitannya, Ma.“ dari caranya berbicara, aku dapat menilai kalau dia sudah horny berdekatan dengan diriku.
“Idih, belum juga punya anak, udah dipanggil mama,” kataku menggodanya. Kutumpangkan kaki kiriku ke kaki kanan sehingga bagian bawah gaunku sedikit tertarik ke atas, membuat pahaku semakin jelas terlihat.
”Yaa,  semuanya kita serahkan saja sama yang Maha Kuasa,” celetuknya gugup sambil menatap pahaku yang terlihat sangat mulus sekali. “Tapi emang bener, enak banget kok pijitannya,“ tambahnya lagi. Dia mencoba untuk memperbanyak omongan karena dia masih ingin duduk di dekatku yang mengeluarkan bau sangat harum.
”Siapa dulu dong yang mijit. “ aku menurunkan kaki dan mengambil minuman di meja dengan setengah membungkuk. Kumajukan sedikit tubuhku sehingga gaunku yang belahan dadanya sangat rendah jadi bisa memamerkan tetekku yang tidak memakai beha.
“Iya deh, percaya.” kata suamiku. Aku tahu persis jika saat itu dia begitu terpesona dengan tetek yang menantang di dadaku ini. ”Kita ke kamar, yuk?” ajaknya kemudian sambil tangannya mencupit pinggulku.
Aku hanya tersenyum kecil sambil mengerlingkan mata. “Emang tidak mau makan dulu?“ tanyaku saat dengan cepat dia membopongku ke  kamar tidur.
“Ah, nanti sajalah, ” jawabnya pendek.
Ketika aku direbahkan di atas kasur, mataku langsung menatap lukisan wanita telanjang yang ditemani oleh kucing tersebut. Demikian juga dengan suamiku. Saat itulah, tiba-tiba terjadi keanehan. Suamiku seperti menggerak-gerakkan kepalanya, matanya nanar menatapku dengan pandangan sayu. Dia lekas melepas t-shirt dan celana pendeknya. Dan terlihatlah mister P-nya yang sudah sangat menegang panjang.
Padahal rencananya aku mau memijitnya, malah saat itu aku yang dipijitnya. Sambil memijit, dia memuji dan mencumbui seluruh bagian tubuhku. Hal  seperti ini belum pernah dia lakukan sebelumnya.
”Ahh, Mas!” rintihku saat mulai merasa kegelian, badanku menggeliat dan kedua tanganku yang memegang sandaran tempat tidur jadi mencengkram erat sekali. Sementara suamiku terus asyik meraba ketiakku sambil mulai mendekati tetekku yang sebelah kanan.
”Nggak apa-apa, Ma… santai aja.” katanya sambil terus mengelus-elus ketiak kananku dan mulai melebar hingga mencapai pinggiran tetekku yang bulat besar.
”Udah, Mas, gelii…” badanku mulai melenting-lenting ke depan sehingga kedua tetekku yang berukuran 34B ini semakin tampak menantang indah.
”Kan belum dijilat, Ma… masa mau udahan?” balasnya dengan nakal.
Apa! Menjilat? Tidak biasanya dia berbuat seperti ini. Tangan kiriku segera berusaha mendorong tangannya yang masih berada di sekitar ketiak dan pinggiran tetek. ”Udah ah, geli… aku nggak tahan!” kataku.
Kemudian suamiku mengubah posisi; sekarang dia ganti menjilati ketiakku sampai pinggiran tetekku yang masih berlapiskan gaun satin tipis dan memainkan lidahnya di sana.
”Mas, udah dong… aku kegelian nih.” rintihku semakin menggelinjang.
Tapi bukannya berhenti, tangan kanannya yang sedang asyik mengelus-elus ketiak kiriku mulai bergerak semakin ke tengah hingga sampai di bulatan tetekku yang sebelah kiri, dan tanpa membuang-buang waktu langsung meremas-remasnya lembut.
”Hihi… udah ah!” aku tertawa menahan rasa geli yang teramat sangat sambil tangan kananku meremas-remas rambutnya yang licin.
Suamiku yang tampaknya tahu kalau aku mulai terangsang, tangannya semakin liar meremas-remas di kedua tetekku, terkadang juga memainkan putingku dari luar gaun satinku.
”Ohh, Mas… ampun… jangan diterusin… aku nggak tahan!” kata-kataku mulai terbata-terbata menahan rasa tegang yang mulai mengalir ke ubun-ubun.
”Semakin geli semakin nikmat, Ma…” katanya dengan tangan masih memainkan kedua putingku, dan mulutnya mulai bergerak semakin mendekat ke arah tetek kananku. Dia mulai membuka ikatan gaunku yang berada di pinggang agar mulutnya dapat melahap dengan bebas kedua tetekku yang tidak memakai BH. Setelah gaunku merosot hingga ke perut, mulutnya langsung mengulum habis tetek kananku yang terlihat putingnya berwarna merah kecoklatan.
”Ssh… kok kamu sekarang jadi pinter, Mas!” aku mulai mendesah keenakan, sementara lidah suamiku terus bergerak dengan lincah memainkan puting tetek kananku, sedangkan tangannya yang satunya meremas-remas lembut tetekku yang sebelah kiri. Setelah puas dengan tetekku yang kanan, mulutnya pindah ke tetek kiriku, sambil tetekku yang kanan dimainkan dengan tangan kirinya.
”Kenapa nggak dari dulu-dulu suka ngisep tetek seperti ini?” kupancing suamiku dengan kata-kata yang menggairahkan sambil kedua mataku terpejam rapat.
”Nggak tahu, tiba-tiba pengen nyusu aja!” dia semakin kuat menyedot-nyedot tetek kiriku.
”Ahh…” aku merintih, tak sanggup untuk berkata lagi. Kedua tanganku meremas-remas rambutnya yang terasa sangat licin karena minyak. Sekarang tangan suamiku berpindah meraba dari perut sampai ke bagian bawah baju tidurku yang sudah tersingkap kemana-mana. Dia mengelus-elus terus paha kananku yang bagian dalam, sedangkan mulutnya tidak pernah diam untuk memainkan tetek kiriku.
”Kalau mau main, cepat lakukan, Mas… aku udah nggak tahan nih! Mmh…” kuregangkan kedua pahaku sehingga terbuka semakin lebar, menampakkan lubang senggamaku yang masih berlapis cd tipis, tapi sudah nampak basah tepat di bagian tengahnya.
”Belum, aku masih ingin mencicipi tubuhmu…” kata suamiku, tangannya semakin bergerak ke atas sehingga menyentuh celana dalamku, lalu mengusapnya dengan begitu lembut.
”Ssh… ohh… s-sudah, Mas! Mmhh…” rintihku sambil terpejam nikmat.
Tangan suamiku terus mengelus-elus lembut diatas cd miniku yang semakin basah memerah. Kadang ia mengelus-elus, kadang juga sedikit menekan-menekan pas berada diatas memekku yang berjembut lebat sehingga cd-ku tidak dapat lagi menutupinya. Jembutku yang menyeruak kemana-mana sesekali juga terkena usapannya. Oh, terasa sangat enak dan nikmat sekali.
Apalagi saat suamiku bertindak semakin berani; bukan hanya tangan, tetapi jari-jarinya sekarang dimasukkan ke dalam celana dalamku agar bisa menyentuh langsung bibir memekku yang memanas karena basah.
”Shh, Mas… kumohon… mhh… kalau mau entotin aku, lakukan SEKARANG!!” aku berteriak saking tidak dapat menahan rangsangan.
”Ok, Ma…” suamiku mengangguk. Ia mulai menarik celana dalam yang kukenakan hingga terlepas, tapi tetap membiarkan baju tidur menyelimuti tubuh mulusku. Posisiku saat itu masih bersandar di tempat tidur dengan pakaian yang sudah tidak karuan lagi. Suamiku menatap kawahku yang sudah amat sangat basah dan mencium bau harum ciri khas memek yang sedang terangsang.
Saat itulah, aku begitu kaget ketika tiba-tiba muncul seekor kucing yang berdiri di jendela yang tidak tertutup rapat. Anehnya, kucing ini sama persis seperti kucing yang ada di dalam lukisan. Kucing itu kemudian  meloncat masuk ke dalam kamar dan berdiri di sudut ruangan sambil memandang kami yang sedang bercinta.
”Mas, ada kucing!” aku  bilang ke suamiku, tetapi dia sama sekali tidak menghiraukan.
”Emang kenapa? Mungkin dia kepingin lihat kita, hehe…” suamiku tertawa dan mulutnya mulai menciumi paha dan sekujur kakiku hingga akhirnya masuk ke terminal utama, yaitu lubang senggamaku. Lidahnya langsung menyentuh pinggiran memekku.
”Aahh,” aku berteriak sambil menggeliat. Pikiran tentang si kucing langsung hilang sudah.
Suamiku mulai menjilati memekku dari bagian pinggir. Tanganku menarik kepalanya agar semakin dalam terbenam di selangkanganku. Sesekali mulutnya menyedot-nyedot bagian dalam liang memekku.
”Aah, Mas… enak!” aku merintih. Kuremas rambutnya dengan dua tangan saat lidahnya mulai bermain di itilku yang sudah membesar tajam sambil sesekali menghisap dan terkadang menyedot-nyedotnya ringan.
”Ahh, Mas… terusin… ahh… cepat!” Badanku menggeliat-menggeliat tidak karuan kesana kemari. Lidahnya terus bermain di dalam memekku, kedua tangannya juga mengangkat kedua kakiku agar mudah lidahnya menjilati setiap bagian dari memekku. Dia terus bermain disana dengan begitu rakusnya.
”Terus, Mass…” aku semakin bernafsu karena selama ini aku belum pernah merasakan jilatan di memek. Suamiku terus menjilati memekku yang sudah basah sekali dari bawah ke atas, lalu balik lagi ke bawah, dan kembali ke atas. Begitu terus berulang-ulang sampai badanku bergetar dan kepalaku menggeleng terus ke kiri dan ke kanan, sedangkan pinggulku berputar-putar mengikuti irama jilatannya yang semakin lama menjadi semakin cepat.
”Mas, aku udah nggak tahan… oohh!” aku menjerit saat lidahnya menerobos masuk ke dalam memekku lalu ditarik lagi, itu terus dilakukannya berulang-ulang, dengan diselingi sedotan ke liang memekku.
Aku yang tidak kuat menahan kenikmatan ini akhirnya menjepitkan kedua kakiku ke kepalanya dan tanganku menggapai langit-langit yang tidak bisa kuraih, sedangkan badanku membusung jauh ke depan. Aku lalui orgasme yang pertama sepanjang hidupku ini dengan teramat sangat indahnya, seperti melambungkan diriku ke impian yang selama ini tidak pernah kudapatkan. Semburan demi semburan terus keluar dari tubuhku, membuatku terus berkelojotan dan berkedut-kedut ringan.
Suamiku yang tahu kalau aku sudah orgasme, bukannya berhenti, malah semakin kuat menyedot-nyedot belahan memekku.
”Mas, ahh… ahh… oh enaknya…” Memekku terasa basah kuyup setelah orgasmeku yang begitu deras. Namun lidah suamiku ternyata belumlah berhenti untuk memainkan itilku, tangan kirinya terus meremes-meremes tetek kananku, sementara tubuhku masih tersandar di tempat tidur dengan gaun yang masih terpakai tapi sudah tersingkap kemana-mana.
”Cepet, Mas, kalau mau ngentot… mhh… mumpung punyaku sudah basah begini! Sshh…” aku meminta. Kedua pahaku masih berada di bahunya kiri dan kanan. Tangannya masih mengusap-mengusap memekku, kadang dia juga memainkan itilku dengan jari-jarinya.
Aku mencoba berdiri sehingga kepalanya terjepit di selangkanganku. Gaunku turun menutupi wajahnya, membuat bagian atas tubuhku tak berpenutup lagi. Payudaraku yang bulat besar terlihat menggantung dengan indahnya, yang langsung diremas-remas olehnya dengan dua tangan, membuatku kembali merintih dan menggelinjang suka.
Mulutnya sekarang pas berada di bawah memekku, dan dia memberikan sedotan yang sangat kuat. Aku langsung mencondongkan tubuh ke depan karena tidak kuat menahan sedotan itu, tapi tangan kananku menekan kepalanya yang tertutup baju tidurku. Suamiku mengulangi lagi sedotan itu, cuma yang sekarang jadi sasarannya adalah itilku yang merona tajam. Dan lagi-lagi, aku merintih keras sambil menekuk tubuh ke depan. Berkali-kali dia melakukan itu, dan berkali-kali pula aku tak tahan.
”Ahh, Mas… enak!” aku yang tidak kuat akhirnya menahan tubuh dengan kedua tangan di atas ranjang sehingga posisiku sekarang jadi setengah menungging. Lidah suamiku terus bergoyang menikmati itilku kiri dan kanan, sedangkan tangannya mengelus-elus bulatan payudaraku tiada henti.
”Entotin aku, Mas… aku udah nggak tahan!” jeritku setengah berteriak sambil mendesah kuat. Tangannya kini mengelus pusarku sambil mulutnya masih asyik bermain-main di belahan memekku.
”Buka celanamu, Mas… aku mau lihat kontolmu… shh.. ohh…” pintaku tak sabar ingin melihat benda yang selama ini tidak pernah bisa memuaskanku, yang anehnya kali ini kulihat begitu besar dan kuat.
”I-iya, Ma…” sambil terus mempermainkan memekku, suamiku sedikit mengangkat tubuhnya untuk membuka celana dalam. Dia langsung mengacungkan kontolnya yang sudah sejak tadi ngaceng keras ke depan mukaku.
Kulihat kontol yang begitu besar itu dengan penuh nafsu. Memekku rasanya sudah gatel sekali ingin dientot oleh kontol yang begitu perkasa tersebut. ”Duduk sini, Mas…” aku mencoba untuk meminta.
”Iya,” suamiku langsung duduk di sofa dengan kontolnya berdiri tegak seperti monas, tapi tangannya kembali menerobos masuk dari bagian bawah gaun satinku dan mulai mengelus-elus memekku lagi.
Aku langsung mengangkat baju tidurku dan berlutut di ranjang, di atas kontolnya. Jari tengah suamiku berusaha masuk menembus belahan memekku. Ia mengobok-obok sebentar isi memekku sebelum mengocoknya cepat tak lama kemudian hingga membuatku tak tahan. Dengan dua tangan aku menjerit dan bertumpu di bahunya.
”S-sudah, Mas… shh… ahh…” aku mendesah keenakan. Apalagi saat mulutnya ikut beraksi dengan mengulum kedua tetekku kuat-kuat, sambil tangannya terus bermain di dalam memekku.
”Aahh!!” aku memekik kalap, kubekap kepalanya hingga semakin terbenam di belahan tetekku. Mulutnya terus menyedot-nyedot lembut disana, sementara jari-jarinya yang nakal terus bermain di belahan memekku, membuatnya jadi semakin basah. Aku mencoba membalas dengan menggapai kontolnya lewat belakang pantat menggunakan tangan kiriku. Kuremas-remas kontol yang gede dan hitam itu dengan penuh nafsu.
”Ahh… pelan-pelan dong, Sayang!” suamiku yang keenakan semakin kuat mengobok-obok memekku sambil memainkan itilku.
”Sshh… s-sudah,  cepat masukin, Mas… aku mau kontolmu!” pintaku semakin tidak sabar.
“Iya, sayang…” suamiku mulai naik sedikit agar kontolnya bisa masuk ke dalam memekku. Di sebelah kami, si kucing mengeong, tapi suamiku terus mendekapku dan  terus melakukan panetrasinya.
”Achh…” aku merasakan kepala kontolnya masuk dan ditarik kembali. Dia memain-mainkan kontolnya di atas memekku dulu, ujungnya yang tumpul sengaja disentuh-sentuhkan ke itilku yang sudah sangat kaku dan sensitif.
“Masukin, Mas!! Oohh…” aku menjerit, memekku terasa semakin gatal dan aku menjadi binal dibuatnya.
“Iya,” suamiku kembali memasukan setengahnya, lalu diputar-diputar sebentar sebelum ditarik lagi.
“Masukin, Mas!” aku semakin berteriak tak sabar.
“Seret, Ma.. punya kamu sempit banget sih.” kata suamiku.
”Ahh… biar! Teruskan aja… ahh… uhh…” aku sendiri semakin meracau tak karuan, tidak kuat menahan kontol yang sekarang jadi begitu besar hingga jadi sangat sesak saat masuk ke dalam belahan memekku. Aku langsung melampiaskan dengan mengulum bibirnya kuat-kuat sambil meremas-remas rambutnya hingga jadi acak-acakan.
Suamiku langsung menekan kontolnya lagi dan bless…
”Mmhh…” aku kembali bergumam menikmati sodokan kontolnya yang begitu nikmat.
”Aduh! Enak banget memek kamu, Sayang…” suamiku ikut berteriak penuh kenikmatan karena ini yang pertama kali baginya bisa ngentotin aku begitu lama. Biasanya kan 2 – 3 menit sudah selesai.
”Aah… enak!” kembali kukulum bibirnya, tapi kali ini dengan lembut dan begitu mesra.
Suamiku menarik pelan-pelan kontolnya, lalu mendorong lagi. Sedangkan lidahnya bermain di mulutku. Terkadang dia bergerak memutar pantatnya agar kontolnya ikut bergoyang di dalam memekku. Aku mengimbangi putaran itu dengan menggerakkan pinggulku berlawanan arah. Jadilah kemaluan kami saling menggesek dan memilin nikmat
”Mas, shh…” aku mendesis merasakan kontolnya yang begitu penuh berputar-putar di dalam liang memekku. Suamiku terus bergoyang ke kanan dan ke kiri
sambil memaju-mundurkan pantatnya semakin cepat.
”Sshh… enak banget, Sayang… terus!” erangnya karena aku menggoyangkan pinggul maju-mundur, atau kadang berputar sambil memainkan otot-otot liat di dinding memekku.
”Sshh… Mas… mhh…” aku ikut merintih.
”Ahh… terus, Sayang… enak!” suamiku rupanya sangat ketagihan dengan permainan memek yang kulakukan. Sambil tangannya meremas-remas tetekku, atau kadang sambil memainkan putingnya, ia mengimbangi goyanganku.
”Terus, Mas… kontol kamu enak! Sshh…” aku jadi ikut ketagihan dibuatnya, kukulum bibirnya begitu mesra sambil kusedot-sedot lidahnya. Suamiku yang tak ingin kalah, ikut menyedot lidahku juga, sementara tangannya masih menempel di putingku dan memainkannya dengan jari-jarinya yang kasar.
Aku bergerak naik turun semakin cepat karena memekku sudah basah sekali sehingga jalan keluar masuk kontolnya menjadi begitu lancar. ”Ayo, Mas… cepet keluarin! Hhss…” aku meminta. Tidak biasanya aku begini. Yang sering itu suamiku moncrot duluan, bahkan sebelum aku merasa nikmat. Tapi sekarang…
Aku malah sudah berada di titik pendakian, sementara dia tampak masih tenang-tenang saja. Berteriak-teriak penuh kenikmatan, kuangkat kedua tanganku ke atas untuk meremas-remas rambutku sendiri. Sementara suamiku meremas-remas kuat bulatan tetekku karena tahu kalau aku akan segera keluar.
”Ahh… enak, Mas… enak sekali!” aku bergerak naik turun dan memutar pinggul semakin gila. Dia ikut terbawa dengan menggerakkan pantatnya liar.
”Kita keluar bareng, Mas… shh!” aku merasakan nafsu sekali sehingga sudah
tidak kuat menahan detik-detik yang teramat sangat indah selama hidupku itu.
”I-iya, Sayang…” sahutnya.
Kutekan kuat-kuat memekku ke bawah dan menggesekkannya maju mundur dengan begitu cepat di batang kontolnya. Kedua tanganku terus meremas-remas rambutku sendiri sehingga jadi sangat berantakan. Tapi anehnya, meski permainanku sudah begitu hot, namun nampaknya suamiku tidak cepat ejakulasi. Dia terus bertahan, dan terus memompa hingga membuatku makin kelojotan tak karuan. Dan akhirnya, akupun kalah.
Aku orgasme. Cairanku meledak keras sambil tubuhku mengejang-ngejang ringan merasakan nikmat yang begitu hebat itu. Belum pernah aku merasakannya, dan sekali dapat, langsung begini nikmat. Oh, sungguh sangat beruntung sekali. Sementara suamiku seperti pria yang kesurupan, dengan tidak mengenal lelah ia terus menyetubuhiku.
”Ayo. Ma, kita main yang lebih nikmat!” ia meremas tetekku dan memainkan putingku dengan kedua jarinya sambil menjepit-menjepitnya gemas.
”Lakukan, Mas. Genjot terus tubuhku!” teriakku semakin binal sambil memutar-memutar kontolnya yang terbenam penuh di lorong memekku.
”Ahh… enak, Ma!” dia mulai menyedot-nyedot putingku bergantian.
”Cepet, Mas… semprot memekku dengan pejuhmu! Shh… aku udah nggak tahan nih!” teriakku semakin kencang, kemudian aku mengulum bibirnya dan menekan kepalanya sehingga semakin rapat ke arah wajahku.
”Tahan sebentar, Sayang.” suaranya kacau akibat bibirku yang mendekati bibirnya. Kami berciuman dan berpagutan dengan penuh nafsu sambil suamiku tak lepas memaju-mundurkan pantatnya, bahkan kadang bergoyang semakin kuat dan cepat.
Aku kembali melawan dengan memainkan otot-otot memekku sekuat tenaga agar dia lekas orgasme. Tubuhku terus menggeliat karena nikmat yang tiada tara ini. Kami bercinta dengan berbagai gaya yang belum pernah kami lakukan sebelumnya. Aku merasakan orgasme yang berulang-ulang. Karena kenikmatan dan perasaan bahagia, aku sampai meneteskan air mata saat bercinta.
”Terus, Sayang… ahhs… aku sudah mau keluar!” teriaknya yang sudah mulai kewalahan, tidak dapat menahan lagi orgasmenya lebih lama.
”Aahh…” kupenuhi permintaannya dengan bergoyang amat sangat liar dan akhirnya tubuhku kembali menggelepar-gelepar. ”Mas, aku mau keluar juga!” aku berbisik.
”Kita sama-sama, Sayang…” dia mengajak.
”Aah, Iya…” aku menyahut, dan meledak. Titik puncak itu dapat kuraih dengan begitu indahnya selama masa perkawinan kami. Tubuhku mengejat-mengejat sambil memeluk tubuh suamiku erat sekali. Anganku melayang jauh merasakan gelombang orgasme yang sedemikian hebat, yang belum pernah kurasakan sebelumnya dengan kontol ini.
”Ahhh…” suamiku ikut menyemprot dengan begitu kuat dan deras di dalam leiang memekku. Croot, croot, croot, begitu dia menyembur berulang-ulang.
”Aahhm…” aku kembali bergumam di alam mimpi yang indah ini.
Bibirnya mengecup bibirku yang ranum dan aku langsung mengulum bibirnya dengan liar sambil memeluknya. Tangannya mengelus tetekku lembut. ”Punya kamu enak sekali, Sayang!” bisiknya perlahan dengan napas yang masih terengah-engah.
”Sama! Aku puas sekali hari ini, Mas.” aku tersenyum dan berbisik di telinganya. Sambil tetap memeluk tubuhnya, kemudian kukecup bibirnya dengan begitu lembut dan mesra.
”Baru kali ini kita bercinta sehebat ini… kamu benar-benar hot sekali, Sayang… sungguh luar biasa!” jawabnya puas.
Tangan kananku memegangi pipinya. ”Mas juga! Bisa tahan lama begitu, aku jadi suka sekali!” kataku sambil memeluk erat tubuhnya seakan tidak ingin kehilangan dan mengecup keningnya.
Aku sempat melihat jam dinding sebelum tertidur. Astaga! Ternyata kami bercinta lebih dari 2 jam! Sungguh luar biasa. Pantas tubuhku jadi begini lelah. Di pojok ruangan, si kucing kembali mengeong sebelum menggulung tubuhnya menjadi lingkaran dan ikut tertidur pulas.
Keesokan harinya, ketika aku terjaga dari tidur, aku aku tidak menemukan kucing itu lagi. Aku bertanya dalam hati, apakah itu kucing liar yang sering ditemukan di dekat kuburan? Karena rumahku tidak jauh dari tempat pemakaman umum.  Aku segera bertanya kepada suami perihal kucing itu, tetapi dia bilang tidak melihatnya.
Tapi suamiku bilang kalau dia juga  merasakan keanehan saat bercinta tadi malam. Katanya kami seolah-olah dibawa melayang ke suatu tempat, dan bercinta di sebuah taman yang sangat indah. Dia melihat diriku begitu cantik seperti putri, yang tidak seperti sebelumnya. Karena itulah ia begitu bernafsu saat menyetubuhiku. Bahkan suamiku merasa badannya menjadi ringan dan tidak mengenal lelah, sehingga dia  ingin memuaskanku sepuas-puasnya.
Beberapa hari kemudian, aku secara kebetulan membaca artikel tentang seekor kucing. Saat itulah aku menjadi terkejut ketika membaca sejarah tentang kucing. Ternyata ribuan tahun sebelum masehi, kucing dianggap sebagai binatang suci di negeri Mesir. Dan bahkan jika meninggal dibuat mummi. Malah disamping Mummi raja Firaun, juga ditemukan mummi kucing kerajaan.
Kucing merupakan penjelmaan dari Dewi Kesuburan pada wanita,  yang  bernama Basted / Usbati atau Pesht, yang dipuja oleh orang-orang  Mesir. Sehingga orang yang membunuh kucing akan mendapatkan hukuman mati. Konon ada rombongan kereta tentara pasukan raja Firaun (Farau) yang secara tidak sengaja menabrak seekor kucing, dan  tentara tersebut langsung mendapatkan hukuman mati.
Kucing binatang suci  yang harus dilindungi. Dan jika ada kucing meninggal, maka  pemiliknya akan mencukur bulu alis matanya, sebagai tanda duka dan perkabungan. Kucing yang dalam  bahasa asingnya cat, merupakan serapan dari bahasa latin Felix Cattus, yang ditulis pertama kali oleh Rolladius, penulis asal Roma, pada abad ke-4 masehi.
Artikel yang nongol secara kebetulan. Anehnya, sejak malam itu kucing tersebut tidak pernah muncul lagi. Dan hebatnya, suamiku menjadi sembuh dari  gangguan ejakulasi dini. Bahkan dia menjadi bisa mengontrol ejakulasinya secara gampang. Kamipun bisa bercinta dengan leluasa, dan menggunakan berbagai variasi. Dan mulai saat itu aku  merasa gampang mendapatkan multi orgasme.
Empat minggu setelah seks yang ditunggui kucing tersebut, aku dinyatakan hamil. Ketika aku konsultasi ke dokter, beliau banyak menjelaskan masalah medis.
”Waduh, sejauh ini kok saya tidak pernah mendapatkan pasien, yang saat bercinta mendapatkan halusinasi melihat kucing ya…” kata dokter. ”Ibu waktu melakukan hubungan seks, tepat pada saat masa subur sehingga terjadi perubahan fisiologis, termasuk peningkatan libido.  Sehingga dipastikan pada malam  itu terjadi pembuahan sel telur oleh sperma di saluran telur,” katanya menambahkan.
“Lagian suami ibu sering keluar kota.  Jadi jika kebetulan ibu  pada masa subur, hal ini menjadi terlewatkan. Karena sel telur hanya mampu bertahan hidup dalam keadaan siap dibuai hanya selama 1 – 2 hari.  Ibu sudah lama menanti momongan, dan  hal  sekarang ini layak  disyukuri,” kata dokter sambil mengusap-usap stetoskop yang mengalung di lehernya.
Cerita diatas memang terasa aneh, karena  aku juga merasakan seperti itu. Namun terlepas dari semuanya, semua pasti ada hikmahnya.

ZURAIDA AND FRIENDS 3

hilda yulis - hijabers mom community (2)

“Cantik,,,sangat cantik,,,”
Mata Bu Sofie menyapu panorama dari ruang tak berbatas, matahari pagi memberi warna berkilauan pada ombak yang pagi itu sedikit lebih jinak. Wanita berambut ikal yang diikat keatas itu melepas sendalnya, berjalan menyambut ombak kecil yang dengan cepat menjilati jari-jari dan telapak kakinya.
“Aku ingin seperti ini selamanya,,,” gumam Bu Sofie pelan, merentang kedua tangan seolah ingin memeluk langit. bibir tersenyum bahagia, bahagia dengan kebebasan yang tengah dinikmatinya.
Lepas dari sorotan mata bengis para wanita sosialita, lepas dari segala macam barang branded puluhan juta. Tas versace, gaun dari desainer ternama, jam tangan hingga kalung dan cincin berlian yang selalu menjadi barometer kesuksesan para suami. Bu Sofie menggerak-gerakkan tangannya yang serasa begitu bebas tanpa mata berlian yang setiap hari menjepit erat aliran darah, yang terkadang membuat jari-jarinya kebas.
“Bebaaass,,,” gumamnya, tersenyum lepas, terbebas dari segala beban.
Bukan sekedar bebas dari rintih persaingan para srikandi borjuis, tapi juga bebas dari kritik tajam Pak Prabu yang sehari-hari tak kalah cerewet dengannya. Tak ada pula komentar miring dari suaminya saat mendapati pantat montoknya hanya dibalut kain pantai tipis, tanpa underwear. Bahkan beberapa kali tubuh montoknya dipeluk Dako dan Munaf dihadapan suaminya, tapi lelaki berkumis itu hanya tersenyum, seolah mengizinkan dirinya mencari bahagia ditempat itu. Bibir Bu Sofia tersenyum kecut, saat teringat tingkah suaminya yang pura-pura tidak melihat saat tubuh montoknya diseret Dako ke kaki sebuah tebing.

“Pemuda yang nakal,” kepala Bu Sofie menggeleng-geleng, coba mengingat bagaimana lelaki muda itu menggumuli dirinya dengan begitu buas di atas pasir pantai.
Teringat pula bagaimana serunya persaingan antara dirinya dan Aida saat berebut mengendarai batang Adit subuh tadi. “Keponakan geloo,,dikira pingsan beneran, ga taunya malah main kuda-kudaan sama Aida,” umpat Bu Sofie sambil tertawa.
Parahnya lagi, beberapa saat lalu, secara terang-terangan dirinya menawarkan tubuh montoknya kepada Arga, “Uuugghhh,,,dasar betina gatel,,,ga punya maluuu,,” Bu Sofie memaki dirinya sendiri, sambil tertawa kecil. Kakinya menendang gumpala ombak kecil.
“Ibu baik-baik aja kan Bu?,,,”
Tanya Mang Oyik yang heran melihat tingkah Bu Sofie yang tertawa sendiri.
“Ehh,,, iyaa,, baik,, Mang,,kenapa di sini lebih banyak batu karangnya dibanding pantai di depan cottage?,,”
Bu Sofie berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah, malu dengan tingkahnya sendiri, bertanya pada Mang Oyik, namun lelaki berambut kriwel itu mengangkat kedua pundaknya tanda tak tau.

Mata belo (baca: mata bola pingpong nya Bung Iwan Fals) yang dihias bulu mata lentik itu beralih menuyusuri bibir pantai. Tiba-tiba pandangannya beralih pada ATV yang masih diduduki Mang Oyik. “Mang,, ajarin saya nyetir ATV dong,,, kaya nya seru kalo bisa ngebut di pantai sepi begini,,” pinta Bu Sofie.
“Lhaa,, terus nyiapin peralatan game nya gimana Bu?,,” Mang Oyik menjawab pertanyaan bu Sofie dengan mata yang tak lepas dari payudara besar Bu Sofie yang dipastikan tidak mengenakan bra. “Gilaa,, pentilnya aja gede banget,,” gumam Mang Oyik penuh birahi.
“Kenapa Mang?,,,”
“Eenghh,, maksud saya,,, saya ga enak kalo mereka ke sini peralatan game belum siap,,,”
Kali ini mata Mang Oyik lebih beruntung, angin pantai begitu lihai meniup rok lebar Bu Sofie, hingga menampilkan pantat yang begitu montok.
“Itu gampang Mang,,lagian mereka masih lama ke sini,,kita aja yang terlalu pagi,, Ayolaaah, ajarin sayaaa,,,” rengek Bu Sofie, begitu acuh dengan kenakalan angin yang memanjakan mata Mang Oyik.
Mang Oyik meneguk ludah, saat Bu Sofia berbalik menghadapnya, memohon dengan gaya centil khas ABG, tak peduli dengan ulah angin yang berhasil menyingkap rok bagian depannya, hingga menampilkan gundukan vagina yang gemuk. Tangan Mang Oyik gemetar menyerahkan kunci, disambut tawa Bu Sofia yang sukses mengerjai lelaki berambut kriting itu.
“Ayo naik,, biar saya bonceng,” seru Bu Sofia yang sudah duduk manis mengangkangi ATV.
Dan ternyata,,, memang tidak sulit bagi Bu Sofia untuk menjinakkan ATV di atas pasir pantai, ulah ngebut Bu Sofie membuat membuat Mang Oyik sedikit terganggu menikmati tubuh dan paha mulus di depannya.
“Jangan terlalu ngebut Bu,,, pasir pantai bikin roda jadi liar lhoo,,apalagi kalo mau naik tanjakan bukit itu,,” seru Mang Oyik menunjuk bukit pasir yang menjauh dari bibir pantai, mencari-cari alasan agar dapat berpegangan pada pinggang yang sedikit berlemak.
Bu Sofia justru tertawa, menggeber gas semakin kencang. Namun tiba-tiba laju ATV mulai menurun saat Mang Oyik mengelusi paha. ATV Menaiki bukit pasir yang landai namun cukup tinggi dengan gas tertatih, akibat ulah Mang Oyik yang berhasil mengganggu konsentrasi wanita itu, hingga akhirnya kendaraan beroda 4 itu turun dengan sendirinya dari bukit.
“Mang,, kalo mamang takut jatuh, pegangan yang kenceng,,,” seru Bu Sofie, yang diamini mang Oyik, memindah telapak tangannya ke payudara besar Bu Sofia, dan meremasnya dengan kuat.
“Pegangan seperti ini Bu?,,,”
“Tidaaak,,, lebiiih kencaaang lagiii,,,” rintih Bu Sofie, menikmati kebrutalan tangan Mang Oyik. ATV terhenti ketika Mang Oyik berusaha menarik keluar sepasang payudara.
“Silahkan jalan lagi buu,,” bisik Mang Oyik, ditengah kekaguman, telapak tangannya yang kasar tak mampu sepenuhnya menangkup kedua daging milik Bu Sofie.
ATV berjalan dengan sangat lambat, bibir wanita itu terus mendesis, putingnya yang mengeras terasa sedikit pedih saat jari-jari Mang Oyik mencubit dan memelintir. Tubuh Bu Sofie semakin gemetar saat pantatnya merasakan menggesek batang yang sudah sangat keras.
“yang nempel di pantat saya ini apa Mang?,”
“Cuma tongkat persneling koq Bu,,,”
“Mana ada sih ATV pake persneling,hahahaa,,oowwwhsss,,,” Bu Sofie tertawa di sela rintihannya.
“hahahaa,, ya artinya ini tongkat persneling saya bu,, hahaha,,Pengen nyoba tongkat persneling saya?,,,”

Deg,,, Laju ATV direm mendadak, Bu Sofie memang sudah sering mencoba ketangguhan para pejantan muda yang menjadi bahan arisan teman-temannya, tentunya tanpa sepengetahuan suami-suami mereka, tapi Mang Oyik adalah manusia paling amburadul yang pernah menjamah tubuhnya. Matanya menyusur bibir pantai, menoleh ke kiri dan ke kanan, memastikan tidak ada seorangpun selain mereka ditempat itu. Mengucap terimakasih pada bukit pasir yang tadi dinakinya, menutup akses pandangan dari arah cottage
“Boleehhh,,, biar saya coba,,” jawab Bu Sofie dengan jantung berdebar, coba merasakan batang keras yang terus menggesek-gesek sekitar pinggang dan pantatnya.
Wanita itu berdiri, mengangkangi jok ATV, perlahan menurunkan celana dalamnya dengan mata waspada mengamati sekitar pantai. Melihat pantat montok mulus yang terbuka di depan wajahnya Mang Oyik langsung membenamkan wajahnya ke belahan pantat Bu Sofie.
“Aaaakkkhhh,,, Maaaangssss,,,,” tubuh wanita terlonjak, tak menduga dengan serangan Mang Oyik, tangannya segera memegang stang menahan tubuhnya yang terhuyung kedepan.
“Oowwwhhssss,,,Ganas baangeetss ni Orang,,, Aaaggghhhsss,,,” gumam wanita itu tak jelas, merasakan lidah panas Mang Oyik yang dengan cepat melakukan sapuan panjang di selangkangannya, menjilati bibir vaginanya dan terus menyapu hingga ke lubang anusnya.
Terus berulang-ulang, menyapu, menggelitik, sesekali menusuk lorong vagina dan anusnya, membuat tubuhnya merinding.
“Aaaaggghhh,,, gilaaaa,,, masukin maaaaang kalo beraniii,,,” rintih Bu Sofie semakin membuka lebar pahanya, dan benar saja, sesaat kemudian Mang Oyik menjawab tantangannya

hilda - jilbab hot (7)
Lidah panas itu berusaha menguak lubang anus Bu Sofie. Akibatnya wanita itu semakin kalang kabut dilanda birahi. Tak pernah dirinya diperlakukan seperti ini, selama ini pejantan muda yang dibokingnya kebanyakan dari kalangan mahasiswa, yang minim pengalaman dan terlalu menjaga sopan santun. Tapi kini, wanita itu dapat merasakan lidah panas yang berhasil menerobos liang kotor itu, menggelitik liar berusaha masuk semakin dalam,
“Aaaaaggghhhh,, Maaaang,,,jilaaaatin dalam nyaaa jugaaaa Maaaangssshhh,,,” pantat besar Bu Sofie menekan wajah Mang Oyik.
Tak ingin mengecewakan tamunya, Mang Oyik tak lagi peduli dengan rasa pahit di lidah, daging tak bertulang itu menari, melengkung ke kiri ke kanan seolah mencari sesuatu di lorong anus Bu Sofie.
“Dasaaarrr,,, betinaaa binaaaallll,,,” rintihnya, mengakat pantatnya semakin tinggi, memberi akses sepenuhnya pada lidah Mang Oyik untuk bertualang. Bibirnya terus mendesis, merintih, menjerit histeris.
“Aaaaakkkkhhhhhh,,,,, pindaaaah depaaaaannn,,, sedooottt yang didepaaaan Maaaaang,,,,” jerit Bu Sofia tiba-tiba, menjambak rambut kriting Mang Oyik, mengangkangi wajah Mang Oyik, mengarahkan lidah yang masih terjulur itu kebagian depan.
Tapi, belum puas dengan gerakan lidah Mang Oyik di vaginanya, pantat Bu Sofie bergerak semakin liar, menggesek-gesek bibir vaginanya yang penuh lendir ke wajah mang Oyik dengan kuat. Hingga akhirnya gelombang orgasme menyerang tubuhnya.
“Aaaaggghhh,,, keluaaaaaarrrr,,,,”
“Sedooot Maaang,,, minuuuum,,,sedoooot semuaaaa,,,” perintah Bu Sofie yang merintih penuh kenikmatan, menjejalkan bibir vaginanya ke mulut Mang Oyik yang terbuka.
Tapi bukan Mang Oyik namanya jika pasrah begitu saja menjadi objek pelampiasan seorang wanita. Karena bibir tebalnya tiba-tiba membekap seluruh pintu vagina Bu Sofie, dan melakukan sedotan kuat, hingga wanita itu terkencing-kencing.

Didera orgasme panjang kaki montok itu gemetar, “Sudaaaah Maaaang,,,stooop,,,” namun bibir Mang Oyik terus menghisap, menyedot lorong vaginanya, memaksa semua cairan keluar dan beralih ke mulutnya.
“Uuuuggghhh,,,”
Seeeerrr…. lagi-lagi Bu Sofie squirt, memuntahkan air seni yang dipaksa keluar. Tubuhnya roboh memeluk stang ATV, menungging membelakangi Mang Oyik yang tertawa puas dengan wajah basah oleh cairan vagina.
“Saat nya beraksi,,,” batin Mang Oyik, Tangan kirinya mengocoki batang yang sudah mengeras, sementara tangan kanannya mengusap-usap bibir vagina yang penuh dengan tetesan lendir.
“Oooowwwwhhhssss,,,”lenguh Bu Sofie, saat merasakan batang Mang Oyik yang dengan mudah menerobos vagina yang basah, tanpa menunggu dirinya siap, Mang Oyik langsung menggenjot dengan kasar.
Bu Sofie tertawa melihat ulah Mang Oyik yang begitu bernafsu, wajar saja, sangat jarang lelaki itu bisa merasakan barang semulus milik Bu Sofie.
“Selamat menikmati,,” seru Bu Sofie dengan gaya yang sangat genit, menduduki batang Mang Oyik di atas ATV.
Menggerakkan pinggulnya pelan. Wanita itu sadar, lorong vaginanya yang terbiasa dengan batang besar, terasa sedikit longgar saat berusaha mengempot batang Mang Oyik.
“Waaahhh,,, Mang Oyik, ada barang bagus dipake sendiri nih,,,” seru seseorang dari arah belakang. Bu Sofie yang terlalu asik dengan Mang Oyik tak menyadari seorang pemuda menghampiri mereka. Bu Sofie berusaha meloncat turun dari atas tubuh Mang Oyik, tapi lelaki itu mencengkram erat pinggulnya sambil tertawa. akhirnya wanita itu hanya bisa berusaha menutupi selangkangannya dengan rok yang terlalu pendek.
“Tenang Bu, dia si Kontet teman saya koq, penjaga cottage sebelah, ga usah takut, Kontet ini kalo ga diizinin ga bakalan ikut nyodok koq,” terang Mang Oyik, yang langsung dijawab Kontet dengan plototan mata.
“Gila lu Mang, barang bagus gini masa gue cuma disuruh nonton, aaahh,,, tai lu Mang, bini gue kemarin lu obrak-abrik gue santai aja, sekarang elu ada barang bagus dipake sendiri, liat aja ntar bini lu gue pake siang malam jangan protes lu,,,”
“Aaahh,, berisik Lu Tet, bikin orang ga khusu aja,” Mang Oyik melempar sendal ke arah Kontet.
Bu Sofie tak bisa menahan tawanya, meski tampangnya lebih sangar dan punya body yang jauh lebih besar dari Mang Oyik, ternyata lelaki itu cerewetnya minta ampun.
“Bu,, gimana?,,, boleh ikut gabung ga?,,,”
“Eeenghh,, iya deehh,, eemmh,,terserah deh maksud sayaa,,” wajah Bu Sofie panas seketika, bibirnya telah memperislahkan dua manusia amburadul itu untuk menikmati tubuhnya, tubuh istri dari seorang direktur cabang perusahaan besar di negeri maritim ini.

hilda yulis - hijabers mom community (4)

Tapi ulah Kontet yang tertawa girang menampilkan gigi yang sebagian ompong itu, membuat Bu Sofie tak mampu lagi menahan tawanya. Dan akhirnya hanya bisa merutuki nasibnya yang harus menjadi pemuas nafsu dua kura-kura pantai selatan.
“Tapi bilangin Mang, kalo nusuk punya saya ini mulut harus diam, ga boleh cerewet,,Hihihihi,,,”
Namun tawa Bu Sofie terhenti saat Kontet mengeluarkan batangnya. Batang yang lebih besar dari milik suaminya yang sudah termasuk kategori big size. Berselimut kulit yang coklat kehitaman, membuat tampilannya semakin sangar.
“Kenapa Bu,, gede banget ya,,,hehehee,,, makanya saya ga pernah ngizinin dia ngentotin bini saya, pasti ancur meqi Marni kalo disodok tu batang,,,hehehee,,,”
Jantung Bu Sofie bergemuruh mendengar paparan dari Mang Oyik yang begitu vulgar, khas orang pinggiran. Tapi batang itu memang sangat besar. Pinggul besar Bu Sofie kembali bergerak, berusaha sekuat mungkin menjepit batang Mang Oyik agar lelaki itu cepat selesai. Sementara Kontet berjalan ke depan ATV, seolah ingin memamerkan batang gorilanya kepada Bu Sofie yang tak berkedip memandang dengan bibir mendesis birahi. Tak sabar menunggu giliran.
“Bu,,, kelamaan kalo nungguin Mang Oyik kelar,,langsung masukin double dong Bu,,,”
“Gila kamuu,, bisa hancur beneran punya sayaa,,, Sini deehhh,,Aaawwwhh,, pelan Mangss,,”
Bu Sofie kembali menungging, agar mulutnya dapat menjangkau batang besar itu.
“Dasar kau Sofiee,, ga pernah bisa sabar kalo liat batang besar,” batinnya tertawa girang bercampur ngeri.
“Ooowwwhhh,,,yaaa,,, jilaaat buuu,,,yaaa,,,basaaahiin dulu batangnyaaa,, jilat memutar buuu,, oowwhhh,,,”
“yaaa sekarang masukin kemulut ibu,,, ooowwwhhhsss,,, gilaaa,, mulut ibuuu hangaaat bangeeettt,,masukiiin semua dong Buuu,,ayoo buuu semuaaa,,”
“AAAAWWWW,,, SAKIT BUUUU,,,”
Kontet menjerit seketika, batang besarnya digigit oleh Bu Sofie.
“Makanya diam,,, tinggal nikmatin aja repot bener sih,,, ga tau apa kalo ane masih Nobi,, kalo bikin cernas otaknya masih sering ngadat.”
(Naahhhh,, Lhooo,,, tepos kan ,,,lanjut ngaceng lagi yuuu,,,)
“Makanya diam,,, tinggal nikmatin aja repot bener sih,,, ga tau apa kalo ni batang gede banget,, ga bisa masuk semua tauu,,,”
“Tapi Bu, kan ga usah pake digi,,,”
“Diam!!!,,”
Kontet langsung menutup rapat mulutnya.
“Whuahahahaa,, emang bener Lu Tet, sampe ngentot aja mulut lu ga bisa diam,,,” Mang Oyik sontak tertawa. disambut tawa Bu Sofie yang ga sanggup melihat wajah Kontet yang seketika pucat, mendengar bentakannya.

Kehadiran Kontet membuat Bu Sofie bisa lebih rileks, seakan lupa dengan status sosialnya.
“Waduuuhh,,, koq malah ngecil sih ni batang,” Bu Sofie tiba-tiba panik saat mendapati batang Kontet yang keras seperti kayu mulai loyo.
“Sini dehh,, ibu masukin semuuaaa,, Eeemmmpphhh,,,, uuummpphhh,,,”
Bu Sofie berusaha menjejalkan batang gemuk itu kemulutnya, membekap dengan lidahnya. Namun batang itu hanya mampu masuk setengah.
“Uuugggmmpphhh,, Ooommppphh,,,” Bu Sofie gelagapan, saat batang kontet yang hitam kembali membesar di dalam mulutnya. Tapi mulut wanita itu enggan untuk melepaskan.
Ini adalah persetubuhan paling gila dari yang pernah dialaminya. Tangan Bu Sofie mencengkram pantat Kontet, memberi perintah agar batang itu bergerak di dalam mulutnya.
“Ooommmpphhh,,, uuggmmmppp,,,” jari lentiknya menekan pantat Kontet lebih kuat, hingga batang besar itu hampir masuk ke kerongkongannya, menutup saluran nafasnya.”
“Ooogghhhh,,,” mulut Bu Sofie tersedak, melepaskan batang besar, matanya berair akibat tersedak, tapi gilanya bibir sensualnya itu justru tersenyum.
“Gimanaa Tet,,,nikmat mana sama meqi binimu,,”
“Juancuuuk,, mulut Ibu ganas banget,,nikmat banget Bu,,,hampir aja saya muncrat di mulut ibuuu,” telinga Bu Sofie terasa panas saat mendengar Kontet hampir saja memenuhi mulutnya dengan sperma, batangnya saja sudah bau, bagaimana spermanya.
“Buu,, sebelum mulut ibu menampung sperma kita-kita,, saya cium dulu dong Buu,,” Mang Oyik yang merasa diacuhkan memalingkan wajah Bu Sofie, lalu dengan cepat melumat ganas.
“Eeemmpphhh,,, Mmaamgghhh,, emmpphh,,” Bu Sofie gelagapan, mulutnya dihisap Mang Oyik, lidahnya membelit, menarik masuk lidah wanita cantik itu ke dalam mulut yang bau tembakau.
Tak henti-hentinya Mang Oyik menyedot dan meneguk ludah Bu Sofie yang terkumpul. Sementara batangnya kembali bergerak menghajar kemaluan wanita itu. Belum lagi Kontet yang begitu ganas menyusu di payudara besarnya.
“Bolehkan? kalo saya nyemprot di mulut ibu?,,” tanya Mang Oyik, dengan nafas memburu. Pantatnya semakin cepat bergerak.
“mulut sayaa?,, Yaaa,, saya rasa itu lebih baik, saya sedang subuurrr,” ucap Bu Sofie terengah-engah, entah apa maksudnya, padahal subuh tadi keponakannya Adit berkali-kali memenuhi rahimnya dengan benih yang sangat subur. Tapi yang pasti, mulut Mang Oyik yang bau itu hampir saja menghantarnya pada orgasme yang liar.
“Buu,, isep punya saya lagi buuu,,,” pinta Kontet dengan suara memelas, sesaat Bu Sofie menatap wajah Kontet yang penuh harap. Haapp…
Kembali batang besar itu memenuhi mulut Bu Sofie.

“Eeemmpphh,, Oooommggghh,, Ooowwhhggg,,,”
“Ooowwhhhsss,, Buuu enaaaak Buuu,,,”
Tangan Bu Sofie kembali mencengkram pantat kekar Kontet, memandu agar batang besar itu bergerak lebih cepat di dalam mulutnya, begitu kompak dengan kedua tangan kontet yang memegangi kepala Bu Sofie, seakan benar-benar tengah menyenggamai mulut wanita cantik itu.
“Oooommmgggghh,,, Aaaaagghhmmm,,,”
Mata Bu Sofie kembali berair, berkali-kali batang besar itu menyodok tenggorokannya dengan kasar. Tapi wanita enggan melepaskan, bahkan lidahnya semakin liar menggelitik batang besar Kontet.
“Buuu,,, sayaaa keluaar duluaaannn,,, Aggghhhh,,,” tiba-tiba Mang Oyik mendengus liar, menghambur sperma di lorong kemaluan Bu Sofie.
Wanita itu berusaha berdiri, melepaskan batang Mang Oyik, tapi lelaki itu mencengkram erat pinggulnya, menekan kuat pantatnya ke bawah, membuat Batang Mang Oyik semakin jauh tenggelam. Mati-matian Bu Sofie berusaha melepaskan batang yang terus berkedut menghambur benih, tapi sangat sulit, mulutnyapun masih dipenuhi oleh Batang besar. Bahkan gerakan batang itu semakin kasar. Bu Sofie menatap wajah Kontet yang habang ijo mengejar kenikmatan tertinggi.
“Uuugghhh,, Siaaal,,” hati Bu Sofie mengumpat melihat wajah Kontet yang menunjukkan bagaimana besarnya kenikmatan yang diberikan oleh mulut seorang wanita sosialitas kelas atas.
“Ooommmggghhh,,, uuuggmmhhhh,,,,” tangan Bu Sofie meremas erat pantat Kontet, pinggulnya besar wanita itu kembali bergerak, berharap batang Mang Oyik masih dapat melaksanakan tugasnya.

Terlanjur basah, dirinyapun tak ingin rugi, harus mendaptkan orgasme seperti yang tengah dikejar Kontet, dengan mulut menggeram, penuh dengan jejalan batang besar, mata wanita menatap Kontet memberi sinyal. Inilah saat yang tepat.
“Oooowwwhhhsss,, Buuu,,,Aaaagghhhh,,,”
“Gilaaa,, nikmat bangeeeet,,,” Kontet histeris menghambur sperma, yang sigap disambut mulut Bu Sofie, berkali-kali mulutnya meneguk sperma Kontet yang memancar, seiring lorong vaginanya yang juga menghambur cairan orgasme ditengah sumpalan batang Mang Oyik.
“Ooommpphh,, puiihh,,puaahh,, puihhh,, asin banget sperma mu Tet,,,”
“Haayyaaaahh,, kalo asin kenapa ditelan Buu,, heheheee,,”
“Terpaksa tau,,”
Bu Sofie mencoba berdalih, meski mulutnya sudah terbiasa dengan beberapa cita rasa sperma.
“Buu,,,” Kontet kembali merengek, meminta bibir mungil Bu Sofie membersihkan batangnya.
“Aaahhh,, ngelunjak Lu Tet,, gue kan juga mau disepong ama Bu Sofie,,,” protes Mang Oyik yang merasa tersisih.
“Iyaa,,iyaa,, sini gantian,,,” wanita itu melepaskan batang Mang Oyik dari vaginanya. Lalu turun dari ATV, tanpa tendeng aling langsung melahap batang yang masih mengeras, dan itu membuatnya sangat heran.
BREEMMM…BREEEMMMM… BREEEEMMMMM….tiba-tiba terdengar suara ATV di kejauhan. Bu Sofie terkaget, itu pasti rombongan suaminya. dan mereka pasti mencari dirinya yang tiba lebih dulu. Sebenarnya Bu Sofie bisa saja langsung melepaskan batang Mang Oyik, membenahi pakaiannya lalu menghampiri mereka. Tapi matanya menatap nanar batang Kontet yang besar dan masih mengeras. Yaa,, dirinya masih ingin merasakan batang yang lebih besar dari milik suaminya itu memasuki tubuhnya.

“Aaahh,, persetanlah,, ntar gampang cari-cari alasan,” batin Bu Sofie menghentak.
“Tet,, cepet tiduran,,” BU Sofie mendorong tubuh besar Kontet kepasir, lalu dengan sigap menggenggam batang besar pemuda itu, dan mengarahkan keliang kemaluannya.
“Oooowwhhhhsss,, Gilaaa,, emang besar bangeeeettsss,,”
“Aaagghhh,,, Tai Lu,, jangan diaaam,, cepet masukiin batang Luu,,”
Bentak Bu Sofie panik,kata-katanya terdengar vulgar. Tanpa pikir panjang Kontet menghentak dengan kuat, bahkan terlalu kuat, hingga batang besarnya menggelosor masuk menghentak hingga ke lorong rahim.
“Aaagghhhh,,, begooo,,,sakiiitt,,kegedeaaann,,”
“Tapi bisa masuk koq Bu,,,” jawab Kontet cengengesan, antara takut dan nikmat.
“Yaaa,, masuukk,,Aaahhhss,, sampe mentoookss,,” Bu Sofie coba meresapi kenikmatan di lorong vaginanya.
“Maaang,,,mau Apaa?,,,jangaaan disituuu,,”
“Aaagghhh,, gilaaa,,,masuuukk,,jangaaann,,sakiitt begooo,,,Aaagghhh,, dikit lagiii,,,”
Bu Sofie kalang kabut, kedua lubangnya dipenuhi batang.
“Buu Sofieee,,, Buuu,,,”
“Sayaaaang,,, yu huuuu,,,”
“Buuuu,,, bu Sofie dimana,,,,”
“Mang Oyiiiik,,, Woooyy,,, Maaaang,,,”
Terdengar teriakan-teriakan samar memanggil namanya. Tapi sudah terlambat untuk menyudahi permainan. Kini dua buah batang pejantan telah memenuhi kedua lorongnya.
“Ayoo Tett,, Hajaaarrr,,” seru Mang Oyik. Memegangi pantat Bu Sofie yang begitu indah, seperti berbentuk amor yang sangat besar, dengan dua panah besar menembusi bagian tengahnya. Assseeeeemm,, pantat besar kaya gini yang dari dulu gue cari-cari,”
“Hehehee,, iyaa Mang,,kapan lagi bisa ngerasain barang kelas atas yang bisa dipake join depan belakang kaya gini,,,” jawab Kontet,mulai bergerak liar, batang besarnya bergerak cepat memaksa sperma Mang Oyik keluar.
“Ooowwwhhhss,,, Gilaaa,,kaliaaan,,ayooo hajaaarr punya Ibuuu,,,” rintih Bu Sofie yang kerepotan menahan tubuhnya, menjaga posisi agar kedua batang itu dapat bergerak cepat dan leluasa menikmati sempit kedua liang kemaluannya.
“Oooowwhhhsss,,, seperti inikah nikmatnya di gangbang, seperti kata Bu Ningrum,, Aaahhhsss,,,” Bu Sofie teringat cerita temannya yang terbiasa digangbang oleh suami dan anak kandungnya.
“Aaarrrgghhhssss,,papii,,, yang cepeeeet,, Sandyyy,,hajar memek Ibuuuu muuu ,,,” tiba-tiba mulut Bu Sofie meracau, membayangkan yang tengah menyetubuhinya adalah suaminya dan anaknya Sandy Prabu, yang tengah kuliah di Australia. Menyodorkan payudara besarnya ke mulut Kontet yang segera melahap rakus.
“Aaaaggghh,,, teruusss soddoook yang kuaaaat Saaandyyy,, masukin memek ibuuu yang dalaaaam Naaak,,”
Tubuh wanita itu mulai gemetar bersiap menyambut orgasme, bertepatan dengan matanya yang menangkap sosok suaminya berdiri di atas bukit pasir, menatap tak percaya.

“Papiii,,, Maaf Piii,, mamiii,,keluaaarrrrhhhh,,, Aaaarrrgggghhh,,,”
Mata Pak Prabu melotot, mulutnya ternganga melihat istrinya dihimpit dua lelaki dengan kejantanan bersemayam di lorong vagina dan anusnya. Sangat persis saat dirinya menunggangi Aryanti bersama Dako, Tapi kenapa istrinya justru menyebut namanya dan anaknya Sandy saat menyambut orgasme. Terlihat jelas bagaimana tubuh montok itu bergetar, pantatnya menekan batang Kontet hingga ke muara rahimnya. Hingga akhirnyaaa,,
“Uuunnghhh,,,Arrggghhh,, masuuuk semuaaaa,,,”
Pak Prabu terbelalak saat Istrinya menghentak keras, sangat keras. Hingga batang yang besar dan panjangnya melebihi miliknya itu tenggelam sepenuhnya kedalam kemaluan istrinya. Mungkinkah batang itu menerobos pintu rahim istrinya yang sudah melahirkan 3 orang anak.
“Buuuu,,, sayaaaa ngecrooot di memek ibuuuuu,,” teriak Kontet yang tak lagi mampu bertahan, jepitan vagina wanita itu tiba-tiba begitu kuat mencengkram seluruh penisnya. Tak pernah ada wanita yang sanggup melumat seluruh batangnya, dan apa yang dilakukan Bu Sofie bener-bener membuat batangnya begitu nikmat.
“Gilaaa kau Teeet,,, cabuuuut,,, cepet cabuuuut,,,” Wanita itu panik, semprotan lahar hangat Kontet dengan cepat memenuhi rahimnya.
“Sayaaa jugaaa keluaaar Buuu,,,” teriak Mang Oyik, menekan kuat batangnya kedalam anus Bu Sofie, hingga menggagalkan usaha wanita itu melepaskan batang Kontet yang terus menghambur cairan kental.
“Ooowwwwghhhhh,,, gilaaa kaliaaaannn,,, aku keluaaar lageeehhhh,,,” lagi-lagi tubuh montok itu menggelinjang, saat merasakan kedua lorongnya terasa begitu penuh.
Akhirnya Bu Sofie jatuh lemas dalam pelukan Kontet, menatap mata suaminya yang berubah seperti orang linglung. “Ooggghh,,ooghh,,” sesekali bibir tipisnya melenguh saat salah satu penis dalam tubuhnya menggeliat ke kiri dan ke kanan.
“Mereka tidak ada disini,,,” teriak Pak Prabu parau. Menuruni bukit, meninggalkan istrinya yang masih terengah-engah kelelahan diantara dua pejantan yang begitu enggan melepaskan batangnya. “Fifty-fifty,,,” gumam lelaki berkumis itu,suaranya begitu lirih.
##############################
Prepare

hilda yulis - hijabers mom community (3)

Di saat yang sama, tepatnya beberapa menit sebelumnya. Di tepi kolam renang.
“Dako,, sudah kau kumpulkan semua milik mereka?,,,” tanya Pak Prabu tertawa cengengesan, memasukkan beberapa potong bra milik Sintya dan Bu Sofie kedalam kerdus besar yang dipegang Dako.
“Beres Paak, Semua udah ngumpul disini, dipastikan tak ada satupun yang tersisa,, Hahahahaaa,,,”
“Terus punya Aryanti mana?,,,”
“Tuhh,, dipegang sama Adit,,” Dako memonyongkan bibirnya menunjuk Adit yang berdiri bersandar ke tembok, matanya terpejam begitu khusu menciumi bra berwarna pink dan cream.
“Asseeem,,, terus punya Zuraida, istrimu mana?,,,”
“Tadi, diambil sama Munaf,,,” Mata Dako celingak-celinguk mencari Munaf
“Juancuk,,, taik kau Naf,, awas aja kalo sampe bra istriku basah ama coli mu,,,” rutuk Dako, ketika mendapati Munaf menggosok-gosok bra warna ungu, ke selangkangan celananya, sambil tertawa.
“Cepet banget sih kalian nyerobot hak atasan,,,” umpat Pak Prabu kesal.
“Tenang Pak, bra Aryanti yang sudah dipake dan belum dicuci ada di bagian bawah kerdus,,,hehehehee,,,” celetuk Dako, membuat wajah Pak Prabu berbinar. Dengan cepat tangannya mengais tumpukan bra dalam kerdus.
“Yang ini?,,,” Pak Prabu menarik tali bra warna hitam dengan bahan yang sangat lembut, hampir saja membenamkan wajahnya ke dalam mangkok bra, tapi untunglah matanya masih jeli menangkap gumpalan sperma yang masih basah di kain itu.
“Dakooo,,, taik kaaauu,,, siapa yang udah make bra ini buat coli?,,,”
“Hahahaa,,sorry Paak, habisnya ga tahan kalo ingat tadi malam, tapi itu bener punya Aryanti koq,,” teriak Dako yang sudah lebih dulu menghindar menjauh. Disambut tawa Munaf dan Adit. Lalu masuk ke ruang tengah cottage.
“Waahh,,Dari mana saja kalian, cepatlah makan, kita mau ngadain game paling panas dari semua game yang ada,,,hahahaa,,” sambut Munaf, saat Arga dan Zuraida memasuki ruang tengah cottage, di samping Munaf tampak Aida yang pagi itu terlihat begitu cantik.
Tak jauh dari mereka, Andini begitu mesra memeluk Adit yang tengah ngobrol dengan Pak Prabu. wajahnya masih terlihat kelelahan akibat permainan tadi malam. Tak berbeda dengan Aida, Andini juga mengenakan kaos ketat dan rok pendek dengan lipitan yang lebar, seolah menjadi seragam wajib bagi para wanita selama liburan ini. Tapi Arga tidak mendapati Aryanti, kemana istrinya? Sedang apa?,,, tanya itu lagi-lagi menyeruak.
“Arga,, Aku duluan ya,, perutku udah lapeeerrr,,,” ucap Zuraida seraya melambaikan tangan. Arga mengacungkan jempol tanda setuju.
“Gaa,, kalo gitu kami juga berangkat sekalian,,,” celetuk Munaf, menggandeng istrinya, Aida, wanita itu melempar senyum penuh makna kepada Arga.
Pak Prabu menghampiri Arga, lalu menepuk pundaknya,,“Mukeee gileee,, kayanya udah sukses nih eksekusi dokter cantik,” tanpa menunggu jawaban dari Arga yang sedikit kelabakan ditembak seperti itu, Pak Prabu berlalu sambil tersenyum.

“Aryanti,,,” gumam Arga, lalu bergegas menaiki tangga. Didalam kamar Aryanti baru saja selesai mandi, mengenakan kaos putih, dengan tulisan ‘Touch Me’ tepat dibagian payudara nya yang membusung. Begitu serasi dengan rok warna merah menyala yang begitu pendek.
“Haaiii Sayaaaang,,” sapa Aryanti sambil menyisir rambutnya yang masih basah.
“Cantik,,, kau memang cantik,,,” ucap Arga mendekat, lalu memeluk dari belakang. Membuat istrinya tersenyum. Wajah wanita itu begitu segar, seakan pertarungan ganas tadi malam adalah hal yang biasa bagi tubuh indahnya yang terbiasa mengikuti aerobik.
“Apakah kau sudah sarapan?,,,”
“Belum,” jawab Arga, tangannya menyusuri pinggang ramping yang bersinergi dengan pinggul dan pantat yang montok berisi. “Apa kau ingin menemaniku sarapan?,”
“Sebenarnya aku sangat ingin menemanimu makan, tapi aku harus membawa barang-barang itu ke tempat game, mungkin Dako yang akan mengantarku,” jawab Aryanti dengan wajah menyesal.
“Yaa,, kurasa tak mengapa,,,” jawab Arga berusaha rileks saat telapak tangannya tiba di  selangkangan wanita yang mengikat janji setia untuk hidup bersamanya.
Tatapan mata sepasang suami istri bertemu di cermin, Aryanti tersenyum, namun seketika berubah murung saat suaminya mengusap lembut gundukan vaginanya.
“Cepatlah mandi sayang,,, kasian teman-teman mu menunggu terlalu lama,”
Hampir saja Arga menurunkan kain tipis di selangkangan Aryanti. Menarik nafas panjang, membaui rambut Aryanti, mengecup lembut rambut istrinya. Aryanti berjalan ke samping kasur, menunduk mengambil pakaian kotor yang ada di lantai, saat itulah jantung Arga tersentak, rok Aryanti terlalu pendek, siapapun dapat melihat pantatnya yang montok bila sedang menungging seperti itu. Jantung Arga semakin berdetak kencang, pakaian kotor yang ada di tangan Aryanti tidak lain adalah kaos dan leggins yang dipakainya tadi malam.
“Kenapa celana mu robek sayang?”
“Owwhhh ini,,, ini ulah teman-temanmu saat bermain game tadi malam,” jawab Aryanti dengan mimik salah tingkah.
“Game?,,,” Arga berpura-pura tak tau dengan apa yang dialami istrinya tadi malam.
“Yaaa,, hanya permainan yang sedikit nakal, yang diusulkan oleh sahabatmu Dako,,,”
“Hanya permainan?,,,” tanya Arga dengan suara lembut tapi begitu tajam.
Wajah Aryanti berubah pucat seketika, dirinya tidak pernah mampu berbohong saat Arga bertanya padanya dengan sebuah senyum yang menyejukkan. Seketika itu juga Aryanti memeluk tubuh Arga,
“Maaf sayaaang,,,” sesal Aryanti dengan suara berat, “aku terlalu terbawa permainan,” matanya yang indah mulai sembab, penyesalan mengalir tak terbendung.
Sangat sulit bagi Arga untuk meneruskan percakapan itu, yang akan membuat hatinya sakit saat harus mengingat kembali kejadian tadi malam, toh apa yang dilakukannya tak jauh berbeda dengan Aryanti. Lagipula, istrinya sudah mengakui kesalahannya.
“Sudahalah,,, bukan kah itu hanya sebuah permainan?,,,” Arga tersenyum sambil menatap mata Aryanti. Tapi,,,
“Sayaaang,, apa kamu,, eenghh,, tidak memakai bra?,,,” tanya Arga ragu-ragu saat merasakan gumpalan empuk yang menyentuh dadanya tidak mengenakan pelindung bra.
“Oohh iya,, bra ku dan semua bra para wanita disita oleh Pak Prabu, karena kami kalah taruhan saat sarapan tadi pagi,,,”

“Taruhan?,,,”
“Yaaa,, bos mu itu menantang kami para wanita untuk menebak, batang siapa yang sanggup tetap tertidur bila Lik Marni memperlihatkan payudaranya yang kencang itu,,” Aryanti bercerita penuh semangat.
“Ohhh,, sayaaang,,, seharusnya kau ada di ruang makan saat itu, karena Lik Marni akhirnya benar-benar memperlihatkan dagingnya yang bulat besar dan kencang itu, kurasa batangmu pun pasti akan dengan cepat mengeras bila melihatnya. Hasilnyaa,,,semua batang milik teman-temanmu itu mengeras semua, hahahahaa,,,sesuai tebakan kami,,, tapi tidak dengan batang Pak Prabu,,”
“Ohh yaa,,,” Arga meneguk liurnya, apa yang digambarkan Aryanti sama persis dengan apa yang dinikmatinya dari tubuh istri penjaga cottage itu.
“Bagaimana kalian tau, bukankah mereka mengenakan celana,,,”
“Yaaa,, karena penasaran, dan untuk memastikan siapa yang memenangkan pertaruhan, kami mengecek batang mereka satu persatu,,”
“Ohh,, apakah kamu juga ikut mengecek batang mereka satu persatu?,,”
“Yaaa,, karena para wanita melakukannya, kurasa tidak mengapa jika aku turut memastikan,” jawab Aryanti, sambil menggelayut manja, tangannya merogoh ke dalam celana Arga mengelus lembut batang yang sudah mengeras.
“Tapi lucunya,,, batang Pak Prabu yang tetap tertidur setelah disentuh para wanita itu, justru mengeras saat kusentuh,,, dan itu membuat semua yang ada di ruang makan tertawa, jadi aku terus meremasnya hingga batang itu menegang sepenuhnya, tapi aku melakukannya dari luar celana, jadi,, kurasa itu tak masalah,, bukan begitu sayang?,,,”
“Eehhh,, iya,, selama kau tidak menyentuhnya langsung, tapi,,,”
tok,,tok,,tok,,
“Sayaaaang,, apa kau sudah siap?,,,”

hilda yulis - hijabers mom community (2)
Seseorang mengetuk pintu, dan pemilik suara itu lain adalah Dako. Pintu terkuak sebelum sempat Arga dan Aryanti menjawab.
“Tidak apa-apa kan, bila Dako yang mengantarku? Nanti kau susullah bersama Zuraida dan Sintya, sepertinya dia juga belum selesai bersiap-siap,”
“Okee,, berhati-hatilah,, jangan ngebut walau pake ATV,” Arga berusaha tidak mempermasalahkan panggilan sayang yang diucapkan Dako kepada istrinya.
“Sob,,, tolong bocengin istriku ya,,,” seru Dako sambil mengedipkan matanya, lalu menggamit pinggang Aryanti yang membawa kerdus berisi bola, menuruni tangga.
“Aryantii,,, Apa kau masih bisa membawa beberapa kain ini?” seru Sintya dari arah ruang makan, membawa segumpalan kain bali, “Pak Prabu memintaku untuk membawa kain ini,tapi sepertinya aku akan terlambat,”
“Waaahh,,,sudah penuh Sin, taruh aja di kamarku, nanti biar Arga yang bawa,” jawab Aryanti sambil memperlihatkan isi kotak.
“Owwhh,, okee,, biar kuantar kekamarmu,,” jawab Sintya yang melihat sosok Arga yang masih di atas, berdiri di pinggiran tangga. Lalu melambai kepada Aryanti yang kemudian menghilang di pintu keluar.

Sintya menaiki tangga, tersenyum penuh makna, manatap Arga dengan kerlingan nakal.
“Apa kau ke kamarku hanya untuk mengantar kain itu?,,,” goda Arga, matanya menatap tonjolan mungil pada kaos ketat Sintya yang membulat padat.
Saat tiba di hadapan Arga, wanita cantik itu menepis poni yang menutupi mata indahnya sambil membusungkan dada semakin ke depan.
“Menurutmu?,,, apalagi yang kubawa selain barang-barang ini?,,” Sintya mengerling mata menunjuk kain-kain yang ada di kedua tangannya. Tapi itu tak ubahnya seperti menunjuk kedua payudara yang membusung. Lalu berlenggok genit menuju kamar, sengaja menggoyangkan pantatnya sedikit berlebihan untuk menggoda Arga.
“Okeee,,bawalah barang-barang ini ke kamarku,,,” seru Arga yang menubruk tubuh Sintya dari belakang. Tangannya segera meremas payudara yang hanya ditutupi kaos tipis.
“Uuuugghhh,,, kurasa kau salah,,, karena barang ini milik Pak Prabu, Bos ku di kantor,,” rintih Sitya yang menahan geli ketika payudaranya diremas dengan kuat, memainkan puting yang begitu cepat mengeras.
“Ohh,, yaa?,,, kurasa Pak Prabu tak akan keberatan jika barang spesial ini dihibahkan untuk pimpinan cabang yang baru,,”
Blaam,,,Arga segera menutup pintu dengan kakinya, ketika kedua sudah berada di dalam. Lalu menyeret tubuh Sintya ke ranjang.
“Boleh aku mencobanya?,,,” tanya Arga, memandangi payudara yang kini terpapar bebas di depan matanya, tubuhnya beringsut menaiki, menindih tubuh Sintya yang menggeliat manja.
“Sudah kubilang, itu punya Bos ku di kantor,, jika kau adalah bos baruku, maka kau bebas untuk mencicipinya,,,” wajah Sintya memerah, menunggu bibir Arga yang berada beberapa senti dari putingnya.
“Ooowwwhhh,,, Emmmppphhh,,,”
“Yaaa,, yaaang kanaaan jugaaa,,,, aaaggghhh,,”
“Boosss,,, gimanaaa,,, apa aku masih layak jadi sekretarismu nanti,,” tangan Sintya mengelus wajah Arga yang masih sibuk mengenyoti dua puting yang sudah mengeras.
“Apa kau masih membawa alat tester kelamin para lelaki?” tanya Arga, membuat Sintya bingung, lalu tertawa terbahak saat teringat kejadian di gazebo, saat mereka bercanda dalam birahi, tentang barang siapa yang lebih besar, apakah milik Arga ataukah milik Pak Prabu.
“Hahahaa,,Yaa,, kurasa aku membawanya,, cobalah cek, apakah alat itu masih ada di bawah sana?” Sintya menunjuk selangkangannya dengan menggerakkan wajahnya.Arga tertawa girang, “kurasa kita harus menyelesaikan tugas kita di gazebo, mengukur punya siapa yang lebih besar,” tangan Arga menarik tepian celana panjang dari bahan katun yang membekap tubuh bagian bawah Sintya.
“Yaaa,, benar katamu,,kita harus menyelesaikannya,,” dengus Sintya, mengangkat pantat sekalnya memudahkan usaha Arga.
Tapi tiba-tiba terdengar suara derap langkah mendekat dari luar kamar
“Argaaaa,,,”
“Gaaa,,, Argaaaa,,,”
Zuraida memanggil dari depan pintu, sontak keduanya meloncat bangun, membenahi pakaian yang mulai berantakan.
“Yaa,, Ada apa,, engghhh,, apa kau sudah sarapan?,,, aku,, aku belum mandi,,” Arga gelagapan saat pintu terbuka, sementara Sintya baru saja berhasil memasukkan payudaranya yang besar kembali ke dalam kaos.
“Hohohohooo,,, ternyata kau nakal juga yaa,,” seru Zuraida sambil berkecak pinggang, bola matanya melotot menyelidik wajah Arga yang pucat, layaknya maling tertangkap tangan.
“Huuhh,, ku kira kau memang berbeda dengan mereka,, ternyata,,,” wajah Zuraida yang kaget berubah menggoda Arga, tertawa genit, lalu berjalan menghampiri Sintya yang masih di atas kasur.
“Tunggu Zee,,, kami hanyaaa,, emmhhh,, maksudku,,,”
Tapi Wanita anggun itu tampak cuek, mengacuhkan Arga yang mati-matian mencari alasan, menghampiri Sintya lalu membisikkan sesuatu ke telinganya.
“Iiihh,, mba Zuraida apaan sih,,,” wajah Sintya tersipu malu, entah apa yang dibisikkan Zuraida ke telinganya.
Zuraida balik menghampiri Arga, berdiri tepat di depan lelaki yang terlihat canggung itu.
“Sayaaang,, Pak Prabu, Munaf, Bu Sofie, Aida, bahkan suamiku dan istrimu, Sepertinya mereka benar-benar menikmati permainan ini, lalu kenapa kita harus menahan diri,” ucap Zuraida.
Tangan lentiknya perlahan meraih selangkangan Arga, lalu tertawa genit, saat mendapati batang Arga yang keras mulai lunglai karena kaget.
“Kau punya waktu beberapa menit, sampai aku selesai mandi, tapi ingat,,, berusahalah untuk tidak memasukkan barang ini kedalam tubuh Sintya, karena aku bisa cemburu,,” ucap Zuraida dengan suara bergetar, tangannya mencengkram erat batang Arga yang dengan cepat kembali keras.
“Weelll,, aku mandi dulu ya sayang, manfaatkan waktumu dengan baik,,, Sintya, ingat kata-kataku tadi ya,,” seru Zuraida melepaskan batang Arga, mengedip genit ke arah Sintya. Lalu melangkah keluar dan menutup pintu.Tinggal Arga dan Sintya yang saling pandang.
“Apa yang dikatakan Zuraida tadi?,” tanya Arga, duduk ditepi ranjang.
“Adda aja,,,” Sintya tertawa genit, berusaha menurunkan celananya yang ketat hingga ke lutut, memamerkan gundukan vagina yang begitu indah, tersembunyi penuh misteri di balik kain segitiga berenda yang tipis.
“Soo,,, apa kau masih ingin alat ini mengukur batangmu itu,” tanya Sintya, jarinya mengusap-usap kain tepat di bibir vagina, membuat kain itu mulai basah.
“Aaaawwww,,, Argaaa,,,” Sintya terpekik, Arga membenamkan wajahnya ke selangkangannya, lalu mengusapi kain pelindung dengan hidung dan bibirnya.
“Gaaa,, ingaaat kata Zuraida, waktu kita hanya sebentaaar,,” Sintya berusaha melepaskan celana dalamnya, lalu membuka lebar pahanya.
Arga yang tengah melepas celana, harus meneguk ludahnya, barang itu statusnya memang milik Pak Prabu, tapi bos nya itu sangat jarang menggunakan, hanya pada saat berpergian keluar daerah bersama Sintya.
“Maaf Sin,, aku ga bisa memasukkan punyaku,,, tapi,,, kurasa bibir mu ini cukup mahir untuk mengukur seberapa besar batangku ini,,,” Arga memegangi batang besarnya yang sudah mengeras sempurna.
Mau tak mau Sintya harus mengakui keunggulan batang Arga dari milik Pak Prabu, tanpa menyentuhnya pun semua wanita pasti sudah tau.
“Sini Gaaa,, biar bibirku yang memastikan,,” Sintya membuka lebar mulutnya, tanpa basa-basi wanita itu ingin segera melumat seluruh batang Arga ke dalam mulutnya.
“Eeemmmhhh,,, Ghheedhheee bhhaaangheeed,,,” Sintya memutar-mutar wajahnya, membuat batang Arga serasa dipelintir. Menariknya keluar memandangi dengan takjub, lalu kembali memasukkan sambil menggerakkan kepalanya maju mundur.
Arga tertawa bangga. “hehehee,,,bagaimana? punya siapa yang lebih besar,,,”
Wanita itu memandangi Arga dengan tatapan birahi, “Masukkanlah ke dalam tubuhku,,, hingga aku benar-benar bisa mengukurnya,,,” Sitya mengangkat pinggulnya, seolah memamerkan kenikmatan yang siap diberikan oleh kemaluannya
Sintya menggeliat, tubuhnya sudah tak tahan untuk merasakan kejantanan Arga, apalagi saat teringat kejadi di gazebo, saat batang itu memenuhi lorong vaginanya dengan sempurna. Mata Arga memandangi vagina yang terus dielus-elus oleh Sintya, membuat permukaannya begitu basah. Tapi Arga menggelengkan kepala dengan sangat berat. “Aku ga bisaaa, Sin,,” pesan Zuraida terombang-ambing di pikirannya.
“Gaa,, Pleasee,,,” Sintya merengek, semakin tinggi mengakat vaginanya, memamerkan pada Arga yang masih berlutut di samping kepalanya. Menguak kedua pintu vagina, hingga mata Arga dapat melihat lorong yang begitu sempit.
“Aaagghhh,, Siaaal,,, Zeee,,, maaaf sayaaang,,aku ga tahaaaan pengen nusuuuk lubang Sintyaaa,,,” Arga menggeram, menindih tubuh montok Sintya, mengarahkan batangnya ke pintu vagina, dan dalam tiga hentakan batang besar itu berhasil masuk sepenuhnya.Tanpa sepengetahuan Arga, mata indah milik Zuraida mengamati dari celah pintu yang tidak tertutup rapat. Tersenyum lembut sambil menggeleng-gelengkan kepala.
“Gaa,,Usahamu untuk bertahan boleh juga,,” gumamnya pelan, lalu berbalik menuju kamar dengan birahi yang ikut tersulut.
“Gaaa,,, Oooowwwhhh,,, penuh banget Gaaa,,,”
“Mba Zuraidaaa,,,sudaaah masuk semua Mbaaa,,,”
“Oooowwwhh,,,”
Arga terkaget, menghentikan gerakannya, “Apa maksud mu Sin,,,”
“Mba Zuraida membisikiku,, menantang, apakah aku bisa menelan semua batangmu,,,”
“Owwhhh yaaa?,,,jadi memang ini yang diinginkannya?,,lalu apalagi,,” Arga menjadi bingung dengan Zuraida, dirinya dilarang tapi justru menantang Sintya untuk menggodanya. Tapi masa bodoh lah bila itu adalah ujian untuk dirinya, karena vagina Sintya sangat mahir memanjakan batangnya di dalam sana. Pinggulnya kembali bergerak menghentak dengan ganas.
“Mba Zuraida juga pengen Pak Arga nyemprot di dalam sebelum dia selesaai maandiiii,,, Aaahhhh,, yaaa,,,Oooowwwhhh,,,”
“Owwwhh,,,tapi apa kau sanggup membuat aku keluar secepat itu? Arrggghhh,,,”
“Aaahhhssss,,, bisaaa,, haruuusss bisaaa,,, Sintyaaa pengeeen disemproot punyaaa bapaaaak,,,” paha montok itu menjepit pinggul Arga, kakinya membelit kaki Arga dan menekan pinggulnya keatas. Membuat batang Arga masuk semakin dalam dan terjepit begitu erat.
“Gilaaa,, ada jugaaa ternyata tehnik seperti ini,,, Uuugghhh,, tapi ini belum cukup Sin,,,”
Sintya tertawa sambil terengah-engah di sela sodokan Arga yang semakin keras. Lalu mendorong Arga hingga duduk bersimpuh di atas kedua kaki, dan menaikinya, tanpa menunggu Arga siap, Sintya yang kini dalam posisi dipangku segera menggerakkan pantatnya dengan liar.
“Oooowwwhhh,,, Paaaak,,, bagaimanaaa,,, Aaagghhhh,,,”
Membekap wajah Arga di antara kedua payudara, pinggul montok itu kini bergerak menghentak dengan kasar dengan lorong vagina yang menjepit erat.
“Paaaak,,, cepeeet keluaaarin Paaaak,,, Sintya udaaah ga kuaaaaat,,”
“Ooowwwhhh,,, batang mu gedeee bangeeet Paaak,,,”
Gerakan liar wanita cantik berponi itu membuat Arga kelabakan, batangnya dengan cepat keluar masuk.
“Uuugghh,, gila kamu Sin,,, Aaaghhh,, barangmu ini haruss menjadi milikkuuu Aaarrgghh,,,”

hilda - jilbab hot (1)
“Please semprotin meeeemek aaahh,,,Sintyaaaa,,”
“Pleaseeee,,, Sintyaaa keluaaaarrrr,,,”
“Aaarrrgggghhh,,,”
“Akuuu semprooot memeeeeeek mu Siiin,,, Aaaarrrgghhhh,,,”
Kedua tubuh manusia berlainan jenis itu berkelojotan, saling melumat bibir, bertukar ludah, seiring cairan kelamin mereka yang menyatu dalam vagina Sintya.
“Oowwhh,, nikmat banget punyamu Sin,,,hehehee” ucap Arga, menjatuhkan tubuh Sintya ke kasur, dan menindihnya.
“Punya bapak tuh yang gila,, nusuknya dalem banget, sampe mentok,,hihihi,,,”
“Paak,, Apa bener bapak mau ngambil saya dari Pak Prabu,,,” tanya Sintya, tatapannya begitu serius, membuat Arga bingung.
“Eeeenghhh,, maksud ku,,”
“Hehehe,, tenang aja pak,, Sintya Cuma bercanda koq,,hehehe,,”
“Tapi kalo kapan-kapan bapak mau nyoba alatnya Sintya lagi, boleh koq,” Wanita itu tersenyum, menyembunyikan wajahnya ke dada bidang Arga. Memeluk erat, dalam desir hati yang berbeda.

“Waahh,,, cepet banget,,, tau-tau udah makan disini,,,” Sapa Zuraida saat mendapati Arga dan Sintya sudah berada di ruang tamu. “Tapi kamu sudah mandi kan Ga?,,”
“Ya sudahlah,, kamu aja yang terlalu lama mandinya,,” jawab lelaki itu sambil memandangi tubuh Zuraida yang dibalut kaos putih yang ketat. lebih ketat dari biasanya.
“Gimana tadi?,,,” bisik Zuraida, duduk di sisi Sintya.
“Aku menang,,Mba kalah,,,” jawab Sintya malu-malu.
Zuraida langsung melotot ke arah Arga, yang tiba-tiba keselek dipandangi wanita berwajah cantik itu. penutup kepalanya diikat keleher seakan sengaja memamerkan sepasang gundukan payudara yang membulat padat.
“Aku ke kamar sebentar, ngambil kacamata, pasti panas banget nanti,,” pamit Sintya, menuju kamar.
“Sempurnaaa,,” ucap Arga pelan. Matanya tak sengaja menangkap tonjolan mungil, puting Zuraida tercetak jelas di kaos putihnya yang ketat. Bulatan payudara yang tidak ditopang oleh bra itu tetap membusung tegak, bergerak begitu indah mengikuti gerakan tubuh sang wanita. Sontak wanita itu tersipu malu, menundukkan wajahnya.
“Argaa,,, apakah aku masih terlihat cantik?,,” Hati Zuraida bergemuruh, ingin mendapatkan pengakuan dari lelaki yang dulu begitu dikaguminya.
“Cantik, bahkan sekarang kau bertambah lebih montok,,” Arga berdiri, mendekati bangku Zuraida. “Tapi bagiku, kau lebih dari sekedar cantik dan seksi, kau masih yang terindah,,”
“hohohoo,,, tidak,,tidaaak, jangan menggodaku lagi,,,” Zuraida bangkit, berusaha mengelak dari Arga yang ingin merengkuh pinggangnya. “Kau sudah gagal tadi,, u are a looser,, hahaaha,,,” berjalan menuju keluar.
“Aaahhh Siaaaal,,,” Arga memang sudah menduga jika Zuraida tadi tengah mengujinya.
“Zeee,,, Sayaaaang,,,” Arga menggenggam tangan Zuraida, menahan wanita itu. Menatap dengan penuh harap.

Setidaknya…
Biarkan di waktu yang tersisa ini aku memilikimu…
Merengkuh hatimu yang begitu jauh…
Meski sesaat, itu sangat berarti bagiku…
Aku ingin dirimu…

Lagi-lagi Zuraida harus menyerah pada tatapan teduh itu. Berjalan mendekat, masuk dalam pelukan sang lelaki.
“Arga,,, meski untuk sesaat, liburan ini juga sangat berarti bagiku,,, berusahalah untuk mendapatkan ku,, mendapatkan tubuhku,,,” ucap wanita yang hatinya tengah goyah itu.
Ada hasrat untuk menyerahkan tubuhnya dalam keperkasaan sang pejantan, tapi tidak dalam birahi liar. Wanita itu menginginkan sang pejantan menikmati tubuhnya dalam ritual hasrat yang sengaja dicipta, mencinta dan dicinta.
“Mbaaa,, Hehehee,, sorry,, lagi-lagi aku ngeganggu, Cepet Yuk,,, udah ditunggu sama yang lain,” seru Sintya, tepat saat Arga mengecup lembut Zuraida, yang menyambut dengan bibir terbuka.

***********************************
“Ayooo Aidaaaa,,, satu putaran lagiii,,,”
“Aryantiii,,, cepeeet,,, jangan mau kalaaahh,,,, loncat yang tinggi,,hahahaaa,,,”
Teriakan para suami terdengar ramai, tapi mereka bukan memberi semangat kepada istri masing-masing, teriakan itu justru ditujukan kepada istri yang memiliki gerakan paling liar.  Yaa,, lomba balap karung dipilih sebagai laga pembuka untuk game pantai.  Mata para suami tertuju pada Aida yang begitu semangat meloncat memacu tubuhnya, memimpin paling depan, dan bisa ditebak, mata jalang para suami tertuju pada sepasang payudara besarnya yang bergerak naik turun.  Sementara di belakangnya Aryanti berusaha menyusul, meloncat dengan cepat, tak peduli dengan payudara mereka yang tidak dilindungi bra, bergerak liar. Memang sangat merepotkan bagi mereka yang memiliki buah dada dengan ukuran besar, ketika harus meloncat, jelas sepasang benda menggiurkan itu akan ikut bergerak tak terkendali. Andini yang berada diurutan ketiga memang lebih diuntungkan dengan payudaranya yang tidak terlalu besar, namun ukuran karung yang hampir menutup seluruh tubuhnya itu membuatnya sangat kerepotan.
“Ayooo cepeeeet,,, yang nyampe duluan saya kasih piala,,” seru Pak Prabu yang berdiri di garis finish, sambil menggosok-gosok penisnya, membuat para suami lainnya tertawa. Tapi justru membuat para wanita yang tengah berloncat dan berlari tersipu malu.
Siapapun dapat melihat tojolan penis Pak Prabu, yang telah mengeras dengan sempurna, dan itu diakibatkan ulah payudara mereka yang bergerak brutal tak terkendali. Aryanti yang sudah pernah merasakan keperkasaan batang besar itu, tertawa. Terlintas dipikiran nakalnya untuk menabrak Pak Prabu, dan memberi pelajaran buat lelaki paruh baya itu dengan meremas batangnya saat tubuh mereka terjatuh.  Aryanti lagi-lagi tertawa, menertawakan pikiran mesumnya. Tapi ternyata hal yang sama juga terlintas dibenak Aida, meski tidak tau pasti ukuran pusaka Bos suaminya itu, dari balik kacamata minusnya Aida dapat memastikan batang itu memeiliki ukuran yang menggiurkan birahinya. Tak ayal kedua wanita cantik itu memacu kakinya lebih cepat, bersaing menuju tempat Pak Prabu berdiri. Saling bersenggolan sambil tertawa. Membuat Munaf yang berdiri tak jauh dari Pak Prabu sangat cemburu.
“Kyaaaaa,,,”
“Aaaaaa,,,hahahaahaa,,,”
“Mba Aida curaaaang,,, Hahahaaa,,”
Bruaakkk!!! Kedua tubuh montok itu bersamaan menubruk Pak Prabu yang tertawa menyambut sambil merentangkan kedua tangannya, jatuh terjengkang ditindih dua wanita cantik. Membuat para lelaki begitu iri dengan keberuntungan Pak Prabu. Apalagi mata mereka menangkap gerakan tangan Aida dan Aryanti yang berebut mencengkram selangkangan Pak Prabu bersamaan. Andini yang tepat berada di belakang mereka seakan tak mau kalah ikut meloncat ketubuh Pak Prabu, menindih Aida dan Aryanti. Membuat tawa semakin riuh.Tentu saja Pak Prabu juga berusaha sebaik mungkin memanfaatkan kesempatan, tangannya yang terentang dengan bebas meremasi payudara para wanita yang menyerahkan tubuh pada dirinya.
“Asseeeemmm,, mantap bener pantat istri kalian,,, uggghh,,, pasti nikmat banget kalo di Doggy,,” celetuk Mang Oyik kepada Arga dan Munaf, meremas-remas selangkangnya saat melihat rok ketiga wanita itu tersingkap, memamerkan pantat yang dibalut celana dalam aneka warna.
hilda - jilbab hot (2)
“Kan mamang udah pernah nyobain, kemaren nyemprot didalam juga kan?,,hehehe,,” jawab Arga terkekeh.
“Mamang udah pernah nyobain? Sama siapa? Istrimu Ga?,,,” tanya Munaf bingung.
“Ya istri mu lah,,, ngeliat sendirikan gimana lemesnya istri mu tadi malam? Hahahahaa,,,” Arga tertawa, seakan ingin membalas ulah Munaf yang sempat merayon tubuh Aryanti saat bermain kartu.
“Heehhh,, yang beneeer?,, ahh sialan kau Mang,,,” wajah Munaf seketika berkerut, tak pernah terlintas diotaknya kalau tubuh mulus istrinya turut dinikmati oleh lelaki seperti Mang Oyik.
Aryanti menghampiri Arga sambil tertawa. “Huuufff,,, capek banget sayang,, kakiku pegel seperti ingin keram,”
Sementara Munaf dan Mang Oyik harus meneguk liur menatap payudara Aryanti yang tercetak jelas di balik kaos, bergerak naik turun dengan teratur, mengikuti tarikan nafas yang masih tersengal.
“Kalau gitu istirahat lah dulu,” ucap Arga santai tanpa menoleh.
“Sayang,,, masih marah ya?” tanya Aryanti yang bingung melihat Arga sedikit agak cuek dari biasanya. “Atau kau marah karena kejadian tadi, saat aku menabrak Pak Prabu, aku memang melakukannya dengan sengaja, maaf,,,”
“Ngga koq sayang,, aku tau kau cuma terbawa permainan,” Arga menoleh sambil tersenyum lembut, tapi tetap saja ada yang mengganjal di hati Aryanti. Perlahan dipeluknya Arga dari samping.
“Ayooo Zuraidaaaa,,, cepaaat,,, jangan mau kalaah sama Bu Sofie,,,”
DEEEGGG, hati Aryanti terasa sakit saat Arga memberi semangat kepada Zuraida. Tapi kenapa?,,, Zuraida adalah teman baiknya, dan Zuraida pula yang menjodohkan mereka. Wanita cantik itu semakin erat memeluk pinggang Arga. Tapi bukan hanya Arga, karena mata semua lelaki kini tertuju pada Zuraida yang terlihat malu-malu untuk meloncat, menghindari gerakan di dadanya, sesekali kakinya berusaha berjalan di dalam karung yang sempit. Akibatnya Bu Sofie yang berada di belakang perlahan mulai mendekat, padahal tenaga wanita dengan tubuh padat berisi itu telah terkuras habis akibat ulah Mang Oyik dan Kontet.
“Ayooo Zuraidaaaa,,, loncat yang tinggiii!!!,,, Awwww,,,” Munaf yang berteriak memberi semangat seketika terpekik akibat cubitan Aida yang cemburu.
Teriakan Munaf justru membuat gerakan Zuraida semakin pelan, tapi sepelan apapun gerakan, payudara dengan ukuran menggiurkan itu pasti akan bergerak tanpa topangan bra.
“Hahahahaaa,, Hooosshh,, Hooshhh,, haahh,,hahaaahh,,,” Bu Sofie yang tertinggal dibelakang, kembali bersemangat saat melihat gerakan Zuraida semakin pelan, kini dirinya sudah menyusul beberapa langkah di depan, berusaha memperpendek jarak dengan Sintya yang ada di depannya.“Siaaal,,, Uuuhhhh,, Kenapa semua melihat ke aku sih,, padahal masih ada Sintya dan Bu Sofia yang nenennya lebih gedeeee,, Uuuhh,,, ,” Hati Zuraida berteriak kesal seakan ingin menangis.
Tubuh nya yang selalu tertutup hingga kekepala itu, tak pernah sekalipun dipertotonkan seperti itu kepada banyak orang, meskipun hanya dengan pakaian yang ketat. Tapi kini semua lelaki dapat melihat puting payudara yang tercetak jelas. Apalagi saat dirinya menangkap pandangan mata Pak Prabu, Adit dan munaf yang menatap penuh birahi. Parahnya lagi, di belakang ketiga lelaki itu, Mang Oyik begitu bernafsu menggosok selangkangannya, mulut lelaki berwajah amburadul itu membuka dan menutup mengikuti gerak payudaranya yang naik turun. Ada penyesalan dihati wanita itu, kenapa tadi dirinya memilih kaos ketat, padahal tujuannya tidak lain hanya untuk menggoda Arga, tapi jika ranum buah dadanya itu turut dipelototi oleh lelaki lain, jelas dirinya sangat malu.
“Begoooo,,, kenapa ga ditutup pake jilbab aja,,, uugghhh,, begoo, begooo,,,” rutuk hati Zuraida, ketika teringat bagian bawah jilbabnya yang terikat ke belakang. Dengan sekali hentakan ikatan kain putih itu terlepas, menutupi bagian depan payudaranya. Sontak teriak kecewa menghambur dari mulut para lelaki.
“Whooooo,,, Zuraidaaa pelit,, Aaaaww,,, koq dicubit terus sih mahh,,” protes Munaf ketika teriakan kecewanya beroleh cubitan di perutnya yang mulai buncit.
“Mamahkan enak, udah nyobain banyak batang dimari,,,” sungut Munaf.
“Tu kan,,, salahnya papah juga sih suruh-suruh mamah pake rok beginian, pasti biar bisa pamerin punya mamah kan?, jadi kalo ada orang yang minta isi dalam rok mamahh, papah ga boleh marah dong,,,” protes Aida lalu melenggang meninggalkan Munaf yang terbengong.
“Eeee,,, busyet dah, sejak kapan bini ku binal kaya gitu, main kasih memek seenaknya,, kan tu punya kuu,,,” dengus Munaf kesal, melototi istrinya yang melenggang cuek, sesekali memamerkan pantat yang tak mampu ditutupi oleh rok yang pasrah tertiup angin.
“Yeeeeaaahhhh,,,,” terdengar teriakan Sintya yang berhasil mencapai finish.
“Aaahhh,,, tungguuu,,tungguuu,,, curang kaliaaan,,,” Bu Sofie berteriak histeris dengan nafas ngos-ngosan, mulai keteteran tak mampu menyaingi Zuraida yang memacu tubuhnya, menyalip dengan cepat mencapai garis finish.
“Yaaaaaaaa,,,, hahahahahaaa,,,” Zuraida ikut tertawa heboh berdiri digaris finish. Mengangkat tinggi kedua tangannya, terlihat jelas wanita itu mulai menikmati permainan.
“Maaf ya buu,, sekali-sekali ibu yang belakangan,,,heheehee,,” ucap Zuraida menyambut Bu Sofie yang menggerutu lucu, di garis finish.
Sekilas Zuraida melirik Arga yang mengangkat jempolnya, membuat wanita itu tertawa tersipu. Dokter cantik itu tidak menyadari, Aryanti yang berdiri di samping suaminya tersenyum kecut, cemburu melihat kemesraan Suaminya dan Zuraida
“Wokkeeeee,,, game kali ini dimenangkan oleh Aidaaa,,,” Pak Prabu mengumumkan pemenang lomba.
“Lhoo koq bisa Pak?,,, aku kan lebih dulu nginjak garis finis dibanding Aida,,” protes Aryanti.
“Yaa,, tapi Aida sepersekian detik lebih cepat memegang punyaku,,,hahahaa,,,”
“Whhoooooo,,, Pak Prabu curang,,Hahahahaaa,,,”
“jurinya mupeng tuuuhhh,,,Hahahaa”

Teriakan dan tawa menghambur di bibir pantai. Terik matahari seakan tak mampu mengurangi keceriaan para suami istri.
“kali ini biar adil, biar aku yang jadi jurinya, karena game berikutnya bakal lebih panas, lomba makan sosis hahahaa,,” ucap Bu Sofie sambil bertolak pinggang.
“Ayooo sini,,,, semua ngumpul,,, para wanita silahkan pakai kalung pita ini,” lanjutnya, lalu menyerahkan pita merah kepada Aryanti, pita biru untuk Andini, pita ungu diserahkan pada Aida, Pita putih untuk Sintya, dan pita hijau untuk Zuraida. Bu Sofie meminta para istri mengalungkan di leher.
“Ayooo,, sekarang giliran para suami, cepet sini,,,” teriaknya sambil menenteng kain kantongan berisi beberapa bola.
“Dako kau duluan,, silahkan pilih wanita mu,,,, hehehee,,,” Bu Sofie mengulurkan kantong. Mata Dako berusaha mengintip melalui celah.
“Eeehh,, ga boleh ngintip,,, semua tergantung keberuntungan tanganmu,, ayo cepat ambil satu bola,”
“Warna Unguuu,, Aidaa,,,hahahaa,,” Bu Sofie mengumumkan pasangan Dako adalah Aida.
“Hehehehee,,, hay bu guru cantik, udah siap untuk menang?,,” Dako sengaja mencolek pinggang Aida, menggoda Munaf yang lagi uring-uringan.
hilda - jilbab hot (6)
“Yaaa,, meraahh,,Aryantiii,,,”
“Yeeeaaahhh,,,” Adit berteriak girang, menghampiri Aryanti, “Sorry ya calon boss,, aku pinjam dulu istrimu,,,hehehee,,” Adit menggoda Arga, menarik tangan Aryanti yang masih memeluk pinggang suaminya.
“Awas aja kalo sampe lecet, aku jadiin OB kamu,,” ancam Arga bercanda, walau ada rasa was-was dihati, permainan seperti apa yang bakal digelar.
“Sintyaaa,,, Putih,,,”
“Weeew,,, boleh juga nih,,, game nya harus hot Bu,,” seru Munaf, jengkelnya sedikit berkurang. Sudah lama dirinya tertarik dengan wanita yang setiap hari duduk manis di depan ruang Pak Prabu dengan rok ketat dan minimalis.
“Argaa,, kau dapat Andini,,, hahahaa,, mau ditukar dengan ibu?” goda Bu Sofie, ketika Arga maju mengambil bola warna Biru.
“Emang ibu sanggup makan sosis saya?,,” jawaban Arga membuat Bu Sofie terdiam dengan jantung berdegub kencang.
“Tunggu tanggal mainnya, pasti kulahap habis sosis besarmu itu,,” balas Bu Sofie, berbisik dengan jantung menderu merasa ditantang.
“Tersisa satu bola hijau, artinya Zuraida berpasangan dengan suamiku, pak Prabu,,,” terang Bu Sofie, sepeninggal Arga yang mendekati Andini.“Jadi permainannya seperti ini,, Sosis yang dibagikan Mang Oyik ini harus diikat dipinggang para istri, dan mereka harus mendekati pasangan mainnya dengan mata tertutup, dan pasangan mainnya harus memberi aba-aba kemana si wanita harus menuju, terus,,,” Bu Sofie menghentikan ucapannya sambil wajah tersenyum nakal, membuat peserta lomba penasaran menunggu.
“Terus,,, sosis itu harus dimasukkan ke dalam mulut para lelaki yang berbaring di pasir, dan ingat,, tidak boleh dibantu oleh tangan,,,hehehee,,” Bu Sofie tertawa sambil bertolak pinggang. Permainan itu tak ubahnya seperti permainan memasukkan pensil dalam botol, hanya saja dilakukan dengan cara yang vulgar.
“Haahhh???,, yang benar aja bu,, masukin sosis kemulut Adit yang tiduran, berarti kami harus ngangkangin mereka dong?,,,” Aryanti coba protes, tangannya reflek menahan rok yang tertiup angin, entah kenapa tiba-tiba dirinya merasa malu, pasti lomba ini akan terlihat sangat vulgar.
“Hehehee,, itulah tantangan dari game ini, kalian boleh berusaha menutupi rok kalian bila mau, tapi ingat tangan kalian tidak boleh memegang sosis itu,,.” terang Bu Sofie, tersenyum puas melihat wajah para wanita mulai pucat.
hilda - jilbab hot (3)
“Tenang aja mba,, ntar saya merem koq,,,”
“Merem? aku make rok aja kamu masih usaha buat ngintip ke bawah, gimana kalo aku ngangkang depan matamu,,, awas aja kalo ngga merem, bakal ku colok matamu,,,”
“Hahahahaaa,, nih Yan,,, buat jaga-jaga, kalo ngintip colok aja,” celetuk Zuraida, menyerahkan potongan ranting kepada Aryanti.
Wanita yang selalu setia dengan penutup kepalanya itu dapat sedikit bernafas lega, karena dirinya memakai celana leggins putih. Meski celana dalam warna hitamnya dapat terlihat dengan samar, setidaknya itu masih lebih baik dibanding para istri lainnya yang mengenakan rok. Mang Oyik membagikan potongan sossis yang ujungnya dibungkus plastik, agar dapat diikat oleh tali, wajah mesumnya cengengesan membayangkan kegilaan yang bakal terjadi.
“Lho Mang,,, koq tali punya saya pendek banget sih, tuker yang lebih panjang dong,,” sela Zuraida saat menerima sosisnya.
“Waduh,, udah habis bu,, itu yang terakhir,,” jawaban Mang Oyik membuat wajah cantiknya cemberut.
“Aaahhhh,,, tu kaaaann,,, pendek banget,,” Zuraida mulai panik, sosis yang sudah diikat kan di pinggang menggantung hanya beberapa senti dari pantatnya.
“Heheheheee,,,, cuma game aja koq Bu Dokter,,,ga usah terlalu diambil hati,, hehehee,,,” ucap Pak Prabu, hatinya berteriak girang, dengan mata tak lepas dari pantat montok Zuraida.Dokter cantik itu cuma bisa tersenyum kecut, andai saja partner game nya adalah Adit atau Munaf mungkin Zuraida bisa main bentak kalo mereka nakal, tapi ini adalah Pak Prabu. Akhirnya wanita itu cuma bisa berharap game dapat selesai dengan cepat.
“Ko,,, koq pendek banget sih ngiketnya,, lagian kenapa ngiketnya dibelakang,,,” protes Munaf kepada Dako yang membantu mengikatkan sosis di pinggang belakang istrinya, membuat sosis itu menggantung tepat di depan selangkangan istrinya.
Dako mengangkat kedua pundaknya, “Tapi Istrimu ga protes tuh,,,” jawaban itu membuat Munaf melototi istrinya yang jadi salah tingkah, wajah berhias kacamata itu memerah malu.
“Sayaaaang,,, Kan ini cuma permainan aja,, ngga lebih koq,” bujuk Aida, membuat Munaf tidak bisa berkata apa-apa.
“Hanya permainan,,,” hati Aida berkali-kali mengucap kalimat itu dengan jantung berdegub kencang.
Protes yang sama juga dilontarkan Adit yang melihat Istrinya, Andini, dengan sengaja memutar sosis yang berada di belakang ke depan, hingga menggantung tak jauh dari selangkangannya. Begitu juga dengan Pak Prabu yang melototi ulah Munaf, meski sosis itu tetap berada di belakang, tapi wanita simpanannya tidak protes saat Munaf menggulung tali menjadi lebih pendek.
“Okeeee,,, para suami silahkan berbaris disana,,, dan kalian berbaris di sini,, silahkan menutup mata dengan syal ini,,,” Bu Sofie kembali memberi perintah.
Berbeda dengan para lelaki yang tampak terlihat girang, para wanita justru terlihat pucat, saling pandang dengan bingung, masing-masing merasa tidak nyaman.
“Duuuhhh,,, aku ga bisa,,, kasian kamu Zuraidaa,,,” ucap Aida, memutar posisi sosisnya ke belakang, lalu menurunkan tali menjadi lebih panjang.
Perbuatan Aida ternyata diikuti wanita lainnya, yang berusaha menjauhkan gantungan sosis dari selangkangan mereka. Perbuatan para istri itu jelas membuat para lelaki yang berbaris 5 meter dari para wanita, terlihat kecewa.
“Kalian harus mendengarkan intruksi dari pasangan kalian, kemana kalian harus melangkah,, dan kalian yang cowok, setelah pasangan kalian sudah mendekat tepuk pundaknya lalu kalian boleh berbaring dan memakan sosis itu sampai habis,” Bu Sofie terpaksa harus sedikit berteriak agar semua dapat mendengar suaranya.
“Yaaa,,,Silahkan pasang penutup mata kalian,,” seru Bu Sofie sambil memeriksa mata para wanita, memastikan sudah benar-benar tertutup.
“Semua sudaahh siaaap?,,,”
“Satuuuu,,,,”
“Duaaaaa,,,,”
“Tigaaaaaa,,, Gooo,,,!!!”
Aba-aba dari Bu Sofie langsung disambut teriakan para lelaki yang heboh memberi komando kepada pasangannya agar menuju ke arah mereka. Para wanita harus bekerja sedikit ekstra untuk mengenali suara, untungnya Bu Sofie memberi jarak dua meter antar wanita dan pasangan mainnya agar suara teriakan tidak terlalu kacau dan membingungkan. Sintya yang lebih dulu sampai di hadapan Munaf, pundaknya segera ditepuk oleh Munaf, dan dengan wajah sumringah Munaf segera berbaring di kaki Sintya.
hilda - jilbab hot (4)
“Yaaa,, buka kakimu Sin,,, turunin sosisnya pelan-pelan,,,”
“Ooowwwhh,,, Shit!!!,,,” Munaf mengumpat saat Sintya mengangkangi wajahnya, pantat semok milik sekretaris seksi itu tepat di depan matanya, perlahan mulai turun mendekati wajahnya. Meski mulutnya sudah menyentuh sosis, Munaf tetap saja menyuruh Sintya menurunkan pantatnya.
“Yaa,,, cukup,,, aku akan makan sosis ini pelan-pelan,,,” seru Munaf saat selangkangan Sintya tinggal sejengkal dari mulutnya.
“Makan yang cepet Pak,, jangan lama-lama,,,” seru Sintya, entah kesal, entah marah, tapi yang jelas liang vaginanya yang kini berada satu jengkal dari wajah Munaf, mulai basah.
“Ayooo Bu,,,, Yaaa,, cepet buka kaki mu,,,turuuniiin,, Oooowwwhhh,,, punyamu mantap banget Buuu,,,” seru Dako tak kalah heboh, langsung berbaring dan meletakkan kepalanya di antara kedua kaki Aida.
“Ckckckck,,, bener-bener mantap ni pantat, apalagi meki nya gemuk banget,,pasti jepitannya mantap nih,,” Dako dengan cueknya berkomentar, tak peduli dengan kondisi Aida yang panas dingin. “curang tu si Arga, dapet barang bagus ga bilang-bilang,,,”
DEG,,,
“Jangan-jangan Dako juga melihat perselingkuhannya dengan Arga?,,,” hati Aida semakin tidak karuan.
“Ayooo Dakoo,, cepet makan sosisnya,,,” pinta Aida tidak karuan.
“Aku ga mau sosis,,, aku mau nya kue apem,,, hehehe,,,” jawab Dako.
“Huusss,, jangan nakal,,, makan aja cepat,,,” Aida perlahan semakin menurunkan pantatnya, hingga hidung Dako dapat merasakan aroma dari vagina yang mulai basah.
Hal yang sama juga dirasakan Zuraida, yang tidak menyangka dirinya menuruti begitu saja untuk mengikuti permainan gila itu. Dirinya yang berhasil sampai di tempat Pak Prabu berdiri, disambut dengan cara yang sangat nakal. Yaaa,, Pak Prabu yang seharusnya memberi kode dengan menepuk pundak atau tangannya, justru mencolek puting payudaranya.
“Maaf Bu Dokter,,, ga tahan pengen nyolek, habisnya kenceng banget,,,Hehhehe,,,” ucap Pak Prabu pelan, yang begitu menikmati kenakalannya mengerjai wanita alim itu.
Seandainya lelaki itu bukan atasan suaminya, ingin sekali Zuraida menampar wajah Pak Prabu, tapi dirinya cuma bisa menahan emosi,  Toh,, sebentar lagi lelaki itu akan pergi meninggalkan kantor suaminya, akhirnya Zuraida berusaha untuk tetap tersenyum di antara wajah kagetnya.
“Kakinya buka yang lebar ya Bu Dokter,,, kepala saya mau masuk,,,”
“Ooowwwhh,,, pantat ibu mantap banget Bu,,, ga terlalu besar, tapi nungging kaya itik,,,”
Komentar-komentar nakal Pak Prabu sangat menganggu pikiran jernih Zuraida. Tak pernah dirinya merasa senakal ini di hadapan orang lain, selain dengan Arga. Tak ubahnya seperti eksibisi berselubung persaingan dalam permainan.
“Paakk,, berhenti mengomentari tubuh saya, selesaikan saja permainan ini secepatnya,,” ucap Zuraida dengan intonasi tinggi, untuk menunjukka rasa tidak senangnya atas kenakalan atasan suaminya itu.Tapi tanpa disadari Zuraida, rasa dari amarah yang menyeruak itu tidak lebih dari pelarian rasa malu dan bersalahnya. Dan parahnya permainan ini baru saja dimulai.
“Pelan-pelan aja bu nurunin meqi nya,,, ga usah buru-buru,,,hehehee,,”
“Uuuugghhhh,,,” Zuraida bingung, sangat bingung, komentar Pak Prabu semakin nakal.
Zuraida masih bingung, bagaimana bisa dirinya terjebak permainan gila seperti ini. ingin sekali dirinya menyudahi permainan itu, tapi itu hanya akan membuat suaminya malu. Dengan bertopang pada tangan yang berpegangan dilutut, Zuraida perlahan menurunkan pantatnya. Meski matanya tertutup tapi wanita itu sangat yakin tepat di bawah selangkangannya wajah Pak Prabu sedang tersenyum girang. Dirinya cukup sering menemani suaminya dalam acara-acara kantor, dan Pak Prabu selalu memuji kecantikan wajah dan keindahan tubuhnya, dan saat ini lelaki itu tengah memuaskan rasa penasaran atas tubuhnya.
“Terus Bu,, turunin pantatnya, mulut saya belum bisa menjangkau meqi ibu,, ehh,, maksud saya sosisnya bu,,,Hehehehee,,”
Zuraida tau, lelaki berkumis lebat itu tidak berbohong, karena tali pengikat sosisnya memang sangat pendek, dengan sangat terpaksa menurunkan tubuhnya lebih rendah, membuat siapapun yang melihat akan tergoda untuk menghajar pantat montok yang semakin menungging.
“Ooowwhhggg,,,” tubuh Zuraida kembali terangkat, dirinya sangat kaget saat sesuatu yang lembut menyentuh lapisan celana leggins nya, tepat di bibir vagina.
“Lho koq diangkat lagi sih Bu,,, saya baru pengen ngegigit meqi ibu, eehh,, sosis nya bu,,,”
“Paaak,,, jangan nakal,, plisss,, saya mohon,,,” Zuraida serasa ingin menangis, sungguh dirinya tidak ingin menjadi wanita yang nakal. Meski dirinya pernah menggoda Arga, tapi itu tidak lebih dari ungkapan perasaan hatinya yang masih memiliki rasa terhadap Arga.
“Heheehee,, maaf bu,,, tadi ga sengaja bibir saya nyenggol itunya ibu,,,”
“Tapi meqi punya Bu Dokter emang indah banget, gemuk, mukung,,, seperti punya Sintya,, hehehehe,,,”
“Tuuu kaaaan,,, Pak Prabu memang mengincar vagina ku yang gemuk,,,” hati Zuraida semakin panik. Tapi kata-kata Pak Prabu yang membeber bentuk vagina Sintya membuat Zuraida teringat pada Arga.
Teringat ketidaksengajaan dirinya saat memergoki percumbuan Arga dan Sintya. Zuraida yang sangat mengerti dengan kondisi para lelaki, merasa kasihan dengan kondisi Arga yang berkali-kali menggantung setelah bercumbu setengah jalan dengan dirinya, dan akhirnya memilih untuk mendukung kenakalan Arga pada Sintya.
“Mukung seperti punya Sintya?,,, uggghhh,,, apa vagina Sintya memang seperti milik ku?,,, Apa Arga juga suka bentuk vaginaku,,, Aaaggghhhh,,,” kepala Zuraida menggeleng-geleng, berusaha mengenyahkan pikiran nakal.
“Ooowwwhh Paaaak,,,” Zuraida terkesiap, pantatnya bergetar, dirasakannya mulut Pak Prabu bergerak-gerak dibibir vaginanya. Lewat celah dibawah matanya, wanita itu melihat Pak Prabu yang mulai mengunyah sosisnya, bergerak pelan sesekali menggesek vaginanya.
Zuraida tak yakin dirinya dapat bertahan dengan godaan ini, apalagi saat merasakan ada cairan yang merembes dicelah kemaluannya. Ingin sekali mengangkat tubuhnya, tapi para istri lainnya pun pasti tengah mengalami hal yang sama dengan dirinya, berusaha menyelesaikan lomba secepatnya.
“Batang Pak Prabu bangun!!!,,,” Jantung wanita itu berdegub semkain keras, mata indahnya tidak sengaja melihat celana Pak Prabu yang menonjol.
“Kenapa Bu?,,,”
“Ngga apa-apa,,, cepat pak makan sosisnya,,,”
Tapi permintaannya itu justru membuat tubuhnya semakin tidak karuan, Zuraida tidak bisa memastikan apa saja yang tengah dilakukan mulut lelaki itu dibawah selangkangannya, tapi yang pasti mulut lelaki itu semakin cepat bergerak, menggesek bibir vaginanya semakin cepat. Pak Prabu yang tau apa yang tengah dipelototi oleh wanita itu, sengaja menggerakkan otot penisnya, memamerkan keperkasaan batangnya. Meski tertutup kain celana, Dokter cantik itu pasti dapat melihat dan memastikan seberapa besar betang yang bergerak nakal
“Owwwhhhh,,, Pak cepaaat habiiiskaaan,,, Aaagghhhh,,, Paak,,”
Tubuh wanita itu melejit, refleks terangkat saat kumis tebal Pak Prabu berhasil menyelinap dan menusuk bibir vaginanya. Lagi-lagi wanita itu harus menyesal, kenapa tadi pagi memilih celana leggins yang tipis, tak mengira akan ada permainan seperti ini. Tak jauh dari dokter cantik itu, Aryanti juga tengah berjuang membunuh rasa malunya. Komentar-komentar Adit membuat Aryanti ingin menghajar bibir pemuda itu.
“Mbaaa,, tebel banget kayanya tu jembi,,, bener-bener bikin konti ku ngaceng,, jadi pengen masukin kaya malam kemarin,,, hehehee,,,”
“Banyak omong ni bocah, tinggal nikmatin aja masih sempat komentar, kalo masih cerewet aku bekep mulut mu pake ni pantat,,” Aryanti benar-benar gerah dengan komentar Adit, terlintas keajadian malam itu saat bibirnya dan bibir Sintya meberikan servis pada batang Adit.
“Ooowwhhh,,, mauu dong dibekep ama pantat montok mu mbaaa,,,”
“Cepeeet habisin,, atau ku pecahin dua telur mu ini,,,” seru Aryanti sambil mencengkram dua telur kehidupan milik Adit, dan ancamannya ternyata cukup manjur, Adit yang kesakitan segera melahap sosis yang menggantung.
Tampaknya wanita cantik itu tengah berusaha untuk tidak nakal, dan menyelesaikan permainan secepatnya. Tapi nafas Adit yang mendengus panas tepat mengenai bibir vaginanya yang hanya dibalut kain tipis. Lutut Aryanti gemetar, berusaha untuk tidak menurunkan pantatnya lebih dekat kewajah Adit.
“Oooowwwhhh,,, Diiiit,,, jangan nakaaaal,,,” lirih Aryanti saat Adit dengan sengaja menggesekkan hidung ke bibir vaginanya. Mati-matian wanita itu bertahan untuk tidak lagi mengkhianti suaminya.
Karena saat ini hatinya sudah cukup sakit melihat kemesraan pandangan mata suaminya dan Zuraida. Yaaa,, sebatas pandangan mata yang mesra, karena Aryanti percaya akan kesetiaan suaminya, lagipula dirinya yakin Zuraida bukan wanita yang mudah tergoda oleh lelaki. Tapi hatinya jadi penasaran, apa yang tengah dilakukan Arga pada Andini, istri dari lelaki yang tengah dikangkanginya.
hilda - jilbab hot (5)
Tepat disamping Aryanti, beberapa langkah dari tempat wanita cantik itu mengangkangi wajah Adit, Arga telihat tengah digoda oleh Andini yang menarik segitiga pelindungnya kedalam belahan pantat, seolah memamerkan kulit pantat yang putih mulus. Sepertinya gadis itu sengaja ingin membalas ulah nakal Arga dikolam renang tadi malam. Arga tertawa lalu meremas pantat mungil Andini yang kencang, entah apa yang diucapkan Arga, hingga membuat Andini terlihat tertawa, lalu menyentil batang nya yang mengeras. Perlahan Arga makan sosis yang menggantung. Siapapun tau, jika gadis itu tengah menggoda Arga, tapi lelaki itu hanya berani mengusap-usap paha dan pantat mulusnya. Berkali-kali Andini menurunkan tubuhnya hingga vagina yang masih terbalut celana dalam putih itu mengenai bibir Arga, tapi lelaki itu menghindar dengan membuang wajahnya ke samping sambil tertawa.
“Hihihi,, ternyata Pak Arga juga jinak-jinak merpati, kalo ada istri nya sok jaim, tapi kalo ga ada,, wuuuhhhh,,, habis-habisan meqi ku dihajaaarr,,, hihihii,,” bisik Andini yang agak kesal dengan sikap sok cool lelaki itu. Sementara birahi mudanya tengah terbakar.
Padahal saat itu hati Arga tengah gundah, berkali-kali matanya melirik istrinya yang tengah dinakali oleh Adit, berkali-kali pemuda itu dengan sengaja mengakat kepala agar lidahnya dapat mengusap vagina istrinya. Dilihatnya Aryanti tampak berusaha untuk bertahan, namun saat kain celana dalam yang mulai basah itu disapu oleh lidah Adit, mau tidak mau bibir seksinya melenguh menahan nikmat. Sementara di sebelah kanannya Zuraida tampak menggeliat menahan godaan bibir Pak Prabu yang menciumi bibir vaginanya. Berkali-kali bibir nya merintih saat Pak Prabu membenamkan wajahnya setelah menggigit potongan sosis, dan dengan cepat Zuraida mengangkat kembali pantatnya dengan wajah yang tersipu malu. Tanpa disadari Arga yang tengah mengamati sekitar, tiba-tiba Andini menarik celana dalamnya ke samping, lalu mengambil sosis yang menggantung dan meletakkannya di bibir vagina, perlahan pantatnya turun, mengarahkan sosis ke bibir Arga.
“Asseeeemm,,, ni cewek, bener-bener ngerjain aku dah,,,” umpat Arga, saat melihat batangan sosis terjepit divagina Andini.
“Aaahh,, Masa Bodoh lahh,,,” dengan cepat Arga menggigit sebagian sosis, tapi gerakannya yang terburu-buru itu justru membuat sebagian sosis yang tersisa masuk semakin dalam ke vagina Andini.
“Oooowwhhh,,, Paaakk,,, Jangan nakaaall,,”
Meski pelan, Rintihan Andini membuat Aryanti menoleh,,,
“Mas Argaaa,,, Maaass!!!,,,”
Jantung wanita itu seakan berhenti berdetak, Aryanti yang sengaja membuka sedikit penutup matanya, melihat Arga seperti tengah memasukkan batangan sosis ke dalam vagina mungil Andini.
Tapi Aryanti juga heran, jika suaminya memang tengah menakali Andini, kenapa suaminya justru begitu takut bibirnya tersentuh vagina gadis mungil itu. Dengan giginya Arga berusaha menarik keluar batangan sosis, tapi gerakan pinggul Andini justru membuat sosis itu masuk semakin dalam. Membuat wajah Arga kebingungan.
“Dasar,, gadis nakal,,,” gumam Aryanti kesal, “lihat apa yang bisa kulakukan pada suami mu,,,”
Perlahan Aryanti menurunkan pantatnya, membenamkan wajah Adit di belahan pantat dan vaginanya, membuat pemuda itu terkejut tapi juga kegirangan.
“Mbaaa,,, Owwwhh,, wangi banget mba meqi muuu,, owwhhh,,,” Adit mendengus disela belahan vagina Aryanti, menggerak-gerakkan hidungnya seolah ingin membelah vagina Aryanti yang masih tertutup kain.Kini justru Aryanti yang kelimpungan, gerakan Adit membuat vaginanya begitu cepat basah, berusaha sekuat tenaga menahan lenguhan agar Arga yang berada beberapa meter darinya tidak mendengar dan menoleh.
“Ooooggghhh,, Adiiittt,,, jangan digigiiiit,,,” Aryanti terpekik tertahan, Adit yang memegangi pinggulnya tiba-tiba menekan pantat montoknya hingga wajah pemuda menghilang sepenuhnya, dan tanpa diduga mengigit bibir vaginanya.
Aryanti berusaha mengangkat tubuhnya, tapi tenaga Adit mampu menahan.
“Diiitt,,, jangaaaan,, Oooowwwhh,, Aku bisaaa keluar kalooo diginiiin teruusss,,”
“Suuudaaaahhh,,,”
Aryanti semakin kaget, disaat bibirnya merintih akibat ulahnya sendiri, saat itulah Arga menoleh, pandangan mata mereka bertemu,,,”
“Maaaasss,, aku dikerjai Adiiiit,,,”
“Eeeeeenghhhhkkss,,Ooooowwhhhhhsss,,,,” Aryanti melenguh menghantar orgasme dihujung tatapan suaminya.
Ingin sekali Aryanti menerangkan bahwa dirinya tengah dikerjai Adit, tapi sulit baginya untuk berkelit, tubuhnya yang menggelinjang orgasme telah menerangkan segalanya. Bu Sofie yang melihat permainan mulai panas justru tertawa.
“Ayooo,,, cepaaaat,,, habiskan sosisnya,,, Yang cowok jangan nakal yaa,,,hahahaaa,,”
“Saya hitung sampaai sepuluh,,, kalo ga habis bakal saya kasih sosisnya Mang Oyik lhoo,, hahahaa,,,”
Mendengar nama nya disebut untuk ditawarkan, membuat Mang Oyik tertawa girang. “Waaahh,, bener nih punya saya mau dikasihin keteman-teman ibu?,,,heheee,,makasih Buu,,,”
“Yeee,, jangan girang dulu,, bukan buat yang cewek,, tapi buat cowok yang kalah,,”
“Anjrit,,,”
“Asseeemm,,,”
Serentak para cowok yang mendengar obrolan Mang Oyik dan Bu Sofie mengumpat, bergegas menghabiskan sosisnya. Zuraida tersenyum kecut, saat Pak Prabu menghentikan kenakalannya, kain celana leggins nya tampak sangat basah, entah oleh ludah Pak Prabu, entah oleh rembesan cairan vaginanya, tapi yang pasti Dokter cantik itu mampu bertahan.  Begitu juga dengan Munaf dan Adit, sambil tertawa kedua orang itu mengunyah habis sosisnya. Lidah Dako yang tengah asik menikmati labia mayora milik guru cantik bernama Aida, mengumpat berkali-kali. Yaaa Aida dengan sukarela menyibak celana dalamnya kesamping karena tak mampu bertahan atas rayuan Dako.
“Asseeem,,, emang aku Maho,,,” umpat Dako, setelah menarik lidahnya dari lorong vagina Aida yang baru saja mendapat orgasme, tapi sosisnya masih utuh, belum digigit sedikitpun.
Sambil tersenyum nakal, dengan bibirnya Dako menarik lepas sosis yang masih utuh menggantung, lalu dengan mulutnya memasukkan sosis yang memiliki potongan cukup besar itu ke vagina Aida. Membuat wanita itu menjerit kaget.
“Akuu,, titip dulu,,, ntar setelah lomba baru kuambil,,,” bisik Dako, sementara Aida cuma bisa mengangguk, lalu mengangkat tubuhnya untuk berdiri.
Kakinya terlihat gemetar, menahan geli akibat sosis yang bersemayam di dalam vagina. Tersisa Arga yang kelimpungan, terpaksa mengais-ngais vagina Andini, berusaha menarik keluar sosis yang masuk semakin dalam ke vagina Andini.“Ooowwhhsss,,Ni Paaak,,, aku bantu ngeluarin,,,” ucap Andini disela desahannya, mengencangkan otot vaginanya, hingga membuat batangan sosis yang tersisa sedikit itu meloncat keluar, seiring dengan cairan orgasme yang menghambur.
“Ooowwhhhh,,,” kaki Andini gemetar, orgasme diatas wajah Arga yang kelimpungan, di bawah tatapan Aryanti dan peserta lomba lainnya.
Terlihat jelas wajah malu Aryanti, meski ia tau suaminya tengah dikerjai, tapi tidak bagi yang lainnya, yang hanya menonton prosesi hebohnya orgasme Andini. Jika yang lainnya justru tertawa dan bersorak menganggap itu adalah kemenangan Arga sebagai seorang lelaki, tidak begitu halnya dengan Zuraida, wanita cantik itu terlihat sangat kecewa. Menggenggam erat ujung kaosnya untuk meredam emosi, cemburu, marah yang membaur menjadi satu. Tapi wanita itu cuma bisa terdiam, sedikitpun dirinya tidak memeliki hak untuk marah, Arga bukan suaminya, bukan pula kekasihnya, karena masa bagi dirinya dan Arga telah habis beberapa tahun yang lalu.
“Okeee,,, permainan selesai,,”
“Sambil menunggu Mang Oyik mengambil minuman, kita istirahat sebentar,,,” Seru Bu Sofie, tanpa rasa bersalah setelah memberikan permainan yang begitu gila.
“Ingat,,, permainan selanjutnya bakal lebih gila,,, tapi bagi mereka yang menang akan mendapatkan mobil saya sebagai kenang-kenangan,,,” Sambungnya, lalu berjalan menuju kesebuah pohon.
Mereka yang awalnya ingin protes menjadi tertawa, saling pandang, tertantang untuk mendapatkan Honda CRV milik Bu Sofie.

UMI ANIS

Teng! Jam dinding berdentang satu kali. Malam semakin larut, tapi Anis masih duduk di ruang tengah. Sejak tadi matanya sulit terpejam. Baru beberapa jam yang lalu Ibu Mas Iqbal, suaminya, menelepon, “Nis, Alhamdulillah, barusan ini keponakanmu bertambah lagi…” suara ibu terdengar sumringah di ujung sana.”Alhamdulillah… laki-laki atau perempuan, Bu?” Anis tergagap, kaget dan senang. Sudah seminggu ini keluarga besar Mas Iqbal memang sedang berdebar-debar menanti berita Dini, adik suaminya, yang akan melahirkan.

hijaber hot (1)

“Laki-laki. Cakep lho, Nis, mirip Mas-mu waktu bayi…” Ibu tertawa bahagia. Dini memang adik yang termirip wajahnya dengan Mas Iqbal.
“Selamat ya, Bu, nambah cucu lagi. Salam buat Dini, Insya Allah besok pulang kerja, Anis dan Mas Iqbal akan jenguk ke rumah sakit.” janji Anis sebelum menutup pembicaraan dengan Ibu yang sedang menunggu Dini di rumah sakit.
Setelah menutup telepon, Anis termenung sesaat. Ia jadi teringat usia pernikahannya yang telah memasuki tahun ke lima, tapi belum juga ada tangis si kecil menghiasi rumah mereka. Meskipun demikian ia tetap ikut merasa sangat bahagia mendengar berita kelahiran anak kedua Dini di usia pernikahan mereka yang baru tiga tahun.
“Kok melamun?!” Mas Iqbal yang baru keluar dari kamar mandi mengagetkannya. Ia memang pulang agak malam hari ini, ada rapat di kantor katanya. Air hangat untuk mandinya sempat Anis panaskan dua kali tadi.
“Mas, ibu tadi mengabari, Dini sudah melahirkan. Bayinya laki-laki,” cerita Anis.

“Alhamdulillah… Dila sudah punya adik sekarang,” senyum Mas Iqbal sambil mengeringkan rambutnya, tapi entah mengapa Anis menangkap ada sedikit nada getir dalam suaranya. Anis menepis perasaannya sambil segera menata meja menyiapkan makan malam.

Selepas Isya’an bersama, Mas Iqbal segera terlelap, seharian ini ia memang lelah sekali. Anis juga sebenarnya agak lelah hari ini. Ia memang beruntung, selepas kuliah dan merasa tidak nyaman bekerja di kantor, Anis memutuskan untuk membuat usaha sendiri saja.
hijaber hot (2)
Dibantu temannya yang seorang notaris, akhirnya Anis mendirikan perusahaan kecil-kecilan yang bergerak di bidang design interior. Anis memang berlatar pendidikan bidang tersebut, ditambah lagi ia punya bakat seni untuk merancang sesuatu menjadi indah dan menarik. Bakat yang selalu tak lupa disyukurinya. Keluarga dan teman-teman banyak yang mendukungnya, akhirnya sekarang ia sudah memiliki kantor mungil sendiri tidak jauh dari rumahnya.
Dan, seiring dengan kemajuan dan kepercayaan yang mereka peroleh, perusahaannya sedikit demi sedikit mulai dikenal dan dipercaya masyarakat. Tapi Anis merasa itu tidak terlalu melelahkannya, semua dilakukan semampunya saja, sama sekali tidak memaksakan diri, malah menyalurkan hobi dan bakatnya merancang dan mendesign sesuatu sekaligus mengisi waktu luangnya. Beberapa karyawan yang sigap dan cekatan membantunya. Malah sekarang sudah ada beberapa designer interior lain yang bergabung di perusahaan mungilnya.
Itu sebabnya sesekali saja Anis agak sibuk mengatur ketika ada pesanan mendesign yang datang, selebihnya teman-teman yang mengerjakan. Waktu Anis terbanyak tetap buat keluarga, mengurus rumah atau masak buat Mas Iqbal meski ada Siti yang membantunya di rumah, menurutnya itu tetap pekerjaan nomor satu. Anis juga bisa tetap rutin mengaji mengisi ruhaniahnya. Namun karena kegiatannya itu, biasanya ia tidur cepat juga, tapi malam ini rasa kantuknya seperti hilang begitu saja. Berita dari ibu tadi membuat Anis teringat lagi. Teringat akan kerinduannya menimang si kecil, buah hatinya sendiri.
Lima tahun pernikahan adalah bukan waktu yang sebentar. Awalnya Anis biasa saja ketika enam bulan pertama ia tak kunjung hamil juga, ia malah merasa punya waktu lebih banyak untuk suaminya dan merintis kariernya. Seiring dengan berjalannya waktu dan tak hentinya orang bertanya, dari mulai keluarga sampai teman-temannya, tentang kapan mereka menimang bayi, atau kenapa belum hamil juga, Anis mulai khawatir. Fitrahnya sebagai wanita juga mulai bertanya-tanya, apa yang terjadi pada dirinya, atau kapan ia hamil seperti juga pasangan-pasangan lainnya…
Atas saran dari banyak orang, Anis mencoba konsultasi ke dokter kandungan. Seorang dokter wanita dipilihnya. Risih juga ketika menunggu giliran di ruang tunggu klinik, pasien di sekitarnya datang dengan perut membuncit dan obrolan ringan seputar kehamilan mereka. Atau ketika salah seorang diantara mereka bertanya sudah berapa bulan kehamilannya.
“Saya tidak sedang hamil, hanya ingin konsultasi saja…” senyum Anis sabar meski dadanya berdebar, sementara Mas Iqbal semakin pura-pura asyik dengan korannya. Anis bernafas lega ketika dokter menyatakan ia sehat-sehat saja. Hindari stress dan lelah, hanya itu nasehatnya.
Setahun berlalu. Di tengah kebahagiaan rumah tangganya, ada cemas yang kian mengganggu Anis. Kerinduan menimang bayi semakin menghantuinya. Sering Anis gemas melihat tingkah polah anak-anak kecil disekitarnya, dan semakin bertanya-tanya apa yang terjadi dengan dirinya. Setelah itu mulailah usaha Anis dan suaminya lebih gencar dan serius mengupayakan kehamilan. Satu demi satu saran yang diberikan orang lain mereka lakukan, sejauh itu baik dan tidak melanggar syariat agama. Beberapa dokter wanita juga kadang mereka datangi bersama, meski lagi dan lagi, sama saja hasilnya. Sementara hari demi hari, tahun demi tahun terus berlalu.
Kadang Anis menangis ketika semakin gencar pertanyaan ditujukan padanya atau karena cemas yang kerap mengusik tidurnya. Mas Iqbal selalu sabar menghiburnya, “Anis, apa yang harus disedihkan? Dengan atau tanpa anak, rumah tangga kita akan berjalan seperti biasa. Aku sudah sangat bahagia dengan apa yang ada sekarang. Insya Allah tidak akan ada yang berubah dalam rumah tangga kita…” kata Mas Iqbal suatu ketika seperti bisa membaca jalan pikirannya.
hijaber hot (3)
Suaminya memang tahu kapan Anis sedang mendalam sedihnya dan harus dihibur agar tidak semakin larut dalam kesedihan. Di saat-saat seperti itu memang cuma suaminya yang paling bisa menghiburnya, tentu saja disamping do’a dan berserah dirinya pada Tuhan. Kadang Anis heran kenapa Mas Iqbal bisa begitu sabar dan tenang, seolah-olah tidak ada apapun yang terjadi. Dia selalu ceria dan optimis seperti biasa. Apakah memang pria tidak terlalu memasukkan unsur perasaannya atau mereka hanya pintar menyembunyikan perasaan saja? Anis tidak tahu, yang pasti sikap Mas Iqbal banyak membantu melewati masa-masa sulitnya.
Sebenarnya Anis juga bukan selalu berada dalam kondisi sedih seperti itu. Sesekali saja ia agak terhanyut oleh perasaannya, biasanya karena ada faktor penyulutnya, yang mengingatkan ia akan mimpinya yang belum terwujud itu. Selebihnya Anis bahagia saja, bahkan banyak aktivitas atau prestasi yang diraihnya. Buatnya tidak ada waktu yang disia-siakan. Selagi sempat, semua peluang dan kegiatan positif dilakukannya. Kadang-kadang beberapa teman menyatakan kecemburuannya terhadap Anis yang bisa melakukan banyak hal tanpa harus disibuki oleh rengekan si kecil. Anis tersenyum saja.
Anis juga tidak pernah menyalahkan teman-temannya kalau ketika sesekali bertemu obrolan banyak diisi tentang anak dan seputarnya. Buatnya itu hal biasa, usia mereka memang usia produktif. Jadi wajar saja kalau pembicaraan biasanya seputar pernikahan, kehamilan, atau perkembangan anak-anak mereka yang memang semakin lucu dan menakjubkan, atau cerita lain seputar itu. Biar bagaimanapun Anis menyadari menjadi ibu adalah proses yang tidak mudah dan perlu belajar atau bertukar pengalaman dengan yang lain.
Tapi kadang-kadang, sesekali ketika Anis sedang sedih, rasanya ia tidak mau mendengar itu dulu. Anis senang juga jika ada yang berusaha menjaga perasaannya diwaktu-waktu tertentu, dengan tidak terlalu banyak bercerita tentang hal tersebut, bertanya, atau malah menyemangati dengan do’a dan dukungan agar sabar dan yakin akan datangnya si kecil menyemarakkan rumah tangganya.
Anis tersadar dari lamunannya. Diminumnya segelas air dingin dari lemari es. Sejuk sekali. Meskipun malam tapi udara terasa pengap. Anis meneruskan tidurnya. Dalam lelap ia bermimpi bermain bersama beberapa gadis kecil. Senang sekali.
***Siang keesokan harinya, Anis sedang merancang sebuah ruang pameran di kantornya. Ada festival Islam yang akan digelar, mungkin karena tidak banyak designer interior berjilbab rapi seperti Anis, ia dipercaya merancangnya. Ketika sedang mencorat-coret gambar, Fitri mengejutkannya, “Mbak Anis, ada tamu yang mau bertemu.”

hijaber hot (4)

“Dari mana, Fit?” tanya Anis.
“Katanya dari Yayasan Amanah, mbak, tanya soal aplikasi mbak Anis bulan kemarin.”
“Oh itu. Iya deh, saya ke depan sepuluh menit lagi.” jawab Anis.
Setelah berbincang-bincang dengan tamunya, akhirnya Anis menyepakati mengangkat salah satu anak yatim yang diasuh yayasan tersebut sebagai putra asuhnya. Namanya Safiq. Anis memang selalu menyisihkan rezekinya untuk mereka yang membutuhkan. Dan kali ini, ia berniat untuk menyantuni dan mengasuh Safiq seperti anaknya sendiri, itupun setelah dimusyawarahkan dengan suaminya. Anis berharap, dengan begitu ia bisa cepat hamil. Ibu-ibu banyak yang mengatakan, mungkin Anis perlu ’pancingan’ agar bisa lekas dapat momongan.
Begitulah, mulai saat itu, Safiq yang berusia 12 tahun, tinggal bersama Anis dan Iqbal.
Mempunyai ’anak’, membawa banyak hikmah bagi Anis. Ia jadi semakin teliti dan perhatian. Apapun kebutuhan Safiq berusaha ia penuhi. Mulai dari baju hingga mainan, juga kebutuhan sekolah bocah itu yang tahun depan mau masuk SMP. Anis juga mencurahkan seluruh kasih sayangnya pada Safiq, hingga mas Iqbal yang merasa tersisih, sempat melayangkan protes sambil bercanda, ”Hmm, gimana kalau punya anak beneran ya, bisa-bisa aku nggak boleh tidur di kamar.”
Anis cuma tertawa menanggapinya. ”Ah, mas bisa aja.” dia mencubit pinggang laki-laki itu. Dan selanjutnya merekapun bergumul di ranjang untuk memuaskan satu sama lain, sambil berharap persetubuhan kali ini akan membuahkan hasil.
Esok paginya, seperti biasa, Anis menyiapkan sarapan bagi Safiq. Tidak terasa, sudah hampir tiga bulan bocah itu tinggal bersamanya. Dan Anis merasa senang sekaligus bersyukur, karena pilihannya ternyata tidak salah, Safiq sangat pintar dan baik. Anak itu tidak nakal, sangat menurut meski agak sedikit pendiam. Hanya kepada Anis lah ia mau berbincang, sedangkan dengan mas Iqbal, Safiq seperti menjaga jarak.
”Kenapa, Fiq?” tanya Anis menanyakan sebabnya saat mereka sarapan bersama. Saat itu mas Iqbal sudah berangkat ke kantor, sedangkan Safiq masuk siang.
Bocah itu terdiam, hanya jari-jari tangannya yang bergerak memainkan bulatan bakso di atas nasi gorengnya.
”Tidak apa-apa, ngomong saja sama Umi.” kata Anis. Dia memang menyuruh Safiq untuk memanggilnya dengan panggilan ’Umi’ sedangkan untuk mas Iqbal ’Abi’.
”Ah, nggak, Mi.” Safiq masih tampak takut.
Anis menatapnya. Di usianya yang baru beranjak remaja, bocah itu terlihat tampan. Kalau besar nanti, pasti banyak gadis yang akan terpikat kepadanya. ”Umi nggak akan marah.” kata Anis lagi, penuh dengan sabar.
Safiq menggeleng, dia menundukkan kepalanya semakin dalam.
Kasihan, Anis pun mendekatinya. ”Tidak apa-apa kalau kamu nggak mau bilang, umi nggak akan maksa.” Dipeluknya bocah kecil itu, diletakkannya kepala Safiq di atas gundukan buah dadanya. Ia biarkan Safiq menangis di situ.
”Maaf kalau Umi sudah membuatmu takut.” ucap Anis penuh nada penyesalan, ia memang tidak berharap perbincangan ini akan berakhir seperti itu.
Lama mereka berpelukan, hingga Anis merasa tangis Safiq perlahan mereda dan akhirnya benar-benar berhenti. Ia sudah akan melonggarkan dekapannya saat merasakan sesuatu yang lembut mengendus dan menyundul-nyundul pelan buah dadanya. Ah, Safiq! Apa yang kamu lakukan? Anis memang cuma mengenakan daster longgar saat itu, hanya saat keluar rumah atau ada tamu pria, ia mengenakan jilbab. Dengan pakaian seperti ini, bibir Safiq yang bermain di belahan payudaranya sungguh sangat-sangat terasa.
Cepat Anis melirik ke bawah, dilihatnya si bocah yang kini berusaha mencium dan menyusu ke arah buah dadanya. ”Safiq!” Anis menegur, tapi dengan suara dibuat selembut mungkin, takut membuat bocah itu kembali mengkerut. Padahal dalam hati, Anis benar-benar mengutuk aksinya yang sudah kurang ajar.
Safiq mendongakkan kepala, ”M-maaf, Mi.” suaranya parau, sementara tubuhnya gemetar pelan.
Tak tega, Anis segera memeluknya kembali. ”Tidak apa-apa, tapi jangan diulang lagi ya. Itu tidak boleh.” ia membelai rambut Safiq penuh rasa sayang.
Safiq mengangguk. ”Maaf, Mi. Safiq cuman pengen tahu gimana rasanya nenen.”
Anis terkejut, ”Emang kamu belum pernah?” tanyanya tak percaya.
”Safiq kan yatim piatu dari kecil, Mi. Jangankan nenen, siapa ibu Safiq aja nggak ada yang tahu. Safiq ditinggal di depan pintu yayasan.” jawab bocah itu dengan getir.
Anis meneteskan air mata mendengarnya, ia mendekap dan mengelus kepala Safiq lebih erat lagi. Setelah terdiam cukup lama, Anis akhirnya membuka suara, ”Bener kamu pengen nenen?” tanyanya dengan suara berat. Keputusan sudah ia ambil, meski itu awalnya begitu berat.
Safiq menganggukkan kepala.
”Janji ya, cuma nenen?” tanya Anis sambil memandang matanya.
”I-iya, Mi.” angguk Safiq cepat.
”Dan jangan ceritakan ini sama orang lain, termasuk pada Abi. Karena anak sebesar kamu sudah tidak seharusnya nenen pada Umi, ini tidak boleh.  Tapi karena kasihan, Umi terpaksa mengabulkannya.” terang Anis, terbersit nada getir dalam suaranya.
”Iya, Mi. Safiq janji.” kata bocah kecil itu.
Begitulah, dengan perlahan Anis pun menurunkan dasternya hingga buah dadanya yang besar terlihat jelas. Meski masih tertutup BH, benda itu tampak begitu indah. Ukurannya yang di atas rata-rata membuatnya jadi tampak sesak. Anis segera membuka cup BH-nya, tanpa ada yang menyangga, bulatan kembar itupun terlontar dengan kerasnya hingga sanggup membuat mata bulat Safiq makin melotot lebar.
”M-mi…” Safiq memanggil, tapi pandangannya sepenuhnya tertuju pada area dada sang ibu angkat yang kini sudah terbuka lebar, siap untuk ia jamah.
”Ayo, katanya mau nenen?” kata Anis sambil menarik salah satu bulatan payudaranya ke depan, memberikan putingnya yang merona merah pada Safiq.
Tahu ada benda mulus menggiurkan yang mendekat ke arah mulutnya, Safiq pun membuka bibir, dan mencaplok puting Anis dengan perlahan, ”Ahm…” lenguh mereka berdua hampir bersamaan. Anis kegelian karena ada lidah basah yang melingkupi ujung payudaranya, sedangkan Safiq merasa nikmat mendapat benda yang selama ini ia idamkan-idamkan. Lidahnya terus menari membelai puting payudara Umi-nya, sedangkan bibirnya terus mengecap untuk mencucup dan menghisap-hisapnya.
”Ah, jangan keras-keras, Fiq. Sakit!” desis Anis di sela-sela jilatan sang anak angkat. Ia mulai merasa merinding, jilatan Safiq mengingatkannya pada mas Iqbal, yang biasa melakukannya sebelum mereka tidur. Meski aksi Safiq terasa agak sedikit kaku, tapi sensasi dan rasanya tetaplah sama.
Sementara itu, Safiq dengan tak sabar dan penasaran terus menyusu. Mulutnya dengan liar bermain di gundukan payudara Anis. Tidak cuma yang kiri, yang kanan juga ia perlakukan sama. Kadang Safiq malah membenamkan wajahnya di belahan payudara Anis yang curam, dan membiarkan mukanya dikempit oleh bulatan kenyal itu, sambil tangannya mulai meremas-remas ringan.
hijaber hot (5)
”Ah, Fiq.” rintih Anis mulai tak sadar. Ia menekan kepala bocah itu, berharap Safiq mempermainkan payudaranya lebih keras lagi.
Safiq yang gelagapan berusaha mencari udara, digigitnya salah satu puting Anis hingga umi-nya itu menjerit kesakitan.
”Auw, Fiq! Apaan sih, sakit tahu!” Anis mendelik marah, tapi melihat muka Safiq yang memerah dan nafasnya yang ngos-ngosan, iapun akhirnya mengerti. ”Eh, maaf. Umi nggak tahu.”
”Gak apa-apa, Mi.” Safiq tersenyum, kedua tangannya masih hinggap di dada Anis dan terus meremas-remas ringan disana.
”Gimana, kamu suka?” tanya Anis sambil membelai kepala Safiq penuh rasa sayang.
Si bocah mengangguk, ”Iya, Mi.”
”Mau lagi?” tanya Anis.
Safiq mengangguk, senyumnya terlihat semakin lebar.
”Kalau begitu, ayo sini.” Anis pun menarik kepala bocah itu dan ditaruhnya kembali ke atas gundukan payudaranya.
Begitulah, sampai siang, Safiq terus menyusu di bongkahan payudara Anis, sang ibu angkat yang masih berusia muda, tidak lebih dari 30 tahun. Dengan payudara yang masih mulus sempurna, Safiq benar-benar dimanjakan. Ia menjadi bocah yang paling beruntung di dunia. Sementara Anis juga merasa senang karena kini ia menjadi semakin intim dan akrab dengan sang putra angkat yang sangat ia sayangi.
***
Rutinitas itu terus berlangsung. Kapanpun dan dimanapun Safiq ingin, asal tidak ada orang -terutama mas Iqbal- Anis dengan senang hati menyusuinya. Dan seperti yang sudah dijanjikan, Safiq memang tidak pernah meminta lebih. Bocah itu cuma meremas dan menghisap, tidak macam-macam. Ditambah lagi, sama sekali tidak ada nafsu ataupun birahi dalam setiap jilatannya, Safiq benar-benar murni melakukannya karena pengen nenen. Anis jadi merasa aman.
Tapi semua itu berubah saat Safiq naik ke jenjang SMP…
Umur yang bertambah membuat pikiran bocah itu semakin berkembang. Dari yang semula cuma nenen biasa, kini berubah menjadi jilatan mesra yang sangat lembut namun sangat menggairahkan. Remasan bocah itu juga semakin bervariasi; kadang keras, kadang juga lembut. Kalau menghisap puting yang kiri, Safiq memijit dan memilin-milin yang kanan, begitu pula sebaliknya. Tak jarang Safiq mendempetkan dua puting itu dan menghisapnya dalam satu waktu. Pendeknya, Safiq sekarang sudah tumbuh menjadi remaja yang tahu apa arti seks yang sesungguhnya.
Anis bukannya tidak mengetahui hal itu. Ia sudah bisa menebaknya saat melihat penis Safiq yang sedikit ereksi saat mereka sedang melakukan ’ritual’ itu. Tapi Anis pura-pura tidak tahu dan mendiamkannya saja. Toh Safiq juga tidak berbuat macam-macam, anak itu tetap ’sopan’. Malah Anis yang panas dingin, itu karena ukuran penis Safiq yang saat ini sudah melebihi punya mas Iqbal, padahal usia bocah itu masih sangat muda. Gimana kalau nanti sudah besar… ah, Anis tidak kuat membayangkannya.
Esoknya, saat membangunkan Safiq untuk sholat subuh, Anis disuguhi pemandangan baru lagi. Saat itu Safiq masih tertidur lelap, tapi tidak demikian dengan penisnya. Benda itu sedang berdiri dan menjulang begitu tegarnya. Sempat Anis terpana dan terpesona untuk beberapa saat, tapi setelah bisa menguasai diri, ia segera membangunkan sang putra, ”Fiq, ayo sholat dulu.”
Safiq cuma menggeliat lalu meneruskan tidurnya. Anis jadi tergoda. Apalagi sekarang di depannya, penis Safiq jadi kelihatan lebih menantang. Ukurannya yang begitu besar membuat Anis tercengang, dengan warna coklat kehitaman dan ‘kepala’ yang masih kelihatan imut (Safiq baru bulan kemarin disunat), benda itu jadi terasa seperti magnet bagi Anis. Tanpa terasa perlahan jari-jarinya terulur dan mulai menggenggamnya. Ia memperhatikan wajah sang putra angkat, Safiq terlihat tenang saja, matanya tetap terpejam rapat sambil menikmati tidur pulasnya.
Dengan hati berdebar dan penuh perhitungan, takut dipergoki oleh sang suami -juga takut bila Safiq tiba-tiba bangun- Anis mulai mengocok benda panjang itu perlahan-lahan. Saat diperhatikannya Safiq tetap tertidur, malah bocah itu seperti menikmatinya -terlihat dari desah nafasnya yang semakin memburu dan tarikan lirih karena terangsang- Anis pun mempercepat kocokannya. Hingga tak lama kemudian berhamburan cairan putih kental dari ujungnya. Safiq ejakulasi. Yang gilanya, akibat rangsangan Anis, ibu angkatnya sendiri.
Merasa sangat bersalah, dengan tergopoh-gopoh Anis segera membersihkannya. Saat itulah, Safiq tiba-tiba terbangun. ”Eh, umi…” gumamnya tanpa tahu apa yang terjadi.
Anis mengelap sisa sperma Safiq ke ujung dasternya, ”Ayo sholat dulu, sayang.” katanya dengan nada suara dibuat senormal mungkin, padahal dalam hati ia sangat berdebar-debar.
Safiq memperhatikan cairan putih kental yang berceceran di perutnya. Untuk yang ini, Anis tidak sempat membersihkannya. ”Ini apa, Mi?” Safiq mengambil cairan itu dan mempermainkan di ujung jarinya, lalu mengendusnya ke hidung. ”Ih, baunya aneh.” bocah itu nyengir.
Anis tersenyum, ”Tidak apa-apa, itu tandanya kamu sudah mulai dewasa.”
Safiq memandang umi-nya, ”Dewasa? Safiq nggak ngerti. Maksud Umi apaan?” tanyanya.
”Nanti Umi jelaskan, sekarang mandi dulu ya.” Anis membimbing putra kesayangannya turun dari ranjang.
Safiq menggeleng, ”Nggak mau ah, Mi. Dingin!”
”Eh, harus. Kalau nggak, nanti badanmu kotor terus. Ini namanya mandi besar.” terang Anis.
”Mandi besar?” tanya Safiq, lagi-lagi tidak mengerti.
”Ah, iya. Kamu kan belum pernah melakukannya. Ya udah, ayo Umi ajarin.” Anis mengajak Safiq untuk beranjak ke kamar mandi.
Di ruang tengah, dilihatnya mas Iqbal kembali tidur setelah menunaikan sholat subuh. Sudah kebiasaan laki-laki itu, malam melek untuk sholat tahajud, habis subuh tidur lagi sampai waktu sarapan tiba. Dengan bebas Anis membimbing Safiq masuk ke kamar mandi.
“Lepas bajumu,” katanya memerintahkan.
Safiq dengan patuh melakukannya. Ia tidak risih melakukannya karena sudah biasa telanjang di depan ibu angkatnya. Tak berkedip Anis memperhatikan penis Safiq yang kini sudah mengkerut dan kembali ke ukuran semula.
”Pertama-tama, baca Bismillah, lalu niat untuk menghilangkan hadast besar.” kata Anis.
”Emang Safiq baru dapat hadast besar ya?” tanya Safiq pada ibu angkatnya yang cantik itu.
Anis dengan sabar menjawab, ”Iya, kamu tadi mimpi enak kan?” tanyanya.
Safiq mengangguk, ”Iya sih, tapi Safiq sudah lupa ngimpiin apa.”
”Nggak masalah, itu namanya kamu mimpi basah. Itu tanda kedewasaan seorang laki-laki. Dan sehabis dapat mimpi itu, kamu harus mandi besar biar badanmu suci lagi.” sahut Anis.
Safiq mengangguk mengerti. ”Terus, selanjutnya apaan, Mi?”
”Selanjutnya… basuh kemaluanmu seperti ini,” Anis meraih penis Safiq dan mengguyurnya dengan air. Ajaib, bukannya mengkeret karena terkena air dingin, benda itu malah mendongak kaku dan perlahan kaku dan menegang karena usapan tangan Anis.
”Mi, enak…” Safiq merintih.
hijaber hot (6)
Anis jadi serba salah, cepat ia menarik tangannya. ”Eh,”
Tapi Safiq dengan kuat menahan, ”Lagi, Mi… enak,” pintanya.
Melihat pandangan mata yang sayu dan memelas itu, Anis jadi tidak tega untuk menolak. Tapi sebelumnya, ia harus memastikan segalanya aman dulu. Dikuncinya pintu kamar mandi, lalu ia berbisik pada sang putra. ”Jangan berisik, nanti Abimu bangun.” sambil tangan kanannya mulai mengocok pelan batang penis Safiq.
Safiq mengangguk. Yang kurang ajar, untuk meredam teriakannya, ia meminta nen pada Anis. “Plis, Mi. Safiq pengen.”
Menghela nafas -karena merasa dipecundangi- Anis pun memberikan bongkahan payudaranya. Jadilah, di kamar mandi yang sempit itu, ibu serta anak yang seharusnya saling menghormati itu, melakukan hal buruk yang sangat dilarang agama. Safiq menggelayut di tubuh montok ibu angkatnya, sambil mulutnya menyusup ke bulatan payudara Anis. Bibirnya menjilat liar disana. Sementara istri Iqbal, dengan nafas memburu menahan kenikmatan, terus mengocok penis besar sang putra hingga  menyemburkan sperma yang dikandung di dalamnya tak lama kemudian.
Banyak dan kental sekali cairan itu, meski tidak seputih yang pertama, tapi pemandangan itu sudah cukup membuat Anis jadi horny. Wanita itu merasakan celana dalamnya jadi basah. Tapi tentu saja ia tidak mungkin menunjukkannya pada Safiq, bocah itu tidak akan mengerti. Jadi cepat-cepat ia bersihkan semuanya, takut mas Iqbal yang sedang tertidur di ruang tengah tiba-tiba bangun dan memergoki ulah mereka.
Didengarnya Safiq menarik nafas panjang sambil mendesah puas, ”Terima kasih, Mi. Nikmat banget. Badan Safiq jadi enteng.”
Anis mengangguk mengiyakan. ”Sudah, sekarang mandi sana. Ulangi semuanya dari awal.”
Safiq tersenyum, dan dengan bimbingan dari ibu angkatnya yang cantik, iapun melakukan mandi wajib pertamanya.
Sejak saat itu, level ’permainan’ mereka jadi sedikit meningkat. Anis tidak cuma memberikan payudaranya, tapi kini juga harus memuaskan Safiq dengan tangannya. Dan si bocah, tampak senang-senang saja menerimanya. Siapa juga yang bakal menolak kenikmatan seperti itu. Dan sampai saat ini, Anis masih belum juga hamil, padahal ia dan mas Iqbal tidak pernah lelah berusaha. Ah, mungkin memang belum rejekinya. Anis berusaha menerima dengan ikhlas dan lapang dada. Toh kini sudah ada Safiq yang menemani hari-harinya. Dan bagusnya, bocah itu bisa bertindak lebih dari sekedar anak.
Itu dibuktikan Safiq saat mereka berbincang berdua sambil menunggu mas Iqbal yang bekerja lembur. Berdua mereka duduk di sofa ruang tengah, di depan televisi. Mereka mengobrol banyak, mulai dari sekolah Safiq hingga saat-saat intim mereka berdua yang menjadi semakin sering. ”Kamu nggak bosen nenen sama Umi?” tanya Anis sambil membelai rambut Safiq yang lagi-lagi tenggelam ke belahan buah dadanya.
Dengan mulut penuh payudara, Safiq berusaha untuk menjawab, ”Ehm… enggak, Mi. Susu umi enak banget!”
”Saat aku kocok gini, enak juga nggak?” tanya Anis yang tangannya mulai menerobos ke dalam lipatan sarung Safiq.
Safiq melenguh pelan saat merasakan jari-jari Anis melingkupi batang kemaluannya dan mulai mengocok pelan benda coklat panjang itu. ”Hmm, enak, Mi.” sahutnya jujur.
Anis tersenyum, dan melanjutkan aksinya. Terus ia permainkan batang penis sang putra angkat hingga Safiq melenguh kencang tak lama kemudian. Badan kurusnya kejang saat spermanya berhamburan mengotori sarung dan tangan Anis. Mereka terdiam untuk beberapa saat. Anis memperhatikan tangannya yang belepotan sperma, dan selanjutnya mengelapkan ke sarung Safiq. Lalu dipeluknya bocah itu penuh rasa sayang.
”Terima kasih, Mi.” gumam Safiq di sela-sela pelukan mereka.
Anis mengecup pipinya lalu membimbing anak itu untuk pindah ke kamar, sekarang sudah waktunya untuk tidur.  Tapi Safiq tidak langsung beranjak, ia tetap duduk di sofa, sementara Anis sudah berdiri di hadapannya. Safiq menengadah memandangnya dengan tatapan sayu. Dengan nada bergetar, bocah itu berucap, ”Safiq sayang Umi,” sambil mulutnya mendekat untuk mencium kemaluan Anis.
Anis jadi bingung, mau menolak, tapi takut membuat Safiq kaget dan malu. Dibiarkan, ia tahu apa yang diinginkan bocah kecil itu. Belum sempat menjawab, tangan Safiq sudah menyusup ke balik dasternya untuk mengusap paha Anis dari luar. Dan terus makin ke atas hingga menemukan CD yang membungkus pantat bulatnya. Anis sedikit terhentak saat Safiq memegang dan menarik turun kain mungil itu. ”Ah, Safiq! Apa yang kamu lakukan?” teriaknya, tapi tetap membiarkan sang putra angkat menelanjangi dirinya. Ia berpikir, mungkin Safiq hanya akan menciumnya sesaat saja.
Tapi tebakannya itu ternyata salah. Memang Safiq cuma mencium pelan, hanya bagian luar yang dijamah oleh bocah kecil itu. Tapi itu cuma awal-awal saja, karena selanjutnya, saat melihat tidak ada penolakan dari diri Anis, iapun melakukan yang sebenarnya, Safiq mengangkat salah satu kaki Anis ke sandaran sofa hingga kini selangkangan sang ibu angkat terbuka jelas di depan matanya. Diperhatikannya kemaluan Anis yang basah merona kemerahan untuk sesaat, sambil tangannya meremas dan mengelus-elus bongkahan pantat Anis dengan gemas.
hijaber hot (8)
”Ehm,” Anis melenguh, tubuh sintalnya mulai bergetar. Ia yang awalnya ingin menolak, kini malah terdiam mematung. Anis pasrah saja saat bibir kemaluannya mulai disentuh oleh Safiq, dari mulai jilatan yang sopan hingga semakin lama menjadi semakin gencar. Akhirnya Anis malah merapatkan kemaluannya ke bibir Safiq dan tanpa sadar mulai menggoyangkan pinggulnya. Aksinya itu membuat Safiq semakin leluasa menciumi lubang kemaluannya.
”Ough…” Anis merasakan lidah Safiq semakin kuat menari dan menjelajahi seluruh lekuk kemaluannya. Ia merasakan cairan kewanitaannya semakin deras mengalir seiring dengan rangsangan Safiq yang semakin kuat. Entah darimana bocah itu belajar, tapi yang jelas, jilatan dan hisapannya sungguh terasa nikmat. Tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh mas Iqbal membuat Anis merintih kegelian, namun terlihat sangat menyukai dan menikmatinya. Ia elus-elus kepala Safiq yang terjepit diantara pangkal pahanya, hingga akhirnya tubuhnya mengejang dan menekuk kuat tak lama kemudian.
Safiq yang tidak mengetahui kalau Anis akan mencapai puncak, terus menghisap kuat-kuat disana. “Uuhh…” didengarnya sang ibu angkat melenguh sambil menghentak-hentakkan pinggulnya. Dari dalam lubang surga yang tengah ia nikmati, mengalir deras cairan bening yang terasa agak sedikit kecut. Baunya pesing, seperti bau air kencing. Cepat Safiq menarik kepalanya, tapi tak urung, tetap saja beberapa tetes air mani itu membasahi mukanya. Diperhatikannya Anis yang saat itu masih merapatkan kaki dengan tubuh mengejang-ngejang pelan. Selanjutnya, tanpa suara, istri Iqbal itu jatuh lunglai ke atas sofa, menindih badan kurus Safiq ke dalam pelukannya.
Mereka terdiam untuk beberapa saat. Anis berusaha untuk mengatur nafasnya, sementara Safiq dengan polos melingkarkan tangan untuk mengusap-usap bokong bulat Anis yang masih terbuka lebar.
”D-darimana kamu b-belajar seperti i-itu, Fiq?” tanya Anis saat gemuruh di dadanya sedikit mulai tenang.
Safiq memandangnya, ”Dari Umi,” jawabnya polos.
“Jangan ngawur kamu, Umi nggak pernah ngajarin yang seperti itu.” sergah Anis sedikit berang.
“Memang nggak pernah, tapi Umi pernah memintanya.” sahut Safiq.
“Meminta? Maksud kamu…”
Safiq pun berterus terang. Kemarin ia memergoki kedua orang tua angkatnya bercinta di ruang tengah, di sofa dimana mereka tengah berpelukan sekarang. Saat itu Anis meminta agar mas Iqbal mengoral kemaluannya, tapi laki-laki itu menolak dengan alasan jijik dan dilarang oleh ajaran agama. Anis memang kelihatan kecewa, tapi bisa mengerti. Safiq yang terus mengintip jadi menarik kesimpulan; perempuan suka jika kemaluannya dijilat. Dalam hati Safiq berjanji, ia akan melakukannya untuk membalas budi baik Anis yang selama ini sudah merawat dan menyayanginya.
”Kamu sudah salah paham, Fiq,” di luar dugaan, bukannya senang, Anis malah terlihat ketakutan.
”Kenapa, Mi?” tanya Safiq kebingungan.
“Setelah menjilat, kamu pasti akan melakukan hal lain, seperti yang kamu tonton kemarin malam. Benar kan?” tuduh Anis.
Safiq terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Memang sempat terbersit di hati kecilnya untuk melakukan apa yang sudah diperbuat kedua orang tua angkatnya. Sepertinya nikmat sekali. Sebagai seorang remaja yang baru tumbuh, ia jadi penasaran, dan ingin merasakannya juga. Safiq sama sekali tidak mengetahui kalau itu sangat-sangat dilarang dan tidak boleh.
“Ah, ini salah Umi juga.” keluh Anis, pelan ia menarik tubuhnya dan duduk di sisi Safiq. Tangan Safiq yang terulur untuk memegangi bongkahan payudaranya, ditepisnya dengan halus. Safiq jadi terdiam dan menarik diri. Anis merapikan bajunya kembali.
“M-maaf, Mi.” lirih Safiq dengan muka menunduk, sadar kalau sudah melakukan kesalahan besar.
“Tidak apa-apa. Tapi mulai sekarang, jangan nenen sama Umi lagi, kamu sudah besar.” putus Anis sambil bangkit dan beranjak menuju kamar, meninggalkan Safiq sendirian di ruang tengah menyesali kebodohannya.
***Esoknya, Anis menyiapkan sarapan dalam diam. Dia yang biasanya ramah dan ceria, hari ini terlihat seperti menanggung beban berat. Mas Iqbal bukannya tidak mengetahui hal itu, tapi dia mengira Anis cuma lagi PMS saja.  Tapi setelah ditunggu berhari-hari, dan sang istri tercinta tetap cemberut saja, bahkan cenderung keras hati, iapun mulai curiga.

”Ada apa, Nis? Kuperhatikan, kamu berubah akhir-akhir ini. Ceritakanlah, siapa tahu aku bisa membantu.”
Anis menggeleng, ”Ah, nggak, Mas. Tidak ada apa-apa, aku cuma lagi capek aja.”
hijaber hot (9)
”Jangan bekerja terlalu keras. Ingat, kita kan lagi program hamil.” Mas Iqbal mengingatkan.
Anis berusaha untuk tersenyum, ”Iya, Mas.” Dan saat sang suami merangkul lalu mengecup bibirnya untuk diajak menunaikan sunnah rasul, iapun berusaha melayani dengan sepenuh hati. Siapa tahu, dengan begitu ganjalan di relung hatinya bisa cepat sirna.
Tapi harapan tetap tinggal harapan. Bukannya hilang, hatinya malah semakin resah. Apalagi saat melihat Safiq yang mulai menjauhinya. Bukan salah bocah itu juga, Anis juga jarang mengajaknya bicara berdua seperti dulu. Sejak peristiwa di ruang tengah itu, mereka jadi seperti dua orang asing, hanya saat benar-benar perlulah mereka baru bertegur sapa.
Di sisi lain, Anis juga seperti kehilangan sesuatu. Penis Safiq yang besar dan panjang terus menghantui pikirannya, juga jilatan dan hisapan bocah itu di atas gundukan payudaranya, dan yang terutama, kuluman Safiq di lubang vaginanya yang sanggup mengantar Anis meraih orgasmenya. Semua itu ia rindukan, meski dalam hati terus berusaha ia bantah. Tapi tak bisa dipungkiri, pesona Safiq sudah menjerat nafsu birahinya. Kalau dia yang beriman saja merasa seperti ini, bagaimana dengan Safiq yang ingusan? Bocah itu pasti lebih menderita.
Anis mulai meneteskan air mata. Pikirannya kacau, campur aduk antara ingin menolak dan minta ditiduri oleh Safiq. Ada rasa ingin merasakan, tapi juga ada rasa takut akan dosa. Tapi adzan subuh yang berkumandang lekas menyadarkannya, cepat ia menghapus air mata dan mengambil air wudhu. Ia harus tegar. Ini perbuatan maksiat. Sangat salah dan berdosa. Tidak boleh diteruskan. Kalau tidak, akan percuma lantunan tobatnya selama ini.
Tapi benarkah seperti itu?
Semuanya berubah saat Anis menerima surat panggilan dari sekolah keesokan harinya. Safiq memberikannya dengan takut-takut, ”M-maaf, Mi.” gagap bocah kecil itu.
Tidak menjawab, Anis menerimanya dan membacanya di kamar. Siangnya, bersama Safiq, ia pergi ke sekolah.
”Nilai-nilainya turun, Bu. Sangat jelek sekali.” kata ibu kepala sekolah yang gemuk berjilbab.
Anis berusaha untuk tersenyum dan meminta maaf.
”Mungkin ada masalah di rumah?” tanya ibu kepala sekolah. ”Dulu Safiq itu sangat pintar, salah satu yang terpandai di kelas. Tapi sepertinya sekarang lagi mengalami penurunan motivasi.”
”Emm, sepertinya tidak ada.” jawab Anis berbohong, padahal dia sangat tahu sekali apa yang dipikirkan anak angkatnya itu.
”Baiklah, saya harap ibu membantu kami untuk mengembalikan semangat belajarnya. Kalau begini terus, ia bisa tidak naik kelas.” pesan ibu kepala sekolah sebelum mengakhiri pertemuan itu.
hijaber hot (10)
Anis pun mengucapkan terima kasih dan memohon diri. Dilihatnya Safiq yang meringkuk ketakutan di sampingnya. Dipeluknya bocah kecil itu dan berbisik, ”Umi tunggu di rumah, belajar yang rajin ya…”
Safiq mengangguk. Mereka pun berpisah, Anis kembali ke rumah, sementara Safiq meneruskan pelajarannya.
Sorenya, saat pulang dari sekolah, Safiq mendapati ibunya menyambut di ruang tamu. Wanita itu memeluknya dengan erat. ”Maafkan Umi, Fiq. Gara-gara Umi, kamu jadi begini.” kata Anis lirih sambil berlinang air mata.
Belum sempat Safiq berkata, Anis sudah menunduk dan melumat bibirnya dengan lembut. Dicium untuk pertama kali, tentu saja membuat Safiq jadi gelagapan, tapi ia cepat belajar. Saat bibir Anis terus mendecap dan menempel di bibirnya, iapun mengimbangi dengan ganti melahap dan menghisapnya rakus. Dinikmatinya lidah sang bunda yang kini mulai  menjelajah di mulutnya.
”Ehmm… Mi,” Safiq melenguh, sama sekali tak menyangka kalau akan diberi kejutan menyenangkan seperti ini.
”Sst…” Anis kembali membungkam bibirnya. ”Diam, Sayang. Umi ingin menebus kesalahan kepadamu.” Pelan Anis menarik tangan Safiq dan ditempelkan ke arah gundukan payudaranya. ”Kamu kangen ini kan?” tanyanya sambil tersenyum manis.
Dengan polos Safiq mengangguk dan mulai meremas-remas pelan. Jari-jarinya memijit untuk merasakan tekstur bulatan yang sangat menggairahkan itu. Seperti biasa, ia tidak bisa mencakup seluruhnya, payudara itu terlalu besar. Safiq bisa merasakan kalau Anis tidak memakai BH, tubuh sintalnya  cuma dibalut daster hijau muda yang sangat tipis sehingga ia bisa menemukan putingnya dengan cepat.
“Mi,” sambil memanggil nama sang bunda, Safiq meneruskan jelajahannya. Ia tarik tali daster Anis ke bawah hingga baju itu turun ke pinggang, menampakkan buah dada sang bunda yang sungguh besar dan menggiurkan. Safiq memandanginya sebentar sebelum lehernya maju untuk mulai mencucup dan menjilatinya, sambil tangannya terus meremas-remas pelan.
Anis merebahkan diri di sofa, dibiarkannya Safiq menindih tubuhnya dari atas. Bibir bocah itu terus menelusur di sepanjang bukit payudaranya, mulai dari pangkal hingga ujungnya, semuanya dihisap tanpa ada yang terlewat. Beberapa kali Safiq membuat cupangan-cupangan yang membikin Anis merintih kegelian. Terutama di sekujur putingnya yang mulai kaku dan menegang, baik yang kiri maupun yang kanan. Safiq menghisap benda mungil kemerahan itu dengan begitu rakus, ia mencucupnya kuat sekali seolah seluruh payudara Anis ingin dilahap dan ditelannya bulat-bulat. Tapi tentu saja itu tidak mungkin.
“Ehmmm…” merintih keenakan, Anis membimbing salah satu tangan Safiq untuk turun menjamah kemaluannya yang sudah sangat basah. Ia sudah menanti hal ini dari tadi. Sepulang sekolah, Anis berpikir dan merenung, Safiq jadi malas belajar karena perseteruan mereka tempo hari. Maka, untuk meningkatkan kembali semangat bocah kecil itu, inilah yang bisa ia lakukan. Anis akan memberikan tubuhnya!
Jangan dikira mudah melakukannya. Anis sudah menimbang dengan matang, memikirkan segala resikonya, dan tampaknya memang inilah jalan yang terbaik. Selain bagi Safiq, juga bagi dirinya sendiri. Karena tak bisa dipungkiri, Anis menginginkannya juga, hari-harinya juga berat akhir-akhir ini. Pesona kemaluan Safiq yang besar dan panjang terus mengganggu tidur malamnya. Mas Iqbal yang selalu setia menemani di atas ranjang, mulai tidak bisa memuaskannya. Memang penisnya juga besar dan panjang, tapi entahlah, dengan Safiq ia seperti mendapatkan sensasi tersendiri. Sensasi yang membuat gairah dan birahinya berkobar kencang. Sama seperti sekarang.
Bergetar semua rasa tubuh Anis begitu Safiq mulai memainkan jari di lubang vaginanya. bocah itu menggesek-gesek kelentitnya pelan sebelum akhirnya menusukkan jari ke dalam lubangnya yang sempit dan gelap. ”Ough,” Anis merintih nikmat. Di atas, bibir Safiq terus bergantian menjilati puting kiri dan kanannya sambil sesekali menghisap dan menggigitnya rakus.
Anis mendorong kepala bocah kecil itu, meminta Safiq untuk beranjak ke bawah. Safiq yang mengerti apa keinginan sang bunda, segera menurunkan ciumannya. Ia jilati sebentar perut Anis yang masih langsing dan kencang sebelum mulutnya parkir di kewanitaan perempuan yang sudah membiayai hidupnya itu.
”Jilat, Fiq!” Anis meminta sambil membuka kakinya lebar-lebar, memamerkan kemaluannya yang sudah becek memerah pada Safiq.
hijaber hot (11)
Si bocah menelan ludah, memandangi sebentar lubang indah yang terakhir kali dilihatnya sebulan yang lalu itu. Perlahan mulutnya turun saat Anis menarik kepalanya. Safiq menjulurkan lidah dan mulai menciuminya. Ia lumat bibir tipis yang tumbuh berlipat-lipat di tengah permukaannya. Bulu kemaluan Anis yang tercukur rapi juga diciuminya dengan senang hati. Anis merasakan Safiq membuka bibir kemaluannya dengan dua jari. Dan saat terkuak lebar, kembali lorongnya dibuat mainan oleh bocah kecil itu.
Lidah Safiq bergerak liar, juga cepat dan sangat dalam. Namun yang membuat Anis tak tahan adalah saat lidah bocah itu masuk diantara kedua bibir kemaluannya sambil menghisap kuat-kuat kelentitnya. Lama tidak bertemu, rupanya Safiq jadi tambah lihai sekarang. Diam-diam Anis bersyukur dalam hati, rupanya ia tidak salah membuat keputusan. Memang, ia tahu ini dosa -salah satu dosa besar malah- tapi kalau rasanya senikmat ini, ia sama sekali tidak menyesal telah melakukannya.
Safiq terus memainkan kemaluan Anis. Mulutnya menghisap begitu rakus dan kencang, hingga dalam beberapa menit, membuat sang bunda jadi benar-benar tak tahan. ”Auw… arghh!” Mengejang keenakan, Anis pun berteriak sekuat tenaga sambil mengangkat pantatnya tinggi-tinggi. Kelentitnya yang sedang dijepit oleh Safiq, berkedut kencang saat cairannya menyembur deras membasahi lantai ruang tamu.
”Hah, hah,” terengah-engah, Anis meremas pelan rambut Safiq yang duduk berjongkok di lantai.
”Enak, Mi?” tanya bocah kecil itu dengan polos, matanya menatap sang bunda sebelum beralih memandangi selangkangan Anis yang masih mengucurkan sisa-sisa cairan orgasmenya.
Anis mengangguk, ”Nikmat banget, Sayang.” bisiknya sambil berusaha untuk bangkit.
”Mau kemana, Mi?” tanya Safiq cepat, takut tidak mendapatkan jatahnya.
”Kita pindah ke kamar, disini terlalu berbahaya, nanti dipergoki sama tetangga.” sahut Anis. Ditariknya tangan sang putra untuk masuk ke dalam rumah. Beriringan mereka menuju kamar.
”Kamarmu,” kata Anis saat melihat Safiq ingin berbelok ke kiri. Safiq segera memutar langkahnya, kamar mereka memang berseberangan.
Di dalam, tanpa menunggu lama, Safiq segera menelanjangi diri. Begitu juga dengan Anis. Dengan tubuh sama-sama telanjang, mereka naik ke atas tempat tidur. ”Kamu pengen nenen?” tanya Anis sambil mendekap kepala Safiq dan lekas ditaruhnya ke atas gundukan payudaranya.
Tanpa menjawab, Safiq segera mencucup dan menciumi dua benda bulat padat itu. Dihisapnya puting Anis dengan begitu rakus sambil tangannya bergerak meremas-remas pelan. Di bawah, penisnya yang sudah ngaceng berat terasa menyundul-nyundul lubang kelamin Anis.
”Fiq, ayo masukkan!” pinta perempuan cantik itu. Ia membuka pahanya lebar-lebar sehingga terasa ujung penis Safiq mulai memasuki lubangnya.
”Gimana, Mi, didorong gini?” tanya Safiq polos sambil berusaha menusukkan penisnya.
”Yah, begitu… oughhh!” Anis melenguh, penis Safiq terasa membentur keras, tapi tidak mau masuk. Dengan pengalamannya, Anis bisa mengetahui penyebabnya. Maka dengan cepat ia bangkit berdiri dan meraih penis Safiq, lalu dimasukkan ke dalam mulutnya.
“Ahh, Mi!” Safiq menjerit, sama sekali tak menyangka kalau sang bunda akan berbuat seperti itu. Dan asyiknya lagi, rasanya ternyata begitu nikmat, lebih nikmat daripada dikocok pake tangan. Safiq mulai mengerang-erang dibuatnya, tubuhnya kelojotan, dan saat Anis menghisap semakin kuat, iapun tak tahan lagi. Penisnya meledak menumpahkan segala isinya yang tertahan selama ini. Begitu banyak dan kental sekali.
”Ahh,” Anis yang sama sekali tidak menyangka kalau Safiq akan keluar secepat itu, jadi sangat kaget. Beberapa sperma si bocah sempat tertelan di mulutnya, sisanya yang sempat ia tampung, lekas ia ludahkan ke lantai.
“M-maaf, Mi.” kata Safiq dengan muka memerah menahan nikmat, lelehan sperma tampak masih menetes dari ujung penisnya yang mengental.
Anis tersenyum penuh pengertian, “Tidak apa-apa. Bukan salahmu, sebulan tidak dikeluarkan pasti bikin kamu nggak tahan.”
Penuh kelegaan, Safiq menyambut sang bunda yang kini berbaring di sebelahnya. Mereka saling berpelukan dan berciuman. Tapi dasar nafsu remaja, begitu payudara Anis yang besar menghimpit perutnya, sementara paha mereka yang terbuka saling bergesekan, dengan cepat penis Safiq mengencang kembali.
“Eh, udah tegang lagi tuh.” kata Anis gembira sambil menunjuk penis Safiq yang perlahan menggeliat bangun.
“Iya, Mi.” Safiq ikut tersenyum.
Anis mengocoknya sebentar agar benda itu makin cepat kaku dan menegang. Saat sudah kembali ke ukuran maksimal, ia lekas mempersiapkan diri. Rasanya sudah tidak sabar lubang vaginanya yang gatal dimasuki oleh kemaluan muda itu. Anis memejamkan mata saat Safiq mulai mendekap sambil terus menciumi bibirnya, ia merasakan bibir kemaluannya mulai tersentuh ujung penis si bocah kecil.
”Tunggu dulu,” Anis menjulurkan tangan, sebentar ia usap-usapkan ujung penis Safiq ke bibir kemaluannya agar sama-sama basah, barulah setelah itu ia berbisik, ”Sudah, Fiq, masukkan sekarang!” Anis memberi jalan.
hijaber hot (12)
Safiq mulai mendorong. Pelan Anis mulai merasakan bibir kemaluannya terdesak menyamping. Sungguh luar biasa benda itu. Ohh, Anis benar-benar merasakan kemaluannya nikmat dan penuh sesak. Safiq terus mendorong, sementara Anis menahan nafas, menunggu pertautan alat kelamin mereka tuntas dan selesai sepenuhnya.
”Ahh,” Anis mendesah tertahan saat penis Safiq terus meluncur masuk, membelah bibir kemaluannya hingga menjadi dua, memenuhi lorongnya yang sempit hingga ke relungnya yang terdalam, sampai akhirnya mentok di mulut rahimnya yang memanas.
Mereka terdiam untuk sejenak, saling menikmati rangsangan kemaluan mereka yang kini sudah bertaut sempurna, begitu erat dan intim. Rasanya sungguh luar biasa. Safiq bergidik sebentar saat merasakan Anis yang mengedutkan-ngedutkan dinding rahimnya, memijit batang penisnya dengan remasan pelan. Safiq membalas dengan kembali mencium bibir dan payudara sang bunda, sambil tangannya tak henti-henti meremas-remas bulatannya yang padat menggoda.
Beberapa detik berlalu. Saat Anis sudah merasa cukup, iapun meminta Safiq untuk mulai menggerakkan pinggulnya. ”Pelan-pelan aja, nggak usah buru-buru. Kita nikmati saat-saat ini. Abi-mu masih lama pulangnya, dia lembur malam ini.” kata Anis.
Mengangguk mengerti, Safiq pun mulai memompa pinggulnya. Gerakannya begitu halus dan pelan, meski terlihat agak sedikit kaku. Maklum, masih pengalaman pertama. Tapi itu saja sudah sanggup membuat Safiq merintih keenakan, ia benar-benar cepat terbawa ke puncak kenikmatan yang belum pernah ia alami sebelumnya. Nafasnya sudah memburu, terengah-engah. Sementara tubuhnya mulai bergetar pelan.
Anis yang melihatnya jadi panik. ”Tahan dulu, Fiq. Tahan sebentar!” bisiknya, ia tidak mau permainan ini berhenti begitu cepat. Ia baru mulai merasa nikmat.
Tapi apa mau dikata, jepitan kemaluan Anis terlalu nikmat bagi seorang perjaka seperti Safiq. Diusahakan seperti apapun, bocah itu sudah tak mampu lagi. Maka hanya dalam waktu singkat, Safiq pun menjerit dan kembali menumpahkan spermanya. Kali ini di dalam kemaluan Anis. Cairannya yang kental berhamburan saat Safiq ambruk menindih tubuh bugil sang bunda dengan nafas ngos-ngosan.
”Ah, Safiq!” meski terlihat kecewa, namun Anis berusaha untuk memakluminya. Ia belai punggung Safiq dengan lembut. Penis bocah itu yang masih menancap di lorong vaginanya, masih terasa berkedut-kedut, menguras segala isinya. Anis merasakan liangnya jadi begitu basah dan penuh.
Mereka terus berpelukan untuk beberapa saat hingga tiba-tiba Anis menjerit kaget, ”Ah, Fiq!” tubuh montoknya sedikit terlonjak saat merasakan penis Safiq yang tiba-tiba saja kaku dan menegang kembali. ”Cepet banget!” pujinya gembira. Diciumnya bibir bocah itu sebagai hadiah.
Safiq cuma tersenyum dan kembali memperbaiki posisi. Ia sudah siap untuk beraksi. Sambil melumat bibir dan leher Anis, ia mulai menggerakkan pinggulnya. Remasan tangannya di payudara sang bunda juga kembali gencar, secepat tusukannya yang kini sudah mulai lancar dan tahan lama.
”Ahhh… terus, Fiq. Yah, begitu!” Anis yang menerimanya, merintih dan menggeliat-geliat tak terkendali. Tubuh montoknya menggelepar hebat seiring goyangan Safiq yang semakin kuat. Dengan tusukannya yang tajam, bocah itu membuat vagina Anis menegang dan berdenyut pelan, benar-benar puncak kenikmatan yang belum pernah ia alami selama enam tahun pernikahannya dengan mas Iqbal. Ohh, sungguh luar biasa. Anis jadi tak ingat apa-apa lagi selain kepuasan dan kenikmatan. Dosa dan neraka sudah lama hilang dari pikirannya. Hati dan kesadarannya sudah tertutup oleh nafsu birahi.
“Fiq, ooh… oohh… terus… arghhh…” Anis sendiri terkejut oleh teriakannya yang sangat kuat. Pelan tubuhnya bergetar saat cairan kenikmatannya menyembur keluar.
Safiq yang juga kesetanan terus memompakan kemaluannya berulang kali, dan tak lama kemudian ikut menggelepar. Wajahnya yang tampan menengadah, sementara kedua tangannya mencengkeram dan menekan payudara Anis kuat-kuat. Di bawah, spermanya yang kental kembali meledak di dalam vagina sang bunda, memancar berulang kali, hingga membuat rahim Anis jadi begitu basah dan hangat.
”Oh,” Anis melenguh merasakan banyak sekali cairan kental yang memenuhi liang vaginanya.
Setelah selesai, Safiq memiringkan tubuh sehingga tautan alat kelamin mereka tertarik dan terlepas dengan sendirinya. Tangannya kembali meremas lembut payudara Anis sambil bibirnya menciumi wajah wanita yang sangat dikasihinya ini. Anis senang dengan perlakuan Safiq terhadap dirinya.
“Fiq, kamu sungguh luar biasa.” puji Anis kepada putra angkatnya. ”Cepet banget tegangnya, padahal barusan keluar.”
Safiq tersenyum, ”Trims, Umi. Safiq senang bisa membuat Umi bahagia.”
”Tapi kamu juga nikmat kan?” goda Anis.
”Tentu saja, Mi.” Safiq mengangguk.
“Mau lagi?” tawar Anis.
”Umi nggak capek?” Safiq bertanya balik.
”Seharusnya umi yang tanya begitu,” sahut Anis, dan mereka tertawa berbarengan.
***Sejak saat itu, hubungan mereka pun berubah. Bukan lagi seorang ibu dan anak, tetapi berganti menjadi sepasang kekasih yang selalu berusaha untuk memuaskan nafsu masing-masing. Kapanpun dan dimanapun.

Prestasi Safiq kembali meningkat, bahkan lebih dari sebelumnya. Sementara Anis, mendapat hikmah yang paling besar. Ia kini hamil, sudah jalan 2 minggu. Sudah jelas itu anak siapa, tapi sepertinya mas Iqbal tidak curiga. Malah laki-laki itu kelihatan sangat senang dan gembira, sama sekali tidak curiga saat Anis kelepasan ngomong, ”Selamat, Fiq, sebentar lagi kamu akan menjadi seorang ayah,”

MURTI 6

Setelah ngebut menembus hujan lebat selama dua jam, Gatot sampai di jalanan tanah menuju desa Cemorosewu. Ia berhenti dan turun dari motor, menuntun motor itu menuju semak-semak, menutupinya dengan tanah lempung dan daun-daun, lalu meninggalkannya disana. Langit yang menghitam berwarna sama dengan bayangan tubuhnya yang serba hitam, berkelebat cepat di sepanjang tepian desa Cemorosewu, dalam sepi sunyi yang teramat senyap.

Dalam sekejap ia sudah berdiri di depan sebuah rumah. Mata elangnya menatap nyalang mengamati rumah itu dari atas pohon mangga. Ia lalu melompat ringan dan hinggap di genteng rumah. Seluruh panca indranya bekerja dan senyumnya mengembang dari balik topeng hitam. Dengan penuh tenaga, ia jejakkan kaki menjebol genteng dan dalam hitungan detik ia sudah berada di dalam sebuah kamar.

Gerakannya teramat sangat cepat menghunus golok dan mengayunkan ke arah sesosok tubuh yang masih berbaring. Tidak ada teriakan dan sosok itupun mati seketika. Setelah itu ia menyelinap dalam gelap dan berkelebat cepat hingga sampai di tempat ia menyembunyikan motor. Kemudian ia pergi bagai hantu.

***

Di pagi yang masih diselimuti mendung, desa Cemorosewu geger. Kentongan berbunyi bertalu-talu memanggil penduduk untuk berduyun-duyun mendatangi rumah kepala desa. Pengumuman disebarluaskan melalui mulut ke mulut, dari surau ke surau, dari satu dusun ke dusun yang lain. Bendera hitam berkibar di sepanjang jalan menuju desa.

“TELAH TUTUP USIA BAPAK ASNAWI, PEMIMPIN DAN SESEPUH DESA CEMOROSEWU.”

Begitulah inti dari kegegeran itu. Dalam sekejap rumah kepala desa dipenuhi ratusan orang. Di jalan-jalan masyarakat ramai membicarakan penyebab tewasnya bapak kepala desa. Ada yang bilang kepala desa mati dibacok. Yang lain berkata kepala desa dibunuh selingkuhan istrinya. Banyak juga yang yakin kepala desa mereka korban balas dendam. Semuanya masih simpang siur.

Murti terbangun dari tidurnya oleh dering handphone. Semalaman ia tidur sendiri karena Pak Camat, suaminya, belum pulang. Ia sangat malas untuk bangun. Tapi dering handphone tak kunjung berhenti, memaksanya menyingkirkan selimut dan sempoyongan mendekati meja rias, meraih HP untuk mencari tahu siapa yang berani mengusik tidurnya di pagi buta begini.

“Assalamu’alaikum,” jawab Murti.

“Wa’alaikum salam… selamat pagi, Bu. Saya cuma mau menyampaikan kabar kalau pagi ini Madrasah diliburkan. Ayahnya Bu Aisyah meninggal.” kata suara di seberang.

“Pak Asnawi meninggal? Kapan terjadinya, Bu Minah?” tanya Murti pada rekannya sesama guru yang menelepon.

“Tadi malam. Kalau Bu Murti mau ikut melayat, bisa ikut rombongan guru-guru.” kata Bu Minah.

“Baiklah, Bu Minah. Biar saya berangkat sendiri saja. Terima kasih informasinya, Bu.” kata Murti.

Murti tidak bisa tidur lagi. Kabar yang disampaikan oleh Bu Minah membuatnya terkejut. Tidak ada angin, tiba-tiba ada kabar buruk bahwa Pak Asnawi, salah satu pendiri Madrasah, ayah kandung dari Aisyah, kepala desa Cemorosewu, meninggal dunia. Ia pun segera keluar kamar dan menuju halaman belakang. Terlihat olehnya Gatot sedang mengambil air.

“Tot, cepat mandi. Antar aku ke rumah Aisyah.” kata Murti.

“Di mana itu, Mur?” tanya Gatot.

“Cemorosewu. Kutunggu di rumah ya,” tanpa menunggu jawaban, Murti berbalik masuk ke dalam rumah.

Wajah Gatot langsung berubah begitu mendengar kata Cemorosewu. Entah kenapa hatinya berdebar-debar tak nyaman. Tapi perintah Murti harus dilaksanakan karena Murti adalah istri majikannya, yakni Pak Camat. Menolak perintah Murti sama saja dengan menolak perintah Pak Camat. Maka Gatot pun tidak meneruskan pekerjaannya mengambil air. Ia langsung masuk dan tidak sampai sepuluh menit sudah berada di ruang tamu rumah Pak Camat. Gatot heran karena suasana rumah Pak Camat masih sangat sepi, padahal ini masih teramat pagi. Lagipula tidak mungkin Pak Camat pergi ke kantor tanpa bersamanya.

“Pak Camat sudah berangkat ya, Mur?” tanya Gatot sambil memandangi Murti yang baru keluar dari kamar mandi.

“Suamiku malah belum pulang sejak kemarin. Entah dimana dia,” kata Murti.

Gatot pun manggut-manggut sambil matanya nyalang memandangi tubuh Murti yang masih belum berpakaian lengkap, belum memasang kerudung, bahkan belum juga mengenakan pelindung. Tubuh yang masih setengah basah itu tampak begitu indah, memancing penuh hasrat gairahnya. Tapi Gatot lekas berpaling dari hadapan Murti, sekarang bukan waktu yang tepat untuk melakukannya. Ia kembali memikirkan Pak Camat yang menurut Murti belum pulang sejak kemarin.

’Berarti Pak Camat masih ada di sana,’ pikir Gatot dalam hati. Ia sangat tahu persis dimana Pak Camat berada saat ini, tapi ia tidak mau memberitahukannya pada Murti. Semua ini ia lakukan demi sebuah janji.

Gatot cuma menyayangkan kenapa Murti harus menikahi pria semacam Pak Camat, yang kurang lebih sama bejatnya dengan dirinya sendiri. Pak Camat lebih suka bersenang-senang dengan daun muda, meninggalkan istrinya yang cantik merana seorang diri. Istri yang kemarin ia gauli dengan sepenuh hati.

“Ayo berangkat, Tot!” seru Murti mengagetkan lamunan Gatot.

“B-baik.” Gatot berpaling cepat. ”Betulkan kerah bajumu dulu, Mur.” tambahnya saat melihat kerah baju Murti yang sedikit terbuka, menampakkan belahan buah dadanya yang ranum dan indah.

Murti mesem, tapi tetap membiarkan kerah bajunya melonggar. Ia juga tidak memakai kerudung yang sengaja ia simpan di dalam tas kecil. Murti merasa aman di dalam mobil yang baru sebulan dibeli Pak Camat. Kacanya gelap, inilah mobil pribadi yang dibeli Pak Camat khusus untuknya. Selama ini mobil baru itu nongkrong di garasi karena Pak Camat lebih suka mobil dinas, sementara ia sendiri belum bisa nyetir.

“Sebaiknya kamu turuti suamimu, Mur. Sayang kan kalau mobil sebagus ini cuma diam saja di garasi.” kata Gatot saat mereka mulai meninggalkan rumah Pak Camat.

“Kamu serius mau ngajari aku nyetir?” tanya Murti.

“Tentu. Apalagi Pak Camat sudah memberi ijin.” sahut Gatot.

“Aku tidak mau,” sergah Murti.

“Kenapa? ’Kan malah enak. Kemana-mana kamu bisa pergi sendiri.” kata Gatot.

“Aku tidak suka pergi sendiri.” sahut Murti.

Gatot menghela nafas. Ia pun berusaha untuk mengganti topik pembicaraan, “Ada keperluan apa kamu minta diantar ke Cemorosewu?” tanyanya.

“Nanti kamu juga tahu sendiri,” jawab Murti, masih sedikit ketus.

Gatot diam tidak bertanya-tanya lagi. Murti memang seperti tidak ingin diganggu saat ini. Mungkin karena ketidakpulangan Pak Camat malam tadi. Jadilah dua insan itu terdiam dalam sepi. Larut dalam irama hati masing-masing. Murti lalu rebah, menyandarkan kepalanya ke dada Gatot, sementara tangannya menyusup ke balik kemeja Gatot dan mengusap bulu-bulu dada pria kekar itu.

“Aku sangat menyesali diriku, Tot.” bisik Murti lirih.

Gatot menghela napas dan mengurangi kecepatan mobil untuk mengimbangi konsentrasinya yang mulai terpecah. “Apa yang membuatmu menyesal?” tanyanya sambil membelai rambut panjang Murti dengan tangan kiri.

“Aku menyesal kenapa harus menikah dengan Mas Joko.” kata Murti lirih.

“Itulah jodohmu, Mur. Pak Camat sangat mencintaimu dan aku yakin kamu juga cinta dia.” balas Gatot.

“Salah. Aku tidak mencintai Mas Joko, Tot. Aku menikah dengannya demi menyenangkan hati ayahku. Abah yang memilih jodoh untukku, Tot.” terang Murti.

“Semua orangtua ingin yang terbaik buat anaknya, Mur. Pun demikian dengan ayahmu. Nyatanya Pak Camat memang baik.” kata Gatot.

“Tapi aku tidak mencintainya,” Murti bersikeras.

“Cinta sudah tidak penting buat orang seusia kita, Mur. Apalagi kamu sudah bertahun-tahun berumah tangga.” Gatot mencoba bersikap bijak.

“Tapi cintaku hanya buat satu orang saja, Tot.” tukas Murti.

“Siapa itu?” tanya Gatot, meski dalam hati ia takut dengan jawabannya.

“Belum saatnya kamu tahu. Yang jelas, orang itu membuatku ingin mengakhiri saja kehidupan rumah tanggaku.” jelas Murti.

“Janganlah terbawa perasaan, Mur. Belum tentu setelah cerai nanti kehidupanmu jadi lebih baik.” kata Gatot.

“Jadi kamu mendoakan aku sengsara seumur hidup?” sengit Murti.

“Aku hanya mengatakan hal-hal yang pernah kualami, Mur. Aku adalah potret dari manusia yang gagal dalam perkawinan.” kata Gatot.

”Aku tidak peduli,” Murti mencubit perut Gatot dan tersenyum ketika merasakan sesuatu yang kaku tersentuh oleh ujung jemarinya. Wajahnya bersemu merah, semerah bibir yang basah dan merekah bagai mawar itu, menanti hisapan sang kumbang. ”Ahh,” Murti mendesah, melenguh ketika merasakan tangan Gatot yang semakin turun dan terus turun, lalu hinggap di atas gundukan payudaranya.

Tapi sayang sekali, disaat sang kumbang akan menghisap sisa madu yang tentu masih terasa manis itu, gerbang desa Cemorosewu sudah siap menyambut. Terpaksa acara intim mereka harus diakhiri sampai disitu. Murti segera memperbaiki posisi duduknya, ia juga lekas memasang kerudung hitam dan membenahi kancing baju muslimnya yang tadi sempat sedikit terbuka, dan menyapu wajahnya dengan make up tipis. Dengan cepat ia telah menjelma kembali menjadi ibu guru Madrasah yang cantik dan alim.

“Kamu tahu arti umbul-umbul hitam itu, Tot?” tanya Murti pada Gatot.

“Hitam identik dengan duka dan kematian. Benar kan?” tebak Gatot.

“Benar. Hari ini desa Cemorosewu berkabung. Pak Asnawi, kepala desa ini meninggal semalam.” kata Murti.

“Kamu mau melayat?” tanya Gatot.

“Iya. Untuk menghormati Aisyah, Tot. Dia pasti sangat terpukul oleh kematian ayahnya.” sahut Murti.

Gatot merasakan ulu hatinya bagai ditusuk ribuan jarum. Jantungnya serasa berhenti berdetak mendengar perkataan Murti. Mulutnya terkunci dan wajahnya berubah pias. Ia ingin bicara tapi tak bisa. Ocehan Murti sudah tidak didengarnya sama sekali. Ia lebih sibuk mendengarkan kata hatinya sendiri.

“Kita sudah sampai, Tot. Ayo ikut ke dalam.” ajak Murti.

Gatot melangkah ragu memasuki rumah duka. Semakin masuk ke dalam rumah, hati dan perasaannya semakin gundah dan gelisah. Terlebih setelah ia dan Murti sampai di kamar tempat sesosok tubuh terbujur kaku, dibungkus kain jarik dan dikelilingi beberapa orang. Tubuh pak kepala desa. Gatot tak menyangka sama sekali. Terlebih ketika seorang wanita menoleh, wanita yang seketika menyiksa batinnya. Wanita itu adalah Aisyah, wanita jelita yang kini bersimbah airmata.

“Assalamu’alaikum, Aisyah.” kata Murti.

“Wa’alaikum salam, Bu Murti, silahkan duduk. Silahkan, Mas.” kata Aisyah pada Gatot.

“Terima kasih. Biar saya di luar saja.” jawab Gatot. Ia menyampaikan beberapa patah kata sebagai tanda bela sungkawa lalu melangkah keluar, menuju kerumunan polisi yang masih berjaga-jaga di sekitar rumah kepala desa. Begitu ia muncul, para polisi langsung mengajaknya ngobrol. Maklum sebagian besar polisi telah mengenalnya. Ia juga sudah dikenal karena seringnya mendatangi kantor polisi.

“Selamat pagi, Pak.” sapa Gatot.

“Selamat pagi, Tot. Kamu melayat?” tanya salah seorang polisi.

“Iya, Pak. Saya ngantar Bu Murti, istrinya Pak Camat.” Gatot terdiam sejenak sambil memperhatikan sekitar rumah. “Kok banyak anggota bapak disini?” tanyanya kemudian.

“Kami sedang melakukan olah TKP. Ini kan pembunuhan.” kata polisi itu.

“Pembunuhan?” Gatot pura-pura tidak tahu.

“Benar. Semalam kepala desa dibacok orang. Kepalanya hampir putus.” jawab sang polisi.

“Sudah dapat pelakunya, Pak?” tanya Gatot.

“Sampai saat ini belum. Kami masih menanyai beberapa saksi dan berusaha mencari barang bukti.”

“Kan biasanya ada petunjuk, Pak?” kata Gatot.

“Pembunuh yang ini mahir, Tot.” jawab si anggota polisi. ”Dia tidak meninggalkan jejak sama sekali. Hujan deras semalam juga menyulitkan kami.” terangnya.

“Semoga cepat terungkap, Pak.” sahut Gatot.

Polisi itu mengangguk. “Oh ya, Tot. Ada kabar kalau ayahmu mendapat pengampunan. Dia cuma dihukum seumur hidup.” kata polisi itu.

“Apapun yang terjadi pada ayah saya, biar saja. Bapak sudah tahu keputusan saya.” jawab Gatot.

“Bapak mengerti.” Polisi itu mengangguk. “Tuh, Bu Murti manggil kamu,” dia menunjuk ke arah rumah Aisyah.

Gatot menoleh dan tersenyum, “Baik, Pak. Saya permisi dulu.”

Ia meninggalkan sang komandan polisi dan menghampiri Murti. Kini Gatot telah berada kembali di hadapan Aisyah, yang tengah menatapnya dengan sorot mata sayu. Ia tidak berani berlama-lama menantang sorot mata itu. “Jam berapa pemakamannya?” tanyanya pada Aisyah.

“Sepuluh menit lagi, Mas. Saya harap Mas Gatot ikut mendoakan ayah saya.” sahut Aisyah.

“Saya akan berdoa, Aisyah. Semoga kamu tabah.” jawab Gatot.

“Saya menerima ini dengan ikhlas, Mas. Semoga pembunuh ayah saya mendapat rahmat dari Allah untuk kembali ke jalan yang benar. Semoga dia juga ikhlas menyerahkan diri.” kata Aisyah lirih, air mata kembali bergulir di matanya yang lentik.

“Allah mendengar doa orang-orang yang ikhlas, Aisyah.” timpal Gatot dengan hati tercabik-cabik.

“Terima kasih, Mas. Pemakaman sudah siap. Saya mohon Bu Murti dan Mas Gatot mau mendampingi saya.” pinta Aisyah.

Permohonan itu membuat Gatot semakin resah dan gelisah. Terlebih saat jemari halus gadis itu menggandengnya menuju pemakaman umum yang cuma beberapa langkah saja dari rumah duka. Ia sungguh tak mampu berkata-kata. Gatot kini berada di sisi sebelah kanan Aisyah, sementara Murti ada di sebelah kiri. Ia tak kuasa menolak cengkeraman jemari yang semakin kuat menggenggam lengannya, ikut merasakan isak tangis yang tak tertahan saat jenasah diturunkan ke liang lahat dan tanah-tanah mulai menimbun.

Belum selesai makam ditimbun, sosok mungil Aisyah limbung, tepat di rengkuhan Gatot. Aisyah pingsan dan wajah ayunya pucat kelelahan. Gatot dengan dibantu beberapa orang segera membopong Aisyah dan membawanya kembali ke dalam rumah.

“Tolong dijaga ya, Mas.” kata seorang warga memintanya menjaga Aisyah.

“Baik, Pak.” angguk Gatot.

Kini ia berada berdua saja dengan Aisyah, gadis berhati mulia yang tiba-tiba mengingatkannya pada sang ibunda. Ia melihat sosok Aisyah yang terbujur sama seperti ia melihat sosok ibunya saat tidur. Sangat damai. Membuat matanya jadi terasa panas, menahan airmata agar tidak jatuh. Tapi usahanya gagal dan setitik airmatanya jatuh ke wajah Aisyah, tepat di saat gadis itu perlahan membuka mata.

“Abaaah,” lirih suara Aisyah, terucap dengan getar yang menghantam seluruh sendi tubuh Gatot. Laki-laki itu terpaku, diam membatu menatap Aisyah tanpa menyadari ia telah menggenggam jemari Aisyah dengan sangat kuat.

“Saya bisa merasakan kesedihanmu, Aisyah.” bisik Gatot tulus.

“Saya tidak sedih dengan kematian abah, Mas. Tapi sedih dengan dosa pembunuh abah.” sahut Aisyah.

“Tuhan akan membalas setiap perbuatan umatnya.” balas Gatot.

“Semoga dosa orang itu terampuni, Mas. Aisyah ikhlas lahir dan batin.” kata Aisyah.

“Keikhlasanmu akan mendapat ganjaran berlipat-lipat, Aisyah. Maafkan saya,” Gatot melepaskan cengkeramannya. Ia meninggalkan Aisyah dan pergi ke mobil.

Sambil menunggu Murti, Gatot tercenung sendiri, merenungi betapa kejahatan yang telah ia lakukan semalam telah membuat begitu banyak orang berduka, membuat beberapa hati terluka. Ia sungguh tidak tahu siapa sebenarnya orang yang semalam mati di ujung golok mautnya. Yang ia tahu tentang kepala desa Cemorosewu adalah bahwa lelaki itu adalah salah satu begundal bejat yang mencabut nyawa ibunya. Ia sama sekali tidak tahu tentang Pak Asnawi yang kata orang-orang adalah sosok dermawan, berjiwa sosial, ulama terkenal, pendiri madrasah tempat Murti mengajar.

Yang paling menyakitkan dan menyiksa batinnya ialah kenyataan bahwa kepala desa Cemorosewu tak lain dan tak bukan adalah ayah kandung Aisyah. Berarti lantunan ayat-ayat suci yang ia dengar semalam adalah suara Aisyah, sosok manusia bermukena yang sempat ia intai adalah gadis mulia berwajah jelita itu. Sekarang gadis itu dirundung duka akibat perbuatan jahat yang ia lakukan. Untung semalam ia tidak meneruskan niat menghabisi seluruh keluarga kepala desa. Untung Aisyah terlalu khusyuk mengaji sehingga tidak mendengar tragedi semalam. Untung ia urung untuk menelanjangi sosok bermukena itu. Lebih untung lagi, Aisyah sama sekali tidak tahu bahwa pembunuh itu adalah dirinya. Pun demikian dengan polisi yang tidak curiga padanya.

Gatot menyandarkan kepala ke jok mobil, memejamkan mata untuk beberapa saat hingga ia merasa seseorang mencubit pahanya. Ia membuka mata dan melihat Murti sudah ada disana. “Ayo kembali ke kota, Tot.” kata perempuan cantik itu.

Mereka pun meninggalkan desa Cemorosewu dengan diiringi lambaian umbul umbul hitam yang tertiup angin. Warna hitam yang membuat seluruh jiwa jadi muram. Gatot dan Murti sama-sama diam. Hanya desah napas dan detak jantung mereka saja yang terdengar. Cuaca siang ikut murung dan berduka. Langit diselimuti mendung dan titik-titik kecil air mulai menetes di kaca mobil. Gerimis yang membuat hati menjadi miris.

Tiba di rumah, Murti mendapati Pak Camat masih belum pulang. Di HP-nya ada sms, Pak Camat masih ada acara di tempat lain. Murti mendesah kecewa, sekaligus lega. Ia segera turun dari mobil dan berbisik pada Gatot, ”Kalau sudah selesai masukin mobil, pergi ke kamarku ya… ada yang ingin aku bicarakan.”

”Iya, Mur.” sahut Gatot tanpa membantah.

Sementara Gatot sibuk di dalam garasi, Murti segera mengganti pakaiannya. Ia sengaja mencopot BH-nya untuk merangsang Gatot. Di balik daster tipis yang sekarang ia kenakan, bentuk payudaranya yang bulat besar terlihat jelas, terlebih lagi puting susunya yang menyembul indah. Murti yakin, Gatot pasti suka dan terangsang dibuatnya.

Masuk ke dalam kamar, mata Gatot nyaris copot karena melotot melihat tubuh molek Murti yang sekarang tersaji utuh di depan hidungnya. Istri Pak Camat itu membiarkan rambut panjangnya tergerai bebas, tidak seperti biasanya yang selalu tertutup jilbab lebar saat ia tampil di muka murid-muridnya. Di dada Murti, tampak tonjolan payudaranya menggunung sangat indah, membuat Gatot sejenak lupa bernafas dan memejamkan mata.

”Kenapa, Tot? Ayo duduk dulu,” Murti mempersilakannya sambil tersenyum manis.

Muka Gatot langsung memerah karena nafsu, bayangan wajah cantik Aisyah segera lenyap dari pikirannya, tergantikan oleh tubuh telanjang Murti yang sudah beberapa kali ia nikmati. Dan sekarang, sepertinya ia juga akan mendapatkannya lagi, terlihat dari senyum Murti yang merekah semakin lebar saat pandangan Gatot terarah tajam ke buah dadanya.

”Tot, kamu mau nolong aku?” Murti merapatkan tubuh ke arah Gatot yang masih berdiri mematung di depan pintu.

”N-nolong apa, Mur?” tubuh Gatot bergetar ketika tangan teman masa kecilnya itu merangkul dirinya, sementara tangan Murti yang lain mengusap-usap daerah ‘vital’ nya.

”Tolong temani aku, Tot… aku takut tidur sendiri.” bisik Murti manja.

Muka Gatot makin memerah mendengar perkataan itu. ”T-tapi, Mur… nanti dipergoki sama Pak Camat.” tukasnya ragu.

”Mas Joko masih lama pulangnya,” Murti menunjukkan sms dari Pak Camat pada Gatot. ”Kita punya banyak waktu,” bisiknya. Dan tanpa menunggu jawaban dari Gatot, Murti segera menarik tangan laki-laki itu dan membimbingnya agar duduk di atas tempat tidur. Murti yang agresif karena haus akan sentuhan laki-laki, kemudian duduk di pangkuan Gatot. Tanpa bisa dicegah, bibir keduanya pun langsung saling bertemu dan berpagutan erat.

”Ehm, Mur…” lenguh Gatot saat merasakan puting susu Murti yang sudah mengeras menggesek ringan di permukaan perutnya, sementara lidah perempuan cantik itu terus menjelajahi mulutnya, mencari lidahnya untuk diajak saling melilit bagai ular.

Setelah puas, Murti kemudian berdiri di depan Gatot yang masih melongo karena tidak menyangka akan diserang seganas itu. Satu demi satu Murti mencopoti pakaiannya hingga tubuhnya yang mulus sempurna jadi polos seperti bayi yang baru lahir. Tersenyum manja, Murti seakan menantang Gatot agar segera menghangatkan tubuhnya yang selama ini jarang disentuh oleh Pak Camat.

”Lepaskan pakaianmu, Tot.” Murti berkata sambil merebahkan dirinya di atas ranjang. Rambut panjangnya tergerai bagai sutera ditindih oleh tubuhnya yang sangat sintal menggoda.

”Ayo cepat, Tot!” Murti  mendesah tak sabar saat melihat Gatot masih terdiam kagum memandangi tubuhnya..

”Ah, i-iya.” terkaget-kaget, Gatot lekas ikut menelanjangi diri. Dengan penis mendongak kuat ke depan, ia kemudian duduk berlutut di samping Murti. Pelan Gatot meletakkan tangannya di atas dada Murti yang bergerak naik turun seirama dengan tarikan nafasnya, lalu mulai meremas-remasnya lembut sambil tak lupa memijit dan memilin-milin putingnya yang montok kemerahan.

”Oohh… enak, Tot… terus… yah, begitu… remas pelan-pelan!” bisik Murti lirih, matanya sudah mulai terpejam rapat.

Dengan penuh semangat Gatot melakukan apa yang teman masa kecilnya katakan. Ia terus meremas-remasnya bergantian kiri dan kanan, merasakan betapa empuk dan kenyalnya benda itu, sampai akhirnya tubuh Murti menegang tak lama kemudian saat jilatan dan hisapan mulut Gatot mampir ke puncak payudaranya yang mungil dan indah. Seperti anak kecil, Gatot mulai menyusu ke arah puting Murti.

”Oohh… jilat terus, Tot… ohh… enak!” tangan Murti mendekap erat kepala Gatot ke arah payudaranya.

Gatot semakin buas menjilati puting susu istri Pak Camat tersebut, mulutnya sampai menimbulkan bunyi decapan yang sangat nyaring, tanda kalau hisapan Gatot begitu keras dan kuat, bahkan tanpa ia sadari, Gatot mulai menggigit-gigit ringan puting mungil itu.

”Hmm… nakal kamu, Tot!” Murti tersenyum merasakan tingkah sang sopir. ”Jangan cuma disitu, coba juga daerah bawah pusarku,” pintanya.

Gatot menurut saja. Cepat ia duduk diantara dua kaki Murti yang sudah terbuka lebar. Murti sendiri menyandarkan punggungya ke sandaran tempat tidur, membiarkan Gatot memandangi daerah kemaluannya yang sudah menganga lebar dengan sepuas hati.

”Sudah basah bukan?” Murti membimbing telunjuk Gatot agar memasuki liang vaginanya.

Gatot mengangguk, ”Lengket sekali, Mur…”

”Kelentitku, Tot. Coba kamu gosok-gosok sebentar, rasanya gatal sekali.” Murti memohon.

Pelan jari-jari Gatot mulai mengusap-usap tonjolan pink yang mulai menyembul itu.

”Ahh… yah, gosok terus, Tot… ughh, enak!” Murti menggelinjang keenakan ketika klitorisnya terus dipermainkan  oleh Gatot.

”Kalo aku giniin, enak nggak?” Gatot tersenyum sambil menekan kelentit Murti semakin keras.

”Ooh… Tot! Emm…” tubuh montok Murti makin melengkung keenakan, nafasnya terdengar semakin memburu, sementara bibirnya yang mungil terus mengeluarkan rintihan dan desahan yang sangat membangkitkan gairah, menandakan kalau pertahanan perempuan cantik itu akan segera jebol tidak lama lagi.

”Ooaahh… Tot!” Murti mencengkeram kuat pundak Gatot saat semua otot di tubuhnya menegang. Matanya terpejam sesaat, menikmati sesuatu yang telah lama tidak ia rasakan bersama Pak Camat.

”Hmm… kamu pintar sekali, Tot.” bisik Murti dengan vagina masih berkedut-kedut ringan mengeluarkan cairan kenikmatannya. Gatot tersenyum dan menurut saja saat Murti menyuruhnya untuk berbaring, ”Sekarang giliranku untuk memuaskanmu,” ucap Murti sambil mengurut lembut batang penis Gatot. Benda itu jadi semakin kaku dan menegang saat berada di dalam genggaman tangannya.

”Wow, makin besar aja, Tot!” dengan gemas Murti terus mengusap-usap dan membelainya. Gatot cuma tersenyum dan terdiam menikmati segala tingkah istri Pak Camat yang cantik dan seksi itu.

Tanpa menunggu lama, segera saja penisnya berpindah tempat. Kini benda coklat panjang itu sudah masuk ke dalam mulut Murti. Dengan rakus tapi sangat telaten, Murti mulai mengulum dan menghisapnya. Kepala penis Gatot yang berbentuk jamur tumpul digigitnya keras-keras hingga membuat Gatot merintih kegelian.

”Ahh… enak, Mur… terus!” Gatot tanpa sadar menyodok-nyodokkan pinggulnya, menekan penisnya semakin dalam ke mulut tipis Murti. Gerakannya menjadi semakin cepat seiring semakin kerasnya hisapan sang ibu guru cantik.

”Oohh, Mur… aku… aku… arghhh!” tanpa bisa dicegah, muncratlah cairan sperma Gatot ke dalam mulut Murti, yang segera dijilati oleh Murti hingga tandas dan tuntas.

”Hmm… manis juga rasa manimu, Tot.” Murti tersenyum, masih dengan mulut tetap menjilati ujung penis Gatot yang masih tegak berdiri.

”Kamu juga makin pintar, Mur, bikin aku jadi tak tahan.” sahut Gatot dengan nafas terengah-engah pelan.

Murti ikut tersenyum, ”Kita istirahat dulu ya, habis itu…”

”Kenapa istirahat, aku masih kuat kok.” potong Gatot sambil mendekap tubuh montok Murti dari belakang dan dengan cepat menyodokkan penisnya ke liang vagina perempuan cantik itu keras-keras.

”Arghkh!!” Murti menjerit kaget, namun cuma sebentar, karena dalam hati ia sangat menikmati hal ini. Siapa juga yang tidak suka mempunyai partner seks sejantan Gatot, biarpun habis keluar tapi penisnya masih bisa digunakan!

”Kamu menikmatinya ’kan, Mur?” bisik Gatot di telinga Murti. Tangannya yang satu menyangga tubuh montok Murti, sementara yang lain meremas payudara Murti yang menggantung indah. Sementara penisnya dengan keras melumat liang vagina Murti hingga jadi semakin basah dan memerah.

”Ahh… hhh…” Murti hanya bisa merintih, tubuhnya bagai lemas tak bertenaga menikmati setiap sodokan Gatot di liang vaginanya. Mereka terus berada alam posisi seperti itu hingga Gatot menyemprotkan kembali cairan spermanya tak lama kemudian, kali ini di dalam vagina sempit milik Murti.

”Ahh… Gatot!” rintih Murti saat merasakan cairan hangat memenuhi liang kewanitaannya. Ia cepat menekan pinggulnya ke belakang agar penis Gatot yang masih berkedut-kedut ringan makin amblas lagi ke dalam miliknya. Di saat yang sama, Murti rupanya orgasme juga.

Kedua insan itu pun tergolek lemas menikmati apa yang baru saja mereka lakukan. Cairan keduanya bertemu dan bercampur menjadi satu, memenuhi liang kelamin Murti hingga terasa jadi begitu basah dan lengket. Beberapa ada yang menetes keluar saat Gatot mencabut pelan batang penisnya.

”Ughh,” Murti mendesah, rambutnya yang hitam panjang terurai menutupi bantal, sementara dadanya yang besar bergerak naik-turun mengikuti irama tarikan nafasnya. Tangan Gatot bertengger disana, meremas-remasnya pelan.

”Pak Camat masih lama pulangnya?” tanya Gatot.

”Sebentar, aku sms dulu.” Murti segera mengambil HP-nya yang ditaruh di atas meja dan mengirim sms kepada Pak Camat. Tak lama sms balasan sudah ia terima.

Gatot tersenyum lebar saat ikut membaca, ”Masih 2 jam lagi, itupun kalau sudah selesai.” katanya.

Murti mengangguk, ”Iya, masih banyak waktu bagi kita.”

”Gimana, sudah siap lagi?” tanya Gatot sambil mencolek vagina Murti mesra.

”Hei, jangan bilang kalau kamu sudah ngaceng lagi!” sahutnya sambil melirik ke bawah dan memekik gembira saat melihat penis Gatot yang sudah beranjak bangun dan menegang. ”Gila, benar-benar gila!” Murti menggeleng-gelengkan kepala tak percaya.

”Akan kubikin kamu pingsan malam ini,” janji Gatot sambil menindih tubuh molek Murti dan bersiap untuk memulai ronde yang kedua.

MURTI 5

Hari telah berganti. Malam yang hening berlalu diusir oleh sang pagi yang hangat. Murti seperti biasa bangun lebih awal untuk menyiapkan kebutuhan suaminya. Pak Camat juga sudah bangun, tapi seperti biasa langsung menyeruput kopi hangat sebelum mandi. Murti masih repot di dapur guna memasak sarapan pagi. Pak Camat memandangi istrinya yang semakin hari bukannya bertambah tua, malah semakin muda dan berisi. Tidak terlihat tanda-tanda ketuaan pada istrinya. Semua masih halus mulus dan kencang. Sedangkan Pak Camat merasa mulai tua.

Memang antara Pak Camat dan Murti terpaut perbedaan umur yang cukup jauh. Ketika menyunting Murti, Pak Camat sudah berumur tiga puluh lima tahun, sedangkan Murti baru lulus kuliah. Sepuluh tahun selisih umur mereka. Memasuki usia perkawinan yang sudah tujuh tahun berjalan, Pak Camat kerap merasa kewalahan dengan semangat dan gairah Murti yang masih menggebu-gebu.

“Mur, cobalah belajar mengemudi. Biar kemana-mana nggak melulu diantar Gatot.” kata Pak Camat.

“Gak mau ah, Mas, bisa bahaya.” sahut Murti.

“Bahaya apanya? Lha wong cuma duduk di belakang setir kok.” jelas Pak Camat.

“Memangnya Mas Joko mau istri cantikmu ini keluyuran kemana-mana kalau bisa naik mobil sendiri?” tanya Murti.

“Kalau keluyuran untuk tujuan yang jelas, buat apa takut? Sejauh ini dan sampai kapanpun aku percaya sama kamu, Mur.” kata Pak Camat.

“Aku juga percaya sama Mas Joko.” sahut Murti.

Pak Camat membantu Murti memasang baju muslimah kebesarannya. Setelah itu ganti Murti yang membantu Pak Camat memasangkan celana. Mereka sempat saling mencolek kemaluan sebentar, tapi tidak diteruskan ke tahap yang lebih jauh lagi. Mereka harus sama-sama kerja. Di luar terdengar deru mesin mobil yang dipanasi oleh Gatot. Murti mempercepat riasan wajahnya karena sudah hampir jam tujuh, jangan sampai ia terlambat ke Madrasah. Pak Camat juga terburu-buru karena ini adalah hari senin, hari pertama yang biasanya banyak kegiatan menumpuk. Mereka kemudian keluar beriringan menghampiri Gatot yang sudah siaga di teras.

“Kalau ada waktu luang, ajari Murti nyopir, Tot.” seru Pak Camat.

“Baik, Pak. Kapan saja saya siap.” jawab Gatot.

“Oh ya, Tot, nanti siang kamu nggak usah nunggu saya.” kata Pak Camat begitu mobil sudah melaju.

“Iya, Pak.” Gatot mengangguk, matanya terus konsentrasi ke jalan.

“Memangnya mau kemana, Mas? Tumben nggak minta diantar?” cetus Murti dengan nada curiga.

“Urusan kantor.” sahut Pak Camat.

Murti diam, tidak bertanya lagi, tapi terlihat sorot ketidak-percayaan di sudut matanya yang bening.

”Sudah sampai tuh,” Pak Camat mencium kening Murti sebelum istrinya yang cantik itu turun. Murti melirik Gatot dan melempar sedikit senyum sebelum melangkah masuk ke gerbang Madrasah. Tinggal Pak Camat dan Gatot yang ada di dalam mobil.

Pak Camat menghela napas panjang sambil mengusap wajahnya, lalu bicara pelan pada Gatot. “Murti mulai mencurigaiku, Tot.”

Gatot cuma tersenyum kecut sambil mendengarkan Pak Camat melanjutkan keluhannya. “Rupanya Murti mulai termakan gosip-gosip itu.”

“Itu wajar, Pak Camat. Kita hidup ini kan cuma punya dua pilihan, memakan gosip atau dimakan.” jawab Gatot tanpa bermaksud menggurui.

“Bisa saja kamu. Yang penting kamu jangan bilang apapun ke Murti ya,” kata Pak Camat.

“Saya janji menyimpan rahasia itu, Pak.” sahut Gatot.

Ada kesepakatan rahasia antara Pak Camat dan Gatot. Mereka meneruskan ke kantor kecamatan. Seperti biasa, begitu Pak Camat masuk ke dalam kantor maka Gatot langsung meluruskan jok mobil dan tiduran sambil membaca koran. Saat itulah Gatot kaget karena di halaman depan ia melihat foto ayahnya terpampang besar dengan judul AKHIR SANG JAGAL. Kalimat demi kalimat dibacanya sampai tamat kemudian ia lemparkan koran itu ke belakang. Wajahnya mengeras.

Gatot terpukul dengan adanya berita di koran yang mengabarkan kalau ayahnya telah dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan tinggi setelah upaya bandingnya ditolak. Menurut berita, ayahnya menolak meminta grasi ke presiden. Masih kata berita, ayahnya cuma mengajukan permintaan terakhir yakni bertemu sang anak bernama Gatot, dirinya sendiri. Ayahnya tak akan dieksekusi sebelum permintaan terakhir terpenuhi. Jadi sampai sekarang Cak Karso masih ada di penjara paling top, Nusakambangan.

Gatot menghantam jok mobil pelan. Ia sudah bersumpah untuk tidak mau lagi ketemu ayahnya. Ia tidak bisa memaafkan sang ayah yang tega menghancurkan keluarga. Ia sakit hati pada ayahnya yang telah menjual ibunda tersayang. Ibunda yang mati mengenaskan di depan mata kepalanya sendiri. Biar saja ayahnya dihukum mati. Sebenarnya Gatot sudah berkali-kali diminta oleh polisi agar mau datang ke Nusakambangan. Tapi Gatot tak mau karena di Nusakambangan banyak kawan-kawannya yang di bui. Ia tidak mau ketemu kawan-kawan begundalnya agar bayang-bayang masa suram itu tidak muncul. Biarlah yang terhukum menjalani hukumannya.

“Mas Gatot nganggur?” Gatot terkaget-kaget oleh suara halus yang menegurnya.

“M-mbak Dewi butuh bantuan saya?” tanyanya tergagap.

“Iya. Pak Camat yang nyuruh.” jawab gadis cantik yang bersinar bagai bidadari tersebut.

“Kemana, Mbak?” tanya Gatot, berusaha mengalihkan perhatian matanya.

“Ke Cemorosewu. Saya masuk ya?” tanya Dewi.

Gatot menghidupkan mesin sambil menunggu Dewi duduk dengan nyaman. Lalu berangkat. Dewi, gadis cantik berparas menarik sesekali berusaha memancing selera bicara Gatot. Tapi Gatot memang sedang tidak mood untuk bicara. Gatot cuma mengemudikan mobil dan mengawasi jalan raya menuju Cemorosewu. Dewi pun tak lagi bicara meski dalam hati kecewa karena Gatot seperti batu arca yang ada di pintu masuk desa Cemorosewu. Sampai suatu ketika Gatot akhirnya buka suara untuk pertama kalinya.

“Jalan aspalnya cuma sampe sini, Mbak?”

“Iya. Dari sini sampai Cemorosewu jalannya masih tanah.” sahut Dewi.

“Tidak ada jalan lain?” tanya Gatot.

“Tidak ada. Kenapa, takut mogok?” tantang Dewi

“Iya, Mbak. Saya juga takut dimarahi Pak Camat kalau sampai rusak. Ini kan mobil dinas.” jelas Gatot.

“Ya ampun, Gatot. Ini mobil pemerintah. Kalo rusak ya urusan pemerintah. Kamu cuma perlu bilang ke Pak Camat, tidak bakal dipotong gajimu.” terang Dewi.

“Mbak Dewi bisa saja. Ada perlu apa ke Cemorosewu?” tanya Gatot sambil tersenyum.

“Mengantar tumpukan berkas ini,” Dewi menunjuk setumpuk kertas yang ada di pangkuannya. Gatot cuma melirik sekilas karena tidak mau tergoda maksiat. Kalau dia memandang lama-lama tumpukan itu, sama saja dengan memandang lama-lama bonggol paha Dewi yang putih mulus karena gadis itu cuma mengenakan span tipis yang pendek sekali.

Cemorosewu masih tiga kilo lagi. Semakin mendekati tujuan, jalan semakin tidak karuan, membuat penumpang dalam mobil juga bergerak kesana-sini mengikuti goyangan mobil. Kali ini bongkahan payudara Dewi yang menarik perhatian Gatot, benda itu terus bergerak-gerak memamerkan kesintalannya. Konsentrasi Gatot jadi terbelah, antara melihat jalan yang berlubang atau melirik susu Dewi yang bulat besar.

“Tahu jalannya begini, aku nggak bakal mau disuruh Pak Camat.” keluh Dewi, sama sekali tidak menyadari keadaan tubuhnya.

“Iya, Mbak. Entah jalannya yang memang rusak atau pejabatnya yang korup.” sahut Gatot. Terbayang payudara putih mulus milik Murti, yang coba ia bandingkan dengan punya Dewi, yang dua-duanya langsung membuat penisnya kaku dan mengeras seketika.

Dewi tertawa terbahak-bahak mendengar kata-kata Gatot. “Semua pejabat di negeri kita ini sudah rusak, Tot.” kata Dewi sambil berusaha menyeimbangkan tubuhnya, tapi gagal. Dia terlempar ketika mobil menghindari lubang besar, dan tepat mendarat di dada Gatot. Payudaranya yang besar mendesak Gatot begitu rupa hingga membuat penis Gatot makin menegang tak karuan. “Maaf ya, Tot.” bisik Dewi begitu menyadari, dia lekas menarik tubuh sintalnya menjauh.

“Nggak apa, Mbak. Saya juga minta maaf.” suara Gator bergetar.

Permintaan maaf yang tak lebih dari sekedar basa-basi, pemanis suasana hati yang penuh warna warni. Bukan hatinya Gatot, tapi hatinya Dewi. Warna hati itu mungkin sama dengan warna paras ayu yang sekarang berubah menjadi merah delima. Dan Gatot tentu tidak menyia-nyiakan manisnya delima yang duduk di sampingnya ini. Ia melirik Dewi dengan senyum penuh arti, tapi tetap berusaha menjaga wibawanya sebagai seorang laki-laki.

“Bolehkah aku main ke rumahmu, Tot?” tanya Dewi kemudian saat sudah bisa menguasai suasana hatinya.

“Boleh saja, Mbak. Tapi setiap hari, dari pagi sampai ketemu pagi, saya selalu di rumah Pak Camat.” sahut Gatot.

“Masa sih kamu kerja nggak ada liburnya?” tanya Dewi.

“Libur ada, Mbak, tapi saya selalu lembur. Maklum banyak tanggungan.” kata Gatot.

“Semua punya tanggungan, Tot. Saya juga punya banyak tanggungan. Hutang di bank menumpuk.” sahut Dewi.

Cemorosewu sudah di depan mata. Dewi memberi petunjuk kepada Gatot agar langsung menuju ke balai desa. Dewi menemui kepala desa, sedangkan Gatot seperti merasa tidak asing dengan wajah kepala desa itu. Ia teringat sesuatu yang membuatnya berdiri dengan tegang. Ia teringat salah satu wajah orang orang yang berjudi besar-besaran dengan ayahnya puluhan tahun silam. Ia juga ingat wajah salah satu begundal yang memperkosa ibundanya dan ia yakin wajah Pak Kepala Desa sama dengan wajah itu.

Ia perlahan mendekat, semakin dekat dan akhirnya bisa melihat ciri yang memperkuat keyakinannya. Tato macan Pak Kepala Desa sama dengan tato macan milik ayahnya. Perlahan Gatot meraba sesuatu di balik jaketnya dan ketika ia hendak mencabut benda itu, seketika itu pula Dewi menepuk pundaknya.

“Sudah selesai, Tot. Kita kembali ke kecamatan.” kata gadis cantik itu.

“Oh ya… Mbak Dewi jalan saja dulu.” sahut Gatot.

Maka Dewi pun berlalu, sedangkan Gatot memandang tajam pada Pak Kepala Desa, membuat laki-laki tua itu merasa grogi dan tak nyaman. Tapi Gatot tidak ingin membuat masalah. Ia cuma menunjukkan celurit kecil yang dulu membunuh ibunya pada kepala desa, membuat kepala desa berdiri gemetaran dan memandang takut pada Gatot.

“Dimana dua temanmu yang memperkosa ibuku?” bisik Gatot dengan suara bergetar menahan amarah. Ia tidak melepaskan jabat tangannya sehingga Pak Kepala Desa tidak bisa lari kemana-mana.

“Saya tidak paham maksudmu,” kata Pak Kepala Desa semakin ketakutan.

Gatot melepaskan tangannya dan mengembalikan celurit kecilnya ke balik jaket. “Aku telah menemukan pemerkosa dan pembunuh ibuku,” katanya sebelum meninggalkan balai desa, meninggalkan Pak Kepala Desa yang pucat pasi setelah sadar siapa pria yang baru berhadapan dengannya. Pria dengan sorot mata penuh amarah dan dendam, pria dengan nafsu membunuh yang besar. Pak Kepala Desa langsung terduduk lesu di kursi kerjanya.

Gatot sudah kembali bersama Dewi dan mulai meninggalkan desa Cemorosewu disertai hujan yang turun dengan lebat, membuat jalanan tanah jadi semakin becek, memperlambat laju mobil.

“Sabar ya, Mbak. Jalannya hancur.” kata Gatot.

“Tidak apa. Aku sudah telepon Pak Camat dan bilang kalau mobilnya mogok.” jawab Dewi.

“Terima kasih, Mbak.” Gatot tersenyum.

“Kamu kenal dengan kepala desa itu?” Dewi bertanya.

“Tidak, Mbak. Kebetulan saja tadi ngobrol lama. Maaf kalo membuat Mbak Dewi menunggu.” Gatot berbohong.

Butuh perjuangan keras untuk menaklukkan jalan yang lebih cocok buat arena off road itu. Kaca belakang dan samping mobil sudah dipenuhi oleh tanah liat sehingga menyulitkan pandangan. Terlanjur basah, mandi saja sekalian; itulah pemikiran Gatot. Maka iapun segera meminta pada Dewi untuk mengencangkan sabuk pengaman, setelah itu pedal gas diinjaknya kuat-kuat sampai mobil melesat menembus derasnya hujan. Dewi sampai harus berpegangan pada apa saja agar tidak terlempar kesana-kemari. Beberapa kali tubuhnya berbenturan dengan bahu Gatot, dan berkali-kali pula payudara besarnya mendarat di lengan laki-laki itu. Terasa sangat empuk dan kenyal bagi Gatot hingga membuat penisnya kembali kaku dan menegak di bawah sana.

Dewi bukannya tidak mengetahui, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya bisa pasrah pada ’penderitaan’ yang membuat jantungnya seakan berhenti berdetak itu. Tapi yang aneh, Dewi seperti menikmatinya. Ia dengan ikhlas terus memberikan dadanya pada Gatot, sampai akhirnya mereka tiba juga di jalan desa yang beraspal. Gatot segera mengurangi kecepatan dan memandang penuh arti pada Dewi yang terduduk lemas di sebelahnya.

“Berhenti dulu, Tot. Kita makan di warung itu.” Dewi menunjuk warung makan yang ada di sebelah kiri jalan. Wajahnya nampak memerah padam, sementara nafasnya masih sedikit tersengal.

“Baik, Mbak. Kebetulan saya lapar.” kata Gatot. Ia tidak pernah mengetahui kalau memek Dewi sudah sangat basah saat itu.

Gatot segera memarkir mobil di depan warung. Sudah jam satu siang. Gatot teringat pada Murti. Siapa yang menjemput Murti hari ini, sedangkan ia masih berada lumayan jauh dari kecamatan. Iapun meminjam handphone pada Dewi untuk menelpon Murti dan bilang tidak bisa menjemput. Gatot menarik napas lega karena Murti sudah ada di rumah. Ia mengembalikan handphone pada Dewi.

“Terima kasih, Mbak.” katanya.

“Mau makan apa?” tanya Dewi.

“Sama dengan Mbak Dewi saja.” kata Gatot.

Merekapun makan dengan lahap. Dewi memperhatikan Gatot tak putus-putus, sementara Gatot tidak peduli pada apapun selain pada makanan yang ada di hadapannya. Selesai makan barulah ia sadar kalau diperhatikan. Mereka saling tersenyum. Dewi sudah akan membuka obrolan, tapi sayang seribu kali sayang mereka harus cepat sampai di kantor kecamatan. Dengan diiringi pandangan seisi warung yang mengagumi kesintalan tubuh Dewi, merekapun lekas kembali ke mobil dan melanjutkan perjalanan.

Setelah mengantar Dewi ke kantor, Gatot dipanggil Pak Camat ke ruangannya. Pikiran Gatot mulai macam-macam karena tidak biasanya Pak Camat memanggilnya. Setelah berada di depan Pak Camat, ia tambah bingung karena Pak Camat tampak sangat gembira, tidak marah seperti yang ia bayangkan sebelumnya.

“Pak Camat memanggil saya?” tanya Gatot.

“Benar, Tot. Ada dua kabar gembira yang ingin saya sampaikan ke kamu.” sahut Pak Camat.

“Kabar apa itu, Pak?” tanya Gatot penasaran.

“Yang pertama, Murti telah resmi jadi PNS. Tadi pagi SK pengangkatannya turun.” jawab Pak Camat.

“Syukurlah. Saya ikut senang, Pak.” sahut Gatot.

“Kamu tidak ingin tahu yang kedua?” tanya Pak Camat.

“Kalau Pak Camat tidak keberatan memberitahu saya,” kata Gatot.

“Ini tentangmu, Tot. Mulai hari ini, kamu adalah calon PNS.” kata Pak Camat.

“Maksud Pak Camat?” tanya Gatot meski sudah bisa sedikit menebak.

“Kamu jadi pegawai honorer kecamatan. Tapi itu hanya sementara. Nanti kamu akan jadi PNS.” kata Pak Camat.

“Alhamdulillah. Saya tidak pernah bermimpi sampai kesana, Pak.” ucap Gatot penuh rasa syukur.

“Aku yang membantumu, Tot. Anggap saja sebagai imbalan karena kamu juga banyak membantuku.” kata Pak Camat.

“Terima kasih, Pak Camat. Saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan.” Gatot tersenyum gembira.

“Sekarang pulanglah. Bilang ke Murti kalau aku ada kunjungan kerja sampai malam.” sahut Pak Camat kemudian, menutup pembicaraan itu.

Gatot bergegas meninggalkan kantor kecamatan sekaligus meninggalkan Pak Camat. Ia sangat paham kunjungan kerja macam apa yang akan dilakukan oleh Pak Camat, kemana Pak Camat melakukan kunjungan, menemui siapa, semuanya ia pahami betul sebagai sesama lelaki. Ia hanya merasa kasihan pada teman semasa kecilnya yang bernama Murti. Itulah alasan ia selalu ingin berada di dekat Murti untuk sekedar menghiburnya, baik dengan kata-kata maupun dengan tubuhnya. Kalau Pak Camat bisa selingkuh, kenapa Murti tidak. Dan Gatot dengan senang hati menemani teman masa kecilnya itu.

Begitu menginjak teras rumah Pak Camat, ia sudah disambut senyuman manis oleh Murti. “Mana Pak Camat, Tot?” tanya perempuan cantik itu.

“Pak Camat ada kunjungan kerja sampai malam,” jawab Gatot.

Seketika senyum Murti memudar, berganti dengan wajah kecewa. “Masuklah, Tot!” ia menarik lengan Gatot ke dalam rumah.

Setelah pintu tertutup, Gatot dibuat kalang kabut karena Murti tiba-tiba memeluknya sambil menangis sesenggukan. Gatot tak tahu harus berbuat apa selain membawa Murti ke ruang tengah. Di sana Gatot melihat betapa segala sesuatunya sudah dipersiapkan; makan malam bagi Pak Camat. Gatot menghela napas memahami kekecewaan dan kesedihan yang dirasakan oleh Murti. Ia tanpa sadar telah membalas pelukan Murti secara lebih erat, membuat tubuh Murti yang molek berada lekat di dalam dekapannya.

“Aku siapkan semua ini buat suamiku, Tot.” lirih suara Murti diiringi isakan kecil.

“Itulah resiko menjadi istri pejabat, Mur. Sabar saja ya,” Gatot tak kuasa menahan keinginannya untuk sekedar mengelus kepala Murti yang masih tertutup jilbab. Ia juga ingin menjamah bagian lain dari tubuh perempuan cantik itu, tapi belum, sekarang bukan saat yang tepat.

Murti menyeka airmata dengan ujung lengan. Gatot menyumpahi dalam hati betapa Pak Camat telah begitu tega menyia-nyiakan seorang istri yang cantik bagai bidadari ini. Yang kesintalan tubuhnya sanggup membuat Zaskia Adya Mecca menjadi iri. Siapa yang tahan melihat pesona Murti. Seluruh komplek juga sudah mengakui sang bunga desa. Apalagi jika sudah bermuram durja seperti sekarang ini, yang sering lupa diri bahwa ia adalah wanita bersuami. Sungguh kurang ajar suami yang tega membiarkan istrinya menderita dalam sedih.

“Kuucapkan selamat, Mur. Kamu telah jadi PNS.” kata Gatot, tubuhnya sedikit bergidik merasakan tonjolan payudara Murti yang mendesak di depan perutnya.

“Aku ingin dengar ucapan itu pertama kali dari suamiku, Tot.” sahut Murti, tanpa merasa bersalah, ia makin mempererat pelukannya.

“Pak Camat sangat sibuk.” suara Gatot mendadak menjadi parau karena batang besar yang ada di balik celananya perlahan mulai bangkit dan mengeras. ”Oh ya, maaf aku tadi tidak menjemputmu.” tambahnya.

“Tidak apa. Aku diantar Aisyah. Sekarang makan saja bareng aku, ya?” tawar Murti dengan senyum menawan.

“Semakin sering bersamamu, aku semakin merasa tak bisa mengontrol diri, Mur.” kata Gatot terus terang.

”Tidak masalah, toh Pak Camat juga semakin jarang pulang. Kalau bukan kamu, siapa lagi yang akan menemaniku?” jawab Murti. Ia memang nekad bila berada di dalam rumah bersama Gatot. Sejak mereka ’melakukannya’ Murti tidak malu lagi bila duduk berdua dengan Gatot. Ia tidak risih menampakkan hal-hal yang seharusnya disembunyikan sebagai wanita bersuami. Kenapa tidak? Toh mereka sudah sering telanjang berdua akhir-akhir ini.

Sungguh beruntung si Gatot, bisa melihat bentuk tubuh Murti yang bohay secara utuh. Ia melirik tajam pada sepasang paha Murti yang sengaja diongkang-ongkangkan, yang membuat baju panjangnya jadi tersingkap hingga ke pinggang, menampakkan kulit pahanya yang halus mulus serta kencang. Juga dada montok milik Murti yang terus digoyang-goyangkan selama perempuan cantik itu menyiapkan makan malam bagi Gatot.

“Sudah berapa tahun kamu menduda, Tot?” tanya Murti dengan desah menggoda.

“Aku tidak pernah menghitungnya, Mur.” Gatot tak berkedip menatap teman masa kecilnya itu, yang kini sudah tumbuh menjadi wanita dewasa yang mulus sempurna.

“Rasanya aku juga ingin menjanda saja, Tot. Biar bebas.” kata Murti.

“Menjanda justru tidak baik, Mur. Omongan orang selalu usil.” sahut Gatot.

“Peduli setan sama omongan orang. Selama ini aku sudah kebal berbagai gosip, termasuk gosip tentang suamiku yang punya istri muda.” sergah Murti.

“Yakinlah, Pak Camat tidak seperti itu. Aku selalu bersama suamimu dan aku tahu dia suami yang baik.” kilah Gatot. Ia mengangguk meski dalam hati menggeleng. Pak Camat memang bukan suami yang baik. Pak Camat juga bukan pria yang alim. Pak Camat sama seperti dirinya. Hanya saja Pak Camat punya cara tersendiri untuk berbuat nakal. Dia adalah orang yang tahu seperti apa kenakalan Pak Camat. Dirinya jugalah satu-satunya orang yang tahu kenakalan istri Pak Camat.

“Kamu bukan anak kecil lagi, Mur.” kata Gatot.

“Memang bukan. Tapi aku ingin mengulangi masa-masa kecil yang kita jalani bersama, Tot.” sahut Murti, senyumnya makin kelihatan menggoda.

“Itu tak mungkin, Mur.” lirih Gatot, berusaha keras menekan gemuruh di dalam dadanya yang bidang.

“Siapa bilang tak mungkin?” Murti mencubit perut Gatot kuat-kuat. Awalnya Gatot masih bisa menahan, tapi karena cubitan Murti terasa makin menggigit, iapun tak punya pilihan selain balas mencubit perut Murti. Berawal dari cubit mencubit, kemudian berkembang jadi saling kejar dan saling menjatuhkan.

“Jangan memancingku, Mur.” seru Gatot sambil menggeleng. Sudah terlihat tonjolan besar di depan selangkangannya akibat gesekan tubuh montok Murti.

“Aku akan menangkapmu, Tot.” seperti tidak peduli, Murti terus menggodanya. Mereka berkejaran sampai ke dalam kamar. Di situlah Murti dan Gatot seperti anak kecil yang bodoh. Saling raba sana-sini dan cium ini-itu. Murti sendiri yang melepas baju panjang dan dalamannya, lalu merenggut paksa tubuh Gatot dalam kekuasaannya. Ia menuntun Gatot untuk melakukan sesuatu yang tak seharusnya mereka lakukan. Itulah momen kejatuhan Gatot.

Kesempurnaan yang dimiliki Murti ditelannya bulat-bulat tanpa ada yang tersisa. Desah dan rintih mengalir bersama cucuran keringat yang meminyaki tubuh telanjang mereka berdua, melicinkan jalan bagi setan untuk menancapkan kuku maksiat ke hati keduanya. Murti dan Gatot telah benar-benar terjatuh bersama ke dalam jurang perzinahan. Tidak ada lagi yang menghalangi kemaksiatan mereka, sekalipun itu suara azan.

Ya, saat itu Azan Isya’ terdengar, tapi telinga mereka telah terkunci oleh kenikmatan orgasme yang memuncak. Dan mencapai klimaks ketika cairan keduanya tercecer di mana-mana. Sebagian dari muntahan itu bersarang telak di rahim Murti, sisanya yang tak tertampung tumpah ruah ke atas ranjang. Murti dan Gatot menggelepar kelelahan, baik fisik maupun batin. Namun mereka tampak sama-sama puas, bahkan keduanya seperti menginginkannya lagi.

“Aku memang ditakdirkan menjadi pendosa, Mur.” bisik Gatot sambil mengelus dan meremas-remas payudara putih mulus milik Murti.

“Kita tanggung dosa ini bersama, Tot.” balas Murti sambil memeluk Gatot dan mengocok pelan batang penis laki-laki itu.

Gatot balas memeluk Murti, merengkuh istri Pak Camat itu erat-erat ke dalam dekapannya. ”Dosa yang sepertinya tidak akan pernah bisa aku tolak.” bisiknya mesra.

Murti mencoba untuk tersenyum. “Aku tak pernah sehebat ini bila bersama Pak Camat, Tot.” terangnya. Murti masih punya gairah untuk sekedar memberi suguhan terakhir pada Gatot. Tidak sedahsyat yang pertama, tapi sudah cukup sebagai penutup segala kemaksiatan yang tercatat di tangan Tuhan sebagai perbuatan laknat.

Dan Gatot dengan senang hati menerimanya, apalagi saat handphone Murti berbunyi, tanda kalau ada pesan singkat yang masuk.

”Dari Mas Joko, Tot, dia pulang telat.” terang Murti begitu selesai membacanya.

Gatot langsung memeluk teman masa kecilnya yang cantik itu dan lekas melebarkan kedua kaki Murti hingga tampaklah belahan vaginanya yang basah sempurna. ”Berarti ada waktu bagi kita untuk mengulangi sekali lagi, Mur.” bisik Gatot sambil menggesek-gesekan kontolnya di permukaan vagina sempit Murti.

”Ahh… iya, Tot.” rintih Murti saat Gatot mulai menekan ujungnya, senti demi senti benda itu mulai memasuki tubuhnya, agak sedikit tersendat karena Murti merasa kegelian, namun perlahan tapi pasti penetrasi itu terus tejadi sampai akhirnya batang penis Gatot amblas seluruhnya, masuk sepenuhnya memenuhi celah kewanitaan Murti.

”Ughh… Mur!” Gatot melenguh menikmati jepitan dan kehangatannya yang begitu menggigit.

Wajah Murti agak sedikit mengernyit, apalagi saat Gatot mulai menggerakkan penisnya maju mundur secara perlahan. Setiap tusukannya terasa begitu tajam dan dalam. Suara gesekannya terdengar begitu merdu, dipadu dengan rintihan lirih yang keluar dari bibir manis Murti, sempurnalah ritual persetubuhan mereka malam itu.

Gatot menatap payudara Murti yang berguncang-guncang pelan akibat gerakannya. Ia segera memeganginya. Sambil kembali memijit dan meremas-remasnya, mata Gatot berpesta pora menikmati tubuh indah dan putih mulus milik Murti yang sekarang berada di dalam dekapannya. Ia sungguh beruntung bisa mendapatkan wanita ini, perempuan teramat cantik dan seksi yang sudah disia-siakan oleh suaminya yang bodoh.

”Auw, Tot!” kepala Murti terlempar ke kiri dan ke kanan menerima tusukan dari Gatot yang semakin lama terasa semakin kuat. Matanya tertutup, tapi bibirnya yang merah merekah terlihat begitu indah.

Gatot segera mengecup dan melumatnya mesra. ”Mmh… Mur,” panggilnya. Murti hanya mengangguk sambil membalas ciuman itu. Mereka berpagutan sejenak sebelum Gatot mengalihkan mulutnya ke puncak payudara Murti yang membusung indah, laki-laki itu mencucup dan menjilati putingnya secara bergantian sementara pinggulnya terus bergerak cepat di bawah sana, menusuk dan mengobrak-abrik memek sempit milik Murti hingga membuat benda itu jadi semakin basah dan lengket.

”Arghh… Tot!” pekik Murti saat Gatot makin menambah kecepatannya, suara becek dua organ kelamin yang saling bergesekan kian memenuhi ruangan kamar, tentu saja sambil diiringi melodi rintihan dari Murti dan Gatot. Hawa malam yang dingin tak mampu lagi menahan panas tubuh mereka berdua, peluh keduanya sudah meleleh dan saling bercampur menjadi satu.

Gatot melipat kedua paha Murti ke atas hingga lututnya nyaris menyentuh bulatan payudaranya, dengan begitu tusukan kontol Gatot jadi makin dalam menghujam liang senggama milik perempuan cantik itu.

”Oouh… Tot, nngh… ahh!!” rintih Murti setengah memekik saat melepaskan cairan orgasmenya.

Tak peduli dengan semprotan deras dari liang sempit Murti, Gatot terus menggerakkan penisnya. Ia juga merasa sudah hampir sampai. Kedutan dan jepitan vagina Murti makin menambah daya rangsangnya. Akibatnya, tak lama kemudian biji pelirnya pun mengerut kaku lalu… dengan satu tusukan terakhir, Gatot mengantar semburan demi semburan spermanya membanjiri alat kelamin Murti yang masih memuntahkan isinya.

Mereka terus menguras nafsu masing-masing hingga Gatot yang kelelahan duluan, rebah di atas tubuh sensual milik Murti. Ia mencoba mengatur nafasnya sambil menjilati puting Murti yang terlihat menonjol indah di depan hidungnya. Murti merangkul dan mengelus-elus punggung Gatot yang bermandikan keringat penuh rasa sayang, ia membisikan kata-kata mesra ke telinga laki-laki itu, bagai seorang gadis muda kepada kekasihnya.

“Aku harus pulang, Mur.” kata Gatot saat merasakan penisnya mulai mengkerut dan mengecil pelan.

“Jangan, Tot, aku masih pingin kamu temani.” Murti menahan badan Gatot yang sudah akan beranjak meninggalkan tubuhnya.

“Maaf, Mur, nanti bisa dipergoki sama suamimu.” Gatot mencabut penisnya. ”Lagian, aku ingin cari berita ke kantor polisi.” tambahnya sambil memperhatikan cairan putih pekat yang mengalir keluar dari celah liang vagina Murti yang merah merekah, menciptakan danau kecil di atas sprei.

“Ya sudah. Kalau mau balik ke sini, pintu belakang nggak kukunci.” sahut Murti sambil merebahkan tubuh sintalnya ke atas ranjang.

Gatot menatapnya tanpa berkedip. Sebelum pergi, ia memeluk dan memagut mesra bibir teman masa kecilnya itu, bak sepasang kekasih yang bakal lama tak bertemu. “Jangan, Mur. Pak Camat pasti pulang sebentar lagi.”

Sehabis berkata, ia pun pergi dengan sejuta rasa di dalam hati. Jalan terang yang baru saja datang telah kembali berubah dengan begitu cepat menuntunnya menyusuri kegelapan. Dosa telah kembali tercipta dan itu pasti membawanya ke jurang neraka.

Gatot cuma sebentar saja masuk ke rumahnya lalu keluar lagi dengan jaket hitam gelap, celana hitam, helm hitam, dan tak lupa menyelipkan sesuatu di balik jaket. Ia memanasi motornya sejenak lalu melesat menembus rinai gerimis hujan. Malam benar-benar hitam pekat. Sesekali petir menyambar berkilat-kilat. Gatot tidak pergi ke kantor polisi sebagaimana yang ia katakan kepada Murti. Ia berbohong kepada gadis itu. Sebenarnya Gatot menuju ke desa Cemorosewu. Ada tugas maha penting yang harus secepatnya ia rampungkan demi ketenangan hati.

FITRI: RANI DAN BU RATMI

Cerita ini bukan sinetron, walau judulnya mirip cerita sinetron, tapi ini adalah kisah sedih dari seorang teman, kisah yang merupakan kejadian yang sebenarnya. Namun untuk menjadikan kisah ini betul-betul sempurna maka aku sebagai penulis menambahkan sedikit bumbu tanpa lari dari jalur yang sebenarnya.

Perkenalkan namaku Aditya, umur 38 tahun, pekerjaanku apa saja yang penting halal. Aku tinggal di daerah Sumatera Utara, aku sendiri keturunan Melayu Deli.

fitri

fitri

20 tahun yang lalu…

Setelah tamat sekolah aku tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, karena kedua orang tuaku tidak sanggup untuk membiayai kuliahku. Aku sendiri yang sadar hal itu tidak memaksakan kehendak walau aku mempunyai cita-cita sebagai dokter. Aku memutuskan untuk merantau berbekal ijazah SMK-ku jurusan mesin otomotif.

”Pak, buk, aku mau merantau, siapa tau nanti aku bisa sukses.”

”Kamu mau kemana, nak?” sela ibu, ”kamu belum ada pengalaman,”

”Betul apa yang dibilang ibumu itu, Dit, mau jadi apa kamu di perantauan, lebih baik kamu bantu bapak di sawah,” kata bapak.

”Aku mau mandiri, pak!” jawabku. ”aku mau suatu hari nanti aku sudah punya usaha.”

”Amin!!!” ibu dan bapak serentak mengatakan amin.

”Tapi kamu mau merantau kemana, nak?” tanya ibu.

”Aku mau ke Batam, buk,”

”Loh, memang di Batam ada pekerjaan untukmu?” tanya ibu lagi.

”Ya, gimana ya, buk, namanya cari kerja ya dicari lah,” jawabku sambil makan gorengan pisang yang ada di meja.

”Ibu dan bapak sangat berat untuk menyetujuinya, nak, tapi kalau sudah hatimu bulat, mau bilang apa,” kata ibu dengan nada sedih. “Kapan kamu mau berangkat ke Batam, nak?” lanjut ibu.

”Kalau bisa sih minggu depan, buk.” Jawabku.

Ibu dan bapak saling berpandangan. ”Gak bisa, nak,” kata ibu. ”bulan depan aja, bapak dan ibu belum cukup uang buat ongkos dan persediaanmu,”

”Betul, Dit,” sambung bapak. ”Tunggu bapak jual kambing dulu sama pak Slamet.”

Aku pun setuju dengan pendapat ibu dan bapakku

Sebulan kemudian bapak dan ibu memberangkatkan aku dari pelabuhan Belawan, aku masih ingat ibu memelukku dan berpesan agar mengirim surat pada beliau.

Jam 5 sore aku sampai di pulau Batam, dulu Batam sangat sepi tidak seramai sekarang. Setelah 2 minggu aku pun mendapat pekerjaan sebagai kuli bangunan, pekerjaan itu cukup untuk membiayai hari-hariku, tak lupa juga aku berkirim surat buat ibu dan bapak di kampung dan bersyukur kepada Allah SWT.

Setahun sudah aku berada di Batam, yang akhirnya mempertemukan aku dengan seorang gadis yang ayu juga ramah, namanya Nurlela, sebaya denganku. Kulitnya putih dan berkerudung, aku cinta padanya saat pandangan pertama. Setelah 3 minggu pendekatan, aku dan Nurlela sah menjadi sepasang kekasih. Kami selalu bersama pada saat malam, bahkan bajuku yang kotor dicucikannya, makin hari makin bertambah pula kasih sayangku padanya.

Sejauh ini hubungan kami makin erat, namun kami tidak pernah melakukan zinah, cium pipi dan pelukan itulah yang biasa kami lakukan saat mau pulang ke tempat kos masing-masing kalau ketemu, hingga tiba pada suatu malam naas bagi kami, malam yang sulit aku lupakan seumur hidupku. Malam itu adalah malam minggu sepulang dari menonton layar tancap yang diselenggarakan pemda setempat, masih kuingat judul filmnya; ”Ohara”.

Ketika kami pulang, kami dicegat oleh beberapa pemuda, tanpa babibu plaaakkk.. gedebukkk!! aku dihajar sampai pingsan, aku tak tau apa yang terjadi. Setelah aku siuman, aku sudah berada di kamar kosku, aku ditemukan warga setempat, katanya aku pingsan dan diantar kemari. Aku langsung teringat pada Nurlela, lalu kutanyakan kepada mereka namum tidak ada yang tau. Aku mulai gelisah memikirkan Nurlela, untung saja para warga mau membantuku dan juga melaporkan kejadian ini pada pihak yang berwajib, karena kejadian yang menimpaku adalah tindak kriminal.

Pada malam harinya aku kembali ke tempat kosku, seharian aku mencari Nurlela tapi belum ketemu juga. Kondisiku yang lemah tidak kupedulikan lagi, bahkan… oh ya Allah, sejak tadi pagi aku belum makan, hanya minum air putih pemberian orang. Mataku mulai berkunang-kunang, dan aku tak kuat lagi menopang tubuhku sampai aku akhirnya tertidur.

Pagi harinya aku terbangun karna mendengar azan dari musollah dekat rumahku, aku lekas mengambil wudhu dan sholat. Aku tak henti-hentinya memohon kepada Allah SWT agar melindungi Nurlela dari segala marabahaya. Setelah selesai sholat, aku sangat terkejut dan mengucap beribu-ribu syukur karena Nurlela ada di depan pintu tempat kosku. Aku berlari memeluknya, Nurlela pun tak kalah histerisnya, dia menangis sejadi-jadinya di pelukanku.

”Astaghfirullah,” kata itulah yang kuucapkan saat Nurlela mengatakan dirinya telah diperkosa, sekejap tubuh kami berdua terasa lemas, baik aku maupun Nurlela. Tanpa sadar kami berlutut sambil berpelukan, aku sangat syok dan sedih akan apa yang dialami oleh Nurlela, aku tak tau apa yang harus kuperbuat.

Namun walaupun hatiku hancur kucoba menguatkan dan menghibur Nurlela, kekasihku. Aku melaporkan kejadian ini kepada RT setempat, melalui mereka juga membuat pengaduan ke polisi, tapi hal itu tidak merubah keadaan Nurlela yang semakin hari semakin syok, badannya mulai kurus kering.

Setelah 2 bulan, kasus yang menimpa aku dan Nurlela belum juga terungkap. Aku dan Nurlela bolak-balik mendatangi kantor polisi untuk memberikan keterangan, aku mulai jenuh akan semua ini. Keadaan Nurlela pun sejauh ini tidak menandakan ada perubahan, bahkan sikapnya mulai dingin, namun aku tetap bertahan mencintainya, walaupun rasa cintaku kini dibumbui rasa kasihan yang teramat dalam.

Hingga suatu pagi Nurlela memberitahukan kalau dirinya sedang hamil. Aku merasa berjalan diatas berjuta beling tajam yang siap merobek-robek kakiku, aku tak tau lagi harus berbuat apa, yahh… aku benar-benar menganggap kalau ini adalah cobaan terbesar dalam hidupku, cintaku yang dalam pada Nurlela membuatku semakin dewasa. Aku berniat menikahi Nurlela dan bertanggung jawab walaupun kehamilannya bukan karena aku.

Selama seminggu aku mengurus pernikahanku yang dibantu oleh kerabat dan juga para sahabat. Kami dinikahkan oleh penghulu, jadilah kami sepasang suami istri tanpa ada resepsi, bahkan aku tidak memberitahukan kabar pernikahanku kepada orang tuaku. Biarlah waktu yang memproses semua ini, bathinku saat itu.

Malam pertama tidak mempunyai arti bagiku, bahkan malam kedua, minggu pertama dan seterusnya. Aku tidak menyetubuhi Nurlela, aku tidak mau menodai janin yang dikandung oleh istriku. Nurlela juga masih merasa trauma jika melakukan hal itu, tapi tanggung jawabku sebagai suami tak pernah kutinggalkan. Aku menafkahi istriku, juga memberikannya kebahagiaan, kasih sayangku padanya tidak luntur sedikit pun, karena pada dasarnya aku sangat mencintai dia dari hatiku yang paling tulus.

Jam 11 malam istriku kesakitan, aku tau ini adalah bulan dimana istriku akan melahirkan setelah diberitahu oleh bidan yang ada di tempatku. Tak ayal aku pun merasa senang bercampur was-was, aku yang minim pengalaman soal urusan seperti ini langsung memberitahukan bidan dimana istriku sering periksa. Dulu bidan sangat langka, hanya ada beberapa bidan yang bertugas di Batam pada saat itu. Aku juga memberitahu kerabat dekatku.

jantungku berdebar-debar bercampur senang yang luar biasa setelah mendengar tangisan bayi dari luar kamar, para kerabat menyalamiku. Setelah beberapa saat, bidan yang menangani persalinan istriku keluar dari kamar dengan wajah bercampur sedih dan takut, ”Ma-maaf, pak… yang tabah ya,”

”Kenapa, bu?” jawabku tegang.

”A-anu, pak…”

Tanpa bertanya lagi aku langsung menuju kamar, kulihat istriku Nurlela telah terbujur kaku. Aku pegang wajahnya terasa dingin, aku pun menangis histeris, aku tak kuasa menerima kenyataan ini, istriku Nurlela telah tiada…

Setelah istriku wafat, aku membesarkan Fitri, anakku, sendirian. Kini umurnya 5 tahun, wajahnya sangat mirip dengan istriku, aku memasukkan dia ke TK. Aku sangat sayang pada Fitri, sampai-sampai aku memasukkan Fitri ke asuransi. Dulu asuransi belum dikenal banyak orang, tapi berkat arahan sahabatku maka aku memasukkan Fitri ke asuransi pendidikan sejak Fitri berusia 3 tahun. Semenjak kepergian istriku tersayang, aku sudah tidak lagi bekerja di Batam, aku membawa Fitri ke Pekanbaru. Aku bekerja separoh waktu karena aku selalu kuatir akan Fitri, anakku.

Sejak dini Fitri aku ajari tentang kebaikan, bahkan jilbabnya berlusin kubelikan padanya, setiap hari minum susu, tak lupa makanan yang bergizi, hingga Fitri sekarang lebih mirip anak orang kaya bila dilihat secara fisik.

jilbab-toge-nia-jateng- latifa putri (7)

Tahun-tahun berlalu, Fitri sekarang telah besar, minggu depan dia sudah mulai masuk sekolah SMP, tak terasa waktu begitu cepat berlalu ya… Fitri anakku telah berumur 13 tahun, Namun Fitri selalu bermanja-manja padaku, kami masih tidur seranjang, bahkan aku juga sering memandikannya atau juga mandi bersama. Rumahku yang mungil hanya memiliki 1 kamar dan juga mempunyai kamar mandi yang letaknya di dalam rumah yang memungkinkan kami bebas melakukan apa saja. Selain mendidik Fitri dengan baik, di sisi lain aku sangat memanjakannya, itulah letak kesalahanku sebagai orang tua.

Pada suatu hari yang indah, Fitri memintaku untuk memandikannya, karena sudah biasa aku pun menurutinya. Fitri meminta dimandikan dengan air hangat, tanpa beban aku mengiyakan permintaannya. Setelah air kurebus, aku ke kamar mandi mencampur air panas dengan yang dingin. Saat aku masuk, aku melihat Fitri anakku sudah telanjang, tanpa memakai baju sehelai pun. Aku agak terkejut campur entah apa, yang pasti dadaku deg-degan.

Aku melihat kemaluan anakku sudah ditumbuhi bulu walaupun sedikit, tapi sangat kontras dengan penglihatanku. Aku juga melihat payudaranya mulai benjol, menandakan Fitri mulai beranjak remaja. Entah kenapa aku sangat bergairah melihat Fitri saat itu, namun aku segera Istighfar berkali-kali dalam hati sambil memandikan dan mengusap-usap badan Fitri, tapi imanku kalah, imanku goyah, jujur kuakui aku sangat terangsang.

Untung saja acara memandikan Fitri telah selesai, akupun menyuruh Fitri ke kamar untuk memakai baju, sementara aku masih di kamar mandi mau mandi. Aku menyabuni badanku, tapi gairah itu datang lagi, kemaluan Fitri anakku sangat melekat di ingatanku, juga payudaranya… oh Tuhan, batinku. Tanpa sadar aku mulai mengocok penisku secara perlahan, ya aku onani membayangkan kemaluan anakku, juga kulitnya yang putih bening akibat karena minum susu tiap hari sangat merangsangku.

”Ooughhhh,” aku mendesah, kocokan tanganku semakin kencang, hingga akhirnya, croottt… aghhhh, maniku keluar sangat banyak dan kental sekali, aku sangat puas.

Tepat saat itulah, tiba-tiba… ”P-papa ngapain?!”

Deg…!!! oh, aku dilihat anakku sedang onani, aku lupa mengunci pintu!

”Ehh… ehh… anu, papa… papa mau mandi… eh tidak, papa tadi pipis.” jawabku.

”Oohh…” sahut Fitri.

Lalu aku mandi, setelah itu Fitri tidak membahasnya lagi.

Pada suatu malam, mungkin jam 1 lewatm aku terbangun karena mendengar rintihan kesakitan, ternyata Fitri yang kesakitan.

”Kenapa, nak?” tanyaku.

”Uuuu… uuuu… sakit, Pa, perutku sakit,”

Aku memegang perutnya. Aku meraba-raba sampai ke bawah pusarnya, ”Mana yang sakit, nak?” tanyaku.

”Ini, pak,” jawab Fitri sambil memegang-megang perutnya.

Aku menaikkan sedikit baju Fitri, dan juga menurunkan celana nya. Saat aku menurunkan celananya, aku melihat ada darah di sekitar daerah kemaluannya, tanpa pikir panjang kupelorotkan celana dan celana dalam Fitri. Pada awalnya aku sangat ketakutan, selama ini Fitri tidak pernah mengalami yang beginian, paling demam dan pilek. Aku mengambil air hangat, mengisinya ke baskom, perlahan kubersihkan darah yang ada di kemaluan Fitri dengan handuk leher. Saat kuusap, Fitri tidak lagi mengeluh. Setelah beberapa saat aku tersadar bahwa Fitri mengalami haid yang pertama, kekwatiranku pun perlahan hilang. Kubersihkan semua darahnya, dan juga celana dalam bekasnya kubawa ke kamar mandi lalu kubilas.

”Masih sakit, nak?” tanyaku.

”Masih, Pa,” jawab fitri.

fitri

fitri

”Ya udah sini papa peluk,” aku memeluk Fitri sambil tiduran, tangan kiriku mengusap-usap kemaluan Fitri yang telanjang, aku melihat wajahnya mulai tertidur.

Setelah pulang kerja aku belanja perlengkapan dapur dan juga tentu saja pembalut untuk Fitri, aku masih ingat pembalutnya bermerk Lauriel warna merah jambu. Hari itu Fitri tidak sekolah, katanya masih sakit di sekitar perutnya. Setiap malam selama seminggu aku selalu mengusap-usap kemaluan Fitri, katanya dengan usapanku sakitnya berkurang, tapi yang anehnya Fitri selalu meminta aku mengusap-usap kemaluannya setelah masa haidnya selesai.

Tentu saja aku berpikiran aneh, tapi kuturuti saja asalkan anakku merasa nyaman, bahkan sekarang Fitri kalau tidur hanya menggunakan pakaian dalam saja dan kaos singlet, bagaimana aku tidak dibuat pusing jadinya, tapi itu kudiamkan saja padahal itu sebenarnya salah karEna kami tidur dalam satu ranjang tua, yang kapasnya sudah menipis. Perlahan aku mengikuti gaya Fitri yang tidur hanya mengenakan celana dalam saja, di bawah satu selimut tentu saja, cuma dipisahkan bantal guling.

Waktu itu malam minggu, tapi sedang hujan. Aku memutuskan tidur duluan, kutinggalkan Fitri yang sedang asyik menonton tv. Aku kecapekan dan langsung pulas, tentu saja sebelum tidur aku membuka celana dan bajuku. Aku terbangun karena kedinginan, aku samar-samar melihat selimut kami dipakai oleh Fitri sendirian dengan memeluk guling pemisah kami. Dia membelakangiku sambil menekuk kedua kakinya.

Kasihan anakku, dia pasti kedinginan, batinku. Aku ikut berselimut dengannya, dan menggeser tubuhku lebih dekat lagi. Kupeluk Fitri dari belakang, aku seperti kesetrum baterai ABC di kala pahaku bersentuhan dengan pahanya, spontan saja penisku mulai bangun saat menempel ke pantatnya.

Oghh, ada gairah yang kudambakan, yang belum pernah kulakukan. Sejauh ini aku masih perjaka, belum pernah melakukan yang seperti ini, bahkan dengan almarhumah istriku. Aku jadi tidak bisa tidur dibuatnya, jantungku mulai berdebar kencang. Entah pikiran setan dari mana, aku mulai membuka celana dalamku, posisi tidurku kuturunkan sedikit ke bawah, perlahan aku mengarahkan penisku ke jepitan paha Fitri, aku melakukannya begitu saja.

Penisku terasa hangat, aku sudah diburu oleh nafsu. Aku goyangkan pantatku maju-mundur, mmffffhhhh… crootttt!!! Ohhh… aku mengeluarkan spermaku. Perlahan penisku mengecil, aku membalikkan badan dan menyesali apa yang telah aku lakukan. Aku memohon ampun kepada yang kuasa atas perbuatanku, aku berjanji tidak akan melakukannya lagi, hingga aku tertidur karena kecapekan berpikir.

fitri

fitri

Aku bangun, tapi Fitri sudah tidak ada lagi di sampingku. Oh tidak, dia pasti melihat penisku yang telanjang. Aku agak panik karena selama ini, baik kami mandi bersama, aku selalu memakai celana dalam. Aku keluar kamar, kudengar ada cidukan air dari kamar mandi. Aku mulai malu dan segan untuk mandi bersamanya, walau kami tidur hanya mengenakan celana dalam saja. Aku tak kuasa melihat bulu kemaluan Fitri dan juga benjolan payudaranya yang mulai membesar. Oh tidak, batinku. Lebih baik aku menunggu Fitri selesai mandi.

Aku melihat kompor sudah menyala, Fitri ternyata sudah memasak nasi. Aku kembali ke kamar dan berbaring, mataku terasa pedas karena masih mengantuk, aku lihat jam dinding sudah jam 6 lewat, hooaaammmm…

”Pa… pa… pa…!!!”

Aku membuka kedua mataku.

”Pinjam handuknya, Pa!!” kata Fitri.

Aku bangkit dan memberi handuk yang kupakai, aku tak ingat kalau aku tidak memakai apa-apa kecuali handuk yang melilit tubuhku itu, juga Fitri yang masih telanjang sehabis mandi. Aku melihat bulu kemaluannya lagi. Ohh, aku tidak menyadari penisku perlahan bangun. Mata Fitri pun menangkap gerak-gerik penisku itu.

”Pa, anunya papa berdiri,” kata Fitri.

Ya ampun, dari mana dia tau ngomong seperti itu. Aku pun menutup penisku dengan tangan. ”Ehh, anu… papa mungkin lapar, nak.”

”Ohh, kalau papa lapar pertandanya gitu ya, Pa?”

”I-iya,” kataku sedikit grogi dan bergegas ke kamar mandi lalu mandi.

Suatu malam Fitri tidak memakai baju sehelai pun. ”Lho, kok belum pakai baju, nak?” tanyaku.

”Habis gerah, Pa, tuh kipas anginnya putarannya lambat,”

Aku melihat kipasnya, memang putarannya sangat lambat walau tombolnya sudah nomor 3, ”Mungkin ada yang rusak nih kipasnya,” kataku sambil mengamati baling-balingnya, ”besok aja papa perbaiki,”

”Iya, Pa… Papa capek ya? Tadi Fitri beliin es batu, Pa, tapi udah Fitri campur ke teko.”

Memang saat itu aku kehausan dan juga gerah, aku lalu mengambil gelas dan mengisinya dengan air dingin. Gleek, glek, glek, ahh… aku merasa segar, aku pun membuka celana dan bajuku.

”Pa, tadi di sekolah, Fitri dicolek sama teman Fitri,” adu Fitri kepadaku.

”Trus, udah lapor sama guru?” tanyaku.

”Udah, Pa, temanku itu dihukum lari keliling lapangan,” jawab Fitri sambil ketawa.

Aku mendekati Fitri yang duduk di kursi kayu dan membelai-belai rambutnya. ”Nak, kamu pintar-pintar ya jaga diri, pokoknya jangan sampai hal tadi terulang kembali.”

”Iya, Pa,” jawab Fitri.

”Dan satu hal lagi, belakangan ini papa perhatikan kamu lebih sering nonton ketimbang belajar.” kataku sambil menyandarkan kepalanya ke bahuku.

”Tadi uda, Pa, sore,” jawab Fitri sekenanya sambil menatap layar televisi.

”Oh gitu, ya udah, papa senang dengarnya. Papa tidur duluan ya, nak, Papa ngantuk,”

”Fitri juga ngantuk, Pa. Yuk tidur, Pa.” ajak Fitri lalu mematikan tv.

Malam itu kami tidak berselimut karena panas, aku memeluk Fitri. Sebelum tidur kami bercerita tentang sekolahnya, tapi yang membuat bulu kudukku merinding adalah keadaan Fitri yang telanjang bulat. Aku tidak tahan dengan situasi ini, tapi entah kenapa tanganku yang memeluk Fitri malah mengelus-elus kemaluannya.

”Mmmff,” aku mendengar nafas Fitri mulai tidak teratur.

Jari tanganku bahkan menyibak bibir Fitri, akal sehatku sudah tidak normal. Fitri menggigit bibir bawahnya dan… deg, tangan Fitri memegang penisku. Keringatku makin deras membasahi wajahku, tangan mungilnya sangat merangsangku. ”Oughhh,” desahku ketika Fitri mulai mengocok penisku.

Aku lalu menindih tubuhnya dengan menahan badanku agar dia tidak kesakitan, kutatap matanya, seolah-olah aku menatap mata Nurlela, istriku. Kucium bibir mungilnya, pantatku di bawah kugoyang-goyang ke samping kiri-kanan bahkan dengan sedikit penekanan ke bawah. Aku cium terus bibir Fitri, dan bibir atasnya kuisap dengan bibir dan lidahku. Aku tau Fitri bisa menikmatinya, naluriku menuntunku mencumbui leher sampai payudaranya yang kecil keras.

fitri

fitri

”Pa, aghh… aww sakit, Pa,” jerit Fitri saat kuhisap seluruh payudaranya. Ciumanku turun ke bawah sampai ke kemaluan Fitri, kakinya kulebarkan untuk memudahkanku menciumi dan menjilati kemaluannya.

”Mmmfffff… aghhhh…” Fitri seperti cacing kepanasan saat lidahku menari-nari di kelentitnya. Dia menjerit, tapi tidak keras, ”Mmmfffhhh… agghhhh…” Fitri mengangkat pantatnya lebih dekat ke mulutku.

”Mmmffhhhhh…” Jilatanku terasa asin, dan ada lendir halus, aku dulu tidak tahu kalau Fitri sudah orgasme. Aku terus menjilatinya sampai…

”Pa, udah, Pa! Geli… mffhhh… udah, Pa,”

Aku menatap Fitri, matanya nampak sayu. Aku pun menyudahinya dan kembali memeluknya, aku membiarkan Fitri terlelap walau hasratku belum kesampaian. Aku merasa Fitri bukan sekedar anakku lagi, tapi belahan jiwaku. Perlahan kucium keningnya dan aku pun tertidur.

”Pa, besok Fitri nerima raport. Kata bu guru, yang ambil raport adalah orang tua murid,” kata Fitri malam itu.

”Duh, gimana ya, nak, padahal papa besok harus kerja,” jawabku sambil meminum kopi.

Lalu Fitri berjalan ke arahku dan memijit-mijit punggungku, ”Pa, kalau sebentar gak bisa ya, Pa?” tanyanya.

”Bisa sih, nak. Memang jam berapa pembagian raportnya?” kataku sambil membawa tubuh Fitri menghadapku.

”Mungkin jam 9 an kayaknya, Pa,”

”Kok kayaknya sih, nak?”

Lalu Fitri mencubit kedua pipiku, ”Ih, mana Fitri tauuu,” jawabnya sangat manja.

”Weaaakkk, bau… nafas Fitri kok bau sih?” tanyaku sambil bercanda, padahal nafasnya sangat wangi.

fitri

fitri

”Masa sih, Pa?” kata Fitri sambil mengarahkan telapak tangannya ke arah mulutnya lalu mengeluarkan nafasnya.

”Bau kan?” tanyaku.

”Wee… papa bohong,” jawab Fitri sambil memencet hidungku.

”Udah, mandi sana,”

”Gak mau, Fitri maunya dimandiin papa.”

”Gak ah, Fitri kan udah besar.”

”Ayolah, Pa…” rengek Fitri, ”Papa udah lama gak mandiin Fitri.”

”Ya udah, papa ambil handuk dulu,” kataku sambil berpikir, sebenarnya aku takut kalau aku khilaf, sementara disisi lain hasratku sangat menginginkannya.

”Pa, Fitri boleh masuk ke bak air gak?” tanya Fitri.

”Lho, mau ngapain, nak?”

”Tadi Fitri liat di TV, Pa, kalau orang kaya mandinya di bak gitu,” jawab Fitri, ”Hehehe… Pa, Fitri tau kok kita hidup pas-pasan, tapi gak salah ’kan ngikutin jaman,” terang Fitri panjang lebar.

”Oh, Papa kirain Fitri udah makin oon,” kataku sambil menunjuk keningnya sampai mundur.

”Ihh, papa jahat,”

”Udah ah, kita mandi. Papa bentar lagi mau ada urusan di luar,” perintahku.

Fitri mulai membuka bajunya, aku sangat mengamati saat Fitri buka baju dan celana dalamnya, lalu aku membuka semua pakaianku, aku tidak malu lagi menampakkan penisku pada Fitri.

”Pa, aku masuk ya,” kata Fitri.

Tanpa menunggu jawabanku, kaki Fitri sudah berada dalam bak air. Bak air kami punya ukuran 50cm lebarnya, dan panjangnya kurang dari 1 meter, sama dengan tingginya. Aku pun mengikuti Fitri masuk ke bak air, kami saling berhadap-hadapan, dan kedua kaki Fitri berada diantara sisi pinggangku.

jilbab-toge-nia-jateng- latifa putri (2)

”Trus gimana nyabuninya?” tanyaku pada Fitri.

”Hehehe, ya gini, Pa,” jawab Fitri sambil mempraktekkan dengan menyabuni badannya.

”Nak…”

”Ya, Pa?!”

”Kamu gak pernah cerita sama orang kan kalau papa sering mandiin Fitri?” tanyaku sambil melihat aktifitasnya.

”Fitri udah dewasa, Pa, jadi tau mana yang musti diceritakan dan mana yang tidak,” jawab Fitri mantap.

”Trus kalau sudah dewasa mengapa harus dimandiin?” tanyaku.

Fitri menatap mataku dan mendekatiku. ”Pa, Fitri sangat sayang sama papa. Fitri sangat bahagia bisa punya papa.”

Aku memeluknya, otomatis di dalam air aku memangku Fitri secara berhadap-hadapan. Fitri juga memelukku, aku tak menyangka kalau Fitri anakku telah tumbuh dewasa. Dewasa dalam sifat, juga dewasa dalam tubuh.

”Papa laper ya?” tanya Fitri.

”Gak, kan tadi udah makan banyak,” jawabku.

”Trus anunya papa kok bangun?” bisik Fitri di telinga kananku.

Aku mencubit pinggangnya di dalam air.

”Pa, Fitri udah tau kok kenapa anunya papa bangun,” kata Fitri.

”Tau dari mana?” selidikku.

”Tuh, Pa, si Erna yang ngajarin, teman sebangku Fitri.”

”Ohh,” kataku sambil mencurigainya. Aku bersandar di dinding bak mandi, penisku yang tegang terhalang karena Fitri duduk di pahaku. Aku memejamkan mata sambil menggeser-geser pantat Fitri.

”Tok, tok, tok,” terdengar ketukan di pintu depan. Aku langsung meloncat keluar bak mandi, aku menutup pintu kamar mandi dan memakai baju serta celanaku.

”Eh, nak Rani,” sapaku pada teman Fitri.

”Fitrinya ada, om?” tanya anak itu padaku. Rani adalah anak tetanggaku, sekaligus teman sekolah Fitri.

”Ada tuh, lagi mandi. Masuk yuk!” ajakku. ”Fit, Fitt, ada Rani,” aku pura-pura berteriak kecil.

”Iya, Pa, tunggu!” jawab Fitri dari dalam, juga setengah berteriak.

Aku lalu ke kamar mengganti pakaianku. ”Fit, papa brangkat dulu ya, sekalian nanti papa beliin martabak,” kataku pada Fitri saat dia sudah selesai mandi dan hanya memakai handuk.

”Rani, om tinggal dulu ya, baik-baik di rumah,” kataku pada Rani.

”Iya, om,” jawab Rani.

Aku pun pergi untuk menghadiri undangan di RT sebelah.

Setelah selesai undangan, aku bergegas pulang. Aku bertemu dengan Ratmi, ibunya Rani. Bu Ratmi seorang janda, suaminya meninggal karena kecelakaan kereta api di Jawa. Karena tidak punya pekerjaan jadi bu Ratmi pindah ke Pekanbaru, kebetulan adiknya punya lahan karet.

”Bapak mau pulang?” tanya bu Ratmi.

”Iya, bu, kasihan Fitri sudah menunggu,” jawabku.

”Kalau gitu mari saya antar, pak!” ajak bu Ratmi.

”Aduh, trimakasih ya, bu. Tapi saya mau beli martabak dulu buat Fitri,” jawabku.

”Ya gak apa-apa, Pak, nanti kita singgah. Lagian Rani kalau gak salah ada di rumah bapak.”

”Betul, bu. Iya tadi dia datang.”

Bu Ratmi pun tersenyum.

”Kalau begitu biar saya saja yang bonceng ya, bu!” tawarku.

”Iya, Pak, masa saya yang bonceng,” jawab bu Ratmi.

Aku pun membawa motor milik adiknya bu Ratmi menuju rumahku dan singgah beli martabak dulu. Bu Ratmi orangnya manis, bisa dibilang masih seksi. Pinggulnya agak besar, tapi aku tidak tertarik pada bu Ratmi, karena sosok Nurlela istriku tidak tergantikan dan juga sosok Fitri anakku yang sangat kusayangi. Tak pernah terpikirkan olehku untuk mencari istri baru, aku takut kalau nantinya Fitri terlantar.

“Nyam, mmmhhhh… martabaknya enak, om,” kata Rani.

”Iya, Pa, martabaknya enak.” timpal Fitri.

Kami berempat makan martabak yang kubeli barusan bersama bu Ratmi. Setelah selesai makan, bu Ratmi dan Rani permisi pulang. ”Sampai besok ya, Fit,” kata Rani sambil melambaikan tangannya.

Aku dan Fitri kemudian masuk ke rumah dan menutup pintu. Seperti biasanya sebelum tidur kalau memakan sesuatu kami sikat gigi, hal ini telah kuajarkan pada Fitri sejak dia umur 5 tahun.

”Papa capek ya?” tanya Fitri saat melihatku memijit-mijit leher.

”Iya, nak,”

”Boleh Fitri pijitin?”

”Gak usah, nak, besok pagi juga paling sudah sembuh,” kataku.

”Uhh, kapan Fitri bisa nyenengin papa?” rengek Fitri.

Aku memeluknya, tak terasa tinggi Fitri sudah sebahuku. ”Papa tiap hari senang kok,” jawabku, ”Yuk tidur!” ajakku kemudian.

Fitri pun menurut, ia lalu membuka semua pakaiannya, termasuk celana dalamnya. Aku pun melakukan hal yang sama, kami lalu naik ke kasur dan berselimut.

”Malam ini dingin ya, Pa?” tanya Fitri.

”Iya, nak, sepertinya mau hujan,” jawabku.

Lalu Fitri memeluk tubuhku yang telentang dengan kaki dan tangannya, aku kembali merasakan kehangatan tubuhnya. Aku tak tahu kenapa dengan diri Fitri, seolah-olah Fitri sangat suka merasakan atau melihat penisku bangun. Aku merasakan gerak-gerik kaki Fitri di atas penisku, aku berpura-pura tidur, aku mau tahu sejauh mana reaksi Fitri padaku.

”Pa,” panggil Fitri, tapi aku tidak menjawab. Fitri lalu memegang wajahku, ”Pa,” panggilnya lagi.

Aku kembali tidak menjawab panggilan Fitri. Aku merasakan dia bangun. Kubuka sedikit mataku untuk melihat apa yang akan dilakukan oleh Fitri. Anakku itu menurunkan selimut sampai batas kakiku, aku berusaha menahan suaraku karena tiba-tiba Fitri memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Aku berpikir, dari mana Fitri bisa belajar melakukan ini?

Fitri menutup mulutnya, seolah-olah dia mau muntah karena penisku menusuk kerongkongannya. Fitri kembali berbaring dan menarik selimut. Aku amat-amati dari pergerakannya, aku tau kalau Fitri sangat gelisah. Kira-kira 5 menit kemudian Fitri bangun lagi, kali ini dia memegang dan mengocok-ngocok penisku perlahan, serasa Fitri adalah seorang yang mahir dalam urusan esek-esek. Kocokan Fitri membuat penisku bangun, kenikmatan yang kurasakan hampir saja membuatku mendesah. Aku bisa saja bangun dan membalas perlakuan Fitri yang membuatku terbang, tapi aku ingin tau sejauh mana ia bekerja.

Dadaku hampir copot dan bisa dibilang aku menahan nafas secara tidak sengaja saat Fitri menaiki tubuhku dan mengarahkan penisku ke lobang kemaluannya, aku merasakan geli campur nikmat saat penisku menempel di lobang kemaluannya. Aku lihat Fitri menggigit bibir bawahnya.

”Mmmmffhh… aww,” desah Fitri pelan, dia jongkok diatas penisku. Aku tidak bisa melihat ke arah penisku, tapi aku merasakan kalau kepala penisku sudah masuk ke kemaluan Fitri walau sedikit. Tanpa sadar aku menggoyang pantatku naik turun. Melihat reaksiku, Fitri menatapku. Aku menyerah, aku pun membuka mataku.

”Uhh… papa jahat,” kata Fitri sambil menindihku, aku pun memeluknya dan membalikkan badannya.

Aku mencium bibirnya, kali ini Fitri membalas walau hanya mengecap-ngecapkan bibir. Naluriku membimbingku untuk mengeluarkan lidah, Fitri mengulumnya. Pantatku bergoyang di bawah ke kiri – ke kanan dan ke bawah, menekan kemaluan Fitri. Sekarang Fitri yang mengeluarkan lidahnya, aku menghisapnya. Mmmff… aku merasakan kenikmatan, rasa pertama bagiku. Aku hampir lupa kalau aku mengisap lidah Fitri cukup kuat sampai akhirnya…

”Mmmfffhh… Pa, sakit!” rintihnya.

”Hehehe, maaf.” aku mencium payudaranya, kali ini mulutku tidak muat lagi mengisap payudaranya, aku mainkan lidahku di payudaranya secara bergantian.

”Mmmmffffhhh… Pa, rasanya kok enak ya?” erang Fitri lirih.

Aku makin semangat mengisap payudaranya, ciumanku turun ke kemaluan Fitri, aku jilati dengan lidahku. Aku tak sabar untuk memasukkan penisku, aku lebarkan paha Fitri, kutuntun penisku ke lobang kemaluannya, kutekan.

”Aww… sakit, Pa.” kata Fitri sambil merapatkan pahanya.

Aku meludahi kemaluan Fitri agar licin, lalu kembali kuarahkan penisku ke lobang kemaluannya. Kali ini aku melakukannya dengan penekanan yang sangat pelan, tapi masih sulit. Kuambil bantal dan kuletakkan di bawah pantat Fitri, kali ini agak sedikit lebih nyaman, kedua tanganku bisa bebas tanpa menopang tubuhku lagi. Kusibak bibir kemaluan Fitri dengan kedua jempolku, jelas sudah kelihatan lobangnya yang merah dan sempit. Kubasahi ujung penisku dengan ludahku, kali ini agak licin.

”Mmmffffff… Paaa, sakittt!!” lirih Fitri.

Aku menekannya lagi.

”Paa… aahhh… Fitri gak kuat,”

Kulihat kepala penisku sudah masuk, tinggal batangnya. Aku melihat Fitri mengeluarkan air mata, aku kasihan padanya, kucabut penisku dan kupeluk Fitri. Tapi aku merasa tanggung, kembali kuciumi bibirnya, lehernya, payudaranya, juga kemaluan Fitri. Kali ini aku menjilati kemaluan Fitri dengan rakus.

”Mmmfffhh… ougghh… Paaa, enakk… mmfff…” Fitri menggoyang-goyangkan pantatnya seakan mau menghindar karena kegelian. Kujilati itilnya, lalu Fitri meremas kepalaku, ”Mmmfffhhh… Paaa, ahhhh…” kembali Fitri mengangkat pantatnya.

Aku tau kalau dia mau orgasme, maka kusedot pas di lobang kemaluannya dengan kuat.

”Paaa…”

Aku merasakan ada sedikit cairan hangat, segera kutelan semua, secara bersamaan pantat Fitri menekan mulutku dan aku merasakan pantatnya sangat menegang, dan… ah, nafas Fitri menjadi sangat cepat. Aku melihat wajah Fitri yang orgasme, terlihat sangat dewasa, keringat di keningnya membuat wajahnya semakin cantik.

Aku berlutut di depan paha Fitri, kulebarkan pahanya, penisku yang setengah tegang kututun ke arah lobang kemaluan Fitri. Lebih baik begini, pikirku. Kalau penisku makin tegang tentu saja sulit bagiku memerawani Fitri. Kutekan pelan penisku, aaahhh… terasa hangat dan enak sekali. Kepala penisku kembali terbenam di kemaluan Fitri.

”Aww… Pa, sakit,” jerit Fitri.

Kutekan lagi hingga masuk sekitar setengah centi meter.

”Awwww… Pa, ahhh…” Fitri meraung kesakitan.

Kucabut penisku, aku kasihan padanya. Kemudian aku mengocok penisku, kencang, makin kencang. Tak sampai 3 menit aku merasa mau keluar, tatapanku melekat pada tubuh Fitri dan lobang kemaluannya, ”Aaahh… mmmfffhh…” crooot, croooottt, croootttt, spermaku keluar diatas perut sampai payudara Fitri. Aku menikmatinya sampai kocokanku membuat penisku mengecil, lalu aku berbaring sambil memeluk Fitri dan mengatur nafasku, hingga kami berdua tertidur pulas.

***

Aku berdiri di teras rumahku, melihat Nurlela istriku yang duduk di bangku teras sambil menangis.

”Kenapa kamu tega melakukannya pada anak kita, Pa?” tanya istriku.

Aku mendekat ke arah Nurlela, ”M-maafin papa ya, Ma. Papa kesepian semenjak ditinggal mama,” jawabku.

”Tidak!!!” Nurlela menatapku dan menunjukku dengan jari telunjuknya, seakan-akan mau menerkamku. Dan plakk, plakk, Nurlela menamparku dengan keras.

”Dia bukan anakku, dia bukan darah dagingku, dia bukan anakku,” nafasku terasa sesak.

”Pa, Pa! Bangun!”

”Pa…”

Ohh, aku bermimpi. Keringatku bercucuran dan nafasku ngos-ngosan seperti habis berlari.

”Papa mimpi buruk ya?” tanya Fitri.

”Iya, nak,”

Lalu Fitri keluar dari kamar, tak lama kemudian dia datang membawa air minum. Aku meminumnya, aku melihat jam pukul 02.30 WIB.

”Makasih ya, nak, kita tidur lagi yuk,” kataku.

”Iya, Pa,” Fitri memelukku, sementara aku mencoba melupakan mimpi tadi dan aku pun terlelap.

Seharian aku teringat mimpiku, bahkan aku bekerja tidak semangat, aku telah menghianati Nurlela. Ya, aku tidak akan mengulangi lagi perbuatanku, aku berjanji dalam hati. Hari ini aku sengaja pulang agak larut malam, kulihat jam sudah hampir jam 12 malam.

Tok, tok, tok, kuketuk pintu rumah. Tak lama Fitri membukakan pintu, ”Kok lama, Pa, pulangnya?” tanyanya.

”Iya, tadi banyak pekerjaan,” jawabku sambil membuka bajuku yang kotor. Kulihat tudung saji di meja makan, lauk dan pauknya masih banyak.

”Pa, Fitri laper,” kata Fitri.

”Lho, kenapa belum makan?” tanyaku.

”Fitri nunggu papa.”

”Lain kali kalau papa pulang telat, Fitri makan aja dulu,” seruku.

”Ogah ah, Fitri maunya makan bareng sama papa.”

”Ya udah, papa mandi dulu ya,” kataku.

Lalu aku mandi, kali ini aku membawa baju ganti ke kamar mandi. Setelah selesai mandi, kami langsung makan.

”Hooaaammmm… kita tidur yuk,” kataku sehabis makan.

”Iya, Pa, Fitri juga ngantuk,” kulihat Fitri membuka bajunya.

Oh tidak, batinku. Aku sengaja tidak membuka pakaianku, lalu kami beranjak ke tempat tidur. Aku menatap langit-langit kamar, sulit kupejamkan mataku, terIngat mimpi tadi malam. Istriku, maafkan aku, batinku.

Kulihat Fitri, oh bagaimana mungkin aku tahan dengan semua ini, namun aku tidak mau lagi mengulangi perbuatanku, maka segera kubalikkan badanku membelakangi Fitri, sampai aku pun tertidur.

***

Hari ini aku tidak kerja, aku sudah minta izin sama juraganku agar bisa libur selama 3 hari, kebetulan Fitri juga sedang libur kenaikan kelas. Aku bangun sekitar jam 9 lewat, kulihat Fitri sedang asik menonton TV bersama Rani.

”Udah bangun, Pa?” tanya Fitri.

”Iya nih, hoaaammm… tapi masih nguaantukk,” kataku sambil menguap. Aku melihat Rani memakai daster yang agak tipis, aku bisa melihat garis-garis celana dalamnya karena posisinya menonton sambil telungkup. Pantatnya sudah lumayan montok, lebih besar dari pantat Fitri. Uhh, penisku mendadak bangun, aku sengaja duduk dibelakang mereka. Karena serunya acara yang di tv, mereka diam saja, tapi kaki Rani yang ditekukkan ke atas bergoyang-goyang, dilebarkan lalu dirapatkan. Saat dilebarkan aku bisa melihat sedikit celana dalamnya, kutelan ludahku.

Aku lalu ke kamar untuk mengambil koran dan kembali lagi, aku pura-pura membaca koran tapi tempat dudukku berpindah agak lurus di belakang Rani. Kulihat mereka berdua masih asyik menonton, penisku menegang, jujur saja tubuh Rani lebih indah bila dibandingkan tubuh anakku, Fitri. Sekilas kalau dilihat, Rani seperti wanita dewasa. Entah kenapa melihat paha dan pantatnya, penisku jadi sangat tegang.

Uhh, aku ke kamar lagi, mengganti celanaku dengan sarung tanpa memakai celana dalam. Aku keluar lagi dari kamar, walah sialan, pikirku, Rani sudah duduk. Tanpa mikir panjang, aku ke kamar mandi. Saat aku mandi, pikiranku berkecamuk, kenapa akhir-akhir ini hasratku semakin tidak terkontrol. Selesai mandi, aku makan, tak lupa aku mengajak Fitri dan juga Rani, tapi Rani tidak mau, alasannya sudah makan.

”Pa, nanti sore kita ke pasar ya!” kata Fitri.

”Mmm, iya deh. Jam berapa, nak?”

”Jam lima aja, Pa, sekalian belanja juga lihat pasar malam,”

”Iya, om, mumpung liburan,” potong Rani.

”Ok, nanti sore kita pergi. Tapi nunggu sore enaknya kita ngapain ya?” tanyaku pada Fitri.

”Hehehe, nonton aja, Pa,” jawab Fitri.

Selesai makan, aku ikut nonton bersama Fitri dan Rani. Kali ini kami nontonnya bersandar ke dinding kamar, Fitri yang manja padaku langsung tidur di pahaku. Rani juga tak mau kalah, katanya dia rindu sosok ayah, jadi Rani bersandar di bahuku. Tanganku yang kanan membelai-belai rambut Fitri, sementara tangan kiriku memegang tangan Rani. Hampir 2 jam kami menonton hingga Fitri tertidur di atas pahaku, sementara Rani tidak lagi bersandar di pundakku, dia berbaring dengan posisi pantatnya sangat dekat dengan pantatku, dasternya agak terangkat.

Melihat itu, penisku mulai bangun. Kugeser kepala Fitri ke lantai, aku lalu ke kamar membuka seluruh pakaianku. Aku kembali lagi, kusingkap daster Rani sampai ke perutnya, celana dalamnya yang warna putih sekarang terlihat jelas. Kuangkat kaki Rani satu sehingga posisinya sekarang seperti orang melahirkan, kudekatkan wajahku ke kemalauannya, kuendus aromanya. Hmm… bau keringat, batinku. Kujilati celana dalamnya dengan posisi menungging, rasanya asin. Mungkin Rani tadi pagi belum mandi, batinku.

Kusingkap celana dalamnya ke samping agar aku bisa melihat lobang kemaluannya, aku tidak berani membuka celana dalam Rani, pasti dia terbangun. Kuisap jari telunjukku lalu kumasukkan ke lobang kemaluan Rani, sluupp… jariku masuk semua. Aku penasaran, lobang kemaluan Rani agak longgar ketimbang punya Fitri, aku yakin pasti Rani pernah bersetubuh. Kucucuk-cucukkan jariku, Rani mulai bergerak, dia merapatkan pahanya. Kudiamkan beberapa saat jariku di dalam kemaluannya, lalu kucabut.

Sekarang giliran penisku kubasahi dengan air liur, lalu kuarahkan ke lobang kemaluan Rani. Lututku agak sakit menekan tikar pandan, tapi kutahan. Perlahan kepala penisku masuk dengan mudah, kutekan lagi, ”Mmmmfff,” aku menahan desahanku saat penisku sudah masuk semua. Ohhh, perjakaku ternyata buat Rani.

Kulihat Rani mulai gelisah. Aku lalu menopang tubuhku dengan tangan agar tidak menindih Rani. Mulai kugoyang pantatku, aku merasakan kalau pantat Rani juga ikut bergoyang, ohh makin nikmat. Makin lama goyangan pantatku menjadi semakin kencang.

”Mmmfffhhhh,” desah Rani.

Kucium bibirnya, Rani pun membalas ciumanku, bahkan lidahku disedotnya, dia sudah tak tidur lagi. Aku merasa penisku mau mengeluarkan sesuatu yang tak bisa kubendung, ”Oougghhhh,,.” kutekan pantatku sekuatnya, crrrooottt… crooottt… spermaku keluar di dalam kemaluan Rani. Tak kusangka aku bisa ML dengan Rani. Aku lemas dan menindih tubuhnya, kubiarkan penisku bersarang di dalam kemaluan Rani. Kupandangi wajahnya, tapi mata Rani menatap ke belakangku.

Deg!! Ternyata Fitri melihat kami. Mataku dengan mata Fitri saling bertatapan saat aku menoleh ke belakang, aku menjadi sangat malu. Lekas kucabut penisku dan duduk sambil menutupi wajahku. Aku masih diam, begitu juga dengan Rani dan Fitri.

”Om, Fit, aku permisi pulang,” kata Rani.

Aku dan Fitri tak mengeluarkan sepatah kata pun. Setelah Rani pulang, Fitri masuk ke kamar dan aku hanya bisa menyesali perbuatanku, namun sekaligus juga menikmatinya.

Seminggu setelah kejadian itu, aku dan Fitri jadi jarang komunikasi, bisa dikatakan hanya sekali, itu pun saat Fitri minta uang mau beli buku baru. Sikap Fitri mulai berubah, cenderung lebih cuek, dia tidak mau lagi makan bersamaku, apalagi minta dimandikan, dan kalau tidur selalu membelakangiku, tapi tetap saja hanya memakai celana dalam dan bh. Sudah 2 hari ini aku melihat Fitri memakai bh, tentu saja bukan aku yang membelikan.

Pada suatu malam cuacanya sangat panas, PLN pun mati karena ada kerusakan. Aku kegerahan, keringatku bercucuran. Aku pergi ke kamar untuk membuka semua pakaianku, juga celana dalamku. Kukipas-kipas tubuhku menggunakan buku tulis Fitri yang kuambil di atas meja samping tempat tidur. Aku perhatikan Fitri melakukan hal yang sama, dia telanjang dan mandi, padahal sudah pukul 10 malam. Kucoba tidur tapi tidak bisa, panasnya suhu membuatku selalu mengeluarkan keringat.

Aku lihat Fitri sudah selesai mandi dan merasa segar, dia lalu berbaring di sampingku dengan membelakangiku. Aku mulai gemas dengan sikapnya, seakan-akan aku bersalah padanya. Tapi melihat Fitri yang tenang tidak mengipas-ngipaskan buku membuatku iri. Aku ke kamar mandi dan, byuuurrr… oh, segar juga mandi, batinku. Selesai mandi ternyata aku mulai tenang, perlahan rasa kantukku datang. Hooaaammm… dan akupun tertidur.

Suara gledek membangunkanku, ternyata hujan turun sangat lebat, membuat tubuhku kedinginan. Begitu juga dengan Fitri, dia bangun akibat suara gledek yang memekakkan telinga. Fitri menyelimuti tubuhnya, aku mencoba masuk ke dalam selimut itu, Fitri membiarkanku. Kupeluk dia dari belakang, ohh hangatnya, gairahku mulai muncul seiring penisku yang perlahan membesar. Aku merasakan penisku menempel di pantat Fitri yang membelakangiku. Tanpa sengaja kudorong-dorong pantatku, juga tanganku telah memegang payudara Fitri dan sedikit meremas pelan. Fitri diam saja kuperlakukan demikian. Aku makin berani, kucium leher belakang Fitri.

”Mmffhhh… ahhhh… Pa,” Kini Fitri membalikkan badannya menjadi telentang, gairahku sudah terbakar hingga aku lupa pada janjiku, dengan rakus kukulum bibirnya, juga payudaranya, lidahku menari-nari di putingnya.

”Mmmffhhhh… mmffhhhh… Paa, ahhhh… Pa.” rintih Fitri.

Kudekatkan wajahku ke kemaluannya, langsung kujilat dan kugigit pelan itilnya. Aku menelan semua cairan yang keluar dari kemaluan Fitri, bercampur aduk dengan ludahku.

”Aaaahhhh… Paaaa… Paaaaa…” Fitri makin mengerang hebat.

Kuludahi telapak tanganku lalu kugosok ke penisku agar licin, kuarahkan penisku perlahan. Kulihat wajah Fitri, aku tidak tahu maksud Fitri saat menganggukkan kepalanya. Perlahan tapi pasti, tanganku yang satu memegang penisku, sedang tangan yang satu lagi membuka bibir kemaluan Fitri, kudorong pantatku…

”Ooughhh… awww…” Fitri mendesah bercampur menahan rasa sakit. Kulihat penisku sudah mulai masuk, bahkan kepala penisku tidak kulihat lagi. Aku merasa agak ngilu di bagian penisku, tapi sangat menikmatinya. Kudorong lagi perlahan, perlahan, perlahan…

”Mmmffhhh… Paaaa… sakittt!!” kata Fitri lirih. Penisku telah tertanam setengah dalam kemaluannya, kudorong lagi dengan tekanan yang lebih kuat, sleppp!!!

”Aahhhhhhh… Paaaaa…” ia menjerit.

Aku menutup mulut Fitri agar tidak kedengaran sampai ke luar. Aku melihat air matanya menetes, aku kasihan padanya, tapi juga tak ingin memutus kenikmatan ini.

”Tahan ya, Sayang, tahan,” kataku mantap, aku goyang-goyang pantatku.

”Aahhhh… aaahhhh… aaaahhhh…” Fitri merengek saat penisku bolak-balik menghantam dinding kemaluannya, nikmatnya tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Fitri hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saat kupercepat goyanganku.

”Aaahhh… aaahhhh… aaahhh… oh anakku, memekmu enak sekali… mmmfffhhhh!!” aku mengeluarkan kata-kata vulgar, dalam sekejap aku bagaikan profesional.

”Ohhh, Fitri anakku… kita ngentot… ahhhh… aahhh…” Crrroootttt… spermaku keluar banyak sekali sampai tak bisa kukatakan, aku puas dan terbaring lemas sampai aku tak tahu keadaan Fitri. Sambil mengatur nafas, aku menciumi Fitri dan memeluknya. Oh aku telah merenggut keperawanan Fitri, anakku sendiri, batinku.

Seminggu setelah kejadian itu, aku selalu menjaga sikap, baik di rumah maupun di lingkunganku, aku takut perbuatanku diketahui orang lain. Biar bagaimanapun tingginya hasratku, aku dapat mengontrol sikapku. Aku juga telah memperingatkan Fitri agar jangan terlalu manja bila ada orang lain, di samping itu juga aku sangat ketakutan apabila Fitri hamil. Seingatku waktu memerawaninya, aku lupa untuk tidak mengeluarkan spermaku di dalam kemaluannya.

”Pa, papa lamunin apa?” tanya Fitri membuyarkan lamunanku.

”Eh, kamu udah pulang, nak… nggak, Papa cuma mikirin kerja,” jawabku.

”Oh… Pa, Fitri bisa ikut les computer? Soalnya teman-teman Fitri pada ikut,” lanjutnya.

”Boleh aja, nak, Papa justru senang.” jawabku.

”Makasih ya, Pa, muaaaahhh…” Fitri menciumku. ”Mulainya sekarang, Pa, jam tiga, tapi harus bawa uang daftar sama biaya beli disknya,” lanjut Fitri.

”Oh, berapa katanya, nak?” tanyaku sambil menatap payudara Fitri yang membuatku menelan ludah.

”250rb, Pa.” jawabnya.

”Kok mahal amat, nak?” aku mengerutkan alis, belakangan ini keuanganku semakin menipis untuk biaya kami dan juga biaya sekolah Fitri.

”Gak tau, katanya segitu, Pa,” jawab Fitri.

Aku mengeluarkan dompet, isinya cuma 50rb. Lalu aku ke kamar dan membuka lemari pakaianku, kubuka amplop yang terletak di bawah lipatan baju. Aku menarik nafas, sisa gajiku bulan kemarin tinggal 400rb, kuserahkan 250rb pada Fitri.

”Nih duitnya, tapi belajarnya yang sungguh-sungguh ya!” nasihatku pada Fitri.

Fitri menerimanya dan memelukku, ”Makasih ya, Pa,”

Aku mencium rambut Fitri yang bau sinar matahari, ”Ya udah, kamu makan dulu sana,” kataku.

”Belum laper, Pa, Fitri mau tiduran dengan papa, nunggu jam 3,” jawab Fitri. ”uhhh… gerah ya, Pa,” lanjut Fitri sambil membuka baju sekolahnya, ”Papa, sini, dekat Fitri,” ia memanggil.

Tingkahnya sungguh sangat menggoda imanku, kubuka semua bajuku dan kutindih tubuhnya, kucium bibirnya.

”Mmmffffhhhh… Paaa… mmfffhhhh…” Fitri merintih.

Salah siapa, batinku. Aku langsung membuka celana dalamnya, sslrruupp… kemaluan Fitri kujilat dan kusedot habis-habisan.

”Aaagghhh… Paa, enakk… ugghhh…” Fitri mengangkat-angkat pantatnya.

Aku mengangkangkan kaki Fitri dan mengganjal pantatnya dengan bantal. Kuarahkan penisku tepat di lobang kemaluan Fitri, kutekan, ”Mmmfffhhhh… Pa,” dia merintih saat seluruh batang penisku habis ditelan kemaluannya yang sempit dan hangat.

”Paaa…”

”Iya, nak…”

”Mmfffhh… enak, Paa…”

”Apanya, nak?” Goyangan pantatku makin kupercepat.

”Titit papa, enaaakk…”

”Apa titit itu, nak?”

”Kontol papa,”

Aku makin bernafsu mendengar kata-kata Fitri. Aku merasakan sesuatu akan keluar dari penisku, kugoyang pantatku makin kencang, dan puting Fitri aku lumat habis, kuhisap sekuat-kuatnya.

”Paaa… aaaaghhhhhhhh…” Fitri menjambak rambutku, dan crooottt, crooottt, penisku mengeluarkan sperma yang banyak sekali di dalam kemaluan Fitri.

Disaat yang hampir bersamaan, ”Paaaa… aaaghh!!” Fitri seperti mengejan, pantatnya menekan penisku sangat kuat. Rupanya dia juga orgasme, kami sama-sama puas. Aku masih membiarkan penisku di dalam lobang kemaluan Fitri sambil mengatur nafas, siang itu kami berdua mandi keringat.

Aku melihat jam sudah menunjukkan pukul 2 lewat. ”Nak, mandi sana,” kataku sambil turun dari tubuh Fitri.

”Bentar lagi, Pa,” jawab Fitri sambil memegang penisku, aku membiarkannya. Tak beberapa lama Fitri beranjak dari tempat tidur, aku merasakan angin yang segar, rupanya Fitri memindahkan kipas angin yang ada di luar ke dalam kamar. Aku menikmatinya sampai tertidur.

”Pak!!”

Tok-tok-Tok…

”Pak, Pak…”

Aku bangun saat mendengar ketukan di pintu depan, masih jam 4. Uh, siapa ini yang mengganggu tidurku, batinku. Kubuka pintu dengan keadaan mata yang masih terkantuk-kantuk.

”Aawwwww!!” bu Ratmi lekas menutup kedua matanya sambil berbalik.

Oh tidak!!! Aku lupa memakai celanaku. Aku langsung balik ke kamar dan mengambil handuk, segera kulilitkan ke pinggangku.

”Maaf, bu,” kataku. ”Ada apa ya, bu?” lanjutku untuk memecah kebekuan.

”Anu, pak, maaf mengganggu. Bisa pinjam kamar mandi?”

Tanpa kujawab, bu Ratmi langsung nyelonong ke kamar mandi. Suara kentutnya sampai kudengar, aku tersenyum dan berpikir; aneh, kenapa juga bu Ratmi kesini? batinku.

10 menit kemudian bu Ratmi keluar, ”Makasi ya, pak. Kamar mandi kami rusak, mungkin tersumbat,” kata bu Ratmi.

”Iya, Sama-sama, bu, nggak apa-apa.” jawabku.

”Fitri kemana, pak?” tanya bu Ratmi.

”Fitri sedang les,” jawabku.

”Oh, pantesan bapak telanjang,” kata bu Ratmi sambil tertawa kecil.

Wah, bu Ratmi ini agak genit juga, batinku. Dia tidak langsung pulang, malah duduk di dekatku.

”Bu Ratmi belum mau pulang?” tanyaku.

”Ehh, gak boleh ya lama-lama?” jawab bu Ratmi agak menggoda.

”Boleh sih, bu, tapi malu dilihat tetangga,” jawabku.

”Betul juga ya, pak, kalau begitu saya pamit aja deh,” kata bu Ratmi sambil menuju pintu dan langsung pulang.

Aku bergegas mandi, belum sempat kubilas badanku, ada yang memanggil-manggil dari luar.

”Fit, Fitrii…”

Siapa lagi ini, pikirku. Aku lilitkan handuk ke pinggangku dan…

”Eh, maaf, om, Fitri di rumah?” tanya Rani.

”Nggak, lagi les computer,” jawabku.

”Ohh, Rani cuma mau minjam buku, Om,” lanjutnya.

”Tunggu aja, bentar lagi juga balik,” kataku.

”Iya, om,” jawab Rani sambil memandang ke arah penisku.

”Tapi nunggunya di luar aja ya,” lanjutku.

”Iya, om.” jawab Rani.

Aku pun balik ke dalam dan mandi kembali.

***

”Pa, lain kali kalau rani datang, suruh aja pergi!” kata fitri agak jengkel.

”Lho, kenapa, nak? Rani kan teman sekolahmu,” jawabku.

”Tapi Fitri tidak suka padanya,” jawab Fitri tegas.

Aku tau Fitri pasti tidak suka karena penah melihat kami sedang ML. ”Papa gak tega, nak,” lanjutku.

”Gak tega apa suka?” jawab Fitri.

”Ngg… ehh, kok gitu ngomongnya?”

Fitri kemudian ke kamar dan menangis telungkup. Aku biarkan dia sendiri.

Suatu malam aku dan Fitri menonton acara reality show, dimana ada perkawinan incest di pedalaman India dan melahirkan anak yang cacat. Aku dan Fitri saling berpandangan, ada tersirat rasa penyesalan dalam dirinya, begitu juga aku.

Aku ke kamar dan membaringkan diri, aku mencoba mengingat masa lalu bersama istriku, Nurlela. Ahh, tak terasa air mataku menetes. Aku merasakan kehadiran Fitri disampingku, hanya saja dia membelakangiku. Kami diam dalam pikiran masing-masing, hening, kami diam padahal tidak tidur.

”Pa,” kata Fitri sambil membelakangiku. “Fitri takut hamil, Pa,” lanjutnya.

”Papa juga, Nak,” jawabku. ”Sepertinya kita harus menghentikan hubungan kita yang sudah terlalu jauh ini,” lanjutku.

”Iya, Pa, Fitri setuju,” kemudian Fitri membalikkan badannya sambil memelukku.

***

Satu bulan kemudian hal yang kutakuti pun terjadi, pagi itu selepas aku selesai sarapan dan mau berangkat kerja.

”Weaaakkk… weaaakkk…” Fitri muntah-muntah di kamar mandi. Rasa takut akan firasatku, langsung kudekati Fitri, kubekap mulutnya dengan telapak tanganku.

”Sstt… ditutup, nak, mulutnya kalau mau muntah. Nanti ada orang yang dengar,” kataku pada Fitri, aku sangat gugup dan dihantui rasa takut.

”Mmffhh,” Fitri melepaskan tanganku. ”Pa, Fitri takut,” katanya sambil menangis.

”Stttt… tenang, nak, tenang. Kamu masih mual?” tanyaku.

”Dikit, Pa.” jawab Fitri sambil memukul-mukul perutnya.

Aku tak kuasa melihat tingkah Fitri, pikiranku bercampur aduk, tapi logikaku menyadarkanku. Jika orang mengetahui Fitri hamil karena aku, pasti warga akan mengamuk, atau bisa saja memukuliku dan aku dipenjara. Oh tidak, aku teringat kedua orang tuaku. Tanpa pikir panjang aku mengajak Fitri ke suatu tempat, tentunya dengan tujuan aborsi. Tapi tidak semudah yang kukira, aku harus menjaga dan menutup rapat-rapat kejadian ini.

”Pa, kita mau kemana?” tanya Fitri.

”Sabar ya, nak!” jawabku.

Aku membawa Fitri ke luar kota dan bertanya-tanya pada orang dimana ada tempat aborsi, untung saja ada yang membantu. Aku menemukan alamat dukun yang diberitahukan kepadaku. Setelah menjelaskan semua pada sang dukun maksud kedatangan kami, aku dan Fitri disuruh masuk ke sebuah kamar. Aku hanya bisa melihat dan kasihan pada Fitri, dia mengerang kesakitan, mungkin sangat kesakitan, sampai air mataku menetes dan memohon pengampunan pada yang maha kuasa.

Setelah Fitri menggugurkan kandungannya, dia terlihat sangat lemas, ibarat bunga yang sudah layu. Aku memutuskan untuk menginap di rumah dukun tersebut mengingat kondisi Fitri yang masih labil. Keesokan harinya baru aku membawa Fitri pulang, tentu saja aku mengatur agar pada saat tiba di rumah tepat pada malam hari, agar orang tidak curiga.

Selama seminggu Fitri kuliburkan dari sekolah, keadaannya pun mulai membaik.

”Pa, mau bikin apa?” tanya Fitri pada suatu hari.

”Ini, papa mau buatin kamar buat kamu,” jawabku sambil memotong triplek dengan gergaji.

”Fitri bantu ya, Pa!” lanjutnya.

”Gak usah, nak, kamu kan lagi sakit. Udah, mending kamu istirahat aja,” jawabku.

Aku lihat Fitri tidak beranjak, ”Pa, Fitri kangen mama.” kata Fitri lirih.

Aku menatapnya. ”Papa juga, nak.” jawabku.

”Kenapa papa tidak mau menikah lagi?” lanjut Fitri.

Aku terdiam mendengar pertanyaannya, tak bisa kupungkiri kalau benih cintaku telah tertanam pada diri Fitri. Kuambil nafas dalam-dalam, ”Udah sore, Nak, mandi sana!” kataku sambil menyudahi pekerjaanku.

Aku melihat Fitri menutup pintu kamar mandi, mungkin dia telah sadar akan apa yang dilakukan selama ini adalah salah. Aku merasa bangga pada Fitri yang memiliki sifat dewasa walau ada keinginan di hatiku untuk mengulangi kenangan bersamanya.

USTAZAH NUR

Hari masih pagi. Masih belum banyak murid yang hadir di sekolah. Ustazah Nur Saffiyah sengaja berangkat lebih pagi untuk mampir ke klinik kesehatan yang ada di sebelah sekolah. Ia ingin memeriksakan diri, sudah hampir 3 hari ini ia merasa nyeri dan sakit di bagian bawah perut. Terutama di dekat kemaluannya, padahal saat itu ia tidak sedang datang bulan. Tidak biasanya ia begini, karena itulah ia jadi takut. Jangan-jangan ini tanda-tanda kanker rahim, rekan sesama guru pernah mengalaminya. Lebih baik berjaga-jaga daripada terlambat sama sekali.
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (1)
Usia Ustazah Nur sendiri masih muda, berkisar 26 tahun. Baru tahun kemarin menikah dan dikaruniai 1 orang anak. Sekarang bayinya yang baru berusia 2 bulan diasuh oleh ibunya karena tidak mungkin Ustazah Nur membawanya ke sekolah. Selain karena sifatnya yang rendah diri dan baik hati, ibu guru yang satu ini juga dikenal karena kecantikan dan kemolekan tubuhnya. Mungkin itu turunan dari ibunya yang berdarah Cina.
Setelah melahirkan, pesona dan kharismanya bukannya berkurang, malah semakin menjadi-jadi. Wajahnya jadi tampak dua kali lebih jelita, kulitnya jadi lebih putih, sementara body-nya -jangan ditanya lagi- begitu montok dan mengundang birahi. Payudaranya jadi semakin besar karena berisi air susu, dulu saja sudah kelihatan membusung, apalagi sekarang. Baju selebar dan selonggar apapun tidak bisa menutupi kemolekannya. Setiap mata lelaki yang memandangnya pasti berdecak kagum, dan ujung-ujungnya timbul keinginan untuk menjamahnya, atau minimal memandanginya sepuas hati. Karena itulah, sekarang Ustazah Nur selalu memakai jilbab lebar kalau ke sekolah. Ia ingin mengalihkan perhatian para lelaki, meski dalam hati tahu kalau itu sia-sia belaka.
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (14)
Dan tak cuma payudara, pinggul dan paha Ustazah Nur juga membengkak makin sempurna. Kalau dulu masih agak kecil dan kerempeng, sekarang sudah membulat begitu indah. Kalau dia berjalan, goyangan pantatnya sanggup membuat semua mata lelaki berpaling, padahal sehari-hari Ustazah Nur senantiasa mengenakan jubah panjang dan stoking kaki. Tak lupa juga sarung tangan dan kain dalaman, namun tetap saja para lelaki memandang lapar kepada dirinya. Sebagai seorang ustazah yang sehari-hari mengajar pendidikan agama, Ustazah Nur bukannya tidak tahu hal itu. Namun segala cara sudah ia lakukan, dan sampai sekarang hasilnya masih minim. Ia masih terlihat seperti ikan asin diantara para kucing, keberadaannya terlalu sukar untuk diabaikan.
Ia pernah mengutarakan hal ini pada sang suami, bukannya jawaban memuaskan yang ia terima, malah kecupan mesra di bibir yang ia dapat. Dan ujung-ujungnya, mereka sama-sama tak tahan dan akhirnya bercinta di ruang tengah, di sebelah bayi mereka yang tidur pulas dalam buaian. Ibu mertua yang memergoki aksi mereka, pura-pura tidak tahu, dan melanjutkan kegiatannya di dapur. Menghadapi kecantikan dan kemolekan Ustzah Nur, memang selalu membikin suaminya lepas kendali.
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (2)
Dan begitu lepas kendalinya hingga membuat laki-laki itu jadi tidak tahan lama. Tahu kan artinya? Ya, suaminya selalu keluar duluan sebelum Ustazah Nur melenguh puas. Sebenarnya ini tidak terlalu dirisaukan oleh sang ibu guru muda, karena sebagai istri yang baik, ia harus menurut dan tidak boleh mengecewakan sang suami. Apapun keadaannya harus ia terima, meski itu artinya ia tidak pernah sekalipun mengalami orgasme selama 1 tahun pernikahannya.

Ustazah Nur bukannya tidak menginginkannya, kadang ia mengharapkannya juga, bahkan cerita-cerita dari rekan sesama guru yang kehidupan ranjangnya begitu panas dan menggelora, sering membuatnya berpikir; senikmat apakah orgasme itu? Tapi sekali lagi, ia terlalu sungkan untuk mengutarakan pada sang suami. Didikan agama yang begitu ketat membuatnya memandang tabu pembicaraan seperti itu. Lagian, sebagai seorang istri yang solehah, cukup baginya melihat sang suami melenguh puas, tak peduli dengan dirinya sendiri yang tidak pernah merasa nikmat.

Ya, Ustazah Nur berani berkata seperti itu karena memang itu yang ia alami. Sudah ejakulasi dini, barang suaminya juga kecil lagi pendek. Memang terasa saat dimasukkan, tapi masih seperti ada yang kurang. Benda itu tidak bisa menjangkau seluruh lorong kewanitaannya. Hanya terasa di gerbang depan saja, itupun cuma membentur-bentur ringan, tidak bisa menyesaki seperti cerita Ustazah Rina yang suaminya seorang Perwira Polisi. Bikin Ustazah Nur jadi gatal setengah mati. Dan saat gatalnya perlahan memuncak, sang suami malah sudah KO duluan. Ustazah Nur memang tidak pernah protes, ia bisa menerima semua itu dengan ikhlas, namun dalam hati kecilnya tetap terbersit keinginan untuk dipuaskan seperti wanita pada umumnya.
Yang lebih tragis lagi, bahkan untuk menembus keperawanan Ustazah Nur saat malam pertama dulu, suaminya tidak menggunakan penisnya. Ia tidak mampu! Laki-laki itu menggunakan dua jari tangannya untuk merobek selaput dara Ustazah Nur. Kecewa pastinya, tapi apa mau dikata. Ia sudah memilih laki-laki itu sebagai suaminya, apapun keadaannya harus diterima. Memang di atas ranjang, suaminya tidak mampu. Tapi sehari-hari, lelaki itu itu adalah sosok yang alim lagi bertanggung jawab. Dan itulah yang dicari oleh Ustazah Nur, ia harus bisa menekan hasrat birahinya demi kebahagiaan keluarga. Itu yang lebih penting.
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (15)
Ustazah Nur masuk ke dalam klinik yang sudah menjadi langganannya itu. Setiap kali sakit atau ada keluhan kesehatan, ia selalu pergi kesana karena selain dekat dan murah, juga karena ada beberapa doktor muslimah yang bertugas di sana. Ustazah Nur kurang sreg kalau diperiksa oleh dokter lelaki, batasan bukan muhrim membuatnya jadi tidak leluasa berbincang dan berkonsultasi. Beda kalau ditangani dokter wanita, untuk suntik atau apapun, Ustazah Nur bisa bebas melakukannya. Kalau dengan dokter lelaki, jangankan memamerkan pinggulnya yang seksi, untuk tensi darah saja ia malu setengah mati.
Setelah mengetuk pintu dan mengucapkan salam, Ustazah Nur masuk ke ruang periksa. Untunglah saat itu dokter Aini yang sedang bertugas, Ustazah Nur lega saat melihatnya.
”Keluhannya apa, bu Ustazah?” tanya dokter Aini ramah. Lesung pipitnya tampak indah di bawah kacamata bulatnya.
”Ini, dok,” Ustazah Nur pun menceritakan keluhannya.
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (6)
Dokter Aini mendengarkan dengan seksama, setelah itu ia meminta ustazah Nur untuk naik ke atas tempat tidur. ”Maaf, bisa diangkat bajunya, mau saya USG dan periksa secara visual.” kata dokter cantik yang usianya baru lewat 40 tahun itu.
Ustazah Nur segera menyingkap baju kurungnya ke atas, dan dililitkannya ke dada. Juga dalemannya. Dengan hanya berstocking dan bercelana dalam, ia berbaring di atas ranjang. Dokter Aini memandangnya, sekilas tampak mengagumi kemolekan dan kesintalan tubuh Ustazah Nur. ”Bisa dilepas juga celananya?” tanya dokter itu.
Ustazah Nur pun melepas celana dalamnya, tanpa malu-malu ia kini berbaring setengah telanjang di depan dokter Aini.
”Buka sedikit kakinya,” dokter Aini meminta. Dengan alat semacam pengait, ia membuka lipatan vagina Ustazah Nur. ”Bilang kalau misalnya ada yang sakit ya,” kata Dokter Aini sambil mulai menekan-nekan lorong vagina Ustazah Nur dengan alatnya.
Ustazah Nur merasakan sensasi dingin logam menjalari dinding-dinding vaginanya. Dokter Aini menekan di beberapa tempat, sampai menemukan suatu benjolan aneh di sisi klitoris Ustazah Nur. ”Apakah sakit?” tanya sang Dokter sambil sedikit menusuk.
”Auw! Ahh,” Ustazah Nur berjengit dan sedikit kaget, itu sudah cukup sebagai jawaban.Dokter Aini melanjutkan pemeriksaannya dengan melakukan USG. Setelah selesai, ia mempelajari hasilnya lalu berkata. ”Nampaknya ini sedikit serius.”
”Ada apa, dok?” tanya Ustazah Nur pelan, takut mendengar jawabannya.
”Ustazah sudah menikah?” tanya dokter Aini.
”Iya, sudah.” jawab Ustazah Nur.
”Anak?””Baru satu. Memangnya kenapa, Dok?” tanya Ustazah Nur lagi.
”Begini, dari hasil pemeriksaan, sebaiknya Ustazah menjalani pemeriksaan lebih lanjut dengan seorang doktor ahli kandungan. Sepertinya ada masalah serius di bagian kewanitaan Ustazah.” terang dokter Aini.
”Ah, begitu ya, dok?” gumam Ustazah Nur lirih.
”Tapi jangan khawatir, ini cuma dugaan awal saja. Siapa tahu itu cuma bisul yang salah tempat.” dokter Aini berusaha menenangkan.
”I-iya, Dok.” resah Ustazah Nur, apa yang ditakutkannya ternyata terjadi juga.
”Saya tidak bisa menerangkan lebih banyak lagi, karena itu bukan bagian saya. Ustazah bisa bertanya nanti pada dokter Ismi, biar dia yang memeriksa lebih lanjut.”
Ustazah Nur mengangguk lagi.
”Ustazah silakan tunggu di depan, nanti kami panggil.” kata dokter Aini.
”Periksanya harus sekarang, dok?” tanya Ustazah Nur, hari sudah siang, ia harus mengajar ke sekolah.
”Iya, soalnya saya takut kalau terlambat nanti jadi bahaya.” terang dokter Aini.
”B-baik, terima kasih, dok. Assalamu’alaikum…” Ustazah Nur pun pamit dan melangkah keluar dari ruang periksa dengan perasaan bimbang. Ia segera mengirim SMS kepada Ustazah Rina, mengabarkan kalau hari ini ia tidak bisa masuk karena sakit.
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (16)
Kurang dari 15 menit, Ustazah Nur dipanggil kembali. Ia disuruh masuk ke ruang periksa oleh seorang perawat muda yang juga berjilbab lebar seperti dirinya. Kali ini ruangannya agak sedikit berada di pojok, dekat dengan ruang bersalin. Ustazah Nur membuka pintunya dan alangkah terkejutnya dia saat melihat siapa yang berada di dalam. Bukan dokter Ismi yang ia temui, melainkan seorang dokter tua yang usianya hampir setengah abad, dua kali lipat dari usianya. Badan lelaki itu kurus, tapi cukup tegap. Kulitnya agak gelap, dengan dandanan rapi dan sopan. Ada sedikit petak-petak putih di rambutnya yang tersisir rapi.
Dokter itu tersenyum dan menyuruh Ustazah Nur untuk masuk, ”Silakan duduk, Ustazah.” Dia terlihat cukup sopan. Dr. Pramudya, begitu tulisan yang tertera di nametag-nya.
Ustazah Nur balas tersenyum dan segera menempatkan diri di depan dokter tua itu. Perasaannya sungguh tak karuan. Dimana dokter Ismi? Apakah dia harus diperiksa oleh dokter laki-laki ini? Ustazah Nur tentu sangat keberatan. Tapi sebelum dia sempat memprotes, dokter Pram sudah keburu berkata,
”Maaf, Ustazah, dari hasil laporan pendahuluan yang saya terima dari dokter Aini, saya menduga ini adalah sejenis virus atau bibit kanker. Untuk memastikannya, saya harus melakukan pemeriksaan lanjutan pada diri Ustazah.” kata dokter Pram.
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (5)
Ustazah Nur terhenyak, apa yang selama ini berusaha ia hindari, ternyata terjadi juga. Ia akan ’dijamah’ oleh dokter lelaki. Untuk menenangkan gejolak di hatinya, Ustazah Nur menarik nafas panjang dan kemudian bertanya, ”Kalau boleh tahu, kemana dokter Ismi? Menurut dokter Aini, dokter Ismi lah yang harusnya menangani saya.”
Dokter Pram tersenyum, ”Dokter Ismi mendapat telepon mendadak dari keluarganya, salah satu anaknya terlibat kecelakaan di luar kota. Saya terpaksa datang untuk menggantikannya.”
”Ehm, begitu ya. A-apakah tidak ada dokter yang lain, yang wanita maksud saya.” kata Ustazah Nur terbata-bata.
Dokter Pram tertawa, ”Jangan takut, Ustazah. Saya tidak akan berbuat macam-macam pada Ustazah. Saya sudah berkerja puluhan tahun, sudah tidak terhitung jumlah pasien yang saya tangani. Semuanya tidak ada masalah, saya akan perlakukan Ustazah seperti saya memperlakukan mereka. Saya terikat sumpah kalau sampai berbuat buruk pada Ustazah.”
Ustazah Nur menunduk, ia jadi tidak punya argumen lagi untuk menolak.
”Bagaimana, Ustazah, bisa kita mulai sekarang?” tanya dokter Pram melihat Ustazah Nur yang terdiam membisu.
”I-iya, Dok. Tapi sebelumnya, kalau boleh tahu, pemeriksaan macam apa yang akan dokter lakukan?” tanya Ustazah Nur malu-malu.
”Pap smear dan VE. Dengan begitu saya bisa memastikan jenis benjolan yang ada di kewanitaan Ustazah.” jelas dokter Pram. ”Sekarang, silakan Ustazah berbaring di situ,” laki-laki itu menunjuk kasur yang ada di pojok ruangan. Perawat berjilbab yang sejak tadi menyiapkan segala sesuatu, sekarang berbalik pergi meninggalkan ruangan, menyisakan dokter Pram dan Ustazah Nur hanya berdua di tempat yang sepi itu.
Jantung Ustazah Nur berdegup kencang, dia teringat berbagai cerita mengenai pap smear dari rekan-rekannya. Kebanyakan kisah mereka sungguh menakutkan karena harus memamerkan mahkota yang paling berharga kepada lelaki yang bukan muhrim, padahal sepatutnya hanya kepada suami sajalah mereka boleh memperlihatkan pemandangan indah itu. Dalam hati, Ustazah Nur ingin menolak, namun dia bingung juga akan keadaan dirinya, apalagi mengingat kata-kata dokter Pram barusan. Ia terancam terkena kanker rahim! Oh, sungguh sangat menakutkan.
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (17)
Dan ketakutan ternyata bisa meruntuhkan akal sehatnya, terbukti saat dokter Pram berkata, ”Silakan Ustazah letakkan kedua kaki di atas sini,” Ustazah Nur sama sekali tidak bisa menolak. Bayangan akan ancaman kanker rahim membuatnya menurut dengan cepat.
Dokter Pram menunjuk dua penyangga yang ada di ujung ranjang, saat Ustazah Nur meletakkan kedua kakinya disana, posisinya sekarang jadi seperti mengangkang. Kedua pahanya terbuka lebar, sementara kemaluannya terekspos bebas, siap menerima tatapan dokter Pram yang akan menghujam sebentar lagi.
Laki-laki itu berdiri di ujung ranjang, tepat di tengah-tengah celah kaki Ustazah Nur. Tampak sebagian paha Ustazah Nur sedikit terbuka, juga selangkangan perempuan cantik itu yang tampak menggembung indah. Dokter Pram menatap nanar kesana, seperti tengah menyantap dan menikmati betapa mulus dan mempesonanya aurat Ustazah Nur.
Ustazah Nur sendiri bukannya tak sadar diperhatikan seperti itu, namun apa daya, ia tidak bisa melakukan apapun untuk mencegah semua itu. Sama sekali tidak ada! Yang bisa ia lakukan sekarang cuma duduk terdiam pasrah sambil berharap pemeriksaan itu berlangsung cepat sehingga rasa malu yang menggumpal di hatinya tidak bertambah menjadi lebih besar lagi.
”Maaf, Ustazah.” Dokter Pram menarik jubah terusan panjang warna hijau muda bercorak bunga yang dikenakan Ustazah Nur ke atas, kain daleman warna putih yang dipakainya turut disingkap ke atas sampai ke batas pinggang, membuat sebagian paha dan celana dalam si ustazah terlihat jelas. Ustazah alim ini memakai stoking putih panjang hingga ke ujung lututnya, meski begitu, separuh tubuhnya sudah telanjang sekarang. Memang dia masih memakai baju dan jilbab lebar untuk menutupi tonjolan buah dadanya yang membusung indah, tapi bagian bawah tubuhnya -yang merupakan bagian paling intim- justru terbuka lebar.
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (7)
Dokter Pram menelan ludah, dia memang beruntung. Meski sudah banyak melihat berbagai bentuk dan rupa kemaluan wanita, namun milik Ustazah Nur ini tampak sangat spesial. Masih tertutup celana dalam saja sudah terlihat begini indah, apalagi kalau dibuka. Membayangkannya membuat penis sang dokter yang sudah lama tidak terbangun, jadi menggeliat lagi. Ditambah kulit paha Ustazah Nur yang begitu putih dan mulus, jadilah dokter Pram menyeringai mesum karenanya.
”Maaf ya, Ustazah, ininya saya buka,” kata dokter tua itu sambil menyingkap sedikit celana dalam Ustazah Nur hingga celah kemaluannya terlihat jelas. Tampak begitu indah dan sempurna. Meski baru saja dipakai untuk melahirkan, benda itu tetap terlihat imut dan lucu, begitu sempit dan mungil, tampak tidak melar sama sekali. Pasti rasanya masih sangat menggigit. Dengan warna merah kecoklatan, dan rambut yang tercukur rapi tumbuh di bagian atasnya, jadilah kemaluan itu begitu mantab dan mempesona.
Ustazah Nur bukannya ikhlas diperhatikan seperti itu, tapi mau bagaimana lagi, mau mundur sekarang juga percuma, dokter Pram sudah terlanjur menatap kemaluannya. Ia sebenarnya malu bukan main, air mata mulai menetes di sudut kelopaknya, tapi apa yang bisa ia lakukan? Ini prosuder normal, hanya dengan begini dokter Pram bisa mendiagnosis penyakitnya, meski itu artinya ia harus merelakan dokter tua itu mengutak-atik kemaluannya. Ustazah Nur menghela nafas, demi kesembuhan, tampaknya ia harus rela melakukan itu.
”Maaf, Ustazah,” sekali lagi dokter Pram meminta maaf. Tanpa memperhatikan ekspresi Ustazah Nur yang malu dan takut, ia mengambil krim dari salah satu tube yang tertata rapi di meja dan mengoleskan ke telapak tangannya. Ustazah Nur memperhatikan dengan seksama saat dokter Pram meratakan krim itu ke permukaan kemaluannya.
”Agar Ustazah nyaman dan tidak sakit.” kata dokter tua itu sambil tangannya terus bergerak. Ustazah Nur bergidik, baru kali ini ada lelaki lain yang memegang kemaluannya, dan bukan cuma memegang, tapi sudah memijit dan menggesek-gesek meski sama sekali tidak terlihat punya niat buruk. Jari-jari dokter Pram bergerak dengan  ringan, membelai bibir kemaluan Ustazah Nur, berusaha meratakan krim di tangannya sesempurna mungkin.
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (18)
Vagina Ustazah Nur jadi terlihat licin dan mengkilap sekarang. Tadi saja sudah terlihat begitu indah, apalagi sekarang. Dokter Pram yang sering melihat kemaluan wanita saja, sempat berhenti sebentar karena saking terpesonanya. Sekilas ia menatap kemaluan Ustazah Nur tanpa berkedip, memperhatikan saat benda itu berkedut-kedut ringan seiiring nafas Ustazah Nur yang semakin cepat karena saking malunya. Ingin ia melihat lebih lama lagi, namun janji sumpah setianya sebagai dokter melarang hal itu. Maka sambil sedikit bergidik, dokter Pram menarik pandangannya.
”Hah,” Ustazah Nur menghela nafas lega, namun itu cuma sementara, karena selanjutnya sang dokter sudah bersiap untuk langkah berikutnya.
”Ustazah tidak apa-apa? Saya akan memulai pemeriksaan,” kata dokter Pram sambil mulai menutul dan menguak-nguak lubang kelamin Ustazah Nur dengan ujung jarinya.
Ustazah Nur yang tidak diberi kesempatan untuk bernafas, kontan mengeluh karenanya. Namun sepertinya dokter Pram tidak mengetahui, atau tidak peduli? Entahlah, yang pasti, laki-laki itu terus memegang dan memeriksa alat kelamin Ustazah Nur. Dengan jari-jari tangannya yang panjang dan keriput, dia terus mengelus dan memijitinya. Ditelusurinya vagina cantik Ustazah Nur tanpa berkedip, tiap bagiannya ia perhatikan dengan teliti. Air cinta Ustazah Nur yang mulai mengalir keluar diusapnya dengan hati-hati agar tidak menghalangi pandangan. Dokter Pram sepertinya jenis orang yang teliti.
”Hmm, sepertinya semua baik-baik saja,” kata laki-laki tua itu, tangannya terus bermain di permukaan kewanitaan Ustazah Nur.
Sang ibu guru muda yang diperlakukan seperti itu, sebenarnya ingin protes, namun tidak berani. Siapa tahu ini benar-benar prosedur normal, bukan seperti kata hatinya, yang merasa kalau jari-jari tangan dokter Pram seperti merangsang dirinya! Sama seperti yang biasa dilakukan suaminya ketika merayu untuk mengajak bercinta. Akibatnya, cairan kewanitaan Ustazah Nur jadi meleleh deras sekarang. Semakin lama menjadi semakin banyak. Karena malu, ia pun menguatkan diri untuk melayangkan protes. Ustazah Nur tidak ingin digoda lebih lama lagi. Sudah tahu kalau kewanitaannya baik-baik saja, kenapa masih dipegangi juga?
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (8)
”Ehm, dok… a-apa nggak sebaiknya pake s-sarung tangan? B-bersalaman aja k-kita tidak boleh, a-apalagi bersentuhan s-seperti ini!” sergah Ustazah Nur dengan nafas panjang pendek. Wajah cantiknya sudah memerah karena malu.Dokter Pram menoleh dan tersenyum bijak, ”Sarung tangan cuma membatasi feeling saya, Ustazah. Begini lebih baik, hasil diagnosanya bisa lebih akurat.” kata laki-laki tua itu.
”T-tapi… saya masih keberatan,” Ustazah Nur mengeluh, ia berusaha keras melawan rangsangan yang datang… karena sambil berbincang, tangan dokter Pram terus memegang dan memijit-mijit kemaluannya.
”Ustazah tenang saja, biar saya yang menanggung dosanya. Yang penting Ustazah cepat sembuh.” doktor Pram menggunakan dua jarinya untuk menguak lubang kemaluan Ustazah Nur. Kalau tadi cuma permukaannya yang terlihat -yang mana itu sudah membuat Ustazah Nur malu bukan main-sekarang seluruh lorong dan celah kewanitaan sang Ustazah terlihat jelas.
Sungguh indah bukan main. Warna dan lipatannya yang masih tampak sempurna sanggup membuat dokter Pram terdiam. Lagi-lagi pria itu terpesona, bagaimana bisa wanita alim seperti Ustazah Nur yang jarang merawat tubuh bisa memiliki alat kelamin sebagus ini. Sungguh suatu anugrah dari yang kuasa. Mungkin ini yang namanya karunia, kalau tidak mau dikatakan mukjizat.
”Ahh, dok…” kembali Ustazah Nur membuka suara, mencoba untuk memprotes. ”K-katanya baik-baik saja, k-kenapa masih diteruskan?” tanyanya dengan suara berat.
”Tadi cuma bagian luar saja, yang dalam kan belum saya periksa.” kilah dokter Pram. Dengan satu jari ia mengorek kemaluan Ustazah Nur.
Tak dinyana, Ustazah Nur yang sejak tadi sudah matian-matian berusaha menahan diri, tiba-tiba saja berteriak kencang. ”Dok, auw!” jeritnya parau.
Doktor Pram sempat terkejut, namun selanjutnya tersenyum penuh pengertian. ”Kenapa, Ustazah? Sepertinya saya tidak menyentuh bagian yang sakit.”
”Ah, s-saya…”
Belum selesai Ustazah Nur menjawab, dokter Pram sudah cepat memotong, ”Jangan bilang kalau jari saya lebih besar dari kemaluan suami Ustazah,”
Ustazah Nur terdiam, matanya melotot, sementara mulutnya komat-kamit ingin membalas kekurang-ajaran dokter tua itu, namun ia tidak bisa mengeluarkan suara karena apa yang dikatakan oleh dokter Pram memang benar adanya. Memang tidak lebih kecil sih, tapi ukuran penis suaminya sama dengan jari dokter Pram (Menyedihkan bukan?) itulah kenapa ia menjerit, saat dokter Pram memasukkan jarinya, Ustazah Nur jadi merasa seperti disetubuhi.Melihat keterpanaan Ustazah Nur, doktor Pram tersenyum nakal dan meneruskan aksinya. Tangannya kembali mengorek-ngorek vagina Ustazah Nur, sementara mulutnya berbisik, ”Punya saya lima kali lebih besar dari ini lho,”
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (18)”Hah,” Ustazah Nur mendelik marah, sama sekali tidak menyangka kalau dokter tua yang kelihatan sopan itu kini menggodanya. ”Dokter jangan macam-macam ya, saya…”

”Kenapa, Ustazah ingin melihatnya?” tantang dokter Pram dengan lebih berani. Ia nekad berbuat seperti itu karena meski melihat Ustazah Nur marah, tapi wanita itu seperti terlihat pasrah. Hanya mulut dan matanya yang memprotes, sementara gerak-gerik dan isyarat tubuhnya menunjukkan hal yang sebaliknya.
”Bukan!” Ustazah Nur menggeleng cepat, ”Mana mungkin ada yang punya barang sebesar itu,” ujarnya kemudian dengan muka menunduk menahan malu, entah kenapa ia bisa berkata seperti ini, padahal biasanya ia paling anti berkata jorok.
”Haha,” dokter Pram tertawa, tangannya terus bergerak membelai kemaluan sang Ustazah cantik dengan mesra. Benda itu sudah sangat membanjir sekarang. ”Ustazah mau bukti?” tanyanya menggoda.
Ustazah Nur terdiam, tubuh sintalnya menggeliat, namun tidak bisa melepaskan diri dari kekangan penyangga yang menahan kakinya. Usahanya memang tidak terlalu keras, karena meski ia tidak menginginkannya, perbuatan dokter Pram sanggup memancing gairahnya secara perlahan. Itu yang membuatnya jadi sedikit pasrah.
”Dari tadi, benda ini bikin saya penasaran,” kata dokter Pram sambil menekan pelan kelentit Ustazah Nur.
”Auw!” seperti tadi, kali ini perempuan cantik itu juga berteriak kesakitan.
”Aha, sepertinya kita menemukan letak penyakit Ustazah.” kata dokter Pram pura-pura gembira. Tangannya bergerak mengusap pelan kelentit Ustazah Nur, mencoba menaksir apa kiranya benjolan merah yang terasa kaku itu.
”I-iya, dok… i-itu yang sakit.” sahut Ustazah Nur dengan terengah-engah. Bukan saja karena kaget, tapi juga karena rangsangan birahi yang mulai menguasai tubuh sintalnya. Bagaimana tidak? Sambil mengusap kelentit, salah satu jari dokter Pram terus menjejalahi lubang kemaluannya. Laki-laki itu seperti merangsangnya. Misalkan ditambah jilatan, lengkaplah sudah ritual mesum itu.
”Ini cuma benjolan biasa, tapi untuk memastikannya, kita harus melakukan tes lain.” kata dokter Pram.
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (9)
”T-tes apa, d-dok?” tanya Ustazah Nur dengan sedikit berbisik, ia mulai tidak bisa berpikir jernih. Tebalnya iman yang biasanya ia bangga-banggakan, perlahan terhapus oleh bayangan penis sang dokter yang katanya lima kali lipat besarnya. Kalau pakai jari saja sudah begini enak, gimana kalau pakai penis sungguhan? Ah, Ustazah Nur mengutuk dirinya sendiri. Bagaimana ia bisa berpikir seperti itu. Mencoba mengusir bayangan mesumnya, ia pun menarik nafas panjang.
”Ustazah lelah?” tanya dokter Pram yang melihat Ustazah Nur menghela nafas.”Ah, t-tidak. Saya cuma pingin rileks,” Ustazah Nur melemaskan lagi tubuhnya yang tadi sempat tegang. Dengan dokter Pram yang menarik jarinya dan sekarang berdiri di sampingnya, ia jadi bisa melakukan itu.
”Maaf tadi saya berlaku kurang ajar. Habisnya, tubuh Ustazah begitu indah. Baru kali ini saya dapat pasien yang sanggup bikin saya lepas kendali.” kata dokter Pram dengan sangat terus terang.
”Emm, tidak apa-apa, dok. Saya juga minta maaf, saya bisa mengerti kok.” Ustazah Nur melirik selangkangan sang dokter yang kini tepat berada di sudut matanya, tampak benda itu sudah sangat menggembung, besar sekali. Apapun sesuatu yang ada di dalamnya, kini sudah terbangun dan menggeliat, menampakkan keperkasaannya. Tanpa sadar, Ustazah Nur menelan ludahnya. Bayangan penis yang besarnya lima kali lipat dari milik sang suami kembali menggoda pikirannya.
”Saya ingin tahu reaksi tubuh Ustazah. Bukankah tadi ustazah bilang kalau perut bagian bawah yang sakit? Benjolan itu seharusnya tidak menghasilkan efek seperti itu. Saya takut ini karena sebab lain.” kata dokter Pram.
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (19)
”M-maksud dokter g-gimana?” tanya Ustazah Nur dengan terbata-bata. Matanya tetap melirik selangkangan si dokter tua.
”Saya ingin mengecek tubuh Ustazah secara keseluruhan.” kata dokter Pram.
”S-saya harus check-up lengkap, gitu?” tanya Ustazah Nur tak mengerti.
Dokter Pram tertawa, “Iya, tapi itu nanti. Untuk sekarang, saya ingin melakukan pemeriksaan secara visual. Seperti yang saya lakukan pada kewanitaan ustazah.”
Ustazah Nur terhenyak, tak tahu harus berkata apa. Dokter Pram ingin melihat seluruh tubuhnya! Apa ia tidak salah dengar? Diperiksa di bagian kemaluan saja sudah membuatnya malu setengah mati, sekarang malah dokter itu ingin melihat seluruh tubuhnya. Ini sudah tidak benar. Ia harus menolak. Seberapapun kuat gairah yang sudah menguasai tubuh sintalnya, Ustazah Nur mencoba untuk melawan. Harkat dirinya sebagai seorang wanita terhormat yang taat menjalankan ajaran agama sedang dipertaruhkan, dan ia tidak ingin kalah.
“M-maaf, dok. Sepertinya s-saya tidak bisa melakukan itu.” kata Ustazah Nur pada akhirnya. Inilah kalimat paling benar yang ia ucapkan selama 10 menit terakhir.Dokter Pram menoleh. ”Kenapa, Ustazah malu?” tanyanya.
”Bukan hanya malu, ini memang tidak boleh.” kata Ustazah Nur tegas.
”Lalu bagaimana saya harus memeriksa Ustazah?” tanya dokter Pram, mulai terlihat tidak sabar.
”Tidak usah, cukup obati benjolan yang ada di kewanitaan saya saja.” dan ngomong soal kewanitaan, Ustazah Nur jadi teringat pada lubang vaginanya yang sampai saat ini masih terbuka lebar bagi sang dokter. ”Dan tolong, tutupi milik saya.” pintanya dengan muka jengah antara malu dan jengkel.
Dokter Pram mengangguk dan tersenyum, sedikit meminta maaf. ”Ah, iya. Maaf.” segera ia menurunkan kembali celana dalam Ustazah Nur. Saat mengatur letaknya, jarinya sedikit menggesek, seperti sengaja menyentil kelentit sang ustazah untuk yang terakhir kali.
Sedikit berjengit, namun tidak bisa marah, Ustazah Nur menghela nafas lega. Untunglah, ia bisa lolos dari awal perbuatan zina.
Namun dokter Pram yang sudah mulai tergoda, tentu saja tidak akan melepaskan mangsanya begitu mudah. Apalagi di saat yang sama, Ustazah Nur yang akan menurunkan kaki dari topangan, tiba-tiba mengeluh kesakitan.
”Auw! Aduh! Aduduh! Dok… sakit!” kata perempuan cantik itu sambil memegangi bagian bawah perutnya.
”Kenapa, ustazah?” tanya dokter Pram dengan kaget. Cepat ia bereaksi, dielusnya pinggul Ustazah Nur dengan maksud untuk meredakan rasa sakitnya.Ustazah Nur yang tengah merintih-rintih, sama sekali tidak menghiraukan saat tangan sang dokter kembali menjamah kemaluannya.
”Mana yang sakit?” tanya dokter Pram sambil terus memijit-mijit pelan, kembali disingkapnya celana dalam Ustazah Nur hingga kemaluan wanita cantik itu terlihat jelas. Benjolan yang ada di kelentitnya tampak menonjol memerah. Dokter Pram segera menekannya. Tidak ada reaksi dari Ustazah Nur, sepertinya penyebab sakitnya bukan dari benda mungil itu.
”Arghhh… dok, sakit!” pekik Ustazah Nur sekali lagi, tubuhnya makin kuat menggelinjang. Sementara keringat dingin mulai keluar dari sela jilbabnya.
Dokter Pram mengangguk, ”Cepat buka baju Ustazah, biar saya periksa.”
Ustazah Nur tidak dapat lagi menolak. Rasa seperti ditusuk dan dipelintir-pelintir terus merajam bagian bawah perutnya. Membuatnya jadi benar-benar tak tahan. Maka, sambil meringis kesakitan, ia pun merelakan saat tangan kurus dokter Pram membantu mencopoti kancing bajunya.
”M-maaf, Ustazah.” kata dokter tua itu saat tangannya dengan tidak sengaja menyenggol tonjolan buah dada Ustazah Nur.
Tidak menjawab, Ustazah Nur menyingkap baju panjang dan daleman yang ia kenakan. Jadilah, dengan perasaan sangat malu namun kesakitan, ia berbaring hampir telanjang di depan dokter Pram. Hanya jilbab lebar dan beha putih susu yang masih tersisa di tubuh sintalnya. Yang lain sudah terlepas begitu mudah. Memang masih ada celana dalam, tapi benda itu seperti jadi penghias saja karena sudah tersingkap dari tadi, memperlihatkan lubang kemaluan Ustazah Nur yang sudah basah dan memerah.
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (20)
Dokter Pram memandangi sejenak tubuh montok Ustazah Nur yang masih menggeliat-geliat menahan sakit. Ia perhatikan bahu ibu muda itu yang ternyata begitu bersih, putih sekali, dengan lekuk tubuh yang masih menampakkan keindahan meski baru saja melahirkan. Bulatan payudaranya tampak begitu menggoda, sangat besar sekali. Sisi-sisinya yang padat dan putih mulus terlihat jelas karena beha yang dikenakan Ustazah Nur ternyata kekecilan.Ustazah Nur berusaha membenahinya dengan mendekapkan tangan di bagian atasnya, berharap bisa menghalangi pandangan sang dokter dari tonjolan buah dadanya. ”Dok, s-sakit!” ia mengingatkan laki-laki tua itu saat melihat dokter Pram cuma diam saja tanpa bertindak apa-apa.
”Ah… eh, iya. Maaf.” tersadar dari lamunan, cepat dokter Pram memegangi tubuh Ustazah Nur. Dimulai dari bagian bawah perut. ”Katakan kalau sakit,” perintahnya.Ustazah Nur mengangguk. Bisa dirasakannya tangan sang dokter yang tengah meraba lembut kulit selangkangannya. Dilanjutkan naik ke atas menuju bukit kemaluannya. Dokter Pram seperti meraba-raba rambut kemaluannya sebelum tangannya terus naik menuju ke bagian bawah pusar. Disini dokter Pram menekan sedikit, membuat Ustazah Nur sedikit berjengit namun tidak berteriak kesakitan.jilbab-montok-anggezty-solo-uns (10)

”Nggak sakit?” tanya dokter tua itu melihat pasiennya yang cuma terdiam.
Ustazah Nur menggeleng. Wajahnya memerah karena merasakan usapan tangan dokter Pram yang seperti menggelitik lubang pusarnya. Namun itu cuma sesaat, karena dokter itu sudah keburu melanjutkan rabaannya. Kali ini makin ke atas. Setelah memenceti sisi perut Ustazah Nur yang ternyata tidak berefek apa-apa, dokter Pram menggerakkan jari-jarinya ke pangkal dada Ustazah Nur yang masih tertutup bh.
”Maaf ya, Ustazah. Boleh saya…” ia meminta ijin untuk memegangi payudara Ustazah Nur.
Tidak menjawab, Ustazah Nur mengalihkan pandangannya ke samping. Tidak sanggup untuk melihat saat dokter Pram ingin menjamah bagian penting dari kewanitaannya. Kalau saja tidak sedang dalam kondisi genting dan kesakitan, tentu ia tidak akan mengijinkannya.
Merasa mendapat restu, dokter Pram pun mengulurkan tangan. Pelan ia taruh jari-jarinya di atas gundukan payudara Ustazah Nur yang sebelah kiri. Ditekannya pelan dengan selembut mungkin. Saat melihat tidak ada reaksi, ia memindahkan tangannya sedikit lebih ke samping. Kembali ditekannya pelan. Begitu terus hingga seluruh bagian payudara Ustazah Nur yang besar dan mengkal itu berhasil ia jelajahi. Rasanya sungguh nikmat dan empuk. Meski masih tertutup bh, tetapi tetap tidak bisa menghilangkan keindahannya.
Keringat dingin mulai keluar dari dahi sang dokter saat ia terus bekerja. Kali ini giliran yang sebelah kanan yang ia garap. Sama seperti tadi, ia juga memencetinya bagian demi bagian hingga terjamah seluruhnya. Rintihan halus mulai terdengar dari mulut manis Ustazah Nur. Wanita itu memejamkan kedua matanya rapat-rapat sambil menggigit bibir bawahnya kuat-kuat untuk meredam teriakan.
Dokter Pram tersenyum, rupanya bukan dia saja yang tengah bergairah. Menyeringai senang, iapun terus menggerakkan tangannya. Kini dengan dua tangan ia pegangi buah dada Ustazah Nur. Satu tangan untuk satu gundukan. Orang bodohpun tahu, posisi itu adalah posisi laki-laki yang sedang merangsang seorang wanita. Bukan seorang dokter yang tengah memeriksa pasiennya.”Ehm… dok!” Ustazah Nur merintih, tubuh mulusnya menggeliat. Tapi bukan karena sakit, justru karena merasa nikmat oleh pijitan sang dokter.
”Tahan, Ustazah. Sebentar lagi selesai.” lirih dokter Pram. Tangannya terus bergerak meremas-remas tumpukan daging kenyal di dada Ustazah Nur yang membusung indah. Ia sudah tidak lagi gemetar seperti tadi, kini sudah sangat mantab dan berani. Apalagi saat dilihatnya Ustazah Nur sama sekali tidak menolak, malah cenderung menikmatinya.
Dengan batang penis yang kian mendesak celana panjangnya, dokter Pram menepuk bahu Ustazah Nur. ”S-sudah, Ustazah.” panggilnya mencoba menyadarkan Ustazah Nur.
Wanita itu membuka sedikit bola matanya. “Ah, i-iya.”
”Tidak ada yang salah dengan tubuh Ustazah, semuanya normal dan baik-baik saja.” kata dokter Pram sambil matanya tak berkedip menatap busungan dada Ustazah Nur yang bergerak turun naik di depan hidungnya.
”Ah, s-syukurlah kalau b-begitu.” sahut Ustazah Nur lirih. Rasa sakit di bawah perutnya memang sudah hilang sekarang.
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (21)
”Tapi saya curiga ini karena kesalahan saya,” sambung dokter Pram.
”Kesalahan dokter? Maksudnya?” tanya Ustazah Nur tak mengerti.
”Mungkin saya kurang teliti dalam memeriksa, jadi penyakit Ustazah terlewat dari pengamatan saya.” jelas dokter Pram.
Ustazah Nur berusaha mencerna kata-kata itu. Lalu, ”Ehm, jadi… dokter mau melakukan pemeriksaan ulang, gitu?” tanyanya.
Dokter Pram mengangguk, ”Dengan ustazah melepas bh ini,” jarinya menunjuk beha putih susu yang masih bertengger di atas gundukan payudara ustazah Nur. ”Saya harus memegangnya langsung, kulit bertemu kulit. Dengan begitu, saya bisa memastikannya dengan lebih teliti.” tambahnya sebelum Ustazah Nur sempat membantah.
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (11)
Ibu guru berjilbab itu kembali terdiam, berat sekali rasanya menanggung semua ini. Sebelum kesini tadi, ia sama sekali tidak menyangka kalau akan disuruh telanjang. Tapi sekarang?
Ah, namun penyakitnya sangat perlu untuk diobati. Rasanya sakit sekali kalau lagi kambuh. Lebih baik ia telanjang daripada merasakannya lagi. Bisa-bisa ia pingsan kalau rasa sakit itu datang lagi.
Maka, sambil menghela nafas panjang, Ustazah Nur pun berucap. ”Bagaimana kalau tangan dokter masuk ke dalam. Saya malu kalau harus melepasnya, malu sekali!” bisiknya.
Dokter Pram mengangguk, ”Begitu juga bisa,”
Selesai berkata, dengan tangan bergetar, dokter tua itupun menjamah payudara Ustazah Nur. Jari-jarinya menyusup masuk ke balik cup bh sang ibu muda.”Ahh…” Ustazah Nur melenguh saat merasakan jari-jari sang dokter yang mulai melingkupi tonjolan buah dadanya. Dokter itu mengusap-usap pelan seluruh permukaannya yang halus dan mulus, terutama putingnya, beberapa kali jari dokter Pram seperti sengaja menjepit dan memilinnya, membuat butiran keringat mulai bermuncul di dahi Ustazah Nur yang masih tertutup jilbab.Dokter Pram tersenyum menyaksikan betapa nafas pasiennya yang cantik ini mulai sedikit tidak teratur. Ia terus memijit dan meremas-remas, merasakan betapa payudara Ustazah Nur begitu licin dan empuk dalam genggaman tangannya. Pesona benda itu begitu luar biasa hingga membuat dokter Pram jadi ikut kesulitan untuk mengatur nafas.

”Dok…” tegur Ustazah Nur dengan suara nyaris berbisik.
”Shh… tenang, Ustazah.” desis dokter Pram untuk menenangkan. ”Saya masih belum selesai,” ucapnya dengan tangan terus bergerak. Dari yang kiri, selanjutnya berpindah ke yang kanan. Ia terus meremas-remas payudara Ustazah Nur yang bulat besar dengan penuh kelembutan. Dari degup jantung dan deru nafas sang dokter yang kian memacu, sudah bisa ditebak  betapa luar biasanya rasa bulatan kembar itu.
”Dok…” Ustazah Nur kembali berbisik, ia memegang kedua pergelangan tangan sang dokter, berusaha sedikit menarik dari permukaan buah dadanya.
Tapi dokter Pram yang sudah terlanjur enak, tentu saja tidak mau berhenti begitu saja. ”Tahan, tinggal sedikit lagi.” sahutnya sambil terus mempertahankan remasan tangannya.
Ustazah Nur terdiam, ia sudah tidak bisa lagi memprotes. Malah yang ada sekarang, bulu kuduknya mulai meremang. Lalu tubuhnya yang sintal jadi sedikit agak gemetar, dengan diiringi deru nafas yang mulai tidak beraturan. Sepertinya ia sudah mulai kehilangan kendali. Habisnya, siapa juga yang tahan diremas-remas seperti itu. Wanita manapun pasti takluk, tak peduli seberapa hebat imannya.
Cup beha Ustazah Nur mulai tertarik ke atas secara perlahan-lahan, menampakkan gundukan daging kenyal yang ada di dalamnya, yang tengah ditampung oleh dokter Pram ke dalam genggaman tangannya.
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (22)
”Dok, jangan…” lirih Ustazah Nur saat melihat dokter tua itu mulai menunduk untuk menciumnya.
Tapi dokter Pram yang pertahanan moralnya sudah tumbang, cepat menindihnya. Ustazah Nur berusaha untuk melawan dengan mencoba mendorong tubuh laki-laki tua, namun apalah arti tenaga seorang wanita dibanding pria yang tengah terbakar nafsu. Dengan mudah dokter Pram bisa meringkusnya.”Dok… jangan, ini tidak boleh… mmmff!!” ucapan Ustazah Nur terhenti ketika dokter Pram menyumpal paksa mulutnya dengan ciuman. Laki-laki itu mencucup dan melumatnya penuh nafsu sambil tangannya terus bergerak meremas-remas bukit kenyal di dada Ustazah Nur.
”Mmmf… Dok, mmmhh!” tangan Ustazah Nur terus meronta, namun dokter Pram cepat menangkap dan merentangkannya ke atas, membuat perempuan cantik itu jadi benar-benar tidak berdaya sekarang.
Kembali dokter Pram melumat bibirnya, ia menahan pergelangan tangan Ustazah Nur dengan satu tangan karena sebelah tangannya sibuk berupaya melepas ikatan celana panjang yang ia pakai. Ustazah Nur mulai menangis terisak, tubuhnya menggeliat-geliat, berusaha melakukan perlawanan untuk yang terakhir kali. Namun itu justru menciptakan pemandangan sensual yang makin membangkitkan birahi sang dokter tua. Mata Ustazah Nur membelalak dan kian panik ketika dengan paksa dokter Pram merenggut celana dalamnya.”Dok, jangan!” Ustazah Nur sama sekali tidak bisa melawan. Kakinya yang tertahan di kaki ranjang tidak bisa dirapatkan. Akibatnya, batang penis sang dokter yang sudah ngaceng berat -yang ukurannya lima kali lipat dari penis sang suami- tepat berada di antara kedua pahanya, mencari-cari lubang kemaluannya untuk dimasuki.
”Ahh, Dok!” rintih Ustazah Nur saat merasakan tumbukan benda itu di bibir alat kelaminnya, dan terus berusaha mendorong masuk hingga menemukan celahnya, yang ternyata… telah begitu basah.
jilbab-montok-anggezty-solo-uns (12)
Dokter Pram tersenyum, ”Tahan, Ustazah. Akan saya masukkan sekarang. Ustazah pasti akan menyukainya.” bisik laki-laki tua itu sambil mulai mendesakkan pinggul. ”Ahh…” ia melenguh saat merasakan jepitan kemaluan Ustazah Nur yang ternyata lebih sempit dari rongga vagina Mia, perawat yang tadi membantunya, yang sudah sering ia tiduri saat sedang bertugas.
”Ugh,” Ustazah Nur hanya bisa meringis pasrah, air mata terus mengalir menemani isakan masih yang keluar dari mulutnya.
”Maafkan saya, Ustazah… tubuh Ustazah begitu menggoda, bukan salah saya kalau jadi nggak tahan seperti ini.” ujar dokter Pram sambil berusaha mengayun-ayunkan pinggulnya.
”Hah, hah,” Ustazah Nur hanya bisa terisak dan menggigit bibirnya saat dokter Pram mulai memompa tubuhnya. Mula-mula perlahan, tapi semakin lama menjadi semakin cepat hingga membuat tubuh ibu guru muda yang cantik itu jadi berguncang-guncang. Terutama tonjolan buah dadanya yang sangat besar, yang sayang jika disia-siakan. Maka dokter Pram segera menangkap dan memeganginya sambil menggigit ringan kedua puncaknya secara bergantian, membuat Ustazah Nur kian merintih dan menangis pilu.
Pagi itu, suasana yang sejuk berubah menjadi panas. Tubuh tua dokter Pram mulai dibanjiri keringat, begitu juga dengan Ustazah Nur. Kamar praktek dengan cat biru muda itu seolah-olah berubah menjadi kamar pengantin yang begitu indah (bagi dokter Pram), diiringi deritan ranjang besi yang bergerak pelan seiring goyangan sepasang manusia yang berbaring di atasnya.
Ustazah Nur sudah terdiam, pasrah akan nasibnya. Melawan seperti apapun, semuanya pasti sia-sia. Kelakuan bejat dokter Pram tidak mungkin dapat ia hindarkan. Memang ia sendiri yang salah, mau saja dijebak dengan alasan pemeriksaan lanjutan. Kalau tahu jadinya akan seperti ini, tentu ia akan menolak tadi. Penyesalan memang selalu datang terlambat.
Suara kecipak alat kelamin mereka semakin keras terdengar. Dokter Pram kembali melumat bibir Ustazah Nur yang mengatup rapat dan menghisapnya dengan begitu rakus. ”Jangan diam saja, Ustazah… saya tahu kalau Ustazah juga menikmatinya!” lenguh dokter Pram, membuat wajah Ustazah Nur jadi kian memerah.
”Auw!” Ustazah Nur menjerit ketika tiba-tiba dokter Pram merangkul dan memeluk ketat dirinya. Di bawah, ia merasakan penis sang dokter berkedut-kedut pelan saat menumpahkan segala isinya. Laki-laki itu telah orgasme, ejakulasi di dalam dirinya. Semprotan demi semprotan benih terlarangnya menerjang setiap sudut gua kenikmatan Ustazah Nur bagai air bah. Sangat kental dan banyak sekali.
Ustazah Nur menangis pilu, ia terisak pelan tanpa mengeluarkan suara. Saat dokter Pram bangkit meninggalkan tubuh sintalnya, tampak cairan putih kental mengalir keluar dari celah bibir kemaluannya, menciptakan danau kecil di atas sprei klinik yang putih bersih. Mata Ustazah Nur menerawang ke langit-langit kamar. Dadanya naik turun membawa serta dua gunung indah di atasnya, membuat dokter Pram jadi tergoda untuk menjamahnya kembali.
“Maafkan saya, Ustazah… saya khilaf. Sebagai lelaki normal, berat bagi saya untuk mengabaikan tubuh indah Ustazah begitu saja. Sekali lagi, maafkan saya. Kalau Ustazah ingin lapor ke polisi, silakan saja. Saya pasrah!” kata dokter Pram sambil membenahi celananya.
Ustazah Nur melirik sekilas ke penis sang dokter yang masih basah belepotan sperma. Benda sebesar lima jari itulah yang barusan merenggut kehormatannya. Kehormatan seorang istri yang lama tidak dipuaskan oleh seorang suami, yang tragisnya, menemukan kepuasan itu dalam sebuah pemerkosaan!Ya, Ustazah Nur tidak ingin munafik. Jujur ia mengakui, inilah persetubuhan ternikmat yang pernah ia rasakan. Penis besar dokter Pram seperti memanjakannya, meski pada awalnya memang sangat menyakitkan. Namun begitu alat kelamin mereka sudah mulai bisa terbiasa dan bisa menyesuaikan diri, bukan nyeri yang dirasakan oleh Ustazah Nur, melainkan rasa nikmat yang amat sangat, yang tidak pernah ia dapatkan dari sang suami.
Itulah sebabnya kenapa tadi ia terdiam di akhir-akhir permainan. Ustazah Nur rupanya mulai bisa menikmatinya. Tapi sayang, dokter Pram keburu keluar duluan. Kalau saja diteruskan lebih lama lagi, pasti Ustazah Nur akan orgasme juga, sesuatu yang sudah lama ia rindukan dan cari-cari.
”Maafkan saya, Ustazah.” kata dokter Pram sekali lagi, menyadarkan Ustazah Nur dari lamunannya.
Wanita itu memandang dengan muka sayu dan berujar. ”Saya tidak akan melaporkan ini ke polisi, dok, karena ini merupakan salah saya juga. Tapi saya berharap, ini jadi rahasia kita berdua.”
“Saya akan jaga rahasia ini, Ustazah,” jawab dokter Pram pelan sambil berupaya memeluknya, kali ini Ustazah Nur dengan pasrah meringkuk dalam dekapannya dan menumpahkan tangis di dada kurus sang dokter.
Entah siapa yang memulai, kembali bibir mereka saling bertemu dan berpagutan. Tangan dokter Pram kembali meremas-remas payudara montok milik Ustazah Nur, sementara Ustazah Nur dengan malu-malu membalas dengan mengusap-usap batang penis sang dokter yang kembali siap tempur.
”Ustazah?” lirih dokter Pram. Menyadari kalau ibu muda itu ternyata juga memendam hasrat kepada dirinya, maka dengan cepat ia kembali menindih dan mengangkangi Ustazah Nur. Ia arahkan batang penisnya ke selangkangan perempuan cantik itu.
”I-iya, lakukan, dok!” sahut Ustazah Nur dengan pasti.
Tersenyum penuh kemenangan, dokter Pram pun menusukkan penisnya. ”Jlebb!” kembali batang itu tenggelam dalam liang senggama Ustazah Nur.
”Arghh… dok!” Kali ini Ustazah Nur sudah tak malu-malu lagi mengeluarkan suara rintihan nikmat. Pantat moleknya tampak berguncang-guncang akibat hentakan sang dokter yang mulai bergerak cepat.
Tangan dokter Pram meraih gunung kembar yang terayun-ayun indah di dada Ustazah Nur. Ia memijit dan meremas-remasnya sambil terus menggoyang keras.”Ouuh… Dok!” rintih Ustazah Nur menemani tusukan dokter Pram. Tubuh mereka kembali basah, berkilauan oleh keringat. Ronde kedua ini lebih lama berlangsung. Ustazah Nur makin mendesah-desah saat nikmatnya orgasme mulai terasa datang menyerang tubuh sintalnya.
”Dok, terus! Aku… arghhhh!” dengan satu teriakan kencang, tubuh Ustazah Nur pun berguncang. Kemaluannya berkedut cepat memijit batang penis dokter Pram yang masih bergerak cepat. Bersamaan dengan itu, cairan bening berhamburan memancar dari liang senggamanya, menyiram penis sang dokter hingga jadi terasa basah dan lengket. Tubuh montok Ustazah Nur gemetar hebat saat mengalaminya. Itulah orgasme terdahsyat yang pernah ia alami seumur hidupnya. Yang pertama, sekaligus yang ternikmat.
”Ustazah, ahh…” dokter Pram menyusul tak lama kemudian. Kembali cairan spermanya menyiram mulut rahim Ustazah Nur secara bertubi-tubi.
Pagi itu, hubungan profesional seorang dokter dan pasiennya, telah melanggar batas, berubah menjadi hubungan terlarang sepasang manusia  yang masing-masing telah terikat perkawinan.
Dokter Pram terlihat puas, begitu juga dengan Ustazah Nur. Wanita itu, yang awalnya begitu malu, sekarang sudah menjadi nakal dan ketagihan. Kembali ia merayu sang dokter tua hingga sekali lagi mereka melakukannya. Menjelang siang, saat sekolah sudah akan bubar, baru Ustazah Nur beranjak keluar dari kamar praktek dokter Pram. Tersungging senyum manis di bibirnya yang tipis.
Hari-hari berikutnya, hubungan haram itu terus berlangsung. Dan membawa konsekuensi tumbuhnya benih di rahim Ustazah Nur, padahal bayinya yang pertama masih berumur 3 bulan. Untunglah sang suami sama sekali tidak curiga, bahkan saat Ustazah Nur meminta untuk diantar periksa ke dokter Pram, laki-laki itu dengan senang hati melakukannya. Dibiarkannya sang istri tercinta masuk ke ruang periksa tanpa ia dampingi, ia sama sekali tidak tahu kalau di dalam, dokter Pram sudah menunggu kedatangan Ustazah Nur dengan tubuh telanjang dan penis mendongak ke atas begitu kencang.

NYAI SITI : NYAI IMAH

NYAI SITI : NYAI IMAH

Kemarin tak sengaja Dewo melihat Imah, ibu satu anak yang suaminya merantau ke luar pulau. Saat itu Dewo baru pulang dari kerjaan mencangkul di sawah. Dadanya berdesir manakala melihat kecantikan Imah, apalagi wanita itu memakai kaos tipis yang mencetak jelas bentuk tubuhnya yang sintal meski dia berjilbab. Timbul pikiran kotor Dewo untuk bisa mencicipi tubuh Imah. Ia pun segera mengatur siasat.

Setibanya di rumah, Dewo segera mencari Nyai Siti. Ia tidak memanggil perempuan cantik itu, tetapi langsung mencari ke kamarnya. Kebetulan hari ini Kyai Kholil sedang tidak ada di rumah, laki-laki itu mendapat undangan mengisi pengajian ke desa sebelah, baru nanti sore pulangnya. Dewo yang sudah hafal betul kebiasaan Nyai Siti, dengan perlahan melongokkan kepala. Jam segini, istri Kyai Kholil itu selalu tidur siang. Benar saja, dilihatnya Nyai Siti tengah terlelap menggunakan daster lengan panjang. Rambutnya digerai ke punggung, tidak ada jilbab panjang yang menutupi seperti biasanya.

jilbab toket montok - hilma afina (1)

Setelah menutup pintu, dengan badan basah penuh keringat, Dewo kemudian melepas celana kolornya dan perlahan naik ke atas ranjang. Dihampirinya Nyai Siti yang masih tetap terlelap, sama sekali tidak menyadari kehadirannya. Dewo lalu mengulurkan kontolnya yang sudah menegang ke depan mulut perempuan cantik itu dan menggesek-gesekkannya lembut disana. Sambil melakukannya, Dewo juga mulai meremas-remas payudara Nyai Siti yang bulat besar, yang masih tertutup baju daster. Dewo memijit-mijitnya dengan keras hingga membuat Nyai Siti terbangun tak lama kemudian.

“Ah, apa… eh, Mas Dewo,” gagap Nyai Siti, lalu tersenyum begitu melihat siapa yang duduk telanjang di depannya. Dan senyumnya berubah semakin lebar manakala melihat kontol panjang Dewo yang telah berdiri menantang di depan hidungnya. Nyai Siti segera menangkapnya dengan menggunakan mulut dan lekas mengulumnya begitu nafsu.

Sambil mengentot mulut Nyai Siti, Dewo berbisik, “Nyai, aku perlu bantuanmu.” tangannya masuk ke dalam daster Nyai Siti untuk memegangi payudara istri Kyai Kholil itu secara langsung.

“Demi kontolmu, aku rela melakukan apapun, Mas.” jawab Nyai Siti dengan mulut penuh kontol.

Sambil mulai menelanjangi tubuh sintal Nyai Siti, Dewo pun membisikkan sesuatu, dan terlihat Nyai Siti hanya mengangguk mengiyakan. Dewo kemudian mencium mulut Nyai Siti sebagai ungkapan rasa terima kasihnya. Nyai Siti hanya bisa pasrah, dengan tetap berpelukan, mereka terus bercumbu. Tangan Dewo menggerayangi tubuh mulus Nyai Siti yang kini sudah telanjang total. Nyai Siti yang juga terbakar nafsunya, sambil memegang dan mengocok-ngocok kontol Dewo, berinisiatif menjilati leher dan dada laki-laki tua itu. Meski tubuh Dewo bau keringat, Nyai Siti tampak tidak peduli. Malah ia seperti menyukainya, ia terus memainkan puting Dewo dengan menghisap dan menjilatinya penuh nafsu.

jilbab toket montok - hilma afina (2)

Dewo yang juga sudah telanjang, senang-senang saja tubuhnya disapu oleh lidah Nyai Siti. Tapi ia tidak ingin berlama-lama dalam bercumbu, cepat ditariknya tangan Nyai Siti ke belakang dan kemudian diikatnya dengan tali. “Sebagai hadiah bagi Nyai, akan kuberikan kesenangan kepadamu hari ini.” kata Dewo sambil menyumpalkan celana dalamnya ke mulut Nyai Siti.

Nyai Siti hanya mengangguk saja. Ia tampak pasrah, tapi tatapan matanya menyiratkan tanda tanya besar dengan apa yang akan dilakukan oleh si Dewo kali ini.

Setelah menyumpal mulut Nyai Siti, Dewo kemudian mengambil guling untuk mengganjal perut Nyai Siti. Dia juga menarik kaki Nyai Siti yang menggantung kemudian diikatnya ke kanan dan ke kiri. Dengan posisi tengkurap, kini tubuh Nyai Siti tampak menungging indah. Dewo tersenyum saat melihatnya, sekarang waktunya untuk beraksi. Diolesinya lubang anus Nyai Siti dengan ludahnya sampai menjadi basah, ia juga meludahi ujung kontolnya sendiri. Setelah dirasa cukup, barulah ia mempertemukan keduanya.

jilbab toket montok - hilma afina (3)

“Hmph…” rintih Nyai Siti saat kontol panjang Dewo menerobos lubang anusnya. Ia tidak bisa mengaduh ataupun berteriak karena mulutnya disumpal Dewo dengan celana dalam.

Sambil mulai menggenjot tubuhnya, tangan Dewo ikut beraksi. Dengan gemas ia meremas-remas payudara Nyai Siti yang menggantung indah. Juga sesekali menampar pantat Nyai Siti yang bulat besar hingga jadi memerah. Tak lupa ia mengobok-ngobok memek Nyai Siti dengan dua jari hingga membuat perempuan cantik itu orgasme tak lama kemudian.

“Hmph… umph…” Nyai Siti menjerit, tapi suaranya teredam oleh sumpalan celana dalam Dewo. Hanya kucuran air cintanya yang begitu deras yang bisa menjadi petunjuk kalau istri Kyai Kholil itu sedang mengalami nikmat yang amat sangat.

Dewo yang keenakan menggenjot anus Nyai Siti hampir ikut meledak juga, tapi untung ia cepat sadar. Cepat ditariknya kemaluannya dan diarahkannya ke mulut Nyai Siti. Dilepaskannya sumpalan di mulut perempuan cantik itu, “Emut kontolku, Nyai!” perintahnya.

jilbab toket montok - hilma afina (4)

Dengan mulut kering akibat banyaknya air liur yang terserap oleh celana dalam Dewo, Nyai Siti melahap kontol itu dan mulai mengulumnya.

“Kamu haus, Nyai? Nih, aku berikan madu untukmu…” kata Dewo sambil memompa kontolnya hingga mentok ke tenggorokan Nyai Siti. Tidak berapa lama, ia pun orgasme di mulut Nyai Siti, spermanya yang kental berhamburan memenuhi mulut Nyai Siti.

Dengan badan remuk redam tapi nikmat, Nyai Siti berusaha menelan semuanya. Ia mulai menyukai rasa pejuh Dewo. Dewo yang kelelahan, dengan senyum penuh kepuasan berbaring di tempat tidur Nyai Siti. Diperhatikannya istri Kyai Kholil yang cantik itu, yang kembali mengenakan daster dan jilbabnya.

“Mas, aku siapkan makan siang ya…” kata Nyai Siti sambil melangkah gontai keluar dari kamar.

“Jangan lupa rencana kita nanti malam, Nyai.” Dewo mengingatkan. Bagaikan raja, itulah Dewo yang kini sudah menguasai tubuh dan fikiran Nyai Siti.

Nyai Siti hanya mengangguk lemah dan berlalu menuju dapur.

***

Malamnya berjalan seperti perkiraan Dewo, Nyai Siti pulang dari Masjid bersama Imah dan seorang tetangga mereka yang lain. Dewo sudah memasang pelet di depan pintu, siapapun yang melewatinya akan menuruti kata-kata Dewo, tidak peduli laki-laki maupun perempuan. Dewo bekerja keras untuk yang satu ini, ia harus mengerahkan semua ilmunya untuk mewujudkannya, dan berharap semoga saja pelet itu bisa bekerja sempurna.

Dengan alasan ingin memperlihatkan sesuatu, Nyai Siti mengajak Imah untuk mampir sebentar ke rumahnya. Sedangkan tetangga yang lain, karena umurnya terlalu tua -yang pasti tidak disukai oleh Dewo- dengan halus diminta pulang oleh Nyai Siti. Untung orangnya mau, dan sepertinya Imah juga tidak curiga. Dari dalam kamarnya, Dewo memuji kemampuan Nyai Siti dalam memainkan kata-kata.

jilbab toket montok - hilma afina (5)

Beriringan bersama Imah, Nyai Siti berjalan melewati pintu depan. “Tunggu disini ya, Im. Saya ambilkan dulu barangnya.” kata Nyai Siti, ia menyuruh Imah untuk menunggu di ruang tamu. Dari gelagatnya, Dewo bisa menebak kalau ilmu peletnya bekerja, Imah tampak bingung dan hilang kesadaran. Pandangannya kini menjadi kosong.

Nyai Siti segera mendatangi Dewo yang menunggu di kamar. “Mas, dia sudah siap.” lapornya begitu pintu sudah tertutup.

Dewo tersenyum sambil memeluk tubuh sintal Nyai Siti, “Kamu pintar, tunggu disini ya, aku mau nemui dia dulu.” setelah mencium bibir Nyai Siti, Dewo pun beranjak keluar dari kamar menuju ruang tamu.

“Imah, tumben mampir?” tanya Dewo dari belakang, mengagetkan Imah yang sedang termenung, bingung kenapa gairah dan birahinya tiba-tiba melonjak seperti ini.

“I-iya, ada perlu sama Nyai Siti.” jawab perempuan beranak satu tersebut.

“Boleh aku duduk di sini?” tanya Dewo pura-pura bersikap sopan, padahal dalam hati ia tengah merapal mantra untuk dipakai memperkuat ilmu peletnya.

“S-silakan,” kata Imah dengan muka memerah.

“Kamu cantik, bikin celanaku jadi sesak aja,” goda Dewo terus terang.

Imah menundukkan kepala, mukanya jadi makin memerah. “Ah, Pak Dewo bisa aja.” sahutnya dengan dada berdebar keras, tak urung matanya melirik selangkangan Dewo yang memang menonjol besar.

“Sudah berapa lama suamimu pergi merantau?” tanya Dewo.

“Tiga tahun,” jawab Ima.

jilbab toket montok - hilma afina (6)

“Jadi tiga tahun ini kamu kedinginan dong,” goda Dewo. “Aku bisa menghangatkanmu lho.” tambahnya berani.

Imah diam dan pandangannya menerawang. Ia berusaha menarik napas yang makin lama semakin terasa sesak. Gemuruh di dadanya juga terasa terus menggelora. Perempuan itu memainkan jemarinya, tampak berpikir antara menolak atau menerima ajakan Dewo. Kalau dalam kondisi normal, Imah tentu akan murka digoda seperti itu. Tapi sekarang, dengan kondisi dipelet seperti sekarang ini, ia malah jadi salah tingkah. Tentu saja, karena pelet Dewo memang mustahil untuk dilawan.

“Bagaimana, Im. Kamu mau?” tanya Dewo sambil meniupkan nafasnya yang berisi jampi-jampi ke kuduk Imah.

Diserang dengan dosis berlipat-lipat seperti itu, Imah yang pada dasarnya memang tidak kuat iman, takluk dengan mudah. Nyai Siti saja menyerah, apalagi dia yang memang haus akan sentuhan laki-laki. Dengan mata menatap sayu, perlahan Imah berdiri dan meraih tangan Dewo. “Pak Dewo, ohh… lakukan! Cepat setubuhi aku! Puaskan aku dengan kontol besarmu itu! Kumohon…” pintanya penuh nafsu.

Dewo menyeringai. “Dengan senang hati, mbak Imah.” sahutnya sambil membimbing Imah masuk ke dalam kamar. Nyai Siti yang sudah menunggu, segera membantu Dewo menelanjangi Imah. Saat istri Kyai Kholil itu ingin ikut melepaskan pakaiannya, Dewo lekas melarang.

“Tidak sekarang, Nyai. Aku ingin total ngentotin dia, Nyai jangan ganggu. Nanti Nyai aku kasih jatah sendiri.” kata Dewo.

Dengan agak marah dan kecewa, Nyai Siti keluar dari kamar tanpa berkata apa-apa lagi. Dewo segera menutup pintu dan beralih menghadapi Imah yang sudah duduk pasrah di pinggiran tempat tidur.

“Akan kupuaskan kau malam ini, budakku yang baru!” kata Dewo sambil memeluk tubuh montok Imah dari belakang dan menciumi leher serta bahunya yang terbuka.

“Hmm…” melenguh kegelian, Imah memegang tangan Dewo dan ditangkupkan ke arah buah dadanya. Dewo segera meremas-remasnya perlahan. Ukurannya sedikit lebih kecil dari milik Nyai Siti, tapi terasa begitu lembut dan padat. Maklum, usia Imah memang lebih muda dari Nyai Siti. Mereka selisih 8 tahun. Tubuh Imah juga lebih kelihatan ramping dan menggoda, hanya karena kecantikan Nyai Siti lah yang membuat Dewo tetap menganggap istri Kyai Kholil itu sebagai gundiknya yang nomor satu.

“Ahh…” Imah merintih perlahan dan membalikkan badannya. Mereka masih terus berpelukan. Remasan Dewo semakin lama semakin terasa keras dan ganas. Imah yang mengerti kalau nafsu Dewo sudah mulai bangkit, kini mendesah dan menggesek-gesekkan pipinya ke pipi Dewo. Bibirnya mengulum daun telinga Dewo dan mendesah manja disana.

“Ohh… Pak Dewo, sudah sejak lama aku menginginkan yang seperti ini.” bisik Imah.

“Iya, mbak Imah, aku akan memuaskanmu malam ini.” balas Dewo sambil menciumi telinga Imah. Ia segera membaringkan dan menindih tubuh ibu muda beranak satu ke atas ranjang. Sambil mulai menciumi bibir, leher dan pipinya, Dewo merapatkan tubuh ke badan montok Imah.

jilbab toket montok - hilma afina (7)

Tangan Imah dengan cekatan membuka kancing baju Dewo saat laki-laki itu menyusuri pangkal buah dadanya dengan lidah. Kulit Imah yang putih mulus menciptakan siluet yang sangat indah saat diterpa cahaya lampu kamar yang remang-remang. Imah melanjutkan aksinya dengan melepas ikatan sarung Dewo. Dalam beberapa detik, mereka sudah sama-sama telanjang sekarang.

“Auw, Pak Dewoo…” rintih Imah saat Dewo memilin dan meremas putingnya begitu keras. Laki-laki itu juga membenamkan mulutnya ke belahan payudara Imah yang mulus terbuka, yang terasa begitu empuk dan lembut saat ia menciumi permukaannya.

Imah membalas dengan meraih dan mengusap-usap kontol Dewo yang sudah menegang penuh. Benda itu tampak begitu panjang dan kokoh, mengganjal di perut Imah bagai tonggak kayu yang tidak bisa patah. Dewo menaikkan pantatnya agar Imah bisa memainkan penisnya begitu rupa. Ia juga memutar tubuhnya agar mereka bisa memainkan alat kelamin masing-masing. Entah kenapa, dengan Imah, Dewo tidak bisa berlaku kasar.

Kini di hadapannya tersaji memek sempit Imah yang sudah memerah basah. Dengan penuh nafsu Dewo menjilat dan memainkan tonjolan daging kecil yang ada di bagian depannya. Imah membuka pahanya lebih lebar agar memudahkan Dewo dalam melakukan aksinya.

“Ough… Pak Dewo, terus… ahh!!” pekik Imah saat Dewo menjilat dan menjepit itilnya dengan menggunakan bibir. Ia menghentakkan kepala dengan keras ke atas bantal untuk meluapkan rasa nikmatnya. Imah merengek-rengek agar Dewo meneruskan aksinya tanpa perlu buru-buru melancarkan serangan terakhir.

Dewo yang sangat suka melihat bentuk memek Imah, terus menggerakkan bibirnya naik turun. Ia menyapu itil Imah berkali-kali hingga membuat lorongnya yang sempit jadi semakin basah dan lengket. Saat sudah banyak cairan yang mengalir keluar, Dewo segera menjilat dan menelannya dengan senang hati.

Terengah-engah, Imah menatap Dewo yang kini berdiri mendekatinya. Diperhatikannya kontol laki-laki itu yang begitu besar dan panjang. Punya suaminya dulu tidak ada apa-apanya dibanding ini. Imah menelan ludah, terlihat gentar dan takut, namun dalam hati juga berteriak gembira karena yakin sebentar lagi akan merasakan kenikmatan seks yang sesungguhnya.

“Emut kontolku, mbak!” pinta Dewo.

Sama seperti Nyai Siti, Imah awalnya juga kesulitan. Namun setelah menemukan ritme dan iramanya, iapun bisa melakukannya dengan lebih baik. Memang lebih nikmat sepongan Nyai Siti, tapi tetap saja Imah sanggup membuat Dewo melenguh keenakan.

“Ehm, terus, Mbak. Yah, begitu! Terus!” rintihnya dengan tangan terulur untuk meremas-remas bulatan payudara Imah yang menggantung indah.

jilbab toket montok - hilma afina (8)

Beberapa saat mereka dalam posisi seperti itu. Dewo memegangi kepala Imah dengan tangan kirinya dan menekannya kuat-kuat ke pangkal pahanya, membuat kontolnya yang panjang masuk seluruhnya. Imah ingin tersedak dan muntah karenanya, namun tidak bisa karena Dewo buru-buru menarik burungnya begitu wajah Imah sudah memerah. Begitu terus berulang kali hingga Dewo kembali tertarik untuk menciumi payudara besar milik Imah.

Ditindihnya lagi tubuh perempuan cantik itu. Kedua tangannya segera meremas-remas payudara bulat Imah. Kepalaku menjelajahi permukaanya yang halus mulus, yang keempukannya mengingatkan Dewo pada balon berisi air. Putingnya yang mungil kemerahan, berkali ia cucup dan gigit-gigit pelan hingga membuat Imah merintih tak tahan.

Sambil meremas ujung bantal, Imah menggesek-gesekkan ujung kontol Dewo ke bibir vaginanya. “Auhh… ayo, Pak Dewo… lakukan! Entoti aku! Penuhi aku dengan kontolmu!” ia merintih pelan saat tangan kiri Dewo mulai menjalar di pangkal pahanya. Laki-laki itu memasukkan jari tengah ke belahan memek Imah yang sempit.

“Ahh… geli, Pak! Jangan!” desis Imah begitu Dewo mulai mengocoknya. Ia membalas dengan mengusap dan meremas kontol Dewo kuat-kuat.

Dewo melanjutkan aksinya dengan menciumi seluruh bagian tubuh Imah yang putih seksi, terutama tonjolan payudaranya. Dewo melumatnya berkali-kali hingga menciptakan beberapa cupangan di permukaannya yang bulat besar. Terasa memek Imah sudah semakin basah dan panas. Dewo kembali menjilat dan menelan semua cairannya. Begitu juga Imah, ia kembali mengulum kontol panjang Dewo hingga mereka saling menghisap kemaluan sekarang.

Kontol Dewo sudah terasa mengeras maksimal. Kepalanya yang memerah dan berdenyut-denyut tampak angker dan menakutkan. Inilah saatnya. Dengan posisi menindih tubuh molek Imah, Dewo pun mulai menusukkan batang kontolnya. Semuanya berlangsung sangat cepat, tahu-tahu kontol Dewo sudah ditelan oleh memek Imah yang sempit. Terasa begitu hangat dan lembab. Dewo merintih merasakan betapa ketatnya lorong vagina Imah.

“Oughh… Pak Dewo!” rintih Imah saat pinggul Dewo mulai bergerak naik turun mengocok liang vaginanya. Ia berusaha mengimbangi dengan memutar pinggul dan menaik-turunkan pantatnya perlahan. Kakinya menjepit paha Dewo, sambil kadang dikangkangkan lebar-lebar kalau Dewo menusuk terlalu keras.

“Terima ini, akan kubuat kau tidak bisa melupakan persetubuhan ini.” ancam Dewo sambil menciumi bahu dan dada Imah. Beberapa kali ia menggigit putingnya sampai meninggalkan bekas kemerahan yang sangat banyak. Jepitan dan sempitnya memek Imah membuat Dewo lupa diri, ia benar-benar didera oleh rasa nikmat yang luar biasa.

jilbab toket montok - hilma afina (9)

Laki-laki itu bergerak semakin cepat dan mulai merasakan aliran yang tidak terkendali di dalam tubuh tuanya. Tapi Dewo tidak ingin mengeluarkannya sebelum Imah orgasme duluan, pantang bagi dia untuk kalah oleh perempuan. Maka Dewo pun menurunkan irama permainannya. Kini Imah yang bergerak-gerak liar, berusaha mengejar kenikmatan seksual dengan sisa-sisa tusukan kontol Dewo.

Imah yang sudah begitu bergairah, sampai juga ke puncak sesaat kemudian setelah mengeluarkan teriakan keras dan panjang. “Aah… Pak Dewo, ouhh…” Tubuhnya mengejang dan pantatnya naik. Untuk memaksimalkan kepuasannya, maka Dewo menekan kontolnya semakin dalam ke lorong vagina perempuan cantik itu. Terasa cairan kewanitaan Imah menyembur deras menyiram batang penis Dewo, sebagian menetes keluar membasahi sprei.

Sejenak mereka beristirahat tanpa Dewo mencabut penisnya. Setelah beberapa lama, begitu Imah terlihat sudah mulai tenang, maka Dewo memberikan isyarat untuk doggy style. Ia dorong tubuh montok Imah agar mengambil posisi tengkurap. Sekarang wanita beranak satu tersebut sudah berbaring membelakangi Dewo dengan memek mengintip malu-malu dari celah-celah pahanya yang putih mulus. Dewo mengusap dan menjilatinya sebentar, namun bukan itu sasarannya kali ini. Dengan ludahnya Dewo membasahi lubang anus Imah.

“Aku ingin mengambil perawanmu yang ini, boleh?” tanya Dewo dengan maksud tidak ingin ditolak.

Tersenyum mengiyakan, Imah menganggukkan kepala. “Silahkan, Pak Dewo. Lakukan apapun yang kau mau pada tubuhku!” sahutnya.

Imah menaikkan pantatnya sedikit saat ujung kontol Dewo terasa mulai menyundul lubang anusnya. Dewo menekan dan bless… dengan diiringi pekikan tertahan dari Imah, kontol Dewo yang masih kaku dan keras pun masuk seluruhnya. Sambil berpegangan pada pinggul Imah yang besar, Dewo mulai menggenjot tubuhnya. Ia menusuk lubang belakang Imah berulang kali hingga ia merasa hampir mencapai puncak. Dewo segera menarik batang penisnya dan mengarahkannya ke wajah cantik yang sudah terpejam pasrah.

“Terima ini, lonte baruku!” geram Dewo dengan nafas terengah-engah. Dari ujung kontolnya, menyemprot cairan kental yang amat banyak, membasahi mulut dan hidung bangir Imah.

Menerima dengan senang hati, Imah lekas meratakannya ke seluruh wajah sebelum cairan itu jadi kering. Wajahnya kini jadi tampak licin dan mengkilat oleh lendir Dewo. Setelah itu mereka sama-sama terbaring lemas.

***

Dengan tubuh lelah, Dewo mengantar Imah sampai pintu depan. Cara jalan wanita itu jadi aneh akibat tusukan kontol Dewo yang bertubi-tubi di dua lubangnya. Mereka berjanji untuk bertemu lagi dalam waktu dekat.

“Mainlah ke rumahku. Mulai saat ini, tubuhku adalah milikmu.” kata Imah sebelum mereka berpisah.

Dewo tersenyum dan mengiyakannya. Bertambah lagi daftar budak nafsunya selain Rohmah, Wiwik dan Nyai Siti.

BU ENDAR

Akhwat cantik berjilbab,kadang justru membuat penasaran dan punya daya tarik tersendiri.Apalagi jika bertubuh montok,kadang tercetak jelas di balik kain jilbabnya.Ia cenderung alim, namun di balik semua itu ia tetaplah seorang wanita yang punya hasrat, nafsu, dan gejolak birahi yang siap menyerang kapanpun dan di manapun.
Bu Endar Faizah, ibu guru cantik sensual yang berjilbab, adalah guru bahasa inggris di sebuah SMU di xxxx Penampilannya yang anggun, dengan tubuh padat berisi yang selalu terbungkus gamis panjang, mengenakan kerudung cantik, semakin menambah keanggunannya.
Sungguh anggun sosok akhwat berjilbab ini. Bu Endar berkulit kuning langsat bertampang Jawa, yang sangat cantik dan manis, dengan kulit putih bersih, tinggi badan sekitar 165 cm, potongan muka manis, agak memanjang dengan dibalut jilbab yang sangat menawan hati.
Di balik baju muslimnya..,tercetak tonjolan teteknya yang montok, sedangkan pinggangnya amat langsing dengan perut yang rata, pinggulnya serasi dengan pantatnya yang montok padat.Wow…indahnya….Walau berjilbab, saat berjalan kain panjangnya tertiup angin …menampakkan cetakan tungkai pahanya dan kakinya terlihat panjang serasi dengan bentuk badannya..walau tertutup gamis panjang dan jilbab yang rapat, langkahnya terlihat sangat seksi dan gemulai.

ibu-ibu stw montok (1)

Pembawaan Bu Endar dengan jilbabnya terlihat sangat kalem dan malu-malu. Hal ini rupanya menarik perhatian Pak Imam, sang kepala sekolah. Pak Imam sangat terkesan dengan penampilan Bu Endar, karena Bu Endar yang berumur 28 tahun, adalah seorang gadis yang sangat cantik,berjilbab anggun, alim dan sopan.
Sebagai akhwat berjilbab yang sopan dan alim Bu Endar agak risih juga terhadap Pak Imam, karena setiap kali Pak Imam lewat depan ruangannya, Pak Imam selalu melirik dan melempar senyum kepada Bu Endar. Kalau kebetulan Bu Endar tidak melihat keluar, maka Pak Imam akan mendehem atau membuat gerakan-gerakan yang menimbulkan suara, sehingga Bu Endar akan terpancing untuk melihat keluar. Agak ngeri juga melihat tampang Pak Imam yang berewokan itu dengan badannya yang gelap dan tinggi besar. Bu Endar telah mempunyai pacar, yang orang Jawa juga dan badan pacarnya agak ceking dan tidak terlalu tinggi, kurang lebih sama tingginya dengan Bu Endar.

Di sekolah tempat Bu Endar mengajar, setiap jam pulang sekolah, yaitu jam 13 para karyawan termasuk para guru dan staff pulang semuanya, kecuali guru yang akan mengajar ekstra kurikuler.
Hari itu hari Kamis,Bu Endar dapat jatah mengajar ekstra kurikuler, hingga ia harus menunggu dari jam 13 sampai jam 14.30. Dengan jilbab kerudung warna biru tua ,mengenakan baju panjang terusan berbahan kain halus yang jatuh, berwarna merah muda yang memakai kancing depan dari atas sampai batas perut,ia kelihatan teramat cantik dan manis, apalagi kulitnya yang putih kuning bersih.
Karena memang sudah jam pulang, suasana di lantai 2 sangat sepi, hanya ditunggui oleh satpam yang duduk di depan pintu luar dekat lift. Untuk menghilangkan lelah setelah sejak pagi mengajar,Bu Endar istirahat sambil makan makanan yang dibawanya dari rumah.

Tiba-tiba Pak Imam melintas di depan ruangan dan terus menuju ke bagian ruangan sebelah barat. Pak Imam memutar kunci pada pintu keluar yang tertutup. Setelah itu Pak Imam kembali menuju ke ruangan Bu Endar . Secara perlahan-lahan Pak Imam mendekati ruangan Bu Endar, dan mengintip ke dalam. Bu guru berjilbab itu sedang berdandan membetulkan kerudungnya, merapikan gamis panjangnya yang mewah, menghadap ke cermin yang memang disediakan di ruangannya.
Mendengar suara pintu terkunci Bu Endar menoleh ke belakang dan, tiba-tiba mukanya menjadi pucat. berbalik sambil berkata, “Pak, apa-apaan ini, kenapa anda masuk ke ruangan saya dan mengunci pintunya?”, tapi Pak Imam hanya memandang Bu Endar dengan tersenyum tanpa berkata apa-apa.
Bu Endar semakin panik dan berkata, “Harap anda segera keluar atau saya akan berteriak!”.

ibu-ibu stw montok (2)

Tapi dengan kalem Pak Imam berkata, “silakan saja nona manis.., apabila kamu mau bikin skandal dan setiap orang di sekolah ini akan menggosipkan kamu selama-lamanya”.
Mendengar itu Bu Endar yang pada dasarnya pemalu menjadi ngeri juga akan akibatnya apabila ia berteriak. Bagaimana dia akan menaruh mukanya di hadapan teman-temannya sekantor apabila terjadi skandal. Kala akhwat cantik berjilbab itu berada dalam keraguan, dengan cepat Pak Imam berjalan medekat ke arah Bu Endar. Karena ruangan kerja yang sempit , begitu dirinya mundur untuk menghindar, dia langsung kepepet pada meja kerja yang berada di belakangnya. Apalagi dengan gamis panjangnya yang melilit tubuhnya, ia tak bisa bebas bergerak.
Dengan cepat kedua tangan Pak Imam yang penuh dengan bulu tersebut memeluk badan Bu Guru berjilbab yang montok itu dan mendekapkan ke tubuhnya. Dalam sekejap badan bu Endar yang sangat halus dan ranum, telah sepenuhnya berada dalam pelukan lelaki tua itu.

Imam memegang kedua lengan bagian atas Bu Endar dekat bahu, sambil mendorong badan Bu guru berjilbab itu hingga tersandar pada meja, Pak Imam mengangkat badan Bu Endar dan mendudukkannya di atas meja kerja Bu Endar yang penuh buku-buku bahasa inggris itu. Kedua tangan Endar diletakan di belakang badan dan dipegang dengan tangan kirinya.
Dengan beringas Pak Imam menciEndar wajah cantik dan manis yang masih mengenakan kerudung itu. Nampak Imam seperti anjing kelaparan menyosor-nyosor wajah ayu Bu Endar, sementara akhwat cantik berjilbab itu hanya bisa meronta-ronta.

Tangan kanan Pak Imam tiba-tiba turun kebagian bawah tubuh Bu Endar dan meraih ujung kain panjang di bagian bawah, sejurus kemudian diangkatnya baju panjang itu tinggi-tinggi hingga tersingkaplah apa yang selama ini tersembunyi. Pak Imam berhasil menyaksikan akhwat itu dari ujung kaki, betis, sampai pangkal paha. Lalu tangannya meremas-remas bokong kenyal akhwat ayu itu.
Badan Pak Imam dirapatkan diantara kedua kaki Bu Endar yang tergantung di tepi meja dan paha Pak Imam yang sebelah kiri menekan rapat pada tepi meja sehingga kedua paha Bu Endar terbuka. Ia sengaja tidak melepas gamis dan kerudung akhwat ayu itu. Ia ingin menyetubuhi akhwat itu dengan membiarkan gamis dan jilbabnya tetap terpakai. Ia merasakan sensasi yang luar biasa bercinta dengan akhwat cantik yang masih tertutup jilbab dan gamis panjang muslimnya.
Tangan kiri Pak Imam yang memegang kedua tangan akhwat berjilbab itu di belakang badan Bu Endar dan ditekankan pada pantat ke depan, sehingga badan akhwat berjilbab yang sedang duduk di tepi meja, terdorong dan kemaluan Bu Endar melekat rapat pada paha sebelah kiri Pak Imam yang berdiri menyamping.

Tangan kanan Pak Imam yang bebas dengan cepat mulai membuka kancing-kancing depan baju panjang terusan yang dikenakan Bu Endar sementara Bu Endar hanya bisa menggeliat-geliat.
“Jangan…,AAAAAAAAAAAHHHHH… jangan lakukan itu!, stoooppp…, stoopppp”, akan tetapi Pak Imam tetap melanjutkan aksinya itu.
Sebentar saja baju bagian depan Bu Endar telah terbuka sampai sebatas perut, sehingga kelihatan teteknya yang montok itu ditutupi dengan BH yang berwarna putih bergerak naik turun mengikuti irama nafasnya. Tetek yang kuning dan kenyal itu seolah ingin lepas dari BH nya.Perutnya yang rata dan mulus itu terlihat sangat merangsang. Dengan lincah tangan kanan Pak Imam bergerak ke belakang badan Bu Endar dan membuka pengait BH . Kemudian Pak Imam menarik ke atas BH Nu Endar hingga terpampang kedua tetek Bu Endar Faizah yang montok sangat mulus dengan putingnya yang coklat muda mencuat naik turun dengan cepat karena nafas yang tidak teratur.

ibu-ibu stw montok (3)
“Oooohh…, OOOOOOUUUUGGHHHH….ooohh…, jaanggaannn…, jaannnggaann!”.
Erangan akhwat cantik berjilbab itu tidak dipedulikan oleh pria tersebut, malah Imam menyingkapkan kerudungnya hingga terlihat kupingnya mulut Pak Imam mulai menciEndar belakang telinga Bu Endar dan lidahnya bermain-main di dalam kuping bu guru berjilbab itu. Hal ini menimbulkan perasaan yang sangat geli, yang menyebabkan badan perempuan berjilbab itu menggeliat-geliat hingga tanpa terasa Endar Faizah mulai terangsang oleh permainan Pak Imam ini.

Mulut Pak Imam berpindah dan melumat bibir Bu Endar dengan ganas, lidahnya bergerak-gerak menerobos ke dalam mulut dan menggelitik-gelitik lidah Bu Endar.
“aahh…,AAAAAGGHHHHHH….UUHHH……AAAAAAAAAHHHHHHHHHH……UOUUUUUEHHMMM hmm…, hhmm”, terdengar suara mengguman dari mulut Bu Endar yang tersumbat oleh mulut Pak Imam.
Badan Bu Endar yang tadinya tegang mulai agak melemas, mulut Pak Imam sekarang berpindah dan mulai menjilat-jilat dari dagu turun ke leher, kepala Bu Endar tertengadah ke atas dan badan bagian atasnya yang terlanjang melengkung ke depan, ke arah Pak Imam, teteknya yang besar bulat kencang itu, seakan-akan menantang ke arah lelaki tua tersebut.
Pak Imam langsung bereaksi, tangan kanannya memegangi bagian bawah tetek Bu Endar mulutnya menciEndar dan mengisap-isap kedua puting itu secara bergantian. Mulanya tetek yang sebelah kanan menjadi sasaran mulut Pak Imam. Tetek yang kenyal itu hampir masuk semuanya ke dalam mulut Pak Imam yang mulai mengisap-isapnya dengan lahap. Lidahnya bermain-main pada puting hingga tetek Endar segera bereaksi menjadi keras. Terasa sesak nafas akhwat alim ini menerima permainan Pak Imam yang lihai itu. Badan nya terasa makin lemas dan dari mulutnya terus terdengar erangan,
“Sssshh…, ssssshh..SSSSSHHHHHHHH……OOOOOHHHHH…AAUUUHH…, aahh…, aahh…, ssshh…, sssshh…, jangaann…, diiteeruussiinn”,

Mulut Pak Imam terus berpindah-pindah dari tetek yang kiri, ke yang kanan, mengisap-isap dan mejilat-jilat kedua puting tetek akhwat itu secara bergantian selama kurang lebih lima menit. Bu Endar Faizah guru cantik berjilbab itu kini benar-benar telah lemas menerima perlakuan ini. Matanya terpejam pasrah dan kedua putingnya telah benar-benar mengeras. Dalam keadaan terlena itu tiba-tiba badannya tersentak, karena dia merasakan tangan Pak Imam mulai mengelus-elus pahanya yang terbuka karena baju gamis panjangnya telah terangkat sampai pangkal pahanya. Bu Endar mencoba menggeliat, badan dan kedua kakinya digerak-gerakkan mencoba menghindari tangan lelaki tersebut beroperasi di pahanya, akan tetapi karena badan dan kedua tangannya terkunci oleh Pak Imam, maka dia tidak bisa berbuat apa-apa, yang hanya dapat dilakukan adalah hanya mengerang,
“Jaanngaannnn…, jaannngggannn…, diitteeerruusiin”, akan tetapi suaranya semakin lemah saja.
Melihat kondisi seperti itu, Pak Imam yang telah berpengalaman, yakin bahwa akhwat ayu berjilbab ini telah berada dalam genggamannya. Aktivitas tangan Pak Imam makin ditingkatkan, terus bermain-main di paha mulus akhwat itu dan secara perlahan-lahan merambat ke atas. Tiba-tiba jarinya menyentuh bibir memek Bu Endar.
Segera badan akhwat itu tersentak , “aahh…, jaannggaan!”
Mula-mula hanya ujung jari telunjuk Pak Imam yang mengelus-elus bibir memek Bu Endar yang tertutup celana dalam, akan tetapi tak lama kemudian tangan kanan Pak Imam menarik celana dalam itu dan memaksanya lepas dari pantatnya dan meluncur keluar di antara kedua kaki Bu Guru berjilbab itu. Sesekali Pak Imam membersihkan keringat yang membasahi tubuhnya ddengan kain gamis panjang yang kian kusut itu.

Bu Endar Faizah tidak dapat berbuat apa-apa untuk menghindari perbuatan Pak Imam ini. Sekarang dirinya dalam posisi duduk di atas meja dengan tidak memakai celana dalam dan kedua teteknya terbuka karena BH-nya telah terangkat ke atas. Muka nya yang ayu terlihat merah merona dengan matanya yang terpejam sayu, sedangkan giginya terlihat menggigit bibir bawahnya yang bergetar.Imam benar-benar semakin bernafsu, menyaksikan akhwat ayu dengan jilbab dan baju gamis panjangnya itu kini telah ia nikmati memeknya. Ia merasakan sensasi yang luar biasa…bercinta dengan akhwat cantik yang masih tertutup jilbab dan gamis panjang muslimnya.
Sebentar-sebentar Imam menaikkan baju panjang warna merah muda yang kadang jatuh ke bawah menghalangi pandangannya menyaksikan memek akhwat berjilbab itu.Sementara Bu Endar hanya bisa menggelengkan kepala ke sana kemari menahan nikmat dan birahi yang melanda.

Melihat ekspresi muka akhwat cantik yang masih memakai jilbab duduk mengangkang,kain gamisnya terangkat tinggi dan telah telanjang di tubuh bagian bawah ini.. yang tak berdaya seperti itu, makin membangkitkan nafsu birahi lelaki tersebut. Pak. Imam melihat ke arah jam yang berada di dinding, pada saat itu baru menunjukan pukul 13.30, berarti dia masih punya waktu kurang lebih satu jam untuk menuntaskan nafsunya itu. Pada saat itu Pak. Imam sudah yakin bahwa dia telah menguasai situasi, tinggal melakukan tembakan terakhir saja.

Tampa menyia-nyiakan waktu yang ada, Pak Imam, dengan tetap mengunci kedua tangan Bu Endar, tangan kanannya mulai membuka kancing dan retsliting celananya, setelah itu dia melepaskan celana yang dikenakannya sekalian dengan celana dalam-nya. Pada saat celana dalam-nya terlepas, maka kontol Pak Imam yang telah tegang sejak tadi itu seakan-akan terlonjak bebas mengangguk-angguk dengan perkasa. Pak Imam agak merenggangkan badannya, hingga terlihat oleh Bu Endar kontol yang sedang mengangguk-angguk itu, badan akhwat berjilbab itu tiba-tiba menjadi tegang dan mukanya menjadi pucat, kedua matanya terbelalak melihat benda yang terletak diantara kedua paha lelaki Tua itu. Benda tersebut hitam besar kelihatan gemuk dengan urat yang melingkar…., sangat panjang…, sampai di atas pusar lelaki tersebut, dengan besarnya kurang lebih 6 cm dan kepalanya berbentuk bulat lonjong seperti jamur. Tak terasa dari mulut Bu guru berjilbab itu terdengar jeritan tertahan, “Iiihh”, disertai badannya yang merinding.

ibu-ibu stw montok (5)
Dia belum pernah melihat kontol sebesar itu. Bu Endar merasa ngeri. “Bisa jebol memekku dimasuki kontolnya”, gumannya dalam hati. Namun ia tak dapat menyembunyikan kekagumannya. Seolah-olah ada pesona tersendiri hingga pandangan matanya seakan-akan terhipnotis, terus tertuju ke benda itu. Pak Imam menatap muka cantik yang sedang terpesona dengan mata terbelalak dan mulut setengah terbuka itu, “Kau Cantik sekali Endar…gumam Pak Imam mengagEndar kecantikan akhwat itu.

Kemudian dengan lembut Pak Imam menarik tubuh yang cantik itu, sampai terduduk di pinggir meja dan sekarang Pak Imam berdiri menghadap langsung ke arah Bu Endar dan karena yakin bahwa Endar telah dapat ditaklukkannya, tangan kirinya yang memegang kedua tangan akhwat cantik ini, dilepaskannya dan langsung kedua tangannya memegang kedua kaki bu Endar, bahkan dengan gemas ia merentangkan kedua belah paha lebar-lebar. Matanya benar-benar nanar memandang daerah di sekitar selangkangan akhwat berjilbab itu Nafas laki-laki itu terdengar mendengus-dengus memburu. Biarpun kedua tangannya telah bebas, tapi Bu Endar tidak bisa berbuat apa-apa karena di samping badan Pak Imam yang besar, Bu Endar sendiri merasakan badannya amat lemas serta panas dan perasaannya sendiri mulai diliputi oleh suatu sensasi yang menggila, apalagi melihat tubuh Pak Imam yang besar berbulu dengan kemaluannya yang hitam, besar yang pada ujung kepalanya membulat mengkilat dengan pangkalnya yang di tumbuhi rambut yang hitam lebat terletak diantara kedua paha yang hitam gempal itu.
Gejolak birahi kedua manusia itu semakin membara…Imam semakin bernafsu, menyaksikan akhwat ayu dengan jilbab dan baju gamis panjangnya itu kini telah ia nikmati tubuhnya .Ia merasakan sensasi yang luar biasa…bercinta dengan akhwat cantik yang masih tertutup jilbab dan baju panjang muslimnya. Sebentar-sebentar Imam menaikkan baju panjang warna merah muda yang kadang jatuh ke bawah menghalangi pandangannya menyaksikan kemaluan akhwat berjilbab itu.Sementara Bu Endar hanya bisa menggelengkan kepala ke sana kemari menahan nikmat dan birahi yang melanda.

Sambil memegang kedua paha Bu Endar dan merentangkannya lebar-lebar, Pak Imam membenamkan kepalanya di antara kedua paha Endar. Mulut dan lidahnya menjilat-jilat penuh nafsu di sekitar memek yang yang masih rapat, tertutup rambut halus itu. Bu Endar hanya bisa memejamkan mata,
“Ooohh..OOOOHHHH…., nikmatnya…,AAAUUUGGHHHH…AAAAAAAAAAAAAAAHHHH… ooohh!”, ia menguman dalam hati, mulai bisa menikmatinya, sampai-sampai tubuhnya bergerak menggelinjang-gelinjang kegelian.
“Ooooohh..AAAAAAAAAAA ….HHHH…OOOHH…OOWWWW…, hhmm!”, terdengar rintihan halus, memelas keluar dari mulutnya.
“Paakkk…, aku tak tahan lagi…!”, Bu Endar memelas sambil menggigit bibir.
Bu Endar Faizah….guru bahasa anggris yang cantik berjilbab itu….. tidak bisa menahan lagi, dia telah diliputi nafsu birahi,perasaannya yang halus, terasa tersiksa antara rasa malu karena telah ditaklukan oleh orang Tua yang kasar itu dengan gampang dan perasaan nikmat yang melanda di sekujur tubuhnya akibat serangan-serangan mematikan yang dilancarkan Pak Imam yang telah bepengalaman itu.
Namun rupanya lelaki Tua itu tidak peduli, bahkan amat senang melihat Bu Endar sudah mulai merespon atas cumbuannya itu. Tangannya yang melingkari kedua pantat Bu Endar kini dijulurkan ke atas, menjalar melalui perut ke arah dada dan mengelus-elus serta meremas-remas kedua tetek dengan sangat bernafsu.
Menghadapi serangan bertubi-tubi yang dilancarkan Pak Imam ini, Bu Endar benar-benar sangat kewalahan dan kemaluannya telah sangat basah kuyup. “Paakkk…, aakkhh…AAAAAAAAAKKKKHHHH….EENNNAAAAAAKK…..ENAAAAKKK…..TERUUUUUUUUUSSSSSSSSS…TERUUUUUUSS………, aakkkhh!”, akhwat ayu berjilbab itu mengerang halus, kedua pahanya yang jenjang mulus menjepit kepala Pak Imam untuk melampiaskan derita birahi yang menyerangnya, dijambaknya rambut Pak Imam keras-keras. Kini ia tak peduli lagi akan bayangan pacarnya dan kenyataan bahwa lelaki Tua itu sebenarnya sedang memperkosanya, perasaan dan pikirannya telah diliputi olen nafsu birahi yang menuntut untuk dituntaskan. Akhwat ayu berjilbab…yang lemah lembut ini… benar-benar telah ditaklukan oleh permainan laki-laki Tua yang dapat membangkitkan gairahnya.

Imam makin gemas menyaksikan akhwat ayu dengan jilbab dan baju gamis panjangnya itu kini menggeliat-geliat menahan nikmat.Sebentar-sebentar Imam menaikkan baju panjang warna merah muda yang kadang jatuh ke bawah menghalangi pandangannya menyaksikan kemaluan akhwat berjilbab itu.Sementara Bu Endar hanya bisa menggoyangkan kepala ke sana kemari menahan nikmat dan birahi ysng melanda.Ya…Bu Endar Faizah benar-benar berada dalam Birahi yang membakar sukmanya.
Tiba-tiba Pak Imam melepaskan diri, kemudian bangkit berdiri di depan Bu Endar yang masih terduduk di tepi meja, ditariknya akhwat cantik itu dari atas meja dan kemudian Pak Imam gantian bersandar pada tepi meja dan kedua tangannya menekan bahu Bu Endar ke bawah, sehingga sekarang posisi akhwat berjilbab itu berjongkok di antara kedua kaki berbulu Pak Imam dan kepalanya tepat sejajar dengan bagian bawah perutnya. Bu Endar Faizah…tahu apa yang diingini lelaki itu..tanpa sempat berpikir lagi, tangan Pak Imam meraih belakang kepala Endar dan dibawa mendekati kontol Pak Imam, yang sungguh luar biasa itu. kepala kontol Pak Imam telah terjepit di antara kedua bibir mungil BU Endar…., dicobanya membuka mulut selebar-lebarnya, Lalu Bu Endar Faizah mulai mengulum alat vital Pak Imam ke dalam mulutnya, hingga membuat lelaki Tua itu melek merem keenakan. OOoooohhhhhh..TERUUUUUUSSS…….Bu Endar……enaaaaaakkk….UUmmiiiii…..Faizah…Endar Faizah……Endar Faizaaaahhh…..aaaauuuuuww…… .Ummiiii……..teruuuusssss……ooooggghhh……
Benda itu hanya masuk bagian kepala dan sedikit batangnya saja ke dalam mulut yang sensual, itupun …hampir sesak nafas dibuatnya. Ia merasakan sensasi yang luar biasa…bercinta dengan akhwat cantik yang masih tertutup jilbab dan gamis panjang Kelihatan bu guru berjilbab yang cantik itu, menghisap…, mengulum serta mempermainkan batang kontol keluar masuk ke dalam mulutnya.

Terasa benar kepala itu bergetar hebat setiap kali lidah bu Endar menyapu kepalanya. Rupanya akhwat cantik berjilbab itu mahir juga bermain oral sex…Bibirnya yang seksi dan wajahnya yang cantik….begitu memukau hati Pak Imam.TERUUUUUUSSS…….Bu Endar……enaaaaaakkk….UUmmiiiii…..Faizah…Endar Faizah……Endar Faizaaaahhh…..aaaauuuuuww……
.Ummiiii……..teruuuusssss……ooooggghhh……
Beberapa saat kemudian Pak Imam melepaskan diri, ia mengangkat badan Bu Endar yang jilbab dan baju panjang terusannya masih terpakai itu….diangkatnya baju kurung yang halus itu ke atas hingga pangkal pahanya yang putih berrsih …..membaringkan di atas meja dengan pantat terletak di tepi meja, kaki kiri guru berjilbab itu diangkatnya agak melebar ke samping, di pinggir pinggang lelaki tersebut. Kemudian Pak Imam mulai berusaha memasuki tubuh bu Endar…… Tangan kanan Pak Imam menggenggam batang kontolnya yang besar …dan kepala kontolnya yang membulat itu digesek-gesekkannya pada clitoris dan bibir kemaluan akhwat itu……Oooohhhh…sssshhhhh…SSHHHH…..AUUUUWW……OOOOOUUUHHHH……AAAAHHHH..EEENNAAAAAKK…….ENAAAAAAK……AAAAAAAAAUUUUUWWW….TERUUUUUUUSSSSS….YEAH…..UUUUHHOOOOOHHHH…. AH…ENAAAAKKK……akhwat berjilbab itu mengerang…mendesis nikmat…, hingga merintih-rintih melawan badai birahi yang menerpa, kenikmatan dan badannya tersentak-sentak. Pak Imam terus berusaha menekan kontolnya ke dalam kemaluan Bu Endar yang memang sudah sangat basah itu, akan tetapi sangat sempit untuk ukuran kontol Pak Imam yang besar .
Sementara denyut-denyut kemaluan Bu Endar Faizah semakin liar menggoyang dan memilin-nilin kontol Imam.Imam hanya bisa berteriak….oooh…enaaaakkkkk….TERUUUUUUSSS. ……Bu Endar……enaaaaaakkk….UUmmiiiii…..Faizah…Endar Faizah……Endar Faizaaaahhh…..aaaauuuuuww…… .Ummiiii……..Endar Faizaaahh…Endar Faizaahhh….Endar FAIZAHHHHH..Endar FAIZAAAAHHHH…..ENAAAAKKKK….teruuuusssss……ooooggghhh……
Sesekali Pak Imam membersihkan keringat yang membasahi tubuhnya ddengan kain gamis panjangnya yang kian kusut itu…. Pelahan-lahan kepala kontol Pak Imam itu menerobos masuk membelah bibir kemaluan akhwat itu… Ketika kepala kontol lelaki Tua itu menempel pada bibir kemaluannya, bu guru berjilbab itu mendesis ooohh…..ough….aahhh……teruuusssssss……saluran memeknya ternyata panas dan basah.

Ia berusaha memahami kondisi itu, namun semua pikirannya segera lenyap, ketika lelaki itu memainkan kepala kontolnya pada bibir kemaluannya yang menimbulkan suatu perasaan geli yang segera menjalar ke seluruh tubuhnya. Dalam keadaan gamang dan gelisah itu, dengan kasar Pak. Imam tiba-tiba menekan pantatnya kuat-kuat ke depan sehingga pinggulnya menempel ketat pada pinggul Bu Endar, rambut lebat pada pangkal kontol lelaki tersebut mengesek pada kedua paha bagian atas dan bibir kemaluan Bu Endar yang makin membuatnya kegelian, sedangkan seluruh batang kontolnya amblas ke dalam liang memek akhwat berjilbab itu.
Tak kuasa menahan diri, dari mulut Bu Endar terdengar jeritan halus tertahan, “Aduuuh!.., ooooooohh.., aahh”,ooouuww……enaakkk…….sshhh……..enaaaaaaa aaaakkkkk….aku suka kontolmuuu…….ENNNNNAAAAAAKKKK…..ENAAAAAAK……OOOHHHH……AUUUUUWW ….Imam TERUUUUUUUSSSS…..ENTOT AKU TERUUUUUSS……MASUKKAN KONTOOLMU…..YA…ENAAAAAAAAKKK……AAAAAAAAAAAGGHHHH…. mulutnya meracau tak menentu disertai badannya yang tertekuk ke atas dan kedua tangan Bu Endar mencengkeram dengan kuat pinggang Pak Imam. Perasaan sensasi luar biasa bercampur sedikit pedih menguasai dirinya, hingga badannya mengejang beberapa detik.
Akhwat ayu dengan jilbab dan baju gamis panjangnya itu kini telah dilanda birahi yang menggelegak Lagi-lagi Imam menyingkapkan baju muslim warna merah muda yang kadang jatuh ke bawah menghalangi pandangannya menyaksikan kemaluan akhwat berjilbab itu.Sesekali Pak Imam membersihkan keringat yang membasahi tubuhnya ddengan kain gamis panjangnya yang kian kusut itu…. Sementara Bu Endar hanya bisa menggelengkan kepala ke sana kemari,kerudungnya kian kusut karena lonjakan kepala menahan nikmat dan birahi ysng melanda jiwanya aduuuuhh….OOhh…..auhhh…..augghh…ennaaaaakkkkkkkkkkkkkkkk…..AAHHHHHHHHHHH….AAAAAAAAAAAAUUUUUUHHHHHHHH…..teruuuuuuusssssss..bibir Bu Endar meracau tak menentu.Akhwat ayu berjilbab ini benar-benar telah berubah menjadi kuda betina yang liar dan ganas, buas dan brutal.
Teteknya yang besar terguncang ke sana ke mari mengikuti hentakan tubuh Pak Imam…akhwat itu benar-benar berada dalam lautan BIRAHI. Pak Imam cukup mengerti keadaan akhwat cantik ini, ketika dia selesai memasukkan seluruh batang kontolnya, dia memberi kesempatan kemaluan Bu Endar untuk bisa menyesuaikan dengan kontolnya yang besar itu.Ia merasakan sensasi yang luar biasa…bercinta dengan akhwat anggun yang masih tertutup jilbab dan gamis panjang . . Beberapa saat kemudian Pak Imam mulai menggoyangkan pinggulnya, mula-mula perlahan, kemudian makin lama semakin cepat. Seterusnya pinggul lelaki Tua itu bergerak dengan kecepatan tinggi diantara kedua paha halus gadis ayu tersebut. Bu guru cantik berjilbab ini berusaha memegang lengan pria itu, sementara tubuhnya bergetar dan terlonjak dengan hebat akibat dorongan dan tarikan kontol lelaki tersebut pada kemaluannya, giginya bergemeletuk dan kepalanya menggeleng-geleng ke kiri kanan di atas meja. Bu Endar mencoba memaksa kelopak matanya yang terasa berat untuk membukanya sebentar dan melihat wajah gelap lelaki Tua yang sedang menatapnya, dengan takjub. Akhwat ayu ini berusaha bernafas dan … :” “Paak…, aahh…, ooohh…, ssshh”, sementara pria tersebut terus menyetubuhinya dengan ganas.

ibu-ibu stw montok (6)

Bu Endar Faizah….guru bahasa inggris yang cantik itu….sungguh tak kuasa untuk tidak merintih setiap kali Pak Imam menggerakkan tubuhnya, ohhhhhhhhhhhhhh….. AAAHHHHHH…. ENAAAAAKK… TERUUUUUUUSIIN…. GENJOT TERUUS…………enaaaaaaaakkkk……teruuuuusss……..oouuww……. gesekan demi gesekan di dinding liang memeknya, sungguh membuat nya melayang-layang dalam sensasi kenikmatan yang belum pernah dia alami. Setiap kali Pak Imam menarik kontolnya keluar, Bu Endar merasa seakan-akan sebagian dari badannya turut terbawa keluar dari tubuhnya dan pada gilirannya Pak Imam menekan masuk kontolnya ke dalam memek nya, maka klitoris nya terjepit pada batang kontol Pak Imam dan terdorong masuk kemudian tergesek-gesek dengan batang kontol Pak. Imam yang berurat itu. OOoooohhhhhhhhhh…..aduuuuhhh….enaaaakkk….mulut cantik itu benar-benar sudah tak terkontrol….
Hal ini menimbulkan suatu perasaan geli yang dahsyat, yang mengakibatkan seluruh badan akhwat cantik itu menggeliat dan terlonjak, sampai badannya tertekuk ke atas menahan sensasi kenikmatan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata.Hanya rintihan…..desis nafas….dan keringat yang membanjiri tubuh bu Endar…..Sesekali Pak Imam membersihkan keringat yang membasahi tubuhnya ddengan kain gamis panjangnya yang kian kusut itu….
Lelaki tersebut terus menyetubuhi Bu Endar dengan cara itu. Sementara tangannya yang lain tidak dibiarkan menganggur, dengan terus bermain-main pada bagian dada Endar dan meremas-remas kedua tetek Bu Endar secara bergantian. ..ia dapat merasakan puting susunya sudah sangat mengeras, runcing dan kaku.
Akhwat ayu berjilbab ini bisa melihat bagaimana batang kontol yang hitam besar dari lelaki Tua itu keluar masuk ke dalam liang kemaluannya yang sempit. Bu Endar selalu menahan nafas ketika benda itu menusuk ke dalamnya. Kemaluannya hampir tidak dapat menampung ukuran kontol Pak Imam yang super besar itu. Akhwat ayu berjilbab itu menghitung-hitung detik-detik yang berlalu, ia berharap lelaki Tua itu segera mencapai klimaksnya, namun harapannya itu tak kunjung terjadi. Ia berusaha menggerakkan pinggulnya, akan tetapi paha, bokong dan kakinya mati rasa. Tapi ia mencoba berusaha membuat lelaki itu segera mencapai klimaks dengan memutar bokongnya, menjepitkan pahanya, akan tetapi Pak Imam terus menyetubuhinya dan tidak juga mencapai klimaks.
Bu Endar semakin tak seimbang tubuhnya,kepalanya tergoyang ke sana kemari menahan nikmat dan birahi ysng melanda jiwanya Ohh…..auhhh…..augghh…eennnnnnnaaaaak kkkkkkkkkkkkkkk…..teruuuuuuusssssss..mulut cantikr Bu Endar meracau tak menentu.Akhwat ayu berjilbab ini benar-benar telah berubah menjadi kuda betina yang liar dan ganas, buas dan brutal.
Ooooooooouuuuuuuuuuhhhhhhhh…………… tiba-tiba Bu Endar …guru bahasa Inggris yang cantik berjilbab itu ..merasakan sesuatu yang aneh di dalam tubuhnya, sesuatu yang tidak pernah dia rasakan ketika bersetubuh dengan pacarnya, rasanya seperti ada kekuatan dahsyat pelan-pelan bangkit di dalamnya, perasaan yang tidak diingininya, tidak dikenalnya, keinginan untuk membuat dirinya meledak dalam kenikmatan. .. merasa dirinya seperti mulai tenggelam dalam genangan air, dengan gleiser di dalam memeknya yang siap untuk membuncah setinggi-tingginya. Saat itu dia tahu dengan pasti, ia akan kehilangan kontrol, ia akan mengalami orgasme yang luar biasa dahsyatnya. Ia ingin menangis karena tidak ingin itu terjadi dalam suatu persetubuhan yang sebenarnya ia tidak rela, yang merupakan suatu perkosaan itu. Ia yakin sebentar lagi ia akan ditaklukan secara total oleh monster Tua itu. Jari-jarinya dengan keras mencengkeram tepi meja, ia menggigit bibirnya, memohon akal sehatnya yang sudah kacau balau untuk mengambil alih dan tidak membiarkan memeknya menyerah dalam suatu penyerahan total.

ibu-ibu stw montok (7)

Bu Endar Faizah…guru manis berjilbab itu…..berusaha untuk tidak menanggapi lagi. Ia memiringkan kepalanya, berjuang untuk tidak memikirkan percumbuan lelaki tersebut yang luar biasa. Akan tetapi…, tidak bisa, ini terlalu nikmat…, proses menuju klimaks rasanya tidak dapat terbendung lagi. Orgasmenya tinggal beberapa detik lagi, dengan sisa-sisa kesadaran yang ada akhwat ayu ini masih mencoba mengingatkan dirinya bahwa ini adalah suatu pemerkosaan yang brutal yang sedang dialaminya dan tak pantas kalau dia turut menikmatinya, akan tetapi bagian dalam memeknya menghianatinya dengan mengirimkan signal-signal yang sama sekali berlawanan dengan keinginannya itu, Bu Endar merasa sangat tersiksa karena harus menahan diri.
Akhirnya sesuatu melintas pada pikirannya, buat apa menahan diri?, Supaya membuat laki-laki ini puas atau menang?, persetan, akhirnya ia membiarkan diri terbuai dan larut dalam tuntutan badannya dan terdengar erangan panjang keluar dari mulutnya yang mungil, “Ooooh…, ooooooh…, aahhmm…, ssstthh!”. Gadis ayu itu melengkungkan punggungnya, kedua pahanya mengejang serta menjepit dengan kencang, menekuk ibu jari kakinya, membiarkan bokongnya naik-turun berkali-kali, keseluruhan badannya berkelonjotan, menjerit serak dan…AAAAAAAAAAAAhhhhhhhhh………OOOOOOOOUUUGHHHHHHH.. ,akhirnya larut dalam orgasme total yang dengan dahsyat melandanya, diikuti dengan suatu kekosongan melanda dirinya dan keseluruhan tubuhnya merasakan lemas seakan-akan seluruh tulangnya copot berantakan. Akhwat berjilbab itu terkulai lemas tak berdaya di atas meja dengan kedua tangannya terentang dan pahanya terkangkang lebar-lebar dimana kontol hitam besar Pak Imam tetap terjepit di dalam liang memeknya.
Selama proses orgasme yang dialami Bu Endar.. memberikan suatu kenikmatan yang hebat yang dirasakan oleh Pak Imam, dimana kontolnya yang masih terbenam dan terjepit di dalam liang memek dan merasakan suatu sensasi luar biasa, batang kontolnya serasa terbungkus dengan keras oleh sesuatu yang lembut licin yang terasa mengurut-urut seluruha kontolnya, terlebih-lebih pada bagian kepala kontolnya setiap terjadi kontraksi pada dinding memek NBu Endar, yang diakhiri dengan siraman cairan panas. perasaan Pak Imam seakan-akan menggila melihat akhwat berjilbab yang begitu cantik dan ayu itu tergelatak pasrah tak berdaya di hadapannya dengan kedua paha yang halus mulus terkangkang dan bibir kemaluan yang kuning langsat mungil itu menjepit dengan ketat batang kontolnya yang hitam besar itu.OOOhhhh….. aghhh…..ssshhhh……..oouugghh……rintihan dan desis kenikmatan keluar dari mulut akhwat itu…. beberapa menit kemudian Pak Imam membalik tubuh yang telah lemas itu hingga sekarang Bu Endar setengah berdiri tertelungkup di meja dengan kaki terjurai ke lantai, sehingga posisi pantatnya menungging ke arah Pak Imam. Pak Imam ingin melakukan doggy style rupanya.

Tangan lelaki Tua itu kini lebih leluasa meremas-remas kedua buah tetek Bu Endar yang montok..Sesekali Pak Imam membersihkan keringat yang membasahi tubuhnya ddengan kain gamis panjangnya bu Umu Faizah kian kusut itu…. yang kini menggantung ke bawah.
Dengan kedua kaki setengah tertekuk, ia menyingkapkan kain gamis panjang yang menghalangi pandangannya.secara perlahan-lahan lelaki tersebut menggosok-gosok kepala kontolnya yang telah licin oleh cairan pelumas yang keluar dari dalam memek Bu Endar pada permukaan lubang kemudian menempatkan kepala kontolnya pada bibir kemaluan Bu Endar dari belakang.
Dengan sedikit dorongan, kepala kontol tersebut membelah dan terjepit dengan kuat oleh bibir-bibir kemaluan ….Aaaaahhhhhhh………….ooohhhh……Bu Endar meracau…..Kedua tangan Pak Imam memegang pinggul Bu Endar dan mengangkatnya sedikit ke atas sehingga posisi bagian bawah badan bu guru itu tidak terletak pada meja lagi, hanya kedua tangannya yang masih bertumpu pada meja. Kedua kaki bug guru berjilbab itu dikaitkan pada paha laki-laki tersebut. Laki-laki tersebut menarik pinggul Bu Endar ke arahnya, berbarengan dengan mendorong pantatnya ke depan, sehingga disertai keluhan panjang yang keluar dari mulut Endar…ooohhhhhhh …..Oooooooh!”, kontol laki-laki tersebut menerobos masuk ke dalam liang memeknya dan Pak Imam terus menekan pantatnya sehingga perutnya yang bebulu lebat itu menempel ketat pada pantat Bu Endar yang setengah terangkat. Selanjutnya dengan ganasnya Pak Imam memainkan pinggulnya maju mundur dengan cepat sambil mulutnya mendesis-desis keenakan merasakan kontolnya terjepit dan tergesek-gesek di dalam lubang memek guru berjilbab yang ketat itu. Sebagai seorang akhwat Jawa yang se tiap hari minum jamu, Bu Endar Faizah…guru cantik berjilbab itu memiliki daya tahan alami dalam bersetubuh. Tapi bahkan kini i kewalahan menghadapi Pak Imam yang ganas dan kuat itu. Laki-laki itu benar-benar luar biasa tenaganya. Sudah hampir setengah jam ia melakukan aktivitasnya dengan tempo permainan yang masih tetap tinggi dan semangat tetap menggebu-gebu. OOOhhhhh….yeeesss……oohhhh…..aduuuuhhh…..agghhh…………..ennaaaaaaaaaaakkkkkk…….
Pak Imam merubah posisi permainan, dengan duduk di kursi yang tidak berlengan dan ditariknya akhwat berjilbab itu duduk menghadap sambil mengangkang pada pangkuan Pak Imam. Pak Imam mengangkat kain gamis/jilbab baju panjang Bu Endar…..menempatkan kontolnya pada bibir kemaluan nya dan mendorongnya sehingga kepala kontolnya masuk terjepit dalam liang memek akhwat berjilbab itu…, sedangkan tangan kiri
Pak Imam memeluk pinggul Bu Endar dan menariknya merapat pada badannya, sehingga secara perlahan-lahan tapi pasti kontol Pak Imam menerobos masuk ke dalam kemaluan nya Tangan kanan Pak Imam memeluk punggung Bu Endar dan menekannya rapat-rapat hingga kini badan akhwat ayu melekat pada badan Pak Imam. Kedua tetek nya terjepit pada dada Pak. Imam yang berambut lebat itu dan menimbulkan perasaan geli yang amat sangat pada kedua puting susunya setiap kali bergesekan dengan rambut dada Pak Imam. Bu Endar Faizah merintih… ooooohhhh…….aouuuwwww……. Kepalanya tertengadah ke atas, pasrah dengan matanya setengah terkatup menahan kenikmatan yang melandanya sehingga dengan bebasnya mulut Pak Imam bisa melumat bibir akhwat ayu yang agak basah terbuka itu.

ibu-ibu stw montok (8)
Bu Endar semakin aktif……..mulai memacu dan terus menggoyang pinggulnya, memutar-mutar ke kiri dan ke kanan serta melingkar, sehingga kontol yang besar itu seakan mengaduk-aduk dalam memeknya sampai terasa di perutnya. Tak berselang kemudian, Bu Endar merasaka sesuatu yang sebentar lagi akan kembali melandanya. Terus………, terus……., bu guru berjilbab itu tak peduli lagi dengan gerakannya yang agak brutal ataupun suaranya yang kadang-kadang memekik lirih aooooooooouh…..oohh……yesss….ssshhhhh…….aduuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh………eennaaaaaaakkk ANAAAAAAAKKKKK….OOOUUUHH………………menahan rasa yang luar biasa itu. Dan ketika klimaks itu datang lagi, akhwat ayu itu tak peduli lagi, “Aaduuuh..ADDDUUUUHHHH………oooh…..aaauuwwww…..,eehgghghhhh..AUUUUWWW….ENNNNAAKKK…..NIKMAAAAAATTT…..”, akhwat berjilbab itu memekik lirih sambil menjambak rambut laki-laki yang memeluknya dengan kencang itu. Dunia serasa berputar. Sekujur tubuhnya mengejang, terhentak-hentak di atas pangkuan Pak Imam.Bu Endar hanya bisa menggelengkan kepala ke sana kemari menahan nikmat dan birahi ysng melanda jiwanyaOOhh…..auhhh…..augghh…eennnnnnnaaaaakkkkkkkkkkkkkkkk…..teruuuuuuusssssss…..Bu Endar meracau tak menentu.Akhwat ayu berjilbab ini benar-benar telah berubah menjadi seekor kuda betina yang liar dan ganas, buas dan galak.
Sungguh hebat rasa kenikmatan orgasme kedua yang melanda dirinya. Sungguh ironi memang, gadis ayu yang lemah gemulai..sopan….. alim dan berjilbab… kini mendapatkan kenikmatan maksimal justru bukan dengan kekasihnya, akan tetapi dengan orang asing yang sedang memperkosanya.
Kemudian laki-laki itu menggendong dan meletakkan akhwat berjilbab itu di atas meja dengan pantat terletak pada tepi meja dan kedua kakinya terjulur ke lantai. Pak Imam mengambil posisi diantara kedua paha akhwat cantik berjilbab itu…yang ditariknya mengangkang, dan dengan tangan kanannya menuntun kontolnya ke dalam lubang memek yang telah siap di depannya. Kembali Pak Imam membersihkan keringat yang membasahi tubuhnya dengan kain baju terusan panjang yang kian kusut itu….
Laki-laki itu mendorong kontolnya masuk ke dalam dan menekan badannya setengah menindih tubuh Bu Endar yang telah pasrah oleh kenikmatan-kenikmatan yang diberikan oleh lelaki tersebut. Pak Imam memacu keras untuk mencapai klimaks. Desah nafasnya mendengus-dengus seperti kuda liar, sementara goyangan pinggulnya pun semakin cepat dan kasar. Peluhnya sudah penuh membasahi sekujur tubuhnya dan tubuh Bu Endar yang terkapar lemas di atas meja.
Sementara lelaki Tua itu terus berpacu diantara kedua paha akhwat cantik BERJILBAB itu, badan gadis itu terlonjak-lonjak mengikuti tekanan dan tarikan kontol lelaki tersebut. Akhwat ini benar-benar telah KO dan dibuat permainan sesukanya oleh si Tua yang perkasa itu. Endar Faizah kini benar-benar tidak berdaya, hanya erangan-erangan halus yang keluar dari mulutnya disertai pandangan memelas sayu oooohhh……aagghh…….uuuhhh….EEENNAAAK.. KONMTOLMU ENAAAAAAK…AKU SUKA KONTOLOMUUU………..OOOHHHH….oohhhh…….aahhhh……oouuugghh…….ennnaaakkkk……oo ohhh…………….yeesss……egghhhh………ooohhh…….aaahhhhhhhhhhh……., kedua tangannya mencengkeram tepi meja untuk menjaga keseimbangannya. Lelaki itu melihat ke arah jam yang terletak di dinding ruangan kerja tersebut, jam telah menunjukan pukul 14.oo berarti telah 1 jam dia menggarap gadis ayu berjilbab tersebut dan sekarang dia merasa sesuatu dorongan yang keras seakan-akan mendesak dari dalam kontolnya yang menimbulkan perasaan geli pada ujung kontolnya. Akhwat ayu dengan jilbab dan baju panjangnya yang kian kusut itu kini telah menikmati birahi yang menggelegak Lagi-lagi Imam menyingkapkan baju muslim warna merah muda yang kadang jatuh ke bawah menghalangi pandangannya menyaksikan kemaluan akhwat berjilbab itu.Sementara Bu Endar hanya bisa menggoyangkan kepala ke sana kemari menahan birahi dann nafsu yang melanda dirinya.OOoouuuughhhh………auhhh…..au gghh…eennnnnnnaaaaakkkkkkkkkkkkkkkk rintihnya.Tiba-tiba Lelaki tersebut mengeram panjang dengan suara tertahan, “Agh…AAAAAAHHHHHHHHH…., terus”, dan disertai dengan suatu dorongan kuat, pinggulnya menekan habis pada pinggul gadis yang telah tidak berdaya itu, sehingga buah pelirnya menempel ketat pada lubang anus Bu Endar….dan batang kontolnya yang besar dan panjang itu terbenam seluruhnya di dalam liang memek akhwat berjilbab itu….Dengan suatu lenguhan panjang,
“Sssh…, ooooh! EndarIIII…ENNNAAK……Endar FAIZAAAH…..MEMEKMU ENAAAK….Endar FAIZAAAAHH….Endar FAIZAAAAAAAAHHHH…EndarIII…Endar FAIZAAAHH….”, sambil membuat gerakan-gerakan memutar pantatnya, lelaki Tua tersebut merasakan denyutan-denyutan kenikmatan yang diakibatkan oleh semprotan air maninya ke dalam memek Bu Endar. Ada kurang lebih lima detik lelaki tersebut tertelungkup di atas badan gadis ayu tersebut, dengan seluruh tubuhnya bergetar hebat dilanda kenikmatan orgasme yang dahsyat itu. Dan pada saat yang bersamaan Bu Endar yang telah terkapar lemas tak berdaya itu merasakan suatu semprotan hangat dari pancaran cairan kental hangat lelaki tersebut yang menyiram ke seluruh rongga memeknya. Tubuh lelaki Tua itu bergetar hebat di atas tubuh gadis ayu itu.
Setelah kurang lebih 3 menit keduanya memasuki masa tenang dengan posisi tersebut, secara perlahan-lahan Pak Imam bangun dari atas badan Bu Endar…, mengambil tissue yang berada di samping meja kerja dan mulai membersihkan ceceran air maninya yang mengalir keluar dari bibir kemaluan Bu Endar.Setelah bersih Pak Imam menarik tubuh Bu Endar yang masih terkapar lemas di atas meja untuk berdiri dan memasang kembali kancing-kancing bajunya yang terbuka….merapikan gamis panjangnya….membetulkan jilbab yang acak-acakan… Setelah merapikan baju dan celananya, Pak Imam menarik badan akhwat cantik itu dengan lembut ke arahnya dan memeluk dengan mesra sambil berbisik ke telinga Bu Endar, “Maafkan saya manis…, terima kasih atas apa yang telah kau berikan tadi, biarpun kudapat itu dengan sedikit paksaan!”, kemudian dengan cepat Pak Imam keluar dari ruangan kerja Bu Endar dan membuka pintu keluar yang tadinya dikunci, setelah itu cepat-cepat kembali ke lantai 3.Jam menunjukan 14.15
Sepeninggalan Pak Imam, bu guru cantik berjilbab itu terduduk lemas di kursinya, seakan-akan tidak percaya atas kejadian yang baru saja dialaminya. Seluruh badannya terasa lemas tak bertenaga, terbesit perasaan malu dalam dirinya, karena dalam hati kecilnya dia mengakui turut merasakan suatu kenikmatan yang belum pernah dialami serta dibayangkannya. Kini hal yang diimpikannya benar-benar menjadi kenyataan. Dalam pikirannya timbul pertanyaan apakah bisa? sepuas tadi bila dia berhubungan dengan suaminya kelak, setelah mengalami persetubuhan yang sensasional itu. Tepat jam 14.30, ia bergegas masuk ke kelas untuk mengajar pelajaran bahasa inggris…tanpa ada seorangpun tahu apa yang telah terjadi pada dirinya.tak seorangpun tahu ia baru saja lepas dari BIRAHI yang dahsyat.

MURTI 1

Gosip tentang Gatot semakin tersebar luas. Dari mulut ke mulut, gosip itu hinggap ke gang demi gang, lalu mampir ke desa-desa sampai akhirnya seisi komplek tahu kalau Gatot dijemput polisi pas tengah malam tadi. Orang-orangpun berkata, Gatot, seorang pemuda pengangguran telah mengangkat kembali pamor komplek sebagai tempat judi nomor wahid di kota.

Dulu komplek ini memang dikenal sebagai tempat lahirnya para penjudi kelas kakap. Tapi sejak beberapa tahun belakangan cerita itu tak pernah terdengar lagi. Entah karena tobat atau karena takut, orang-orang seakan sepakat untuk menghapus cerita itu. Dan di depan komplek kini sudah di bangun polsek. Beberapa polisi juga tinggal di sini. Tiap malam ada ronda bergilir dari warga komplek. Pak Camat juga punya rumah disini, tepat di belakang rumah Gatot.

Anak anak komplek hampir semuanya sekolah di madrasah yang berdampingan dengan polsek. Setiap ada kesempatan entah itu pengajian ataupun arisan, pak Camat selalu berceramah yang intinya meminta warga agar terus menjaga ketertiban dan keamanan komplek serta menjaga nama baik komplek. Tapi tetap saja Gatot dan judi merajalela. Tiap malam, Gatot berangkat ke pasar lama yang sudah jadi arena perjudian. Dan dia pulang ketika orang sibuk berangkat kerja. Dia selalu naik motor yang entah darimana dia dapatkan.

Sebenarnya sudah beberapa kali Gatot didatangi polisi. Dia pernah di datangi ketua RT dan memberinya nasihat. Konon setiap ada yang datang ke rumahnya dan memberinya nasehat agar sadar dan tobat, Gatot selalu mengangguk sopan kemudian masuk ke dalam. Pas keluar di pinggangnya sudah terselip golok. Konon juga pak RT langsung diam dan pergi begitu diberi hidangan golok. Maka tidak ada lagi yang berani datang ke rumahnya, takut kalau golok itu melayang sesuka hati. Semakin menjadi-jadilah Gatot sang penjudi. Tidak ada lagi yang berniat menghentikannya.

Satu-satunya orang yang merasa sangat sedih adalah Murti, yang kini sudah jadi istri pak Camat. Gatot dan Murti sudah berkawan akrab sejak kecil. Bahkan sampai sekarang mereka tinggal berdekatan, hanya dibatasi tembok setinggi setengah meter yang memisahkan dapur rumah Gatot dengan dapur rumah pak Camat. Selain menjadi istri pak Camat, Murti juga menjadi guru agama di Madrasah. Tentu gosip tentang Gatot membuat Murti serasa ditohok dari belakang. Sama seperti yang lainnya, Murti juga tak kuasa menghentikan Gatot.

Karena tak kuat membayar listrik, pak Camat memberi sambungan dari rumahnya ke rumah Gatot dan itu gratis. Pun demikian dengan air, Gatot setiap sore selalu mengambil bertimba-timba air dari mesin pompa milik pak Camat. Bahkan Gatot juga menumpang jemuran disamping rumah pak Camat. Murti sering dengan terpaksanya mendatangi rumah Gatot untuk mencari pakaian suaminya yang terbawa bersama pakaian Gatot. Entah Gatot tidak sengaja atau memang sengaja mengambil pakaian suaminya, Murti tidak berani berprasangka. Dia takut menuduh Gatot sebagai pencuri.

Gatot memang nakal, itu yang diingat Murti. Seketika Murti teringat pada masa masa kecilnya bersama Gatot. Ketika masih ingusan, Gatot hanyalah bocah kurus kerempeng tapi punya wajah ganteng. Dia sering mendorong- dorong Gatot sampai terjatuh, membuat bocah itu menangis. Dulu Gatot sangat cengeng, lebih suka bermain sama anak perempuan karena takut pada sesama bocah lelaki. Semasa kecil, Gatot dapat julukan bencong. Murti juga sering merasa malu kalau mengingat betapa ia dulu setiap hari mandi bersama Gatot, ia sering menarik-narik ’ulat’ milik Gatot. Dan Gatot selalu membalas dengan memukuli ’bukit kecilnya’. Sampai kelas empat sekolah dasar, ia masih sering mandi bareng Gatot. Gatot juga sering belajar dan nonton TV di rumah Murti sambil menunggu ayah Murti pulang. Keluarga Murti sudah menganggap Gatot sebagai anak sendiri. Jadi setiap pulang kerja, ayah Murti selalu membawakan Gatot cemilan. Dulu Gatot adalah anak yang baik dan penurut. Banyak sekali kenangan bersama Gatot yang tak mudah dilupakan oleh Murti.

Tapi Gatot dulu lain dengan Gatot sekarang. Ada yang bilang buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Gatot yang cuma sempat sekolah sampai kelas dua SMP seakan mewarisi perilaku ayahnya. Siapa di seantero komplek yang tidak kenal ayah Gatot. Para orang orang tua pasti tahu persis kelakuan cak Karso, ayahnya si Gatot. Kalau pagi, cak Karso memang bekerja normal sebagai sopir truk. Tapi begitu malam tiba, cak Karso beralih profesi, membuka warung kopi di pintu masuk komplek. Tentu bukan semata kopi yang dijual. Mulai dari air putih biasa sampai minuman anggur beralkohol luar biasa semuanya bisa didapat dan dinikmati dengan bebas, menemani permainan kartu dengan taruhan tak kalah luar biasa. Cak Karso adalah pelopor judi yang membuat komplek ini begitu tersohor hingga keluar kota.

Gatot kecil sering menemani ayahnya dan mengaku senang karena orang- orang sering memberinya uang jajan. Gatot juga mengaku suka kalau diajak minum-minuman yang katanya berasa nikmat. Sejak itulah Gatot kecil mulai menampakkan perubahan total. Dan semakin menjadi-jadi ketika ibunya meninggal dengan tragis, gara-gara dipertaruhkan judi oleh cak Karso.

Yu Darti, ibunya Gatot, meninggal tak lama setelah tiga hari tiga malam diperkosa secara bergiliran oleh para begundal. Cak Karso dengan kejamnya menjadikan istrinya sendiri sebagai tumbal permainan judi. Yu Darti yang merupakan bunga desa akhirnya lebih memilih mengakhiri hidup daripada menanggung aib dan malu. Sedangkan cak Karso tiba-tiba raib, menghilang entah kemana meninggalkan Gatot seorang diri.

Jadilah Gatot anak sebatang kara, putus sekolah, hidup dari belas kasihan orang. Salah satu alasan yang jadi penyebab kuat dia menjadi penjudi kawakan. Toh sampai sejauh itu Murti masih bisa menahan rasa sedihnya. Murti tetap memberikan listrik dan air gratis, juga masih membolehkan Gatot menumpang jemuran. Seburuk apapun kelakuan Gatot, dia adalah teman dekatnya. Gatot memang kurang ajar. Dia pernah mengintip Murti mandi, juga sering menggoda Murti kalau pulang dari mengajar. Puncaknya, Murti merinding bila mengingat kejadian itu, saat Gatot datang ke rumahnya, lalu masuk ke kamarnya dan menggerayanginya yang lagi tidur. Murti mengira itu adalah pak Camat, suaminya, maka iapun diam saja. Sudah kebiasaan suaminya, meminta ‘jatah’ di siang hari bolong seperti ini.

Meski merasa lain, karena terasa lebih kasar, Murti tidak pernah curiga saat Gatot mulai memeluk dan menciuminya. Ia juga tidak menolak begitu Gatot  mulai melepas daster putih yang ia kenakan. Setelah mencumbuinya sebentar, Gatot mulai membuka bra tipisnya dan melepaskan celana dalamnya. Setelah itu sedikit demi sedikit Gatot mulai menikmati jengkal demi jengkal seluruh bagian tubuh Murti, tidak ada yang terlewati. Dalam keremangan kamar, Murti bisa melihat penis Gatot yang disangka suaminya, benda itu tampak mulai menegang, tetapi belum keras sepenuhnya. Ukurannya yang agak lebih besar masih belum membuat Murti curiga.

Dengan penuh kasih sayang, Murti meraih batang kenikmatan Gatot dan memain-mainkannya sebentar dengan kedua belah tangannya, untuk kemudian mulai dikulumnya dengan lembut. Terasa di dalam mulutnya, batang penis Gatot mulai hangat dan mengeras. Murti terus menyedot batang panjang itu sambil sesekali matanya terpejam menahan nikmat akibat kocokan jari-jari Gatot di liang vaginanya. Ia masih belum menyadari siapa sebenarnya laki-laki di depannya ini.

Gatot kemudian membalas dengan meremas-remas kedua payudara Murti yang terlihat sangat menantang. Remasan Gatot membuat Murti mulai merasakan denyut-denyut kenikmatan yang bergerak dari puting payudaranya dan terus menjalar ke seluruh bagian tubuhnya yang lain, terutama lubang vaginanya, yang kini terasa semakin basah dan lengket akibat kocokan jari-jari Gatot. Murti melirik ke atas, ingin mencium sang suami, tapi Gatot dengan lihai menyembunyikan mukanya di punggung gadis itu hingga lagi-lagi Murti tidak mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya.

Bahkan agar lebih mengelabui Murti, Gatot turun ke bawah dan mulai menjilati vagina sempit Murti. Ia menyembunyikan mukanya di celah selangkangan istri pak camat itu. Dengan liar lidahnya menyapu dan mengulum daging kecil klitoris milik Murti yang terlihat begitu mungil dan menggemaskan. Murti kaget sekaligus sangat kewalahan menerimanya, karena sebelumnya pak Camat tidak pernah melakukan hal yang seperti itu. Tubuh Murti langsung bergetar menahan nikmat, peluhnya mengucur begitu deras, dengan diiringi erangan-erangan kecil dan nafas tak tertahankan ketika ia merasakan rasa yang begitu nikmat ini.

Pelan tapi pasti, dengan posisi saling membelakangi, mulai dirasakannya penis Gatot, yang masih disangka suaminya, mulai terbenam sedikit demi sedikit ke liang vaginanya. Rasa gatal yang dirasakan Murti sejak tadi kini berubah menjadi rasa nikmat yang amat sangat saat penis Gatot yang telah ereksi sempurna mulai bergerak-gerak pelan maju mundur menggesek liang vaginanya.

Murti merasa suaminya lebih jago dalam permainan ini, beda dengan biasanya. Tapi sekali lagi, Murti tidak curiga. Ia menganggap, mungkin pak Camat telah banyak belajar hingga sekarang jadi sedikit lebih pintar. Akhirnya, dengan mata terpejam, dinikmatinya goyangan laki-laki itu. Murti begitu meresapinya hingga tak sampai lima menit kemudian, ia sudah berteriak kecil saat sudah tak mampu lagi menahan gejolak birahinya. Tubuhnya yang montok meregang sekian detik sebelum akhirnya rubuh di ranjang ketika puncak kenikmatan perlahan meninggalkan tubuhnya. Murti memejamkan matanya sambil menggigit kecil bibirnya saat merasakan sisa-sisa orgasme yang membuat vaginanya terus mengeluarkan denyut-denyut ringan penuh kenikmatan.

Gatot menyusul tak lama kemudian, laki-laki itu dengan cepat menarik penisnya dan beberapa detik kemudian, air maninya tumpah dan menyembur dengan derasnya ke tubuh dan wajah cantik Murti. Murti gelagapan, tapi dia berusaha membantu dengan mengocok penis ’suaminya’ sampai air mani Gatot habis, menetes seluruhnya. Murti sedang asyik menjilati penis itu, saat Gatot berbisik, ”Aku benar-benar puas, Mur, kamu memang hebat!” pujinya.

Seketika Murti berbalik, terkejutlah ia karena yang sedang ia ciumi penisnya adalah Gatot. Spontan ia mengusir laki-laki itu dan menangis sejadi-jadinya di kamar, sampai suaminya pulang. Pak Camat bingung melihat keadaan Murti, tapi ia tak pernah tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Sejak kejadian itu, Murti selalu mengunci semua pintu dan jendela bila sendirian di rumah. Dia takut Gatot akan masuk lagi sesuka hati.

Sampai tersiar berita yang masih dari bisik-bisik warga komplek. Gatot tidak hanya berjudi di pasar lama. Gatot diam-diam sering mengajak teman-temannya untuk berjudi dan minum sampai teler di rumahnya. Jelas itu adalah hal yang mencemaskan Murti. Bahkan sering juga ada perempuan yang menginap di rumah Gatot sampai berhari-hari. Yang jelas perempuan itu bukan istri Gatot karena sampai umur tigapuluhdua tahun ini, Gatot masih seorang duda. Bisik-bisik tetangga itulah yang membuat Murti perlu berdialog dengan pak Camat.

“Mas Joko, pepatah bilang nila setitik akan merusak susu sebelanga.”

“Artinya?” Joko sang pak Camat bertanya.

“Masa sih mas Joko nggak tahu. Artinya sebanyak apapun kebaikan yang kita lakukan akan rusak oleh keburukan.” Murti menjawab sambil memperbaiki posisi berbaringnya.

“Apa hubungannya dengan kita, Murti?”

“Bukan kita, mas. Tapi komplek kita ini,”

“Maksudmu tentang Gatot?”

Murti mengangguk. Pak Camat menarik napas panjang. Murti menunggu pak Camat bicara, tapi suaminya itu cuma tersenyum. Murti terpaksa ikut tersenyum. Senyum yang kecut dan kelu. Setelah itu mereka tak bicara lagi karena lebih memilih untuk meneruskan keintiman yang tertunda. Pak Camat dengan penuh nafsu melumat bibirnya, sementara Murti tersenyum manja saat memegang batang pak Camat yang memang sudah berdiri dari tadi. Laki-laki itu dengan sigap membuka kancing baju serta kait BH yang Murti pakai. Murti membalas dengan menarik kepala suaminya ke arah buah dadanya yang sudah terpampang bebas.

”Hisap, mas… hisap putingnya. Ughhhh!” pinta Murti tak tahan lagi.

Tapi belum puas pak Camat menghisapnya, Murti sudah dengan cepatnya menunduk dan mengulum batangnya yang sudah semakin mengeras dan menegang, “Ah… Mur, baru kali ini kamu menghisap penisku.” desahnya keenakan. Dia tidak pernah tahu, ada satu peristiwa yang membuat Murti jadi nakal seperti itu.

“Penis mas besar sekali, dan ah… berurat lagi, seperti kawat baja.” desah Murti tak mau kalah.

Pak Camat agak bingung mendengar perkataan istrinya, ”Besar? Berurat?” perasaan, penisnya tidak sampai seperti itu. Lalu, burung siapa yang dibicarakan oleh Murti? Pak Camat sudah ingin bertanya saat Murti mulai menghisap barangnya semakin cepat sambil kedua tangannya menggoyang-goyangkan bola kenikmatan yang ada di bawahnya, membuatnya jadi tak tahan dan akhirnya mengurungkan niat.

Malah yang ada, tanpa terasa pak Camat sudah mulai menunggangi tubuh bugil Murti. ”Kamu cantik banget, Mur.” seiring perkataan itu, melesaklah penis pak Camat menembus vagina sempit Murti.

”Oughh…” mereka menjerit bersamaan dan mulai menggoyangkan tubuh masing-masing.

Persetubuhan itu berlangsung singkat karena beberapa menit kemudian, pak Camat sudah melenguh penuh kepuasan. “Ahh… Mur, aku keluar! Ahh…” dia tekan pantatnya kuat-kuat dan menyemburkan spermanya di lorong sempit Murti.

Murti menerimanya dengan agak kecewa. Baru saja dia merasa nikmat, pak camat sudah keburu keluar. Tidak seperti… ah, dia tidak boleh mengatakannya. Murti sadar kalau apa yang ada dipikirannya bisa saja membuat pak Camat marah besar. Sambil membiarkan pak Camat merangkul tubuhnya, Murti juga membiarkan angannya terbang menjelajahi masa lalunya bersama Gatot kecil.

Bagi kebanyakan warga komplek, Gatot muda dan Murti muda bagaikan Rama dan Sinta. Gatot yang ketampanannya mewarisi kecantikan Yu Darti sangat cocok dan serasi bila sudah berjalan berdua dengan Murti yang memang sudah cantik sejak bayi. Setiap ada acara agustusan di komplek, Gatot dan Murti selalu berpasangan bila tampil di panggung. Gatot yang masih lugu dan pemalu sering membuat warga tertawa bila sudah dijahili Murti diatas panggung. Pokoknya dimana saja dan mau kemana saja, keduanya selalu bersama.

Murti ingat ketika baru masuk SMA, ayahnya sering meminta tolong pada Gatot agar mengantarnya ke sekolah. Gatot yang pengangguran senang saja mengantar Murti ke sekolah karena kalau sudah berdua dalam mobil, Murti sering lupa diri kalau sudah bukan anak kecil lagi. Tingkah Murti masih seperti bocah dan menganggap Gatot masih bocah juga. Gatot senang karena Murti cuma mengikik geli tiap kali dia meremas buah dada yang lagi ranum-ranumnya. Gatot senang karena Murti cuma merem-melek kalau dia mengelus dan menjilati paha yang sedang mulus-mulusnya. Itu setiap hari Gatot lakukan kalau mengantar Murti sekolah. Sampai akhirnya Murti sadar bahwa itu terlarang.

Sejak sadar itulah, Murti tidak mau lagi diantar Gatot. Terakhir Murti diantar Gatot dan dalam mobil Gatot berusaha memelorotkan celana dalamnya. Murti yang sudah sadar berusaha mempertahankan diri, namun karena kalah kuat, diapun cuma bisa menangis. Ajaib, tangisannya itulah yang membuat Gatot menghentikan niat busuknya. Padahal rok dan celana dalam Murti sudah teronggok di jok belakang. Tuhan memang maha besar hingga Murti masih tetap perawan. Sejak saat itu, Gatot tak pernah lagi mengantar Murti. Dan Murti kemudian mengganti seragam sekolah dengan seragam muslimah dan berkerudung. Sejak gagal memperkosanya, Murti tidak pernah lagi melihat Gatot berkeliaran di komplek.

Kemudian Murti tahu kalau ternyata Gatot menyewakan rumah peninggalan orang tuanya dan menggunakan uang hasil sewa rumah itu untuk pergi merantau ke luar pulau. Orang-orangpun senang dan berpikir kalau Gatot tidak seperti ayahnya yang pemabuk dan penjudi. Umur delapan belas tahun, Gatot sudah meninggalkan komplek. Enam tahun sejak meninggalkan komplek, terdengar kabar yang makin membuat warga memanjatkan puji syukur. Gatot telah menikah dengan gadis anak ulama terkenal di perantauannya. Mau tidak mau Gatot harus menyesuaikan dengan kehidupan istrinya. Setiap hari Gatot memakai baju gamis dan menjadi tukang azan di masjid. Ketika Gatot dipercaya oleh mertuanya untuk mengelola pondok pesantren, semakin besyukurlah warga komplek karena Gatot benar-benar berbeda dengan ayahnya.

Namun dua tahun kemudian Gatot berubah. Kabar yang berhembus mengatakan kalau Gatot mulai menyalahgunakan fungsi pondok. Dia mulai meniru perilaku ayahnya. Gatot mengganti musik qasidah dengan musik rock. Persatuan hadrah dia tambahi dengan konsep lagu mancanegara. Para santri tidak diwajibkan untuk sholat lima waktu. Santri pria tidak lagi dibatasi untuk bertemu santri wanita. Pengajian rutin berubah menjadi acara makan makan dan minum. Tentu saja mertuanya marah besar. Dan istrinya menanggung malu besar. Tidak sampai tiga tahun, perkawinan itu kandas tanpa dikaruniai seorang anak. Tuhan pasti tidak meridhoi Gatot menjadi seorang ayah karena takut akan menjadi seperti ayahnya. Gatot cerai dan mendapat harta bagi warisan dari istrinya berupa mobil dan uang tunai beberapa puluh juta.

Orang-orang mulai yakin kalau Gatot memang tak lebih baik dari ayahnya. Ketika Gatot kembali pulang ke komplek, maka ketika itulah perlahan tapi pasti dia merubah komplek menjadi seperti dulu. Harta yang didapat dari hasil perceraiannya ludes dalam sekejap, termasuk mobil. Awalnya Gatot berjudi kecil-kecilan bersama tukang tukang ojek, tapi kemudian beralih ke judi yang lebih besar di pusatnya judi, yakni pasar lama. Semakin hari, Gatot bukannya semakin kaya, tetapi justru semakin hidup susah dengan tumpukan hutang disana-sini. Sampai tersiar kabar kalau pas tengah malam tadi Gatot digelandang ke kantor polisi.

Murti menarik napas dan melemaskan urat-urat setelah beberapa lama berada dalam himpitan pak Camat. Tubuhnya yang masih terlihat segar dan montok telentang penuh keringat. Murti mendehem ketika pak Camat mau meminta lagi. Pak Camat paham artinya itu. Murti membiarkan pak Camat keluar kamar. Dia sendiri kemudian menyusul keluar untuk membersihkan diri dan sholat Ashar. Sehabis sholat, Murti berjalan menuju dapur. Namun belum sampai disana, dia mendengar bel rumah berbunyi diiringi ketukan pintu dan ucapan salam. Murti mengurungkan niat memasak dan berjalan menuju pintu. Begitu pintu terbuka, Murti kaget setengah mati. Di hadapannya telah berdiri Gatot dengan keadaan babak belur. Gatot berdiri menyandar pada kusen pintu seakan untuk menopang tubuhnya agar tak jatuh. Antara takut dan kasihan, Murti mempersilahkan masuk, namun Gatot menolak dan tetap berusaha untuk berdiri tegak.

“Mur, suamimu ada?” kata Gatot dengan suaranya yang parau. Dulu suara Gatot sangat bening dan jernih karena sering dipakai untuk mengaji dan qiro’ah.

“Ada. Untuk apa kamu cari suamiku?” Murti agak khawatir juga kalau-kalau Gatot nantinya akan menyakiti suaminya.

“Tak usah takut, Murti. Aku tidak akan menyakiti siapapun. Tolong panggilkan saja pak camat.”

Murti masuk ke dalam dan tak lama kemudian keluar menemui Gatot bersama suaminya. Melihat keadaan Gatot, pak Camat yang tadinya agak takut menjadi kasihan. “Ada apa, Gatot? Masuk saja ke dalam,” pak Camat menuntun Gatot dan mendudukkannya di kursi ruang tamu. Murti bergegas ke belakang untuk membuat minuman lalu muncul lagi dan duduk di samping suaminya.

“Saya sangat memohon bantuan, pak Camat.” kata Gatot tanpa berani menatap Murti, teringat apa yang telah ia lakukan pada teman mainnya itu. Gatot cuma berani mengangkat wajahnya sesekali untuk memandang pak Camat, lalu menunduk lagi.

“Kalau itu masih di dalam kemampuan saya, pasti kamu akan saya bantu, Gatot.”

“Saya ingin meminjam uang pada pak Camat.”

“Berapa?”

“Sepuluh juta, Pak. Untuk bayar hutang. Kalau sampai besok saya tidak bisa melunasi, polisi akan menahan saya.”

Murti dan pak Camat saling berpandangan dalam berjuta makna. Sepuluh juta adalah jumlah yang besar, apalagi yang meminjam adalah Gatot, seorang penjudi. Mereka bimbang. Sejujurnya mereka dan semua warga komplek senang kalau Gatot di penjara agar kehidupan warga tenang, tapi di sisi lain naluri kemanusiaan mereka bicara. Alangkah kasihan kalau Gatot harus mendekam di penjara cuma gara-gara hutang. Apalagi ketika kemudian Gatot menyodorkan sertifikat tanah dan BPKB motor diatas meja, semakin bimbanglah mereka.

“Untuk apa semua ini, Gatot?” tanya pak Camat.

“Itu adalah jaminan yang bisa bapak simpan. Saya sangat memohon, Pak.” pinta Gatot memelas.

Murti menangis dalam hati. Gatot yang kini di hadapannya tak ubahnya dengan Gatot semasa masih bocah yang menangis bila menginginkan sesuatu. Gatot kini memang tidak menangis, tetapi Murti tahu pria itu berjuang agar tidak menjatuhkan air mata. Pak Camat mengajak Murti ke dalam dan berbisik-bisik. Intinya mereka berdiskusi antara memberi atau tidak. Sejurus kemudian, mereka mengangguk-angguk dan keluar lagi menemui Gatot.

“Saya akan bantu kamu, Gatot. Untuk sementara biar semua ini kami simpan.” kata pak Camat.

“Silahkan, pak Camat. Saya sangat berterima kasih.”

“Ini juga sedikit buat pengobatanmu. Pergilah ke Puskesmas.”

“Sekali lagi terima kasih, pak Camat. Saya mohon diri.”

“Nanti malam saya antar uangnya ke rumahmu, Gatot.”

“Baik, pak Camat. Assalamualaikum,”

“Wa’alaikum salam,”

Pergilah Gatot. Tinggal Murti dan pak Camat yang memandang kepergiannya dengan nanar. Gatot, pria paling ditakuti di komplek, kini seperti kehilangan kegarangannya. Tubuhnya sempoyongan berjalan pulang. Pak camat dan Murti menghela napas lalu menutup pintu. Dalam lubuk hati terdalam, Murti berharap semoga doa yang selama ini dia panjatkan demi memohon kebaikan Gatot, terkabul. Dia dan semua warga komplek ingin menyaksikan Gatot bertobat yang sebenar-benarnya tobat. Murti bahkan ikhlas seandainya Gatot tidak mampu membayar hutang padanya asalkan pria itu menunjukkan perubahan yang nyata.

“Mas Joko ada ide?” tanya Murti pada suaminya saat mereka sedang makan malam.

“Ada. Aku akan mempekerjakan dia sebagai sopir kita.”

“Apa mas Joko tidak malu menanggung beban seorang penjudi dan pemabuk seperti Gatot? Ingat nama baik mas sebagai camat.”

“Setiap orang bisa bertobat, Murti. Semoga hari ini adalah hari pertobatan bagi Gatot.”

Murti mengangguk membenarkan perkataan pak Camat. Tuhan memberi kesempatan pada umatnya untuk bertobat. Semoga Gatot tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Murti ingin melihat Gatot sholat dan mengaji seperti dulu. Murti ingin mendengar suara Gatot mengumandangkan azan di musholla komplek seperti dulu. Yang terpenting lagi, Murti ingin Gatot berhenti judi dan mabuk.

Ini adalah awal kisah Murti dan Gatot, dua insan yang seperti ditakdirkan untuk saling bersama. Kini Gatot telah kembali dalam lingkaran kehidupan Murti. Gatot menjadi sopir pak Camat dan keluarganya. Gatot kembali mengantarkan Murti kemana saja meski tidak seperti dulu lagi. Murti tidak lagi mengumbar kemolekan tubuhnya. Dia selalu keluar berbusana muslimah untuk menjaga image sebagai istri seorang camat, juga sebagai guru madrasah yang digugu dan ditiru para muridnya.

TANTI 2 : WINDY

Malam terasa dingin. Gerimis masih mengguyur pelan ketika aku tiba di rumah Tanti. Seiring usia kandungannya yang semakin besar, ia sudah tidak bisa lagi menjemputku di terminal. Dokter melarangnya menyetir mobil sendirian. Jadi terpaksa aku harus naik angkot kalau mau ke rumahnya. Meski jadi agak lama dan sedikit berdesak-desakan, tapi aku rela melakukannya. Demi bisa meniduri wanita cantik dan montok seperti dia, apapun akan aku lakukan.

Kulihat rumahnya sangat sepi. Hanya lampu teras yang menyala, menerangi halamannya yang mungil namun cukup asri. Ruang tamu terlihat agak sedikit gelap, tidak ada tanda-tanda kehidupan. Apakah dia ada di rumah? Atau sedang tertidur? Untuk memastikan, kupencet bel di pintu. Tak lama kemudian, kudengar suara langkah kaki. Tanti melongokkan kepalanya yang berbalut jilbab dari celah jendela dan langsung tersenyum begitu melihatku.

“Ayo masuk, mas. Dingin ya?“ ujarnya sambil membukakan pintu dan mengelus pipiku pelan.

“Iya, hujan terus dari aku berangkat tadi.” kupeluk dia dan kucium bibirnya sekilas sebagai salam perkenalan.

“Kangen ya?“ godanya.

“Ya iyalah. Masa nggak kangen?!“ kataku sambil mendorong tubuhnya hingga jatuh ke sofa, dan menindihnya. Tapi pelukanku terganjal tonjolan perutnya yang sudah membulat cukup besar.

“Sabar, mas, sabar. Kita masih punya banyak waktu. Suamiku masih besok sore pulangnya.“ ia memijit hidungku.

“Mana bisa sabar melihat kemontokan tubuhmu, Tan.“ Kuelus pipinya yang bulat, kudekatkan kepalaku, dan kucium pelan bibirnya. Pagutanku dibalas olehnya. Kami saling berpagutan penuh cinta untuk beberapa saat.

”Masa langsung main, mas? Nggak pengen makan dulu?” tawar Tanti saat ciuman kami terlepas. Malam itu ia terlihat cukup cantik, kemeja gombrong dan rok panjang yang ia kenakan tidak bisa menutupi kemolekan dan kesintalan tubuhnya. Bokong dan buah dadanya juga terlihat cukup besar dan membulat karena usia kehamilannya.

”Makan bisa menunggu. Aku sudah tidak sabar pengen merasakan tubuhmu, Tan.” kupeluk dia, kulingkarkan tanganku untuk memberi elusan pada punggungnya. Selanjutnya dengan lihai, jari-jariku menyusup masuk ke dalam bajunya untuk mencari tonjolan buah dadanya yang masih tertutup BH. Kuremas-remas pelan daging empuk itu saat sudah berada dalam genggamanku.

“Ehmm, mas!” Tanti melenguh. Ia semakin rakus membalas lumatanku, lidah kami saling membelit dan menghisap, pagutan demi pagutan membuat mulut kami semakin basah oleh air liur. “Kamu nakal,“ ujarnya genit sembari mencekal tanganku yang semakin jauh masuk ke dalam cup BH-nya.

“Aku sudah lama merindukanmu, Tan. Sudah berapa lama kita nggak ketemu?” tanyaku sambil terus meremas-remas gemas kedua buah dadanya dan sesekali memilin-milin putingnya.

”Ehm, nggak tahu, mas. Ehsss… cukup lama kayaknya. Ughhh… aku juga kangen mas. Kangen yang ini!!” Tanti mengulurkan tangan dan membelai lembut kontolku yang sudah ngaceng parah di dalam celana. Kubalas dengan menyingkap rok panjangnya ke atas dan mengelus-elus pahanya yang halus dan putih mulus. Saat kuraba selangkangannya, terasa kalau daerah itu sudah mulai basah.

“Kamu ngompol ya, Tan?“ tanyaku menggoda. Kuselipkan tanganku ke celah celana dalamnya dan kubelai bibir vaginanya yang sudah sangat lengket dan licin.

“Mas sih… bikin aku nggak tahan.” sahut Tanti di sela-sela nafasnya yang turun naik. Buah dadanya yang kian membusung padat terasa makin membesar dalam genggamanku.

Penasaran, aku pun membuka jilbab dan kemejanya. Kulepas kancingnya satu per satu hingga bisa kulihat tonjolan buah dadanya yang masih terbungkus BH merah berenda. Sungguh indah sekali, begitu besarnya hingga benda itu nampak seperti tidak muat dalam kungkungan cup BH-nya. Beberapa bagiannya tergencet hingga terhimpit keluar. “Nggak sakit, Tan?” tanyaku. ”Kayak sesak banget gitu.”

Tanti tersenyum. ”Makanya cepetan dibuka, mas.” katanya menantang.

Segera kulepas kait BH yang ada di punggungnya. Tanti bernafas lega saat aku berhasil melakukannya. kutarik BH itu dan kubuang begitu saja ke lantai. Kini dihadapanku terpampang payudara Tanti yang bulat indah, yang tidak akan mampu kutangkup meski dengan dua tangan. Putingnya yang dulu kemerahan, kini tampak agak menghitam, tapi asyiknya, jadi sedikit lebih besar dan panjang, hampir seujung jari jempolku. Pasti nikmat sekali menyusu disana. Melihat ukurannya, benda itu tampak seperti tidak mau kalah dengan perut Tanti yang kelihatan semakin membesar.

”Kok bengong, mas?” tanya Tanti heran. ”Biasanya mas paling suka sama susuku,” tambahnya sambil meremas-remas payudaranya sendiri.

Aku yang tersadar segera menurunkan kepala dan perlahan mulai mengulum putingnya. ”Indah sekali, Tan. Gede banget, tapi tetap bulat dan kencang.” sambil berkata, kujulurkan lidahku dan mulai menjilati putingnya.

”Ehhsss…” Tanti mendesah dan memegangi kepalaku, tangan satunya turun ke bawah dan meremas-remas penisku. ”Emang punya istri mas dulu nggak seperti ini?” tanyanya, teringat istriku yang sudah hamil duluan.

”Tambah gede sih, tapi tidak sebesar punyamu ini.” kuremas-remas terus tonjolan buah dadanya bergantian sambil tak henti-hentinya kujilat dan kuhisap putingnya.

”Ehmm… mas!” Tanti merintih dan menggelinjang. Berbaring pasrah di sofa ruang tamu, dia berusaha menarik turun celanaku. Kubantu dia dengan berdiri sebentar, tapi tanganku tetap hinggap di atas bukit payudaranya, meremas-remas pelan disana.

Tanti berbinar melihat penisku yang sudah siap mengoyak-oyak lubang vaginanya. Ia mengelusnya pelan sambil berbisik, ”Ehm… mas, punyamu selalu bikin aku gemes.” ujarnya sambil meremas batangku agak sedikit keras.

“Auw! Sakit, Tan!” aku mengaduh, dan kubalas dengan menarik kedua putingnya kuat-kuat.

”Auw! Mas!!!” Tanti ikut mengaduh, dia memandangiku dan selanjutnya kami tertawa berbarengan. Mesra sekali.

“Ayo, Tan. Aku jauh-jauh datang kemarin bukan cuma untuk bercanda denganmu.” kutarik turun celana dalamnya hingga Tanti benar-benar telanjang sekarang. Tanpa berkedip kupandangi tubuhnya yang putih mulus tanpa cacat.

Wajahnya yang manis sekarang jadi agak sedikit chubby, tapi sama sekali tidak mengurangi nafsuku untuk menggumulinya. Menggantung di depan dada, tampak kedua tonjolan payudaranya yang cukup besar, yang ukurannya hampir dua kali lipat dari ukuran semula. Putingnya jadi agak sedikit hitam, tapi begitu menonjol ke depan. Perutnya yang membuncit sudah nampak begitu besar, menyembunyikan dengan baik lubang vaginanya yang kini sudah tercukur bersih. ”Buat persiapan melahirkan,” jelas Tanti saat kutanya alasannya. Sungguh, begitu sangat sempurna wanita satu ini. Melihatnya saja sudah membuatku terangsang berat.

”Tubuhmu indah sekali, Tan.” bisikku sambil membelai kemana-mana, mulai dari betis hingga ke pundaknya. Parkir di depan dada, kembali kupilin-pilin putingnya.

”Ehmm, mas!” Tanti mendesah dan memelukku. Kami berciuman. Perlahan mulai kugesekkan batang penisku ke belahan memeknya. Dia sekarang sudah berbaring pasrah di sofa, siap menerima tusukan dan hunjamanku.

“Aku masukkan sekarang, Tan.” Kutatap matanya yang bulat sayu saat aku mulai mendorong. Sebelumnya kusuruh Tanti untuk mengulum penisku sebentar agar benda itu jadi agak sedikit basah.

“Ahh, iya. Agak ke bawah, mas!!” balasnya genit. Dia meremas penisku dan membimbingnya agar masuk ke lubang yang tepat. Dengan usia kehamilannya yang sudah mendekati akhir, memang jadi agak sulit untuk menyetubuhinya. Tapi bonusnya, rasa memek Tanti jadi luar biasa nikmat; sempit dan sangat menggigit sekali. Ditunjang dengan kemontokan dan kesintalan tubuhnya yang berlipat ganda, aku makin ketagihan dibuatnya.

Kuelus payudaranya yang mulus bak pualam saat ujung penisku mulai mencari celahnya, tapi ternyata sangat sulit sekali. Beberapa kali pun aku mencoba, aku terus salah sasaran. Perut buncit Tanti menyulitkan gerakanku.

”Tan?” kupanggil namanya agar dia membantuku.

“Aku diatas saja, mas.” kata Tanti setelah berpikir sejenak. Dia bangun dari posisi tidurnya dan merangkul pundakku. Kini gantian aku yang rebahan di sofa. Tanti menduduki bagian bawah perutku, berjongkok disana. Lubang memeknya yang sudah menganga lebar tepat berada di depan batang penisku. Tanti memeganginya dan perlahan mengarahkannya masuk.

“Kontolmu gede banget, mas!” bisiknya saat merasa kesulitan menelan penisku.

”Ah, memekmu aja yang terlalu sempit.” balasku sambil meraba dan meremas tonjolan buah dadanya yang menggantung padat dan keras.

”Ehm… mas!!” Tanti terus berusaha menekan pinggulnya ke bawah, sedikit demi sedikit penisku mulai menerobos masuk menembus lubang surgawinya. Dia agak sedikit meringis saat menerimanya, campuran antara rasa geli dan perih.

”Pelan-pelan aja, Tan.” aku tidak ingin persetubuhan ini membuatnya kesakitan, bagaimanapun dia kan lagi hamil besar.

Tanti menurut, dia menekan pinggulnya perlahan.

“Bodoh banget suamimu, Tan. Istri secantik kamu disia-siakan.” ujarku sambil menekan pinggul ke atas, membantunya agar kelamin kami lekas bertaut dan saling mengisi.

Tanti menutup mulutku dengan bibirnya. Dia menciumku dan berbisik, “Jangan kau sebut dia, mas. Aku milikmu malam ini.” dan sehabis berkata begitu, ia menyentakkan pinggulnya keras-keras ke bawah, menduduki penisku hingga amblaslah benda itu menembus ke kedalaman lubang vaginanya.

Pekikan tertahan kami keluarkan secara bersamaan, “Aarrgghhhhhhhhhhhhh…!!” rasanya sungguh sangat nikmat. Memek Tanti menjepit batang kontolku begitu ketat, sementara kupenuhi lubang vaginanya hingga ke relung yang terdalam.

Kami kembali berciuman, dengan tanganku tak henti-henti membelai dan meremas-remas buah dadanya yang menggantung indah di depanku mataku. ”Genjot bareng, Tan.” bisikku kepadanya.

Tanti mengangguk dan mulai menggerakkan pinggulnya, memompa bokong besarnya ke atas dan ke bawah, menelan dan meludahkan penisku tapi tidak sampai melepasnya, menciptakan rasa yang begitu nikmat akibat gesekan kelamin kami berdua. Jepitan vaginanya terasa kuat sekali, membuat kontolku serasa diremas-remas oleh dagingnya yang empuk.

“Tan, nikmat banget. Aku nggak kuat.” bisikku sambil menciumi pundaknya.

“Tahan, mas. Jangan keluar dulu!” ujarnya sambil mencari bibirku dan melumatnya dengan rakus. Sekali lagi kami berciuman panas dan mesra. Di bawah, pinggul kami masih terus saling mengisi dan memacu penuh birahi. Keringat sudah membasahi tubuh kami berdua. Kuremas-remas payudara Tanti sambil kunikmati kehangatan vaginanya.

Detik demi detik harus kujalani dengan berat, aku harus berusaha keras menahan gairahku agar tidak keburu meledak. Namun apa daya, tubuh Tanti terasa begitu nikmat. Hingga akhirnya, ketika aku sudah tidak kuat lagi, akupun merangkulnya dan melenguh keras di bawah tubuhnya. ”Taannn… aku keluar! AARGGHHHHHHHH…” rintihku sambil mempercepat genjotan dan menusukkan penisku dalam-dalam. Sedikit terkejang-kejang, kusemprotkan seluruh spermaku ke dalam liang rahimnya.

”Ahh… mas!!” Tanti ikut melenguh dengan tubuh melengkung ke belakang. Buah dadanya yang besar jadi membusung indah, tepat di depan wajahku. Sambil menikmati guyuran air cintanya di batang penisku, akupun menjilat dan menciuminya.

Dengan kelamin masih bertaut erat, kami berpelukan. Nafas kami terengah-engah. Kubiarkan Tanti menikmati orgasmenya sejenak sebelum kuangkat tubuhnya dan kutidurkan di sofa. Penisku yang sudah setengah mengkerut dengan mudah lepas dari jepitan vaginanya.

”Enak banget, mas. Nanti kita lanjutin lagi ya?” tersenyum Tanti memandangiku yang duduk kelelahan di sebelahnya. ”Ehmm,” dia melenguh saat tanganku kembali meremas-remas tonjolan buah dadanya. Entah kenapa, aku sangat suka sekali dengan benda putih mulus itu.

“Andai bisa begini tiap hari, Tan…” kataku menerawang, membayangkan seandainya Tanti yang menjadi istriku, aku pasti akan sangat bahagia.

“Jangan, mas.” Tanti menggeleng. ”Lebih baik begini. Sensasinya lebih terasa.” dia tertawa.

”Dasar kamu,” kucubit hidungnya yang bangir. Kami berciuman sekali lagi sebelum kemudian Tanti minta diri untuk pergi ke kamar mandi.

”Kebelet kencing,” dia terkikik dan berjalan cepat ke belakang, meninggalkanku dengan goyangan pinggulnya yang masih telanjang.

Kulirik jam di dinding, sudah hampir tengah malam. Lama juga kami bermain tadi, sama sekali tidak terasa. Kenikmatan memang membuat waktu begitu cepat berlalu. Kuambil celana untuk menutupi kontolku yang sudah mengkerut kecil, kutunggu Tanti sambil tidur rebahan di sofa, mengumpulkan tenaga untuk persiapan di ronde kedua.

***

“Mas, aahhhh… aku mau sampai!!” jerit Tanti keras, bersahutan dengan teriakan tukang sayur yang melengking cempreng di depan rumah.

Hari sudah pagi ketika aku menyetubuhinya untuk yang keempat kalinya hari itu. Semalaman kami tidak tidur, Tanti terus menggodaku dengan kemontokan dan kesintalan tubuhnya. Dan lama tidak bertemu membuatku dengan senang hati meladeninya. Pagi ini, saat dia sedang menyiapkan sarapan dengan tubuh telanjang, kusodok tubuhnya di meja dapur. Tanti membungkuk di meja makan, sementara aku menggenjot penisku dari belakang.

”Iya, terus, mas! Ughhh… enak!” rintihnya dengan vagina terasa menjepit kuat. Benar-benar luar biasa, meski sudah kupakai semalaman, benda itu masih tetap kaku dan ketat, sama sekali tidak terasa kendur sedikitpun. Aku menyukainya. Aku ketagihan dibuatnya. Dan aku tak tahan untuk menumpahkan sperma di dalam lorongnya.

Jadi, saat Tanti menyemburkan cairan cintanya, aku pun menyusul tak lama kemudian. ”ARGHHHH!!” kami sama-sama menjerit, panjang dan nikmat. Tubuh kami berkelojotan dengan keringat menetes deras, membasahi badan kami berdua yang melemas begitu cepat, seperti tak bertulang. Desahan dan hembusan nafas kami saling bersahutan, mengiringi tetesan lendir kental yang mengalir turun dari belahan memek Tanti saat aku mencabut penisku.

Tanti membuka matanya dan tersenyum, susah payah ia berusaha untuk duduk di kursi. ”Capek, mas.” ia berkata.

Aku segera membantunya, kami duduk bersisian di sofa depan teve dengan tubuh masih tetap telanjang. Kalau menginap di rumah Tanti, aku memang jarang memakai baju. Buat apa, toh nanti juga bakal dilepas.

Tanti menyandarkan kepalanya di pundakku dan berkata, ”Trims ya, mas, masih mau sama aku yang lagi hamil gini. Aku puas sekali.”

”Sama-sama, Tan. Apapun kondisi tubuhmu, aku tetap menyukainya.” sahutku sambil memagut bibirnya pelan. ”Malah kalau hamil gini, kamu jadi lebih cantik dan semok.” tambahku yang disambut cengiran manja olehnya.

Kami terdiam dalam hening untuk beberapa saat sebelum akhirnya Tanti kembali membuka suara, “Ehm, mas, masih ingat sama Windy?” tanyanya.

”Windy?” aku mencoba mengingat-ingat. Yang muncul dalam ingatanku adalah sesosok wanita kecil mungil tapi cantik, berjilbab juga seperti Tanti. Dulu sempat satu ruangan denganku, tapi sudah pindah ke kota lain setelah perusahaanku membuka cabang disana. ”Windy yang itu?” kuutarakan sosok dalam pikiranku.

Tanti mengiyakannya. ”Kemarin kami sempat berbincang-bincang di telepon.” katanya.

”Iya, lalu?” aku masih bingung dengan arah pembicaraan ini.

”Mas tahu kan kalau dia sudah menikah dari dulu?” tanya Tanti.

”Iya, kalau sampai sekarang… berarti sudah hampir tiga tahun.” sahutku membenarkan. Memang, diantara perempuan seruangan, Windy yang paling dulu melepas masa lajang. Tapi pantas sih, dia kan yang paling tua, hampir seumuranku. Kalo Tanti, empat tahun di bawahku. ”Emang ada apa dengan dia?” tanyaku tak mengerti.

”Sampai sekarang dia belum hamil, mas!” kata Tanti dengan pandangan penuh arti.

Mendengarnya membuatku bagai disambar petir di siang bolong, tanpa adanya hujan ataupun angin! Sungguh sangat-sangat mengagetkan. Dengan sedikit tergagap, akupun berkata. ”J-jangan bilang… k-kalau dia…”

”Iya, mas.” Tanti mengangguk. ”Windy ingin meminta bantuan mas untuk menghamilinya!”

”HAH!!!” aku melongo. Benar-benar kaget sekaligus bingung. Meski sudah bisa menebak arah jawabannya, tak urung aku tetap terdiam juga.

“Nggak usah norak gitu ah, mas!” Tanti menepuk pundakku. ”Biasa aja kali… dan harusnya mas senang, bisa menikmati tubuh perempuan secantik Windi.”

Aku menggeleng, ”G-gila kamu, Tan. A-aku nggak bisa. Ini…”

”Ah, nggak usah sok alim gitu.” Tanti memotong ucapanku. ”Bilang nggak bisa, nggak mau, tapi kontolnya ngaceng gitu! Mana bisa aku percaya!” dia lalu tertawa.

Aku benar-benar terhantam telak. Tidak ada kata-kata yang bisa kukeluarkan dari mulutku untuk membela diri. Yang aku bisa hanya ikut tertawa bersamanya sambil memeluk tubuh Tanti lebih erat. ”Emang kamu rela membagi tubuhku bersama Windy?” tanyaku pada akhirnya.

Tanti terdiam dan memandang ke arah teve yang menayangkan acara memasak pagi-pagi. ”Rela sih nggak.” dia berkata tanpa melihatku. ”Aku cuma kasihan sama Windy, sudah tiga tahun menikah, hampir empat malah, tapi belum juga dapat momongan. Pasti dia sangat tertekan sekali.” Ada sebulir cairan bening di sudut matanya. ”Aku sudah pernah merasakannya, mas. Dan itu sangat berat!” tambah Tanti dengan suara tertahan.

Aku segera memeluk dan mengecup pipinya. ”Iya, Tan. Aku mengerti. Kalau keputusanmu sudah begitu, aku cuma bisa ngikut aja.”

“Ngikut apa seneng nih?” Tanti melirikku, sedikit menyunggingkan bibir.

“Kalau bilang nggak seneng, nanti dikira munafik.” jawabku.

Tanti tersenyum dan memukul bahuku. “Dasar lelaki, dikasih ikan asin langsung aja nyamber!” dia menyamakanku dengan kucing.

“Eman-eman toh, daripada ikan asinnya jadi garing.” sahutku.

Kami pun tertawa berdua.

Selanjutnya Tanti menjabarkan bagaimana teknis PDKT-ku pada Windy agar perempuan itu tidak merasa jadi wanita murahan. Aku harus mendekatinya sebagai sosok seorang sahabat yang tulus memberikan bantuan, bukan sebagai seorang laki-laki licik yang pandai memanfaatkan situasi. Untuk itu, aku harus sabar dan pelan-pelan karena pada dasarnya aku dan Windy tidak begitu akrab. Dulu, saat masih seruangan, dia jarang kugoda karena sudah menikah, aku ingin menghormati suaminya. Tapi kini, itulah yang harus kulakukan. Jadi, bisakah aku melakukannya?!

***

Dengan bantuan Tanti, ternyata hal itu tidak menjadi suatu halangan yang berarti. Dalam waktu dua minggu, aku dan Windy sudah jadi begitu akrab, layaknya orang pacaran saja. Dimanapun dan kapanpun kami berada, sms dan telepon tidak pernah telat mengiringi. Bahkan istriku sampai curiga dibuatnya, dikiranya aku punya WIL. Aku harus bersusah payah berbohong dan menjelaskan kepadanya bahwa itu tidak benar. Bahkan aku sampai bersumpah segala. Maafkan aku, sayang!!!

Tapi gara-gara peristiwa itu, aku jadi bertekad, ini tidak boleh dibiarkan terlalu lama. Dengan Tanti yang sudah berjalan berbulan-bulan saja aku tidak pernah ada masalah. Dengan Windy, belum apa-apa sudah terjadi hal seperti ini. Aku harus segera bertindak, terus maju atau malah mundur. Jadilah di pertemuan berikutnya dengan Tanti, aku mengutarakan maksudku.

”Mas yakin?” tanya Tanti sambil melepas behanya, membiarkan buah dadanya yang bulat besar tumpah ruah ke dalam telapak tanganku.

”Bilang pada Windy, bagaimana kalau minggu depan?” kuremas-remas daging empuk itu, putingnya yang terasa mengganjal kujepit dengan dua jari.

”Kenapa mas nggak bilang sendiri? Ehmmm!” Tanti melenguh saat kuendus lehernya yang jenjang.

”Sungkan, Tan.” di bawah, penisku yang sudah basah akibat kulumannya perlahan kuselipkan masuk ke dalam belahan vaginanya.

”Aghhh… mas!” Tanti merintih pelan. Matanya terpejam.

Kulumat bibirnya saat mulai menggerakkan pinggulku. ”Semakin cepat dia hamil, semakin bagus untuk kita semua, Tan.” bisikku di telinganya.

”Ahh… iya, mas!” Tanti merintih dan ikut menggerakkan pinggulnya.

Selanjutnya kami tidak berkata apa-apa lagi karena sibuk memuaskan birahi masing-masing.

***

Minggu depannya, dengan naik bis AKDP aku pergi ke kota S, tempat dimana rumah Windy berada. Tadi dia sudah sms kalau suaminya ada piket malam ini, harus lembur sampai besok pagi. Itulah kesempatan bagi kita berdua. ”Cuma delapan jam, mas, sampai besok pagi. Gimana?” tanya Windy dengan sedikit ragu.

”Itu sudah lebih dari cukup,” jawabku meyakinkannya.

Sesuai yang dikatakan Tanti, aku bisa menyetubuhi Windy malam ini. Sudah seminggu Tanti berusaha membujuknya, dan hasilnya, Windy cuma memberiku waktu delapan jam, malam ini. Suaminya sering berada di rumah, jarang keluar, jadi dia sangat sulit meluangkan waktu untuk bertemu denganku. Tapi tak apa, itu juga sudah cukup, yang penting aku bisa menaburkan benihku ke dalam memeknya, meski sepertinya aku harus sedikit bekerja keras malam ini.

Tiba di terminal, aku menunggu sekitar limabelas menit sebelum akhirnya Windy muncul. Sosok mungil berwajah manis itu menyapaku ramah, ”Sudah lama nunggu, mas?” tanyanya sambil tersenyum manis.

“Belum, baru aja.” jawabku terus-terang. Kulihat dia agak sedikit gemuk sekarang.

“Maaf, harus nunggu suamiku berangkat kerja dulu.” jelasnya. ”Ya udah yuk, kita ke rumah.” Windy berbalik dan mengajakku menuju ke mobilnya yang terparkir di luar terminal.

Kuikuti dia, berjalan sedikit di sebelah kirinya. Kuperhatikan, dandanan Windy masih tetap seperti dulu; jilbab lebar membingkai wajah ovalnya, dengan baju lengan panjang untuk menyembunyikan tubuh sintalnya. Windy memang terkenal memiliki payudara yang cukup besar. Dulu hal itu sering jadi bahan olok-olok teman-temannya, dibilangnya tubuh Windy tidak proporsional; badan kurus tapi payudaranya bulat besar, seperti semua lemaknya ditumpuk di daerah situ. Aku sama sekali tidak setuju dengan mereka. Menurutku, justru wanita seperti itulah yang paling seksi!

Sebagai bawahan, Windy mengenakan celana leging hitam yang cukup ketat. Dengan jelas mencetak bentuk paha dan pinggulnya meski masih terhalang baju atasannya yang menjuntai sampai ke lutut. Kulitnya yang putih bersih disaput bedak tipis di bagian muka, sedang bibirnya yang merah pucat dibiarkan polos tanpa lipstik. Tapi justru dandanan natural seperti itulah yang membuat Windy jadi kelihatan makin cantik. Aku jadi makin tak sabar untuk menelanjangi dan menindih tubuh sintalnya.

Di sepanjang perjalanan, Windy banyak bercerita tentang dirinya. Mulai dari hobi dan kesibukannya, hingga rahasia perkawinannya yang ia pendam rapat-rapat selama tiga tahun ini. ”Penis suamiku kecil, mas.” katanya lirih. ”Tahu sendirikan kan gimana gemuknya dia… Ditambah kualitas spermanya yang kurang bagus, jadilah aku tidak hamil-hamil sampai saat ini.”

”Aku turut prihatin, Win.” kupegang tangan kirinya yang ada di tuas persneling, ia tidak menolak. Hmm, suatu tanda yang cukup bagus.

”Aku harap mas bisa memecahkan masalah itu,” kata Windy penuh harap.

”Yakinlah, Win. Tanti sudah membuktikannya.” sahutku.

Windi mengangguk dan tersenyum. ”Iya, mas. Tanti sudah menceritakan semuanya.”

”Ehm… soal suamimu, apa dia tidak curiga kalau lihat kamu tiba-tiba hamil?” ini pertanyaan standar.

”Biar aja,” Windy membelokkan mobilnya ke arah gang perumahan. ”Bagiku, semua tidak ada bedanya. Kalau tidak hamil-hamil, dia mengancam akan menceraikanku. Jadi, kalau misal dia tahu aku hamil dengan orang lain dan menceraikanku, minimal aku sudah punya bayi. Darah dagingku sendiri, yang bisa menemaniku menikmati sisa hidupku.”

Aku terenyuh mendengar kata-katanya, sempat tidak tahu harus berkata apa. ”Wah, repot juga ya?” akhirnya hanya itu yang bisa aku ucapkan, dengan tangan menggaruk-garuk rambutku yang tidak gatal.

”Kita sampai, mas.” Windy menepikan mobilnya di depan sebuah rumah yang cukup besar. Setelah kubukakan pintu gerbangnya, dia memasukkan mobilnya ke dalam garasi.

”Bagus juga rumahmu,” aku berkomentar saat Windy mengajakku masuk ke ruang tamu.

”Rumah suamiku.” ia meralat. ”kalau kami bercerai, aku harus pergi dari sini.” tambahnya, yang sekali lagi membuatku malu dan terdiam. Ternyata, di balik keharmonisan rumah tangganya, tersimpan bara api yang cukup besar, yang siap meledak sewaktu-waktu.

“Makan dulu ya, mas, baru setelah itu kita…” Windy tidak meneruskan kata-katanya, ”Atau mas mau langsung sekarang?” tanyanya dengan senyum manis menggoda.

Glek! Aku kesulitan menelan ludah, tidak menyangka kalau dia akan menyerang frontal seperti ini. “Ehm… m-makan, iya makan… makan dulu.” jawabku tergagap.

Windy tertawa tergelak melihat sikapku. “Santai aja, mas. Kok jadi mas yang grogi sih.” sindirnya.

Bener juga, yang mau selingkuh kan Windy, kok jadi aku yang grogi?! ”Hehe… maklum aja, Win. Aku benar-benar nggak nyangka bisa melakukan ini sama kamu.” jawabku terus terang.

Windy kemudian mengajakku ke ruang tengah, tempat dimana meja makan berada. Kami makan bareng, bersisian. Selama itu Windy terus mengajakku ngobrol, bakat ceriwisnya ternyata belum hilang. Dia menanyakan kabar anak dan istriku, juga teman-teman di kantor yang ia kenal. Bahkan tukang gorengan yang dulu menjadi langganan kami juga ia tanyakan.

Kujawab semua sambil menikmati wajah cantiknya. Windy tidak keberatan aku menatapnya penuh nafsu, bahkan dia yang menyuruh. ”Biar mas nggak grogi.” katanya.

Selesai makan, Windy mengajakku masuk ke dalam kamarnya. ”Kita lakukan disini, mas.” ia berkata sambil melepas jilbabnya, mempertontonkan rambut hitamnya yang panjang dan lebat.

”Kamu cantik, Win.” kataku memuji, jujur dari dalam hati.

Windy tertawa, ”Sudah dari dulu, mas. Kalau nggak, masa sih aku bisa kawin duluan.” sahutnya, membuatku ikut tertawa. Dia kemudian pamit untuk gosok gigi sebentar.

Sementara dia berada di kamar mandi, kuedarkan pandanganku ke seantero ruangan. Kamar itu terlihat cukup mewah; ranjang besar tertata rapi tepat di sudut, ada kamar mandi dalam tempat dimana Windy sekarang berada (terdengar suara gemericik air dari sana), dua lemari besar berjajar kokoh di sebelah jendela, serta seperangkat audio dan teve layar datar 29’ di atas meja. Kesan yang kudapat: Windy cukup berlimpah dalam urusan materi.

Tak lama, wanita itu keluar. Tubuh mulusnya hanya dibalut handuk dengan pundak dan rambut sedikit agak basah, kelihatan sangat seksi sekali. Rupanya Windy memutuskan untuk mandi alih-alih cuma gosok gigi. Tersenyum manis, dia melangkah ke arahku yang sedang duduk di tepi tempat tidur. ”Maaf kalau lama. Gerah, sekalian aja mandi.” katanya.

Pahanya yang putih mulus tampak jelas kelihatan, begitu beningnya hingga jadi menyilaukan. Payudaranya yang montok seukuran kepala bayi, sedangkan handuk yang melilitnya hanya mampu menutupi separuhnya, sisanya mencuat kemana-mana. Tanpa merasa risih sedikit pun, Windy duduk di depan meja rias dan mulai mengeringkan rambutnya. ”Tunggu bentar ya, mas.” ia berkata seakan aku adalah benar-benar suaminya yang lagi menunggu untuk meminta jatah.

Benar-benar sangat romantis. Tanpa perlu diperintah dua kali, seketika penisku pun langsung kaku dan mengeras. Terpaksa aku harus membetulkan posisinya agar sedikit lebih nyaman. Windy yang melihatnya langsung tertawa ngakak. ”Udah nggak sabar ya, mas?” tanyanya menyindir.

Aku cuma mengangguk mengiyakan. Ikut tersenyum, kuperhatikan dia dari balik kaca. Windy sekarang kelihatan lebih dewasa, tampak lebih matang sebagai seorang perempuan. Begitu juga dengan tubuhnya, sudah begitu montok dan sempurna. Aku jadi tak tahan untuk segera memeluknya dari belakang dan menciumi tengkuknya yang mulus itu.

“Nggak mandi, mas, biar seger?” tanya Windy mengagetkan lamunanku.

“Eh, iya. Iya!” sedikit tergagap, aku pun lekas berdiri dan pergi ke kamar mandi.

Tapi sebelum menutup pintunya, Windy memanggilku. “Tunggu, mas. Ini handuknya.” dia mengambil handuk besar dari dalam lemari dan memberikannya kepadaku. Ah, kukira handuk yang dipakainya itu yang akan diberikan kepadaku, hehe.

Di dalam kamar mandi, berdiri dengan tubuh telanjang, kulihat betapa tegang dan kerasnya penisku, mengacung begitu tegak, dengan urat-urat mungil bertonjolan melingkar-lingkar disana-sini. Aku sudah begitu terangsang, tapi kenapa aku masih belum berani untuk langsung melakukannya ya? Heran, dengan Windy kok aku jadi sopan gini.

Selesai mandi, aku keluar cuma memakai handuk. Semua dalaman dan bajuku kulipat dan kutaruh di dalam lemari kecil yang ada di kamar mandi. Kalau Windy berani berbuat seperti itu, kenapa aku tidak?

Windy agak sedikit surprise saat melihatku. “Wah, bagus juga tubuh mas.” ia berdecak kagum menatap tubuhku, terutama gundukan di depan selangkanganku yang tampak menonjol indah, menjanjikan sejuta hangat dan kenikmatan bagi wanita kesepian seperti dirinya.

Aku tersenyum. Penisku memang kembali mengeras. Bagaimana tidak, di depanku, Windy memang sudah berganti pakaian. Tapi tetap saja tubuh sintalnya terlihat begitu menggoda. Meski bodynya mungil, tapi dengan daster putih tipis yang ia kenakan sekarang, siapa juga yang tidak tergoda?! Dengan jelas bisa kulihat bayangan BH dan celdam yang ada dibaliknya. Seperti dugaanku, payudaranya yang sekal menantang terlihat begitu indah, tampak tidak muat saat ditampung oleh BH 36B-nya.

“Ini, mas.” Windy memberiku sebuah sarung. ”biar praktis,” katanya sambil tersenyum malu-malu.

”Iya, terima kasih.” berbalik memunggunginya, aku mengganti handukku dengan sarung itu. Aku bisa memastikan kalau Windy menatapku selama aku berganti pakaian. Aku tidak tahu apa saja yang ia lihat, tapi yang jelas, ia tersenyum lebar saat aku berbalik menatap wajah cantiknya.

”Sini, mas. Duduk sini.” Windy memanggilku, mengajakku untuk duduk di sebelahnya. ”Santai aja ya, jangan grogi.” lanjutnya.

Akupun mendekat dan menaruh pantat di sebelah kanannya, bisa kucium bau harum sabun mandi di tubuh mulusnya, begitu merangsang, membuatku deg-degan tak karuan. “Iya, aku nervous banget nih.” kataku menanggapi.

Selanjutnya percakapan kami berlangsung lancar. Sambil terus ngobrol, perlahan-lahan tubuh kami mendekat dan tanpa sadar sudah saling menempel. Entah apa yang menggerakkan keberanianku, tiba-tiba saja kaki kiriku sudah menindih kaki kanan Windy. Dan asyiknya, Windy diam saja. Ia memang sedikit kaget, tapi melihat senyumku yang tulus, ia tak kuasa untuk menolak. Bahkan ia mulai menggerakkan pahanya yang mulus itu agar bergesekan dengan pahaku yang masih terbungkus kain sarung.

Kuletakkan tanganku di salah satu belahan pahanya, kuusap-usap pelan dari atas ke bawah, terasa halus dan licin sekali, aku menyukainya. Windy membalas dengan menyingkap kain sarung yang kukenakan dan ikut mengusap-usap pahaku, ”Mas nakal,” gumamnya manja.

”Kamu suka?” tanyaku sambil menempelkan badan ke lengannya yang terbuka. Tubuhku langsung bergidik begitu merasakan kehangatan dan kehalusannya. ”Win,” lenguhku saat darahku seperti dialiri listrik ribuan volt. Aku terangsang berat! Penisku yang sudah tegang dari tadi, kini jadi semakin memberontak tak terkendali.

Windy yang melihat tonjolan besar di balik kain sarungku, tersenyum gembira. ”Mas suka dengan tubuhku?” tanyanya tanpa menjawab pertanyaanku.

Aku mengangguk, ”Suka, Win. Suka sekali!!” Kuberanikan diri mengusap tangannya yang naik turun di atas pahaku dan menggenggamnya mesra. Windy tidak menolak. Jadilah kami mulai saling mengusap-usap tangan satu sama lain.

“Tanganmu kok dingin, mas?” tanya Windy dengan tubuh bersandar penuh di pundakku, dia menempelkan payudaranya yang besar ke bahuku. Ehm, terasa empuk dan kenyal sekali.

“Grogi, Win, berdekatan sama orang secantik dirimu.” jawabku berseloroh.

Windy tertawa dan makin mendekatkan tubuhnya, kepalanya disandarkan ke pundakku. ”Istri mas kan juga cantik. Tanti juga.” sahutnya merujuk pada perempuan-perempuan yang pernah kutiduri.

”Bagaimana pun, malam pertama itu tetap bikin grogi, Win.” kucoba melingkarkan tangan ke kepalanya, kubiarkan Windy tiduran di tubuhku dengan berbantal tangan dan ketiakku.

”Malam pertama apaan? Aku sudah nggak perawan lho, mas.” dia mengingatkan.

”Bagiku, kau tetap perawan, Win. Malam ini, untuk pertama kalinya aku bisa mencicipi tubuhmu.” Aku yang sudah horni berat memberanikan diri mengelus-elus pundak kirinya. Windy diam saja, malah dia memejamkan mata, seperti menikmatinya.

Tak tahan menunggu lama-lama, aku pun menunduk dan mencium keningnya. Windy melenguh pelan, tapi tetap diam, sama sekali tidak menolak. Dituntun oleh nafsu, kuturunkan ciumanku menuju ke pipinya. Kuendus pelan disana sebelum akhirnya mulutku merambat dan hinggap di bibirnya yang tebal.

”Ehm, mas!” Windy mendesis lirih saat kulumat pelan bibir merahnya. Terasa sangat manis dan lembut sekali. Aku terus memagut dan menghisapnya rakus hingga Windy yang awalnya diam, kini mulai sedikit merespon. Dia membuka bibirnya dan membiarkan lidahku masuk menjelajahi mulutnya.

”Ahhh… Win!!” Lidah kami saling bertautan, saling hisap dan saling belit. Air liur kami bercampur. Kulihat mata Windy terpejam selama ciuman panas itu berlangsung. Hanya nafasnya saja yang sedikit berubah, mulai agak berat dan tak beraturan.

Secara naluriah, tanganku akhirnya bergerak menuju ke bongkahan buah dadanya, area yang selama ini begitu menggodaku. Kulihat benda itu bergerak-gerak indah seirama tarikan nafas Windy yang kian memburu. Pelan, dengan tangan gemetar, aku memegangnya. Ah, begitu besar, hingga telapak tanganku tidak bisa menangkup semuanya.

”Win?” kupanggil namanya saat aku mulai meremas-remasnya pelan. Bisa kurasakan kepadatan dan kekenyalannya meski benda itu masih tertutup beha.

“Puaskan aku, mas! Kau bebas berbuat sesukamu malam ini!!” kata Windy di sela-sela nafasnya yang turun naik. Kurasakan tangannya perlahan menyusup ke balik kain sarungku dan bergerak merayap untuk menangkap batang penisku yang sudah menegang dahsyat. “Gede banget, mas! Hhm…“
gumamnya begitu mengetahui ukuran yang sebenarnya.

Satu persatu kubuka pakaiannya, aku langsung terpana begitu melihat kemolekan tubuhnya. Sekarang hanya tinggal BH dan celana dalam saja yang masih menghias di tubuhnya yang sintal. Astaga naga, begitu sangat sempurna wanita cantik yang satu ini. Kenapa baru sekarang aku menyadarinya?

Kubuka bajuku tanpa berkedip memandangi tubuh Windy yang putih mulus tanpa cacat, wajahnya yang cantik dan genit membuatku tambah bernafsu ingin segera menggumulinya. Kupelorotkan kain sarungku hingga aku telanjang bulat di depannya.

”Ya Tuhan, gede banget, mas!” ujar Windy terkagum-kagum melihat ukuran kontolku yang besar dan panjang. Ia segera menghambur ke dalam pelukanku dan mendorong tubuhku hingga rebah ke atas ranjang. Bertindihan, kami saling bergumul mesra.

Kuremas dengan lembut buah dada Windy yang tidak bisa kutampung dengan tanganku, kulepas BH yang menutupinya hingga aku bisa memeganginya secara langsung. Benda itu terasa begitu empuk dan kenyal, membuatku sangat nyaman saat meremas-remasnya. Windy tersenyum ke arahku dan memagut bibirku mesra. Saling berciuman, kali kembali bergulingan di atas ranjang. Kurasakan kalau puting susu Windy
sudah tegang berdiri, pertanda kalau birahinya sudah memuncak.

“Mas… pelan-pelan aja, kok nafsu banget sih?” kata Windi di sela-sela lumatan bibirku.

“Gimana nggak bernafsu. Win. Sejak Tanti mengutarakan rencana ini, aku kadang suka masturbasi sambil membayangkan dirimu.” sahutku sambil memenceti gundukan payudaranya semakin keras.

“Mas bisa aja,” ujarnya dengan genit sambil meremas penisku dan mengocoknya pelan. “Besar sekali punyamu, Mas. Kukira dulu Tanti bohong, tapi ternyata tidak.“ ujarnya senang.

Kuelus-elus pahanya yang mulus bak pualam, sedang Windy terus mengocok-ngocok penisku. “Jangan cuma dikocok, Win… isepin donk!” pintaku.

Windy langsung saja menjilati penisku dengan penuh nafsu, sepertinya ia sudah terbiasa ngemut kontol, terbukti ia mudah saja melakukannya, mungkin suaminya suka minta yang seperti ini.

“Kontol mas gede banget, mulutku sampe ngilu rasanya, aahh… mmph… nggmm…” kata Windy tak lama kemudian sambil terus menghisap penisku.

Aku cuman tersenyum saja mendengarnya, ”Gede mana sama punya suami kamu?” tanyaku kemudian sambil kuremas-remas terus bongkahan payudaranya yang menggantung indah sementara dia menjilati penisku.

”Ehmm… suamiku kan gendut, kontolnya mungil, ya jelas gede punya mas donk!” jawab Windy dengan muka memerah akibat menahan nafsu.

Kurangkul tubuhnya dan kuhunjamkan penisku dalam-dalam ke rongga mulutnya…. Croop! batangku langsung memenuhi tenggorokannya yang mungil. Windy agak sedikit tersedak menerimanya, tapi sama sekali tidak menolak. Malah ia terus menjilat dan menghisap penisku hingga membuatku meringis-ringis menahan geli yang amat sangat yang justru semakin membuat batangku menegang dan mengeras.

“Aduh… enak banget, Win… oohh… enaknya!” mulutku mulai mengeluarkan desisan panjang sementara Windy terus menyedot dan mengocok batang kemaluanku keluar masuk di dalam mulutnya yang kini tampak semakin sesak. Tangan kananku kembali meraih payudara besarnya yang menggelayut bergoyang kesana kemari sembari tangan kiriku memberi rabaan di punggungnya yang halus.

”Mmm… mmm…” hanya itu yang keluar dari mulut Windy seiring telapak tanganku yang meremas keras daging empuk di dadanya. Windy membalas dengan sesekali menggigit ringan kepala kemaluanku yang terbenam lembut di dalam mulutnya.

Fiuhh! Windy mengeluarkan penisku saat sudah lelah mengulum. Ia lalu bangkit dan memelukku. Kami berciuman sekali lagi. Sambil melumat bibir tipisnya, segera kusergap pinggulnya untuk meraba daerah bukit selangkangannya yang sepertinya sudah membanjir oleh cairan kewanitaannya. Gantian kini giliranku. Segera kutarik cd-nya ke bawah hingga Windy sama-sama telanjang bulat sepertiku. Alamak, kulihat jembutnya tertata rapi, dengan labia mayora yang masih kelihatan utuh dan rapat, warnanya juga sangat cerah sekali; merah kecoklat-coklatan, terlihat begitu indah dan menggiurkan. CD-nya terus kutarik ke bawah hingga lolos dari kakinya, Windy membantu dengan sedikit mengangkat pinggulnya.

“Mas, puaskan aku malam ini! Hamili aku… suamiku sepertinya tidak bisa memberiku keturunan! Oughhh…” rintihnya dengan tatap mata sayu.

“Kau rela mengandung anak dariku?” tanyaku sambil menjilati vaginanya.

Windy mengangguk, “Hanya kepada mas aku berharap, Ohhh… Suamiku loyo, tak pernah mampu memuaskanku, apalagi memberiku seorang anak!“ jawabnya.

“Jangan sebut-sebut dia, Win. Aku suamimu malam ini. Akan kutanam benihku ke dalam rahimmu!” yakinku.

“Lakukan, Mas… lakukan!” ujarnya dengan penuh harap dan senyum lebar penuh arti.

Kembali kujilati vaginanya, membuat Windy mengerang lagi, semakin keras. “Ohh… Mas… ahh… ahh… ughh… enak!” erangnya suka. Tangannya yang mungil kulihat meremas-remas seprei ranjang untuk menahan sensasi jilatanku yang semakin lama semakin menggila menyerang lubang kewanitaannya. Terus kuhisap dan kukuak lubang sorga itu dengan lidahku hingga membuat Windy mengerang dan menjerit tak lama kemudian, pertanda kalau akan segera orgasme.

“Ohh… Mas, aku mau sampai… terus… terus!” rintihnya. Dan rintihan itu berubah menjadi pekikan keras saat kelentitnya yang sebesar biji kacang aku jilat dan sesekali kusentil dengan lidahku. Windy langsung menggelinjang dan menjerit-jerit tak karuan.

“Jangan keras-keras, Win. Nanti didengar sama tetangga.” aku memperingatkan, tapi dengan lidah tetap menancap di belahan vaginanya.

“Biar aja, nggak ada yang dengar kok. Teruskan, Mas… aku sudah hampir sampai!” pintanya dengan pinggul digoyang-goyang liar.

Tak lama kemudian dia melenguh dengan keras. Dari lubang vaginanya keluar cairan bening yang amat banyak, menyemprot dengan dasyat hingga membasahi ranjang serta sebagian mengenai mukaku. Tubuh mungil Windy kelojotan menahan nikmat orgasmenya. Kuhentikan jilatanku dan kupeluk tubuhnya penuh rasa sayang. Windy masih kelihatan terengah-engah menahan nafasnya saat kuciumi bibirnya.

“Terima kasih, Mas… beri aku sitirahat sebentar ya?“ dia membalas lumatanku sebentar sebelum meringkuk kecapekan dalam pelukanku.

Kubiarkan dia untuk memulihkan staminanya. Hampir lima menit kami berada dalam posisi seperti itu hingga kontolku yang terganjal bokongnya terasa gatal minta untuk diperhatikan. Kuremas buah dadanya untuk mengembalikan kesadaran Windy. Kukulum juga putingnya agar gairah Windy bisa cepat kembali. Pelan tapi pasti, usahaku itu membuahkan hasil. Windy mulai membuka matanya dan melenguh pelan. Nafsunya sudah bangkit kembali, bahkan kini menjadi kian ganas akibat orgasmenya tadi.

“Masukin sekarang, Mas! Keluarin di dalam! Hamili aku…“ rintih Windy manja sambil merebahkan tubuh montoknya di ranjang. Dia membuka kakinya lebar, memberikan vaginanya yang sudah basah memerah kepadaku.

Kukocok penisku sambil memandanginya. Busyet… lubang kecil segitu, kontolku mana bisa masuk. Kucoba untuk menguaknya dengan tangan, uh… memang benar-benar kecil. ”Kamu masih perawan ya, Win?” godaku sambil menusukkan salah satu jariku ke dalam, kukorek-korek dindingnya yang basah dan lengket berulang-ulang.

Windy sedikit menjengitkan tubuhnya saat kupencet ringan biji klitorisnya. ”Ehm… ya enggak lha, Mas. Punya suamiku aja yang kekecilan, jadi gak bisa menguak sampai tuntas.” jelasnya.

Ah, aku mengerti sekarang. Tapi jadi ada problem baru lagi nih, ”Kalau nanti dia curiga gimana?” tanyaku.

”Curiga apanya? Kalau aku nggak cerita-cerita, kan dia nggak bakal tahu.” sahut Windy.

”Bukan begitu… sehabis kuterobos pake penisku, lubangmu pasti bakal melar. Kalau dipakai sama suamimu, trus dia curiga sama ukuran lubangmu yang kegedean, gimana?”

Windy tertawa mendengar pertanyaanku. ”Mas nggak usah mikirin itu. Sekarang pikirin aja bagaimana cara Mas menghamiliki. That’s it, titik!”

Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal, sambil mengelus-elus paha mulusnya yang bulat mempesona, aku akhirnya mengangguk. ”Baiklah, kalau memang itu yang kamu inginkan. Tapi kalau nanti ada apa-apa sama suamimu, jangan salahkan aku lho ya,” aku memperingatkan.

Windy tersenyum. ”Biarlah itu menjadi urusanku, yang penting aku bisa hamil.” sambil berkata, dia membuka kakinya semakin lebar dan menarik tubuhku agar segera menindih tubuhnya.

Mencium kembali bibirnya, akupun segera mengarahkan penisku ke dalam lubang kencingnya. Terasa sangat sesak saat aku mencoba mendorongnya. Hanya masuk kepalanya saja, itupun sudah sangat memaksa.

“Punyamu terlalu besar, Mas… nggak bisa masuk kalo terus begini. “ kata Windy penuh nafsu.

“Iya, sulit banget… trus, gimana enaknya?” aku bertanya.

“Aku diatas saja, Mas duduk…” ujarnya sambil berpegang pada tanganku. Ia lalu bangun dari posisi tidurnya dan kemudian merangkul pundakku. Berpelukan, Windy mulai mengarahkan lubangnya pas di depan penisku.

“Pelan-pelan aja, Win…“ aku berpesan.

Windy jongkok dan memegangi penisku. “Ehm, kontol Mas benar-benar keras!” bisiknya parau.

“Vaginamu juga sangat sempit, Win… aku suka!” sahutku.

”Tapi gara-gara sempit itu kita jadi kesulitan seperti ini.” Windy tertawa. Ia mulai mengesek-gesekkan ujung penisku ke celah bibir kemaluannya.

“Ah, bener juga. Tapi aku memang suka sama punyamu, rapet singset kayak perawan!” Aku tertawa keras, tapi Windy segera membekap mulutku dengan ciuman dashyat di bibir. Dia melumat bibirku penuh nafsu, aku membalasnya tak kalah panas. Sambil mencium, tanganku mulai merambat untuk meremas-remas buah dadanya yang menggelantung padat dan keras di depan perutku.

Pelan-pelan Windy menekan tubuhnya ke bawah, memasukkan penisku ke dalam lubang sorgawinya. Mili demi mili, penisku mulai meluncur masuk. Terasa sangat sesak sekali, tapi tetap bisa menerobos meski sangat perlahan. Untuk menahan rasa perih di selangkangannya akibat gesekan alat kelamin kami berdua, Windy terus melumat bibirku sambil sesekali meringis kesakitan.

“Dorong, Mas… Dorang tapi pelan…” pintanya di telingaku.

Aku menurutinya. Kutekan penisku yang sudah setengah tenggelam ke dalam memeknya. “Benar-benar bodoh suamimu, Win, menyiakan-nyiakan wanita seseksi dir…”

Windy cepat menutup mulutku dengan bibirnya. “Aku tidak disia-siakan kok, dia cuma tidak bisa menghamiliku saja.” jelasnya.

”Kalau begitu, biar aku saja yang menghamilimu! Ughh!” kataku sambil menekan keras-keras penisku dengan sekali sentakan hingga amblas seluruhnya, masuk ke dalam vagina Windy yang sempit dan legit.

Pekikan keras langsung dikeluarkan oleh wanita cantik itu, “Auuuuuuuhhhhhhhh…” tubuhnya menggelinjang, sementara pelukan tangannya di tubuhku menjadi kian erat. Di bawah, remasan dinding-dinding vaginanya serasa mengurut-urut batang penisku, terasa begitu nikmat sekali.

Kembali kulumat bibir tipis Windy, sambil tanganku meremasi buah dadanya yang mengganjal empuk di depan dadaku. “Kita genjot bareng ya, Win?” aku berbisik di telinganya.

Windy mengangguk dan mulai menggerakkan tubuhnya ke atas dan ke bawah, sementara aku mengimbanginya dengan menggerakkan pinggulku berlawanan arah. Gesekan alat kelamin kami terasa begitu nikmat, apalagi saat vagina Windy sudah mulai bisa menerima kehadiran penisku, cairan yang keluar dari benda itu menjadi kian banyak, membuat genjotanku menjadi semakin lancar dan mantab.

Kami terus berpacu dengan posisi seperti itu; aku duduk sambil memangku Windy dalam pelukanku. Aku tidak pernah melakukan posisi seperti ini sebelumnya, baik dengan Tanti maupun dengan istriku. Ternyata rasanya begitu nikmat. Aku menyukainya. Kapan-kapan aku harus mencobanya dengan wanita lain.

Sambil saling memompa, tanganku aktif meremas-remas buah dada Windy yang membusung padat. Wanita itu bergoyang di pangkuanku, kakinya menyilang di pinggangku, membuat penisku yang terjepit di vaginanya jadi serasa seperti diremas-remas kuat sekali.

“Win, punyamu keras banget mencekik burungku… aku bisa nggak tahan nih.” kataku.

“Awas kalau Mas sampai keluar duluan,“ ujarnya sambil mencari bibirku.

Kami lalu saling memagut mesra dengan keringat mulai bercucuran. Menit demi menit berlalu dengan begitu cepat, tak terasa sudah lebih dari lima menit aku menyetubuhinya. Windy yang tampaknya mulai tak tahan, segera mempercepat genjotannya, dan aku meladeninya.

“Mas, ahh… a-aku… dah mau… sampai!” ujarnya dengan terputus-putus.

“Tahan sebentar, Win. Genjot terus tubuhmu!” sahutku.

“I-iya, Mas… aghh…“ Windy mempercepat genjotannya. Tak lama kemudian dia melenguh sangat keras, tubuhnya melengkung ke belakang sehingga buah dadanya yang bulat jadi membusung padat. Segera kucucup dan kuremas-remas benda itu untuk memberikan sensasi orgasme yang lebih optimal kepadanya, penisku juga terus aktif menyodok liang vaginanya dari bawah.

“Mas… arghhhh… aku sampaai… aughhh!” jerit Windy keenakan. Semprotan air maninya benar-benar dashyat, juga begitu banyak, hingga membasahi penis dan pahaku. Jepitan vaginanya yang semakin kencang serasa meremukkan batangku. Untunglah ada siraman lendir cintanya yang menyejukkan sehingga aku masih bisa mengontrol orgasmeku agar tidak keburu menyusul dirinya.

Windy lemas dalam pelukanku, tubuh montoknya lunglai lemas, matanya terpejam rapat, sementara nafasnya terus terengah-engah. Kubiarkan dia menikmati orgasmenya sebentar, sebelum kuangkat tubuhnya dan kutidurkan di ranjang tak lama kemudian. Kutindih dia dan kubisikkan kata cinta di telinganya. ”Gimana, enak?” tanyaku menggoda.

Windy menjawil hidungku dan tersenyum. ”Enak banget, Mas. Baru kali ini aku keluar dua kali dalam satu babak permainan. Mas benar-benar hebat.” pujinya.

Kucium bibirnya dan kuremas-remas payudaranya sebentar sambil kumasukkan kembali penisku ke dalam liang vaginanya. Windy menerimanya dengan senang hati, dia menjepitkan kedua kakinya di pinggangku agar alat kelamin kami semakin kuat menyatu.

“Mau yang lebih enak, sebentar lagi aku akan segera menyusul kamu lho…” bisikku di telinganya.

Windy tersenyum kegirangan, ”Lakukan, Mas! Keluarkan manimu di dalam vaginaku! Penuhi rahimku dnegan calon bayi kita!” dia berkata dengan penuh antusias.

“Kamu semangat banget, Win.“ timpalku sambil tersenyum.

Windy tertawa lepas. “Habisnya, sudah lama banget aku pengen hamil. Dan sekarang, bukan saja dapat anak, aku juga dapat enak dari mas. Benar-benar surprise!”

”Aku juga suka dengan tubuhmu, Win. Nikmat banget!” timpalku.

”Andai kita bisa begini tiap hari, pasti enak ya?” ia berharap.

“Aku mau kok tiap hari menyetubuhimu…“ kataku.

“Hah, benarkah?” tanyanya gembira.

”Iya, asal kamu balik bekerja sekantor sama aku! Nanti aku setubuhi kamu tiap hari pas jam makan siang.”

”Yee… mana bisa begitu!“ Windy tertawa. Usulku itu memang tidak mungkin dilaksanakan.

“Nggak apa-apa, Win. Biar aku saja yang kesini menemanimu. Sebentar lagi Tanti melahirkan, akan ada lebih banyak waktuku buat kamu!” sambil berkata, aku mulai bergerak menarik pantatku dan mendorongnya perlahan.

Windy merintih merasakan gesekan alat kelamin kami berdua, “Ohh… enak sekali penismu, Mas! Terus! Setubuhi aku! Buat aku hamil! Oughhh…”

Akupun makin mempercepat sodokan penisku, sambil mulutku mencari bibirnya dan melumatnya rakus. Tak lupa tanganku juga hinggap di atas gundukan payudaranya dan meremas-remas lembut disana. Windy memelukku erat sambil mengelus-elus punggungku, tampak sangat menikmati sekali apa yang kami lakukan. Tubuh kami telah basah oleh keringat, sebasah hujan deras yang mulai turun di halaman. Erangan kami bersahutan dengan suara geledek yang sesekali membahana.

”Win,” kupanggil namanya saat sodokanku beberapa kali mencapai tempat terdalam di lorong vaginanya. Tidak menjawab, Windy malah makin mempererat jepitan kakinya, menambah sesaknya gerakan penisku di dalam lubangnya.

“Uhh… enak sekali, Win.” erangku lagi.

Windy menarik kepalaku dan melumat bibirku gemas. Kembali kami saling berciuman mengadu bibir, sambil bokongku tetap bekerja menyodok-nyodok liang vaginanya. Terus kupacu tubuhku, semakin lama menjadi semakin cepat hingga tanpa sadar Windy mulai menjerit dan merintih-rintih tak karuan.

“Mas… aku… aah… oh enaknya!!” ucapnya meracau.

Aku merasa ada yang semakin mendesak dari batang penisku, tampaknya aku akan segera keluar. Sambil memegangi buah dada Windy yang bergerak naik turun menggiurkan, akupun menjerit keras. ”Ahhh… Win! Aku keluar! Uhhhh… ahhh…” Croott… croott… croott… beberapa kali aku menembakan peju ke dalam rahimnya. Windy ikut terkejang-kejang saat menerimanya. Kembali kami saling berpelukan dan berpagutan mesra dengan alat kelamin kami masih saling bertaut dan berkedut-kedut pelan.

Kami terdiam cukup lama setelah percintaan yang cukup menguras tenaga itu. Jam masih menunjukan pukul sepuluh malam, masih banyak waktu bagi kami untuk memadu cinta dan birahi malam itu. Aku yakin, dengan guyuran spermaku, Windy bisa hamil tidak lama lagi.

MBAK ANITA

Halo pecinta cerita dewasa dengan tema cewek berjilbab, kali ini akan kuceritakan sebuah petualangan seksualku bersema seorang wanita berjilbab yang kesehariannya sangat alim, mungkin kalian tidak akan percaya kejadian ini, bahkan saya pun kadang kala tidak bisa mempercaya bahwa saya pernah memadu cinta dengan seorang wanita yang alim. Oia, namaku adalah Erwin, aku mahasiswa tingkat akhir di sebuah perguruan tinggi, umurku 21 tahun.

toket jilbab montok-raia (1)

Wanita itu bernama Ria Febrianita, ia biasa disapa Anita atau Nita. Wanita yang telah berumur 28 tahun dan telah memiliki anak 1 ini adalah tetanggaku, rumahnya hanya terpaut tiga rumah dari rumahku. Suaminya Pak Kirno, adalah mantan TNI yang kini tak bisa laki banyak beraktifitas akibat cederan yang dialaminya ketika melaksanakan tugas militernya di sebuah daerah di bagian timur Indonesia. Sementara Anita, adalah seorang ibu muda yang energik dan mandiri, dia adalah ketua kelompok pengajian ibu-ibu di lingkungan RW tempat tinggalku, ia pernah mengenyam pendidikan pesantren entah berapa tahun, namun di lingkunganku ia dikenal sebagai seorang wanita yang alim.

Setia hari, Jilbabnya tak pernah lepas dari kepalanya, pakaiannya lebar tak bebas menunjukkan lekuk tubuhnya, walaupun kadang-kadang juga dia memilih busana yang agak sempit dan menunjukkan bagian tubuhnya yang menarik, seperti pantat dan payudaranya. Dia terlihat ramping jika mengenakan stelan daster dan mengenakan jilbab yang dilingkarkan ke lehernya, sebagian saja yang menutupi dada bagian kirinya, sisanya tentu saja masih kelihatan.

toket jilbab montok-raia (2)

Wajahnya ayu dengan mata yang sayu dan kebiasaannya tersenyum kepada ibu-ibu, saya sering menyapanya dan menikmati sedikit senyumnya, bibirnya tipis berisi, hidungnya tidak terlalu mancung, juga tidak pesek. Aku senang memandangi pipinya yang tampak putih dan agak sedikit memerah, dia memang putih mulus. Tingginya sekitar 150an, aku masih lebih tinggi sedikit dibandingnya. Karena dia memang akrab dengan ibuku, aku sering bertamu ke rumahnya, jika bertamu dia tetap mengenakan jilbab, namun yang biasa saja dengan pakaian santai, pernah suatu hari aku datang menemuinya di pagi hari ketika disuruh oleh ibuku, dia menerimaku dengan tetap mengenakan jilbabnya, namun pakaian yang dikenakannya adalah, pakaian tidur, sehingga jelas terlihat bentuk tubuhnya, dia masih ramping walaupun telah melahirkan, pantatnya berisi dan pahanya lumayang menyenangkan bentuknya. Matanya yang sayu serta senyumnya yang anggun berpadu dengan ekspresi wajah baru bangun tidur, tanpa make up. Aku sangat gembira dan diam-diam memperhatikan tubuhnya, sesekali dia mengetahui kalau aku memperhatikan tubuhnya, namun dia mengacuhkan dan membuyarkan lamunanku saja.

Suatu malam, saat aku baru pulang dari acara kongkow bersama teman-temanku, aku iseng berjalan pelan dan memperhatikan rumah Anita, malam cukup sepi waktu itu, kira-kira jam 1 malam, aku melihat ada bias cahaya dari ruang tamu Anita, Kupikir dia belum tidur tentunya, tidak mungkin itu suaminya, karena suaminya pasti telah tidur jam 9 atau jam 10 tadi. Jika yang menonton itu adalah keluarganya, tentu saja bukan, tak ada orang yang datang ke rumahnya hari ini, jika ada tentu saja ketahuan, aku tetangganya. Akhirnya aku iseng mendekati rumahnya dan mengintip apa yang dilakukan oleh Anita, kenapa dia belum tidur pada larut malam begini.

toket jilbab montok-raia (3)

Samar-samar suara televisi terdengar olehku, volume televisinya disetting kecil, namun di malam seperti ini, suara seperti itu dapat keluar rumah, walaupun samar-samar. Dari dalam kudengar suara desahan demi desahan seorang wanita yang sepertinya sedang menikmati hubungan seksual, beberapa kali desahan terdengar sangar seksi setika wanita itu mengalami puncak ketikmatan.

Namun ada yang aneh, beberapa kali suara desahan wanita di televisi diselingi suara desahan wanita yang lain, mungkin ada dua wanita yang bercinta. Aku heran, ternyata Anita yang kukenal sebagai seorang ibu muda yang alim juga senang menonton Video Porno, lama kelamaan pendengaranku fokus pada suara-suara yang terdengar samar, aku mencari sesuatu yang lebih, hingga suara desahan wanita yang lainnya dilanjutkan dengan erangan dan beberapa kata, “ouchhhh… ouchhhh enak banget sayang, pengen digituin…”, aku terhentak itu suara Anita.

Akhirnya aku mengintip dari jendela, mungkin dia sedang bercinta dengan suaminya, aku penasaran melihat tubuh telanjang Anita, tapi aku salah, dia tidak bercinta, tak ada seorangpun yang menemainya disana, dia sendirian, kulihat dia mengangkan, membuka pahanya yang lebar sambil menggosok memeknya, dia tak mengenakah jilbab, rambut hitam sedikit berombar tak karuan lagi, beberapa helai menutupi wajahnya, dia mengenakan baju tidur merah jambu, celananya telah lepas, kulihat pahanya putih mulus, berisi dan menggairahkan, aku ingin segera masuk dan membantunya, pikirku, namun tentu saja aku tidak bisa melakukannya, dia pasti akan berteriak dan bisa-bisa aku dipergoki massa.

toket jilbab montok-raia (4)

Kulihat dia memulai lagi proses berburu kenikmatannya, kulihat ia menengadahkan ke palanya ke atas, lehernya yang putih terlihat olehku, walaupun tak terlihat jelas, aku membayangkan disana ada bulu halus yang dapat kuciumi, kedua kakinya diangkat ke atas sambil dimekarkan, tangan kirinya perlahan menggosok bibir vaginanya, sambil bergoyang seperti seorang wanita sedang menari streaptise, dia mulai keenakan, tangan yang satunya mulai mempermainkan dadanya sendiri dari luar, kulihat dia mengejang kecil, yaaa beberapa kali tubuhnya mengejang, mungkin jari tangannya dimasukkan ke memeknya dan menyentuh itilnya, atau dia tak tahan menahan rangsangannya sendiri pada payudaranya.

Dia mengejang dengan sangat erotis, saat ini dia tak bersandar lagi di sofanya, dia telah terbaring, kakinya rapat, dia melipat kakika dan menjepit tangannya yang diam di selangkangannya, mungkin tangannya sedang mesra mengelus itilnya, dia berguling kiri kanan, sesekali meremas rambutnya sendiri atau mengisap jari tangan kanannya. Saat dia berguling, kulihat bongkahan pantatnya yang begitu membusung, tertanya dia memiliki tubuh yang hebat, harusnya dia menjadi model, apalagi wajahnya memang manis.

toket jilbab montok-raia (5)

Tanpa kusadari, aku telah memasukkan tanganku ke dalam celana dalamku, pelan-pelan kukocok kontolku yang telah menegang sedari tadi. Kuperhatikan terus perilaku Anita yang betul-betul tak sadar akan keberadaanku, dia mulai mendesah dicampur erangan, aku mengocok terus penisku, kusesuaikan irama kocokanku dengan desahan anita, Oucchhh.. anitaaa aku pengen memekmu sekarang …. dan anita juga mulai berkomat kamit, tuuu sukhhh dongghh sayanggg, ouchhhh!!! yang cepattt….

Ouchhh, ouchhhh… ahhhhh, kulihat dia mengejang sambil mempercepat gesekan tangannya pada vagina, dia bergerak sangat erotis, hampir seperti kesetanan, aku mempercepat kocokanku, erangannya semakit nikmat terdengar.. Oucchhhh ouhhhh .. oooohhhhhh, Dia mengejang luar biasa sambil menekuk tubuhnya sehingga dia terbaring dengan gaya pistol, dia tetap saja mengejang, kedua tangannya meremas vaginanya kali ini, kulihat mulutnya menganga tak bersuara hingga dia mendesah, melepaskan nafasnya yang tertahan, kemudian diikutu desahan nafas yang semakin lama semakin mengecil. Ouchhhh aku pun sampai, celanaku basah saat kulihat Anita menemukan kenikmatannya, kubayangkan tubuhku dipeluk erat olehnya dan kontolku dijepit erat-erat di selangkangannya.

*****

Sejak malam itu, aku seperti baru mengenal Anita, ternyata dia adalah seorang wanita muslimah yang tidak saja alim, tapi juga sangat seksi dan sangat menggairahkan. Aku seringkali membayangkan dia berjalan di depanku dengan busana muslimnya yang santu sambil membisikkan kata-kata cinta, “malam nanti main ke rumahku yuk, aku punya pertunjungan yang bagus buatmu”. Kubayangkan Anita berkata begitu padaku.

toket jilbab montok-raia (6)

Saat aku bertamu di rumahnya, aku mulai nakal, mataku semakin susah kukendalikan, hingga Anita tau ada yang berubah dari caraku memandangnya.
“Ada apa, Win?”, Dia mengagetkanku saat kuperhatikan dadanya.
“Ehhh, gak papah, Mba Nita”.
“Kok, bengong begitu?”.
“Ehhh gak papa, saya pamit pulang dulu deh, yang penting pesan ibu saya sudah disampaikan. Assalamu alaikum”.
“Walaikum salam”. Dia menjawabnya dengan senyuman.

Hampir tiap malam aku berfantasi bercinta dengannya, ngentot habis-habisan sampai kami tak bisa bangun di pagi hari karena kelelahan. Aku semakin sulit mengontrol gairahku, seperti ada sesuatu yang belum lengkap dalam diriku ketika membayangkan tubuh seorang wanita muslimah yang alim namun sangat menggairahkan, sangat panas dan seksi, apalagi tubuhnya sangat mengagumkan. Kadang-kadang aku mencandai diriku sendiri, mungkin jika bercinta dengannya, aku pasti sudah Ngecrooot saat dipeluk dan menjilati payudaranya, walaupun aku belum melihat secara langsung buah dada itu. Ahhhhhh

Akhirnya aku tahu, bahwa dia seringkali menonton film porno di malam minggu, memang pertama kali aku mengintipnya adalah malam minggu, saat itu aku pulang malam mingguan bersama teman-temanku. aku sudah mendapatinya 3 kali, dan malam nanti dia pasti menonton lagi. Pikiran cerdasku mulai datang dan terkumpul menjadi rencana. Aku akan merekamnya, agar aku bisa menikmatinya suatu saat tanpa menunggu akhir pekan.

“Tim, Pinjam handycam dong!”. Kataku lewat telfon.
“Buat apaan en kapan lu mau pake?”, tanya Tim, teman dekatku yang tiap malam minggu pasti bersamaku, dia belum pernah mendengar ceritaku soal ini.
“Ada deh, lu gak usah tanya-tanya ah, ntar sore gw kesitu ngambil barangnya!”.
“Ntar sore gw mau jalan sama Tiara, lu ntar malam ikut malam mingguan kan?”.
“Pasti dong, emang napa?”.
“Ntar malam aja lu ambil barangnya”.
“Ok”.

toket jilbab montok-raia (7)

Aku tersenyum, aku bersiap-siap keluar rumah untuk membeli kaset. Di jalan aku bertemu dengan Anita, dia sedang ribet membawa barang-barang belanjaannya. Tentu saja aku membantunya, aku membawa barang-barangnya dan berjalan di belakangnya, memperhatikan cara jalannya, membayangkan pantatnya, dan menikmati lenganggak-lenggoknya. Baru kali ini kusadari, ternyata Anita terbiasa mendobel pakaiannya, misalnya saat dia mengenakan daster atau gamis dengan paduan rok, dia pasti mengenakan celana kain di bagian dalam, sehingga jika roknya tersibak, betisnya tak kelihatan. Mungkin aku baru menyadari ini karena pikiran ngeresss yang belakangan ini rajin datang saat bertemu dengan Anita.

“Simpan disitu aja, Win!”. Anita merunduk di depanku, dia menaruh kantong plastik yang ia tenteng di lantai. Sesaat kuperhatikan pantatnya yang membusung kepadaku, mungkin Anita sadar kalau aku memperhatikannya sehingga dia cepat-cepat berdiri dan menghindar.

“Taruh aja di situ, Win!”. Dia menyuruhku lagi.
“Ohh iya, mba”. Aku bergegas menaruhnya. “Bisa saja aku mendekapnya saat ini dan memperkosanya di dapur dengan sangat tenang”. Bisikku dalam hati, tapi aku bergegas pergi dan tidak menghiraukan pikiranku, aku tetap harus menghormatinya sebagai wanita suci, lagi pula aku tak berniat merusak kecantikannya. tapi aku tetap ingin menikmati tubuhnya, menghujaninya dengan air maniku. Ahhhh

*****

Malam ini, aku pulang terlalu larut, Tim dan teman-temanku yang lain mengerjaiku sehingga aku harus pulang lebih larut dari biasanya. Aku bergegas mendekati rumah Anita. Dia ternyata belum tidur dan sedang menhabiskan malam di depan televisi seperti biasa. Penampilannya sudah acak-acakan, mungkin dia akan selesain, akhirnya cepat-cepat kukeliarkan handycam dan merekamnya.

toket jilbab montok-raia (8)

Dia berbaring di atas sufa berbulunya, tidur telentang, dengan kaki terbuka. Malam ini dia masih mengenakan jilbabnya yang berwarna orange tua walaupun sudah tak rapi, dia mengenakan baju gamis dengan motif teratai kecil dengan warna dasar putih, roknya tersibak ke atas sementara tangannya memijat memeknya, dia telah mengejang beberapa kali, aku berhasil merekamnya hingga dia mengeluh dengan luar biasanya, dia hampir terjatuh dari sufa karena tidak bisa mengontrol dirinya yang sedang diserbu rasa nikmat surgawi. Setelah erangannya selesai, aku tetap mengintipnya lebih lama, Namun aku tak merekamnya lagi karena dia telah menurunkan roknya yang lebar sehingga dia tak tampil seperti telah bermasturbasi.

Aku memperhatikan dirinya, dia telah tertidur pulas, televisinya tetap menyala namun tak ada lagi permainan di dalam sana, mungkin filemnya telah usai. “Anita mungkin pulang kemalaman dalam suatu acara di akhir pekan sehingga dia masih berpakaian rapi seperti itu, atau mungkin dia menerima tamu yang pulang kemalaman, dan dia kecapean sehingga merasa tak usah mengganti pakaian. namun pemandangan semalam sangat seksi melihat dia bermasturbasi dengan pakaian muslimah seperti itu.

Aku pulang, setibanya di rumah, aku langsung menonton videonya dan beronani, aku tak sabar melampiaskan nafsuku dengan melihat dirinya mencapai puncak kenikmatan. Aku merasakan onani yang sangat nikmat, melihat dirinya sambil berfantasi bercinta dengannya yang masih mengenakan busana muslimah seperti itu.

Aku tak bisa tidur, pikiranku kasak kusuk hingga pikiran jahat mampir di kepalaku, “Ancam dia kalau kau akan menyebarkan videonya, kalau tidak dia harus memuaskanmu”. Godaan dalam hatiku semakin kuat. Tapi aku tetap berusaha untuk tidur.

Keesokan paginya, aku cepat-cepat keluar, membeli kartu sim baru untuk meneror Anita. Aku tak tahan lagi, ide semalam mungkin ampun untuk memuaskan diriku, dia tidak akan berani melawan lagi, dan tidak akan mau videonya kusebarkan, sehingga orang-orang akan tahu kelakuannya, dia pasti akan malu sebagai wanita yang alim dan ketua pengajian ibu-ibu. Dia pasti akan menuruti kemauanku.
aku : aku melihat apa yg sering kamu lakukan di malam hari.
Anita : maksud kamu apa? ini siapa?
aku : tak usah mencoba menyangkal, aku punya rekaman. kamu seksi sekali sayang!

toket jilbab montok-raia (9)

Anita tidak membalas sms terakhirku, dia malah langsung menelfon, aku kebingungan menjawabnya karena bisa saja dia kenal dengan suaraku dan kedokku ketahuan. Akhirnya aku membiarkan telfonnya berlalu, dadaku berdebar-debar, tak kukira dia akan menelfon.

berkali-kali dia menelfon tapi di selingin dengan sms, dia mencoba memohon padaku agar menjelaskan apa maksud smsku. tapi tak kubalas lagi.

sehari telah berlalu sejak aku mulai menerornya, beberapa kali dia masih mencoba menghubungiku tapi aku tidak meresponnya sama sekali, dia mengirimkan sms, tidak aku balas karena aku bingung mau membalas apa.

hari ini, aku mulai sms dia lagi. dengan strategi baru.
aku : tak usah khawatir, aku akan tetap menjaga rahasia ini, tenang saja.
Anita : hei, saya mohon maaf, maksud kamu apa? saya tidak mengerti.
aku : sudah kubilang, aku punya rekamanmu. di gambar itu kamu klihatn menggairahkan sekali, berbeda dengan sosok wanita muslim yang selama ini kukenal.

ops, aq tidak sadar menuliskan sms begitu. kusumpahi diriku, bisa saja dia menerka-nerka dan mencurigaiku, karna akus ering bertemu dengan anita.

Anita : bagaimana kalau kita ketemu saja? tolong jawab telfon saya, saya mau bicara sama km!
aku : kamu mau bertemu? boleh saja, saya akan membantumu mencapai surga dunia, nonton film biru berdua itu lebih enak.
Anita : KURANG AJAR KAMU.
aku : terserah kamu, tapi kamu sendiri pasti sudah lama tidak menikmati tubuh lelaki.
Anita : tolong, bicaralah dengan jelas. aku sudah punya suami.
aku : tapi suamimu tidak bisa lagi menyentuh mem*k mu kan?
Anita : apa? sebenarnya kamu ini siapa?
aku : aku ini malaikatmu, ingin mengeluarkanmu dari siksaan batin, hingga kau tak usah tersiksa lagi bermasturbasi di tengah malam.
Anita : bejat kamu. kita perlu ketemu!

toket jilbab montok-raia (10)

aku kebingungan, apakah harus kutemui dia? jika dia tahu siapa yang menerornya, dia pasti marah dan kecewa padaku, aku bisa terancam. tapi dia tak mungkin berani, toh rekamannya ada padaku, aku bisa mengancam dia.

***

aku mengambil inisiatif lain. aku aktifkan kembali kartu sim ku yang asli dan keluar dari rumah.

kuketuk pintu rumah Anita, tak ada sahutan. aku bersabar dan tetap berusaha mengetuk pintu dan memberi salam. akhirnya dia datang membukakan pintu dan menyapaku. dia tetap biasa saja, berpenampilan sebagaimana mestinya, jilbabnya tidak lepas dan memakai baju terusan yang halus, tonjolan dadanya sedikit saja yang membusung, mungkin dia melapis bajunya. tadi dia mengenakan pakaian seksi dan mendobel pakaiannya dengan long dres ini agar lebih cepat menyambutku.

aku dipersilahkan masuk, aku menyampaikan maksudku bahwa di rumah aku sedang suntuk, bingung mau ngapain dan datang kesini untuk ngobrol. kutanya apakah dia sibuk atau tidak, ternyata sudah tidak, pekerjaan rumahnya telas selesai.

mungkin saat aku menerornya tadi, dia sambil mengerjakan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. aku bercerita banyak tentangnya, tentang pacarku, kuminta penilaiannya padanya dan berbagai obrolan lain.

“asal kalian sama-sama suka dan saling menyayangi. jika sudah saling sayang, hubungan kalian pasti kuat. godaan apapun yang akan datang, kalian pasti akan bisa melewatinya”, Anita memberikan saran padaku.

aku memintanya menceritakan pengelamannya juga, yaaa sebagai bahan cerita kataku, padahal cuma alasan doang agar aku bisa tau cerita-cerita pribadi dia. aku memintanya untuk menceritakan hubungannya dengan suaminya.

dia mungkin agak curiga kenapa aku ngotot banyak bertanya tentang suaminya, namun aku cepat-cepat menukar giliran, aku kembali yang bercerita dan setelah itu, kutanyakan padanya, kenapa dia jarang keluar rumah lagi bersama suaminya? apakah ada masalah?, tanyaku.

toket jilbab montok-raia (11)

dia menceritakan tentang cedera yang dialami suaminya, saat ini suaminya bisa dikatakan lumpuh, tak banyak yang bisa dikerjakannya selain di kamar. mungkin sekali-kali saja dia keluar kamar dan berkeliling di dalam rumah. dia terus bercerita bahwa dia menyayangi suaminya, walaupun dia tak bisa meminta banyak dari suaminya dia tetap melayaninya dengan baik. Kubayangkan lagi kejadia malam-malam ketika Anita bergelut dengan dirinya sendiri, saat dia butuh kekuatan seorang suami untuk “mengerjainya” hingga puas.

aku mulai merasa malu mendengar ceritanya, dia sangat sayang pada suaminya, dia sangat setiap padanya, walaupun kebutuhan seksnya tinggi, dia tetap merawat suaminya dengan baik. mungkin inilah alasan kenapa dia jarang keluar rumah, mungkin dia takut tergoda oleh pesona lelaki yang akan membuyarkan cintanya pada sang suami tercinta. Aku? aku mungkin bisa diterima karena aku dianggap lebih muda olehnya, mungkin dia menganggapku sebagai seorang adik saja.

akhirnya aku mohon pamit, niatku melihat kondisinya saat dia menerima sms teror dariku tidak lagi kuperhatikan, dia memang seperti tidak mendapatkan ancaman, wajahnya tetap tenang, dan auranya tetap juga sayu. dia manis sekali.

***

beberapa hari berlalu, aku tidak menerorka lagi, aku masih kasihan padanya yang terus menjaga kesuciannya dan cintanya pada suaminya.

namun, setelah 2 minggu berlalu, tak sengaja lagi aku dapati dia begadang, tidak seperti biasanya, malam ini lebih larut. jam 3 subuh. malam itu tak ada celah untuk mengintipnya, dan memang dia merubah posisi ruangan. aku hanya bisa mendengan desahan halusnya, suaranya kecil sekali, namun jika diperhatikan terdengar juga lenguhannya. Ouhhhhhh, ahhhhh tuhannnnn, ouhhhhh !!!

aku tepat pada waktunya, dia sedang tinggi-tingginya. Akhhhhh !!!, dia agak sedikit berteriak, mungkin memang berteriak tapi aku yg mendengarnya samar. Akhhhhhh AKHHHHH… uhhhhh…. suaranya mulai agak keras. Ouhhhh iyaaaahhhh, hemmmppphhhhh.

aku cepat-cepat pulang ke rumah. kuaktifkan kartu sim terorisku dan segera melancarkan aksiku. kuaktifkan handycam dan memutar balik aksinya yang berhasil kurekam dl. aku mengelus buru*gku sendiri sambil mengetik sms.

aku : kamu butuh bantuan malam ini?
anita tak menjawab. tak ada jawaban. aku tersiksa sekali menunggu smsnya.

toket jilbab montok-raia (12)

keesokan paginya, dia baru membalas sms ku : KURANG AJAR!!!
mungkin dia langsung tertidur pulas setelah masturbasinya yang tertangkap olehku.

aku : semalam kamu banjir berapa kali? sepertinya nikmat sekali yah?
Anita : kalau kamu memang laki-laki, tolong temui saya di ….
dia menyebutkan tempat dimana kami harus bertemu. tapi aku tidak datang. aku masih ragu bagaimana harus bertemu dengannya.

***
suatu hari aku datang lagi bertamu ke rumahnya. aku kembali meminta saran padanya. “Aku suka pada wanita lain”, kataku. dia kebingungan mau menjawab bagaimana. sebelum dia menjawab, aku sudah bertanya padanya. “menurut mba, kalau aku suka pada wanita yang lebih tua itu bagaimana?”.

“Tidak ada masalah, umur bukan halangan, win. trus kamu tidak suka lagi pada pacarmu yang sekarang? kenapa?”. Dia mulai bersemangat, mungkin dia memang butuh teman cerita.
“Aku suka sama pacarku, cuma rasanya aku tergoda dengan perempuan yang satu ini, mba”.
“hehehe, kamu laki-laki yang gampang tergoda ya? wah bahaya itu”.
“Ahhh, mba Nita ngawur. mungkin aku lebih suka perempuan yang lebih dewasa, pacarku kan terlalu manja”.
“Hehehe, gak apa-apa sih, selama itu memang pilihan terbaik kamu, cuma kamu bisa nyakitin perasaan pacar kamu, jadi kamu jangan egois dong, kamu punya tanggung jawab terhadap perasaan dia”. dia tersenyum lembut. ahhh damai melihat dirinya seperti ini.

aku sangat tergoda padanya, beberapa kali aku terus bertamu di rumahnya, dia tidak heran, memang betul dia suka ada temen ngobrol di rumah, soalnya dia jarang keluar rumah, kecuali memang mendesak. hari ini saat aku datang padanya, aku meminta saran bagaimana mengatakan bahwa aku suka pada perempuan yang umurnya lebih tua itu.

“yaa, mungkin kamu katakan saja, dengan suasana romantis atau sesuai kreativitasmu deh, hehehe”. dia mulai terlihat bebas tertawa lebih riang di depanku, mungkin karena sudah terbiasa ngobrol. sesekali dia meninggalkanku karena harus memperhatikan suaminya.

“Masalahnya mba, saya ngerasa malu ungkapin perasaan saya ke perempuan yang lebih tua”.
“kenapa harus malu? kamu kan laki-laki, tunjukin keberanian kamu dong, biar dia tau kamu bertanggung jawab”. Katanya.

“Iya, cuma tidak biasa saja, orang-orang kan nembaknya cewek yang lebih muda, jadi lebih gampang. Kayaknya perempuan dewasa memang susah diraih”.

“Iya dong, kamu perlu dewasa juga”.

“menurut mba gimana?”.

“Kamu cukup dewasa sih, kamu enak diajak ngobrol, nyambung dan cerdas, cuma perlu keberanian aj, apalagi wajahmu ganteng loh”. Ahhhh aku suka skali kata-katanya ini, Anita seperti cewek muda yang genit, masih masa nakal-nakalnya dulu. Aku mulai mendapatkan jalan yang bagus ne.

“Ah, mba Nita bisa aja. nah kalau misalnya gini, mba Nita di posisi cewek yang disuka sama cowok yang lebih muda, sikap mba Nita gimana coba?”.

“Hehehe, kok jadi mba sih. masa begitunya udah lewat”.

“Iya, tapi kan bisa dibayangkan. mba Nita sukanya cowok yang kayak gimana?”.

“emmm kayak gimana yah? …. dia harus bertanggung jawab, berani dan menghargai orang lain termasuk pasangannya”.

“maksudku secara fisik gimana? trus kalau ditembak, kira-kira pengennya kayak gimana?”.

“Yaaa kalau fisik sih yaa kalau boleh yang ganteng, tapi gak juga gpp, yang jelas sikapnya baik… trus kalau nembaknya yaaa yang romantis… hehehe”, sisi lain dari mba Nita mulai kelihatan, dia lebih manis dan kesan keibuannya tidak nampak, dia seperti mahasiswi2 di kampusku, nakal dan centil. dia mulai merasa bebas ngomong mungkin.

“Yaaa yang romantis itu bagaimana mba Nita? apakah dia datang ke mba nita, duduk di samping kayak gini (aku mempraktekkannya, duduk di sampingnya, Nita cuma tersenyum dan merespon ramah, kamu seperti anak umur belasan saja). trus dia bilang cinta ke mba?”.

“Yaaa itu boleh juga, cuma kurang romantis”.

“Trus baiknya gimana dong”. Aku coba memaksanya.

dia mulai menceritakan imajinasi romantisnya.

Yaaa awalnya kita jalan-jalan ke suatu tempat yang memang romantis, di daerh bukit misalnya, trus kita duduk berdua di bukit itu smbil ngobrol yang lucu-lucu.

“sambil cubit-cubitan atau melempar rumput ke wajah”, kataku.

“Iyaa, pokoknya senang, sampai kita diam trus melihat pemandangan”.

“Nita kamu lihat pemandangannya indah, mirip seperti dirimu”. kataku, tubuhku mulai kudekatkan padanya, tapi dia agak risih. “pacarannya blum bisa sentuh-sentuh dong, hehehe”. Katanya padaku saat kusentuhkan tubuhku padanya. dia makin manis, aku mulai bisa mengangap dia seumuran denganku.

“trus si cowok bercerita tentang hal-hal yang indah, tentang masa depan, dan pelan-pelan muji aku, hehehe”.

“Iyaa, wajahmu indah nita, mataku segar melihatnya, aku senang kamu bisa riang seperti ini”. kataku, aku makin percaya diri>

“hehe, trus?”.

aku kebingungan dia bilang begitu “Andai kita bisa bersatu, aku sangat bersyukur, aku bisa mengorbankan diriku untuk kebahagiaanmu”. aku beralih ke depannya, berlutut dan memegang tangannya, dia kaget atas sikapku. “maafkan aku jika membuat kamu merasa lain, biarkan bukit ini menjadi saksi, duduklah di sampingku”, kutarik tangannya dengan lembut dan kudukkan di laintai berkarpet tebal, kami duduk bersampingan diantara sofa dan meja sekarang. kugenggam tangannya erat-erat. dia mengikuti begitu saja, pasrah. raut wajahnya seperti kebingungan harus berbuat apa. tak kuberi dia kesempatak untuk berfikir jernih.

“Nita, aku ingin memelukmu dengan perasaan cinta, penuh kasih sayang. entah apa yang mendorongku berkata seperti ini, tapi kau sendiri yang memupuk perasaan cinta ini, Nita”, tanganku mulai melingkar di pundaknya, tubuhku makin erat.

“emmm”, Nita kebingungan.

“bagaimana aku harus mencintaimu Nita? aku ingin kita hidup bersama dan bahagia, saling merasa dan saling memberikan kesenangan”. aku mengelus pundaknya, tanganku yg satu tetap menggenggam tangannya.

“Nita, izinkan aku mengajakmu terbang di atas bukit ini”. dan bibirku melayang ke wajahnya, kucium pipinya pertama, namun dia sendiri yang mencari bibirku. Akhirnya kami berpagutan. Nita menutup mata.

toket jilbab montok-raia (13)

bibirnya yang kecil berisi lebih agresif dariku, namun kubiarkan, aku mengikuti saja, tanganku yang nakal kesana kemari, pakaiannya yang berlapis-lapis menggangguku, apagi dia mengenakan baju panjang jadi susah kuselipkan tanganku ke dalam. namun remasan ke dadanya dari luar saja membuatnya seperti gila, dia memegang tanganku yang sedang meremas payudaranya. dia meremas tanganku dengan keras.

Ciumannya makin gila, lihat kami ikut serta, dia tak membuka mata. tanganku meremas dadanya sambil menahan beban badan di punggungnya, kudorong dia dengan pelan hingga kami terbaring di atas karpet, kami tak bisa bergerak banyak karena dibatasi oleh kursi dan meja, namun begitu saja sudah sangat cukup.

Kutarik jilbabnya, lalu ciumanku turun ke lehernya yang putih jenjang. Ouhhh betapa indahnya. mulutnya menganga, bibirnya merah merekah smbil mendesah. tangannya meremas pantatku dan menekannya sehingga tubuhnya makin tertekan…

Oughhhhh,,, ahhhhhhhh.. terusinnnnn…. Nita betul-betul menikmati, aku makin buas menjilati lehernya, sesekali kugigit pelan hingga dia menggelinjang. saat lidahku berjalan naik ke telingannya dia menahan dan mendorong kepalaku ke bawah… owwwhhhhh,, jilattttinnn terusshhhhh pantatnya bergoyang dan tangannya makin menekan pantatku.

dari atas, kuselipkan tanganku ke dalam bajunya, aku sempat bingung karena bajunya berlapis tiga, baju paling luar, di dalamnya ada baju kaos dan di dalamnya ada baju tidur yang tipis, tanpa bra. dan aku menemukannya. walaupun aku tak melihat payudaranya, aku bisa tau ukurannya 34b, tak pernah kukira dia punya payudara luar biasa seperti ini, tegang dan lembut. dari leher, bibirku mulain turun, saat aku kesulitan menjilati dadanya lebih kebawah, tangannya membantu dengan menarik V bajunya sengingga kancingnya lepas dan robek. Kugapai payudara yang satunya dengan beringas, tak sempat kunikmati dengan mata. Kukulum begitu saja, putingnya kupilin dengan bibirku, ujung putingnya kujilati di dalam mulut. Ouchhhhhhh……..

Akhhhhhhh………… Uhhhhhh Iyaaahhhh,,,, ouhh sayangggg… uuu dahhhh laaa mahhhhh,, AAAUUKKHHHHH…….. OOOOOushhhhhhh, dia berteriak sambil menekan pantatku sangat kuat, aku mebantunya dengan menekan selangkangannya, tangan Nita naik ke kepalaku dan menariknya, dia menciumku dengan beringas, bibirku sakit digigitnya tapi aku pasrah saja, aku menikmatinya, ini permainan yang hot, sofa yang berat ini berseger sedikit, meja sudah jauh dari kami.

Oughhhhhhhhh,,, emmphhhhhh.. ouhhhhh… ia melenguh panjang, melepaskan seluruh nafasnya yg tertahan saat memeluk leherku dengan erat. Dia terlah terbang bersamaku, aku memeluknya sambil mencium lehernya. Kucium dengan penuh cinta, kuhafal baik-baik aroma rambut dan lehernya, entah masih adakah kesempatal lain terbang ke langin bersama anita.

toket jilbab montok-raia (14)

Aku mulai lagi, mencium bibirnya, kami bertarung lagi. entah dia keenakan sehingga belum sadar apa yang kami lakukan, aku berusaha mencapai orgasme ku juga, kugesekkan kont*lku yang masih di sarangnya di selangkangan anita, kuhisap dengan beringas dadanya, dia menggeliat seperti cacing kepanasan, tangannya tiba-tiba sudah sampai di dalam celanaku, mengelus kont*lku, dia berusaha membuka celana jeans yang kukenakan.

Aku makin gila mengulum putingnya, kuremas pantatnya. Namun saat kancing jeansku terlepas, belum sempat dia menarik ke bawah, seorang anak datang dengan ucapan assalamu alaikum di depan pintu. Anaknya datang!

Kami segera bergegas, berantakan, rambut Anita kesana-kemari, tidak mirip anita kelihatannya tetapi seorang bidadari cantik jelita yang seksi, penuh nafsu dan energik. Jilbabnya dikenakan seadanya, kami langsung kompak seperti membersihkan minuman yang tumpah. Untung saja, tanpa disadari minuman kami tumpah saat sedang bergelut tadi. Anita bergegas membawa gelas ke dapur. Aku sendiri memperbaiki posisiku.

tak lama kemudian aku pulang ke rumah, tanpa pamitan kepada Anita, dia tak keluar lagi menemuiku, jadi kukira aku memang harus pulang. Di jalan pulang, Penisku berdiri tegang mengingat adegan lain. Aku pulang ke rumah dan melampiaskannya di kamar mandi. Ohhhh Indahnya hari ini.

MARISSA ICHA

Marisa, 44 tahun, adalah seorang artis senior di perfilman Indonesia, juga seorang dosen dan seorang politikus wanita yang cukup diperhitungkan di dunia politk akhir akhir ini.. Marisa Handayani atau sering dipanggil Icha itu memiliki wajah yang cantik, berkulit putih dengan bibir yang merah merekah, tubuhnya berisi, padat dan sekal. Orang-orang mengenalnya sebagai seorang wanita yang berani dalam memperjuangkan kaum wanita, dan juga sebagi seorang wanita yang taat beribadah dan rumah tangganya yang tidak pernah diterjang gosip perselingkuhan.
Tinggi badannya 170 cm, membuat wanita cantik itu berpenampilan anggun dan terhormat. Usia nya yang hampr setengah baya tidak menyurutkan kecantikan dirinya, icha dahulunya adalah mantan model, artis layer lebar, produser dan sekarang , panggung politik. Walaupun dirinya seorang wanita, icha tidak surut dalam berkiprah di panggung politik Indonesia. Karena icha adalah wanita hasil blasteran sunda dan prancis, dua buah kiblat suku bangsa yang terkenal akan kecantikan kaum hawanya. Sadar akan usianya yangsudah tidak muda lagi, belakangan icha lebih sering memakai jilbab dan pakaian tertutup saat tampil di depan public maupun dalam kesehariannya
Di kancah percaturan pokitik yang sekarang digeluti icha, wanita cantik itu terkenal sebagai seorang wanita yang tegas dan yakin akan pendirian politk yang dianutnya, sosoknya yang cerdasa dan kritis selalu berani menghujat dan mengecvam pemerintah maupun para rival politiknya tanpa basa basi. Seperti kasus pemalsuan ijazah seorang wanita yang merupakan saingannya dalam memperbutkan kursi kepala daerah suatu kabupaten, dengan gamblang icha memperkarakan keaslian ijazah rivalnya itu kehadapan public melalui media massa. Hal ini sempat membuat icha terseret kepengadilan dan hasilnya adalah keputusan pengadilan bahwa icha dituduh melakukan pencemara nama baik dan hasilnya ia didenda dalam perkara itu, namun icha berhasil lepas dan tetap pada pendiriannya, ia menjadi oposisi dan mengkritisi kebijakan wanita yang bernama R*******H itu. Hal ini mengakibatkan banyak dating terror dan ancaman pada icha agar icha menghentikan sepak terjangnya, hingga terjadi lah peristiwa naas itu,
Pada suatu malam sehabis pulang dari rumah produksi miliknya, icha mengemudikan mobilnya seorang diri menuju tempat tinggalnya. Hari itu icha membawa mobil sendiri tanpa ditemani sopirnya, Dia merasakan badannya amat lelah akibat seharian mengawasi pembuatan sebuah film tentang kejahatan politik yang diproduserinya sendiri.
icha mengemudi dengan kecepatan sedang, pada sebuah jalan pintas menuju ke complex rumahnya yang kini tinggal berjarak kurang lebih 2 kilo, yang dikelilingi hutang lindung tropika yang rimbun itu, namun jalan tersebut agak sunyi dan gelap. Tiba-tiba tanpa disadarinya, sebuah mobil memotong mobilnya dan berhenti tepat di depan mobilnya. Icha kaget dan spontan menginka rem Belum lagi hilang rasa kagetnya, sekonyong-konyong keluar dua pemuda berbadan kekar dari pintu belakang, mereka membawa kapak merah dan langsung menyerang mobil icha dengan cara memecahkan kaca samping mobil itu berkali kali, icha menjerit histeris, namun pintu samping tempat dia duduk mengemudi itu telah berhasil dibuka paksa oleh mereka. Mereka menyeret icha keluar dari mobilnya, kejadian itu begitu cepat, Marisa haque yang tidak sempat memberikan perlawanan itu diseret masuk ke dalam mobil mereka, dan mobil itu kemudian langsung tancap gas dalam-dalam meninggalkan lokasi .
Di dalam mobil tersebut ada empat orang pria. Marisa haque diancam untuk tidak berteriak dan bertindak macam-macam, sementara mobil terus melaju dengan cepat. Icha yang masih terbengong-bengong pun didudukkan di bagian tengah, diapit 2 orang pria. Sementara mobil melaju, icha berusaha berdialog dengan mereka,
“ heii.. siapa kalian ini?? Mau dibawa kemana kau haaaa??!! “ hardik icha saat ia berusah berontak, namun kedua tangannya dicengkram dua lelaki di sebelanya itu.
Mereka cuam diam. Kesal pertanyaannya tidak ditanggapi icha terus meronta mina dilepaskan dan pada satu kesempatan icha berhasil menggigit tangan seorang lelaki di sebelahnya, lelaki itu terpanjat dan dengan reflek dia memukul kepala icha hingga cah tersungkur.
“ eeehh.. wanita ini liar sekali kelihatannya “ ujar lelaki yang menggampar icha barusan. “ gua perosa juga ni perempuan” tambahnya, membuat icah begidik mendengarnya.
“udah ikat aja tangannya” ujar lelaki yang duduk disamping supir. Dengan patuh lelaki tersebut memegang kedua tangan icha kebelakang dan mengikat tangan icha dengan menggunakan ikat pinggangnya. Icha kalah dalam adu tenaga hingga kedua tangannya terikat kebelakang. Namun tak sampai dissitu, setelah kedua tangan icha terikat mereka berusaha meremas-remas paha icha. Tangan kedua lelaki tersebut mulai bergantian mengusap-usap kedua paha mulus artis senior yang cantik itu.
Naluri wanita icha kini bangkit dan berontak. Namun belum lagi berbuat banyak, tiba-tiba lelaki yang duduk di sampingnya memukul kepala icha untuk kedua kalinya beberapa kali hingga akhirnya wanita cantik itu pun mengakhiri perlawanannya dan pingsan.
Kedua tangan icha yang diikat ke belakang dengan tali pinggang, hingga dadanya yang masih montok dan masih dilapisi baju kemeja berbahan blazer itu mencuat ke depan. Sementara itu selama dalam perjalanan kedua orang pria yang mengapitnya itu memanfaatkan kesempatan dengan membentangkan kedua belah kaki icha lebar-labar ke kiri dan kanan sampai akhirnya tangan-tangan nakal kedua lelaki tersebut dengan leluasa menyeruak ke dalam celana dalam Icha, kemudian dengan bernafsu mengusap-ngusap kemaluan wanita setengah baya yang cantik itu
Akhirnya sampailah mereka di sebuah rumah besar yang sudah lama tidak ditempati di suatu daerah sepi. Mobil langsung masuk ke dalam dan garasi langsung ditutup rapat-rapat. Kemudian Icha yang masih pingsan itu langsung digotong oleh dua orang yang tadi mengapitnya masuk ke dalam rumah tersebut. Rumah tersebut kelihatan sekali tidak terawat dan kosong, namun di tengah-tengahnya terdapat satu sofa besar yang telah lusuh.
Marisa Haque kemudian didudukkan di sebuah kursi sofa panjang di antara mereka.
Salah seorang dari mereka berujar memerintah, “Robert.., ambilin air..!”
Seseorang bernama Robert segera keluar ruangan dan tidak lama kemudian masuk dengan seember air.
“Ini Bos..,” ujar Robert
Frans adalah seorang pria yang berbadan tegap dan berambut gondrong sebahu namun tampak klimis itu berdiri dan menyiramkan air pelan-pelan ke wajah Icha.
Beberapa saat kemudian, ketika sadar artis cantik itu terlihat sangat terkejut melihat suasana di depannya, “Kamu..” katanya seraya menggerakkan tubuhnya, dan dia sadar kalau tangannya terikat erat.
Kali ini Frans tersenyum, senyum kemenangan.
“Mau apa kamu.. Frans!!” Marisa haque yang ternyata mengenal pria yang bernama Frans itu. Icha sudah taka sing lagi dengan frans, yang merupakan rival satu partainya yang dahulu, sebuah partai berlogo moncong putih, yang telah lama ditinggalkan icha, karena partai tersebut memecatnya menjadi anggota DPR, saat ia maju mencalonkan diri menjadi kepala daerah banten.
“Jangan macam-macam ya, nanti saya lapor polisi.!” lanjutnya lagi.
Frans hanya tersenyum, “Silakan saja teriak, nggak bakal ada yang dengar kok. Ini rumah jauh dari mana-mana.” kata Frans.
“Asal tau aja, begitu urusan gue di Polda waktu itu beres, elo udah jadi incaran gue nomer satu.” sambungnya.
Sadar akan posisinya yang terjepit, keputusasaan pun mulai terlihat di wajah wanita cantik itu, wajahnya yang cantik sudah mulai terlihat memelas memohon iba. Namun kebencian di hati Frans masih belum padam, terlebih-lebih dia masih ingat ketika Icha memperkarakannya ke Polda Metro Jaya, karena ia telah memperkosa seorang mahasiswi. Kasus ini dilaporkan icha karena frans telah menghasut dewan penasehat partai bergelar moncong putih itu untuk menonaktikan icha sebagai wakil dari fraks partainya, frans adalah tangan kanan wanita yang mengalahkan perolehan suara icha dalam pemilihan kepala daerah provinsi B****N. Namun karena frans memiliki beberapa rekan yang merupakan oknum polisi, dengan alasan bukti yang kurang dari pihak kepolisian, Frans pun akhirnya dibebaskan. Hal inilah yang membuat nama Frans di panggung perpolitikan menjadi tercemar karena sudah ketahuan belangnya oleh public, frans pun ikut dipecat dari kader partai tersebut. Itulah alasan frans mengapa dia begitu mendendam dan bertindak nekat seperti ini.
Memang di kalangan dunia hiburan malam nama Frans cukup terkenal. Pria yang berusia 40-an tahun itu dikenal sebagai pemilik beberapa tempat hiburan maksiat di Jakarta, dan isunya dia otak dibelakang gerombolan kapak merah yang sangat terkenal akan reputasinya sebagai penyakit masyarakat itu..
“Ampun Frans, maafkan aku,atas sikapku waktu itu…” kata icha seolah membela diri.
“Ha.. ha.. ha..” Frans tertawa lepas dan serentak lelaki yang lainnya pun ikut tertawa sambil mengejek Icha yang duduk terkulai lemas.
“Hei perempuan sok pintar , lo berani macem-macem am ague waktu itu yee.. lo gak tahu berhadapan sama siapa??!!” ujar Frans sambil mengelus-elus dagunya.
“Sekarang elo musti bayar mahal atas tindakan elo itu, dan gue mau kasih elo pelajaran.” sambungnya.
Icha pun tertunduk lemas seolah dia menyesali tindakan yang telah diambilnya dulu, airmatanya pun mulai berlinang membasahi wajahnya yang cantik itu.
Mulai mendekati icha Frans dengan kasarnya mengangkakngkan kedua kaki icha,
Icha menatap Frans dengan ketakutan, “Jangan, jangan Frans..” ucapnya memelas seakan tahu hal yang lebih buruk akan menimpa dirinya.
Dengan paksa ia menyingkapkan rok panjang yang dikenakan icha ke atas hingga kedua paha mulus Icha terlihat jelas, juga celana dalam icha yang berwarna krem berenda.
Kemudian, dengan kasar ditariknya celana dalam icha sehingga bagian bawah tubuh Icha telanjang. Kini terlihat gundukan kemaluan Icha yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang terlihat begitu terawatt potongannya, sementara itu Icha menangis terisak-isak.
Para lelaki yang berada di sekitar Frans itu pun pada terdiam melongo melihat kemaluan Icha yang terhidang indah itu. mereka hanya dapat menyaksikan bos mereka mengerjai artis cantik itu itu untuk melampiaskan dendamnya. Kini Frans memposisikan kepalanya tepat di hadapan selangkangan Icha yang nampak mengeliat-geliat ketakutan. Tanpa membuang waktu, direntangkannya kedua kaki icha hingga selangkangannya agak sedikit terbuka, dan setelah itu dilumatnya kemaluan Ichai dengan bibirnya.
Dengan rakus bibir dan lidah Frans mengulum, menjilat-jilat lubang vagina Icha. Badan Icha pun menggeliat-geliat kerenanya, matanya terpejam, keringat mulai banjir membasahi tubuhnya, dan rintihan-rintihannya pun mulai keluar dari bibirnya akibat ganasnya serangan bibir Frans di kemaluannya, “Iihh.. iihh.. hhmmh..” sementara itu kedua tangan frans tak henti-hentinya menggerayangi paha icha yang putih mulus dan terawat itu
Marisa Haque berusaha meronta, namun hal itu semakin meningkatkan nafsu Frans. Jari-jari Frans juga meraba secara liar daerah liang kemaluan yang telah banjir oleh cairan kewanitaannya dan air liur Frans. Jari telunjuknya mengorek dan berputar-putar dengan lincah dan sekali-sekali mencoba menusuk-nusuk.
“Aakkh.. Ooughh..” icha semakin keras mengerang-ngerang.
Setelah puas dengan selangkangan icha kini Frans bergeser ke atas ke arah wajah Icha. Dan kini giliran bibir merah Icha yang dilumat oleh bibir Frans. Sama ketika melumat kemaluan icha, kini bibir icha pun dilumat dengan rakusnya, dicium, dikulum dan memainkan lidahnya di dalam rongga mulut artis senior setengah baya itu.
“Hmmph.. mmph.. hhmmp..” icha hanya dapat memejamkan mata dan mendesah-desah karena mulutnya terus diserbu oleh bibir Frans.
Bunyi decakan dan kecupan semakin keras terdengar, air liur mereka pun meleleh menetes-netes. Sesekali Frans menjilat-jilat dan menghisap-hisap leher jenjang icha.
“It’s showtime..!” teriak Frans yang disambut oleh kegembiraan teman-temannya.
Kini Frans yang telah puas berciuman berdiri di hadapan icha yang napasnya terengah-engah akibat gempuran Frans tadi, matanya masih terpejam dan kepalanya menoleh ke kiri seolah membuang wajah dari pandangan Frans. Frans pun membuka celana jeans lusuhnya hingga akhirnya telanjang bulat. Kemaluannya yang berukuran besar telah berdiri tegak mengacung siap menelan mangsa.
Frans menghampiri icha dan merenggut jilbab yang masih melekat menutupi rambut icha dengan kasar. Setelah itu Kini Frans meluruskan posisi tubuh icha dan merentangkan kembali kedua kakinya hingga selangkangannya terkuak sedikit kemudian mengangkat kedua kaki itu serta menekuk hingga bagian paha kedua kaki itu menempel di dada icha. Hingga kemaluan icha yang berwarna kemerahan itu kini menganga seolah siap menerima serangan. Tangis icha semakin keras, badannya terasa gemetaran, dia tahu akan apa-apa yang segera terjadi pada dirinya.
Frans pun mulai menindih tubuh mulus icha , tangan kanannya menahan kaki icha, sementara tangan kirinya memegangi batang kemaluannya membimbing mengarahkan ke lubang vagina icha yang telah menganga.
“Ouuhh.. aah.. ampuunn.. Fransss..!” rintih Icha
Badan Icha menegang keras saat dirasakan olehnya sebuah benda keras dan tumpul berusaha melesak masuk ke dalam lubang vaginanya.
“Aaakkh..!” Icha mejerit keras, matanya mendelik, badannya mengejang keras saat Frans dengan kasarnya menghujamkan batang kemaluannya ke dalam lubang vaginanya dan melesakkan secara perlahan ke dalam lubang vagina Icha yang masih terasa keset dan rapat bagi frans. Keringat pun kembali membasahi tubuh artis senior itu. Badannya semakin menegang dan mengejang keras disertai lolongan ketika kemaluan Frans berhasil memasuki belahan kemaluannya yang selama ini hanya diperuntukannya pada suami tercintanya.
Setelah berhasil menanamkan seluruh batang kemaluannya di dalam lubang vagina Icha, Frans mulai menggenjotnya mulai dengan irama perlahan-lahan hingga cepat. Cairan berwarna putih dan kental pun mulai mengalir dari sela-sela kemaluan Icha yang sedang disusupi kemaluan Frans itu. Dengan irama cepat Frans mulai menggenjot tubuh Icha, rintihan Icha pun semakin teratur dan berirama mengikuti irama gerakan Frans.
“Ooh.. oh.. oohh..!” badannya terguncang-guncang keras dan terbanting-banting akibat kerasnya genjotan Frans yang semakin bernafsu.
Setelah beberapa menit kemudian badan Frans menegang, kedua tangannya semakin erat mencengkram kepala Icha, dan akhirnya disertai erangan kenikmatan Frans berejakulasi di rahim Icha. Sperma yang dikeluarkannya cukup banyak hingga meluber keluar. Icha hanya dapat pasrah menatap wajah Frans dengan panik dan kembali memejamkan mata disaat Frans bergidik untuk menyemburkan sisa spermanya sebelum akhirnya terkulai lemas di atas tubuh Icha .
Tangis Icha pun kembali merebak, ia nampak sangat shock. Badan Frans yang terkulai di atas tubuh Icha pun terguncang-guncang jadinya karena isakan tangisan dari Icha.
“Gimana rasanya Nyonya..? Nikmat kan..?” ujar Frans sambil membelai-belai rambut Icha.
Beberapa saat lamanya Frans menikmati kecantikan wajah Icha sambil membelai-belai rambut dan wajah Icha yang masih merintih-rintih dan menangis itu, sementara kemaluannya masih tertancap di dalam lubang vagina Icha.
“Makanya jangan main-main sama gue lagi ya..!” sambung Frans sambil bangkit dan mencabut kemaluannya dari vagina Icha
Icha menagis tersdu meratapi nasibnya, yang diperkosa oleh seorang penjahat dan juga merupakan orang yang dia jebloskan ke pengadilan, sejenaj icha menyesali tindakannya yang berujung penderitaan yang sedang dialaminya sekarang. Belum lagi selang beberapa saat setelah frans memperkosanya, tiba-tiba badannya sudah ditindih oleh seorang pria lainnya, teman frans yang dari tadi juga berada di samping.
“Ouuh..,” Icha mendesah akibat ditimpa oleh tubuh lelaki yang ternyata telah telanjang bulat itu.
Kini dengan kasarnya lelaki melucuti baju muslim dan blazer masih dikenakan Icha itu. Tetapi karena kedua tangan Icha masih diikat ke belakang, maka yang terbuka hanya bagian dadanya saja.
“ nyonya marisa… nama gue yonas… gua udah lama pengen ngentotin elo” ujar pria yang memperkenalkan dirinya tadi dengan kasar, icha merintih pahit mendengar pelecehan yang terlontar dari mulut pria yang bernama yonas itu.
“ asal elo tahu.. gua udah lama pengen memperkosa lo.. dan kini lah saatnya nyonya cantik” ujarnya sambil membuka celananya.
Setelah itu dengan kasarnya Yonas menarik BH yang dikenakan Icha dan menyembulah kedua buah payudara Icha yang masih terlihat bagus dan terjuntai indah. Pemandangan itu segera saja mengundang decak kagum dari para lelaki itu.
“Aah.. udah Mass.. ampuunn..!” dengan suara yang lemah dan lirih Icha mencoba untuk meminta belas kasihan dari para pemerkosanya.
Rupanya hal ini tidak membuahkan hasil sama sekali, terbukti Yonas dengan rakusnya langsung melahap kedua bukit kembar payudara Icha yang montok itu. Diremas-remas, dikulum dan dihisap-hisapnya kedua payudara indah itu hingga warnanya berubah menjadi kemerah-merahan dan mulai membengkak.
Setelah puas mengerjai bagian payudara itu, kini Yonas mulai akan menyetubuhi Icha.
“Aaakkhh..” kembali terdengar rintihan Icha dimana pada saat itu Yonas telah berhasil menanamkan kemaluannya di dalam vagina Icha.
Mata Icha kembali terbelalak, tubuhnya kembali menegang dan mengeras merasakan lubang kemaluannya kembali disumpal oleh batang kejantanan lelaki pemerkosanya.
Tanpa membuang waktu lagi, Yonas langsung menggenjot memompakan kemaluannya di dalam kemaluan Icha Kembali Icha hanya dapat merintih-rintih seiring dengan irama gerakan persetubuhan itu.
“Aaahh.. aahh.. oohh.. ahh.. ohh..!”
Selang beberapa menit kemudian Yonas pun akhirnya berejakulasi di rahim Icha. Yonas pun juga tumbang menyusul Frans setelah merasakan kenikmatan berejakulasi di rahim Icha.
“ hhhh…. Enak sekali memek elo ya cha..” ujar yonas mendengus merasakan senggamanya di dalam rahim icha.
“ kayaknya elo senang dibeginiin ya..” ujar frans pada icha yang hanya menagisi nasibnya.
“ nah … sekarang siapa lagi yang mau.. hayoo “ ujar yonas santai sambil beranjak dari atas tubuh icha.
Dua orang dari mereka yang dari tadi hanya menjadi penonton sudah tidak dapat menahan nafsu, dan mulailah mereka menyetubuhi Icha satu persatu. Yang bernama Robert mendapat giliran, ia menelanjangi icha hingga tidak ada sehelai benangpun melekat di tubuh wanita cantik itu. Robert pun mulai menyetubuhi wanita cantik itu dari belakang, dia menggenjot vagina icha dengan gaya doggie style. Sementara lelaki yangsatunya memaksa icha mengoral penisnya dari depan. Icha seolah menjadi mainan mereka. Tak lama kemudian Robert pun berejakulasi di rahim Icha.Namun pada saat orang ke keempat yang menggagahi Icha, tiba-tiba Icha yang telah kepayahan tadi pingsan.
mereka masing-masing menyemprotkan sperma mereka di rahim dan serta ada juga yang berejakulasi di mulut Icha
Tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 4 pagi, para anggotanya itu diperintah Frans untuk melepas tali yang dari tadi mengikat tangan Icha. Kemudian mereka disuruh mengenakan dan merapikan seluruh pakaian icha dan mengenakannya kembali seperti semula, hingga akhirnya Icha komplit kembali mengenakan pakaiannya walau dalam keadaan pingsan.
Setelah ketiga anak buah frans menggotong tubuh Icha ke mobil mereka. Frans memerintahkan mereka untuk membawa icha ke villa kediaman frans di sebuah desa jau dari Jakarta. Disanalah penderitaan icha akan berlanjut…..

kali dijamah dan digauli yonas dan frans. Setelah selesai dimandikan, akhirnya yoris membawa icha ke kamarnya, dan icha di tidurkan di atas ranjangnya. Sementara itu Robert memasang kamera cctv di kamar itu. Mereka berdua berencana membuat rekaman saat nanti malam yoris memperkosa icha kembali.

Icha baru sadar setelah badannya ditiup hembusan angin dingin AC yang terasa membekukan. Sontak Icha gelagapan dan kebingungan. Dia melihat di sekelilingnya. Dia berada di dalam sebuah ruangan yang cukup mewah berukuran sedang, dindingnya terbuat dari kayu masif, sedangkan lantainya terbuat dari keramik itali yang dilapisi sebuah karpet dari bulu binatang. Dia kemudian menyadari kalau dirinya terbaring di atas sebuah ranjang empuk. yang dilapisi bed cover yang disusun secara rapi. Ranjang berukuran deluxe itu terletak di tengah ruangan, berhimpitan dengan dinding. Tepat di atas ranjang terdapat sebuah jendela besar berteralis baja tanpa daun jendela, hanya ditutupi tirai yang terbuka sampai setengahnya, membuat cahaya matahari yang mulai tenggelam leluasa masuk. Sebuah meja dan kursi sederhana yang juga terbuat dari kayu masif terletak di sudut kiri ruangan icha merasakan kepala berat dan seluruh badannya pegal2. Jantung icha bergegup saat ia menyadari dirinya saat itu hanya mengenakan bh dan celana dalam saja..
Kebingungan Icha terbuyarkan oleh suara derit pintu yang terbuka ke arah dalam. Icha serentak menoleh ke arah pintu yang tepat berada di depannya. Dilihatnya Yoris memasuki ruangan.
Yoris masuk membawa baki makanan dan Lalu yoris menyodorkan makanan dan minuman itu.
“Ini minum..” kata yoris datar. Icha melengos .Semula icha menolak makanan dan minuman itu, tapi yoris memaksanya untuk makan dan minum dan icha tidak dapat menolak.dan sebenarnya icha merasakan lapar karena ia merasa tubuhnya bergitu terkuras tenaganya. Perlahan icha mulai menyantap makanan dan minuman itu. yoris pun keluar dari ruangan itu. setelah makanan itu habis, berikut minuman, icha merasakan kepalanya berat dan pusing. Tak lama kemudian yoris kembali masuk kekamar dan langsung menghampiri icha yang tampak sedikit linglung setelah menyantap makanan dan minuman yang diberikan yoris tadi.
Dan Yoris pun mulai melancarkan aksinya, dia berusaha memeluk Icha dari belakang sambil menciumi pundak Icha, karena posisi icha saat itu tidur terlungkup karena menahan berat di kepalanya. Menyadari itu Icha meronta dan berusaha menjauhi Yoris.
“Jangan sentuh aku binatang.!? Icha berteriak. Tapi yoris yang berbadan tegap langsung mendekapnya dan mulai menelusuri wajah dan leher icha dengan buas. Icha mencoba meronta dan berusaha untuk tetap sadar tapi sentuhan demi sentuhan yoris membuatnya terhanyut. Tanpa sadar icha mulai mendesah merasakan kenikmatan sentuhan yoris. makin buas. Dengan paksa tubuh icha yang hanya ditutupi oleh BH berwarna krem transparan itu diciuminya penuh nafsu. Payudaranya yang putih mulus terlihat mencuat menantang. Yoris menelipkan tangannya yang besar ke dalam mangkuk BH Icha dan mulai meremas-remas payudara Icha. Icha merasakan sebuah sensasi yang sangat hebat melanda tubuhnya, gairah sexual yang begitu membara melandanya saat itu.
Yoris makin buas, dia segera merenggut BH Icha sehingga payudara Icha yang mulus dan montok itu sekarang telanjang. Bentuknya sangat bagus dan masih kenyal dengan puting susu yang merah segar. Tidak sabar yoris mulai meremas-remas dan menjilati payudara Icha, lalu bibir yoris berganti-ganti melumat dan mengulum puting susu Icha . Icha mengejang mendapat perlakuan itu. Kesadarannya mulai hilang, dirinya sekarang sudah dikuasai oleh dorongan seks yang makin kuat, karena itu dia diam saja saat yoris mulai menarik celana dalam krem berenda milik icha. sampai lepas. Dan sekarang benar-benar sempurna telanjang bulat de depan yoris . yoris memandangi kemulusan tubuh telanjang Icha dengan takjub.
“Ohh.. kamu jauh lebih cantik jika ditelanjangi seperti ini, ? kata yoris dangan deru nafas memburu. Lalu yoris mulai menelusuri sekujur tubuh telanjang Icha dengan bibir dan tangannya. Bibir Icha yang merah segar tidak henti-hentinya dilumat oleh yoris sementara tangan yoris tidak berhenti menggerayangi dan meremas payudara Icha Icha hanya bisa pasrah dikerjai oleh yoris . yoris lalu menjilati bagian perut Icha yang agak sedikit berlemak namun mulus dan licin. Kemudian dia membuka paha Icha lebar-lebar hingga terkuaklah liang vagina Icha.
Yoris perlahan mendekatkan wajahnya pada vagina Icha, lalu dengan menggunakan bibir dan lidahnya yoris mulai menjliati vagina Icha. Dan jari-jari tangan yoris perlahan mulai mengorek-korek vagina Icha. Icha langsung mengejang ketika vaginanya dikerjai oleh yoris. Dirangsang sedemikian rupa membuat pertahanan Icha akhirnya runtuh apalagi ditambah pengaruh minuman yang tadi diminumnya.
?Oohhh… aahhh… oohhhh …. aahssss… ehhsss…? Tanpa sadar Icha mulai mendesah merasakan kenikmatan yang baru pertama kali dia rasakan. yoris mengetahui Ichamulai terangsang makin buas menggeluti tubuh artis setengah baya yang putih mulus itu. Dia mengangkangkan kaki Icha dan membenamkan wajahnya ke vagina Icha. Bibir dan lidahnya terus-menerus mengorek liang kemaluan Icha, sementara tangannya yang kekar dan berbulu meremas-remas payudara mulus Icha. Tak tahan lagi Icha akhirnya mengalami orgasme, tubuhnya mengejang sesaat sebelum akhirnya melemas lagi, dari vaginanya mengucur cairan bening kewanitaan. Yoris segera menelan cairan vagina Icha dengan buas sambil menjilati sekitar kemaluan Icha karena berdasarkan keyakinannya, keperkasaan pria akan bertambah jika dia bisa meminum cairan vagina dari perempuan yang akan dia setubuhi.
Icha terbaring terengah-engah di ranjang, dia baru saja mengalami orgasme yang luar biasa, tubuhnya yang putih mulus sampai berkeringat padahal udara teramat dingin. Yoris mamandangi tubuh yang mulus itu dengan tatapan buas, matanya menatap ke arah payudara Icha yang naik turun, begitu putih mulus. Dia lalu mendekati Icha dan mambimbingnya untuk duduk. Perlahan dia melepaskan seluruh pakaiannya dan seketika penisnya yang hitam dan berukuran besar mencuat di depan wajah Icha. Icha yang dalam keadaan terangsang hanya memandangi penis itu. Penis itu berukuran besar, panjangnya mungkin sekitar 20 senti dengan empat atau lima senti, lebih besar daripada milik suaminya. Yoris lalu menyodorkan penisnya ke bibir Icha.
Sekarang Nyonya emut punya saya ya.. ? perintah yoris pada Icha. Icha yang sudah dikuasai nafsu birahi menuruti perintah yoris, segera dia mengulum penis itu, ia sudah tidak dapat membedakan lagi berfikir dengan akal sehat, icha telah larut dalam pengaruh obat perangsang yang diminumnya. Seorang wanita terpelajar seperti icha tidak akan mau berlaku bejad seprti ini. Namun nafsu yang berkecamuk membuyarkan segala batasan batasan itu
“uuggh.. terussss…” yoris menggoyangkan kepala Icha maju mundur dengan demikian penis di dalam mulut Icha terkocok dengan sendirinya oleh bibir Icha sampai akhirnya Icha menikmatinya, dia menggerakkan kepalanya maju mundur untuk mengocok penis yoris dengan bibirnya. yoris memejamkan mata merasakan kenikmatan kuluman bibir Icha yang sexy itu sementara tangan kekarnya juga sibuk meremas-remas payudara Icha dan memilin-milin puting payudara Icha perlakuan yoris yang kasar namun liar itu malah membuat Icha makin terangsang.
Sekitar 15 menit lamanya icha mengulum penis yoris sampai akhirnya yoris mengejang. Dia menarik Wajah icha dan membenamkan wajah cantik itu ke dalam selangkangannya. Diiringi teriakan penuh kenikmatan yoris menyemburkan spermanya ke dalam mulut icha. icha merasakan cairan hangat dan kental memenuhi mulutnya dan mengalir ke dalam kerongkongannya. Oleh yoris, icha dipaksa menelan Sperma itu
“Ayo telan sperma saya nyonya marisa .. telan..!! perintah yoris. icha yang masih mengulum penis milik yoris hanya bisa melirik pasrah.
?Glk.. glk.. glk…? icha akhirnya menelan seluruh sperma yoris. Yoris tertawa puas. Yoris membiarkan saja ketika icha melepaskan kulumannya. icha lalu dibaringkan terlentang di ranjang. Dipandanginya tubuh telanjang wanita yang ayu itu.
“Nah Nyonya Marisa haque… gimana rasanya.? Nikmat kan?” Kata yoris.
Icha hanya bisa menangis mendapatkan dirinya yang telanjang bulat bersama seorang pria yang bukan suaminya, siap untuk menyetubuhinya. Perlahan yoris mulai menarik paha Icha yang putih mulus dan sekal sampai mengangkang lalu yoris mulai mengarahkan penisnya yang besar ke dalam liang kemaluan artis cantik itu. Anehnya icha tidak lagi berusaha mencegah perbuatan yoris, icha seperti merelakan vaginaya dimasuki penis yoris. Icha meringis sesaat ketika penis yoris menerobos liang vaginanya. Didorongnya penisnya sampai amblas ke dalam vagina Icha.
“Ehkkhh.. ahhhh…? Icha mengerang tertahan, vaginanya yang walau telah melahirkan dua orang anak itu masih terasa sempit bagi penis yoris yang besar, tapi secara kasar yoris terus mendesakkan penisnya dalam-dalam lalu dipaksakannya penis itu memompa vagina Icha yang merintih setiap kali penis yoris menggenjot vaginanya tapi lama-lama penis itu makin lancar memompa vagina Icha. Yoris pun makin bersemangat menggenjotkan penisnya. Tubuh Icha yang telanjang sampai tersentak-sentak setiap kali yoris menggenjot vaginanya. Sambil terus menyetubuhi Icha , yoris juga melumat bibir Icha dengan buas. Icha yang tidak berdaya diperkosa seperti itu akhirnya ikut terhanyut dalam dorongan seksual yang sedari tadi memang sudah menggelegak, akhirnya erangan Icha mulai teratur seirama dengan gerakan penis yoris di dalam vaginanya.
Setelah sekitar limabelas menit, yoris secara tiba-tiba bangkit sambil tetap mendekap tubuh bugil Icha . Dipaksanya Icha duduk berhadap-hadapan dengannya. Ditatapnya wajah Icha yang cantik itu, wajah itu terlihat sangat memelaskan tapi tidak membuat yoris merasa iba, dia justru merasa kenikmatannya bertambah bila melihat Icha tersiksa.
“Sekarang Nyonya yang goyang ya..,?” kata yoris. Icha hanya bisa mengangguk, lalu mulai menggerakkan pantatnya maju mundur sambil melingkarkan kaki mulusnya ke pinggang Icha. yoris mengimbanginya dengan mencengkeram pantat Icha dan mendorong pantatnya maju mundur. Secara naluriah icha mencoba untuk menggapai kepuasan seksual yang akan segera melandanya. Sementara bibir yoris sibuk menyusu pada payudara Icha sambil sesekali mengulum dan menjilati puting payudara Icha.
Sebagai wanita yang telah berpengalaman dalam berhubungan intim dengan suaminya, icha tahu betul cara membuat lelaki puas. Walaupun icha sadar bahwa saat itu dia diperkosa sedemikian rupa, akhirnya dia pun sudah terbiasa dalam menggoyangkan pantatnya seirama sodokan penis yoris yang berdiri tegak perkasa. akhirnya pertahanan Icha jebol juga akibat keperkasaan yoris. Dia tidak pernah merasakan kepuasan seperti saat yoris memperkosanya saat ini Dengan rintihan panjang, Icha merasakan sensasi kuat menjalari sekujur tubuhnya. Tubuhnya menegang dan melengkung ke belakang, tangannya dengan kuat mencengkeram punggung yoris. Vaginanya berdenyut kuat sekali seperti meremas penis yoris.
?Aahhhhhhkkkhhhhh…. Oohhhhhhh….? Icha mengejang dan merintih keras, orgasmenya meledak menghantam seluruh syaraf kenikmatan seksualnya. Sesaat kemudian tubuhnya melemas kembali dan tergolek di ranjang. Nafasnya memburu membuat payudaranya naik turun. Yoris segera menarik tubuh mulus itu dan mendekapnya erat-erat.
“Jangan buru-buru Nyonya cantik, saya belum selesai, ? kata yoris sambil tertawa. Dia lalu membalikkan tubuh Icha yang putih dan mengkilat kerena keringat lalu memaksanya menungging. Kedua kaki Icha dipaksanya mengangkang.
“Sekarang saya mau coba gaya ini pada Nyonya.. saya yakin nyonya menikmatinya?” kata yoris datar. Icha menggelengkan kepalanya.
“Jangan ., ? hanya kata itu yang keluar dari mulut Icha . yang hanya bisa pasrah dikerjai yoris “Ah.. diam!? yoris membentak. “Dasar jablay!!, wanita seumuran elo tuh dimana-mana sama, pertama bilang tidak mau tapi akirnya orgasme juga.!”
Yoris menarik paha Icha dengan kasar, lalu kembali penisnya didesakkan ke dalam vagina Icha, kemudian pantatnya digoyangkan maju mundur. Sembil menggenjot vagina Icha, yoris juga meremas-remas payudara Icha yang tergantung begitu bebas dan bergoyang seirama goyangan pantatnya. Icha mendesah-desah setiap kali vaginanya digenjot.
“Ayo.. teruss.. terus Nyonya… terusss…!” Yoris makin kuat menggenjot vagina Icha dengan penisnya, badan Icha sampai tersentak-sentak setiap kali vaginanya digenjot.
“Akhhh.. ahhh… ohhh… shitt… shittt…” Icha mulai meracau karena merasakan gelombang birahinya meledak dan akhirnya kembali Icha mengalami orgasme meskipun tidak sehebat sebelumnya, kembali vaginanya berdenyut kencang. Tapi yoris tetap belum juga selesai, kali ini dibalikkannya tubuh icha hingga terlentang, lalu kedua paha Icha diangkat dan disampirkannya ke bahunya kemudian kembali digenjotnya vagina Icha dengan penisnya sambil memegangi pantat Icha karana khawatir Icha akan melepaskan penis itu dari vaginanya. Kali ini Icha sudah tidak berdaya lagi, dia hanya bisa merintih setiap kali digenjot, payudaranya yang putih mulus bergoyang seirama genjotan yoris., Icha hanya bisa menggigit bibirnya merasakan penderitaan sekaligus kenikmatan yang dia alami sampai akhirnya dia mengalami orgasme untuk kali ketiga, barulah setelah Icha tiga kali orgasme yoris menyudahinya . Diiringi erangan dahsyat yoris menyemburkan spermanya di dalam vagina artis setengah baya itu.
Icha merasakan dunianya sudah hancur, dirinya sudah tidak ada harganya lagi setelah diperkosa sedemikian rupa oleh yoris. Dan diam diampun ia mengakui kehebatan yoris diatas ranjang. Tidak pernah ia merasa sepuas itu bercinta dengan yoris yang begitu liarnya memperlakukan wanita sepertinya yang telah lama tidak merasakan hubungan intim sedahsyat ini.
Sehabis memperkosa icha, yoris meninggalkan icha seorang diri dikamar. Icha hanya menangis tersedu, menahan penderitaannya sebagai pemuas nafsu yoris, tangan kanan frans yang perkasa itu. di lubuk hatinya ia merasa bersalah pada suaminya, bahwa ia telah dinodai orang kasar yang bukan suaminya. Namun Di sisilain ia merasakan kepuasan seksual yang selama ini tidak dia dapatkan. Sebagai wanita anggun dan terpelajar icha dan suaminya tidak pernah berperilaku aneh saat mereka berhubungan badan, apalagi perlakuan kasar yoris dalam bersetubuh dengannya, meninggalkan kepuasan seksual yang tersendiri bagi icha. Disela kepuasan birahi bercampur lelah icha pun tertidur pulas.
Marisa haque baru tersadar setelah matahari sudah tinggi, Dia berusaha bangun tapi sekujur badannya serasa sakit seperti habis dipukuli. Sisa-sisa sperma masih berceceran di sekitarnya, sebagian yang masuk ke dalam rahimnya meleleh keluar dan mengering. Icha merasakan kemaluannya sakit sekali, perutnya juga terasa nyeri. Lalu dengan tertatih-tatih Icha berusaha meraih pakaian dalamnya. Tapi dia tidak menemukan pakaiannya di ruangan itu, pasti yoris telah mengambilnya. Icha kemudian meraih kain usang di ranjang untuk menutupi tubuhnya lalu berusaha untuk berjalan. Belum lagi dia mencapai pintu, tiba-tiba pintu terbuka dengan lebar. Seorang wanita gemuk yang juga bertampang bengis masuk dan mendekati Icha. Icha mundur mencoba menghindar tapi wanita itu mencengkeram pergelangan tangan kanannya dengan kuat. Icha mencoba meronta tapi wanita itu lebih kuat, dipelintirnya tangan Icha ke belakang.
Diam kamu!!.? Wanita itu berbisik ke telinga Icha. “Saya hanya mau menyuruhmu mandi biar bersih.” katanya. Icha yang tidak berdaya menurut saat digelandang ke luar rumah menuju ke kamar mandi. Wanita itu lalu mengantar icha kekamar. Ia mengawasi icha mandi dan membatu mengguyur tubuh icha. selesai mandi icha diberinya handuk. Selesai mandi, Icha kembali dibawa ke kamar. Perempuan itu melemparkan sesuatu pada icha.
“Ini pakaian yang harus kamu pakai…” katanya sambil tersenyum jahat. Icha memandangi barang yang dilemparkan oleh wanita itu, pakaian yang dimaksud oleh wanita itu adalah satu set pakaian dalam berwarna hitam, lengkap dengan bh dan cd nya. Icha memandangi
“pakaian? Batin icha. Dia merasa sedang mengalami pelecehan seksual yang sangat besar.
“Dasar tolol!!” wanita itu marah dan menampar wajah Icha. Tidak terlalu keras, tapi cukup untuk membuat Icha yang kehabisan tenaga untuk melawan. Icha hanya dapat menjerit. Dia segera menarik handuk yang menutupi tubuh Icha lalu memaksa Icha memakai pakaian yang dia maksudkan.
“Pakai!” bentaknya. Icha hanya terduduk sambil terus menangis.
“ oo kamu mau telanjang dan diperkosa rame-rame lagi?” ujar wanita itu menatap icha tajam mendngar kata kata wanita itu. Icha merasa ketakutan dan segera memakai pakaian dalam yang dimaksudkan wanita itu. bh dan cdnya berwarna hitam. Cdnya mungil berenda, berbentuk g string. Memamerkan pantat icha yang montok berisi itu. icha merasa tidak pantas ia mengenakannya. Namun ia lebih takut kalau tidak mengenakan pakaian sama sekali dan diperkosa kembali. “Sekarang Tuan yoris ingin bertemu kamu,? kata wanita itu. “Ayo Ikut.” Katanya sambil menarik tangan icha. icha mencoba bertahan tapi wanita besar itu menyeretnya dengan paksa keluar dari kamar.
Icha dibawanya sampai ke sebuah ruangan besar yang berada di bagian belakang rumah, Ruangan itu cukup besar, tapi terkesan kosong. Hanya ada sebuah meja makan berukuran sekitar dua kali tiga beat dilengkapi enam kursi yang mengelilinginya, meja dan kursi itu juga terbuat dari kayu masif yang dihaluskan. Di atasnya terdapat banyak sekali makanan,. Di kursi batten ujung dari tempat icha berdiri terlihat yoris duduk sambil makan sesuatu. Begitu melihat icha berjalan mendekat yoris langsung berhenti, dia melotot melihat icha yang berdiri nyaris telanjang tidak jauh darinya, dipandanginya kemulusan tubuh icha dengan seksama, matanya menatap pada daerah payudara dan vagina icha.
“ck.. ck.. ck…nyonya masih sexy sekali?” Yoris berdecak kagum memandangi tubuh setengah telanjang icha . icha menunduk malu dipandangi seperti itu, tanpa sadar tangannya berusaha menutupi bagian-bagian penting tubuhnya yang terbuka meskipun usaha itu sia-sia karena tangannya jelas tidak mampu menutupi tubuhnya yang telanjang, akibatnya yoris dengan bebas menikmati keindahan tubuh mulus wanita cantik itu .
“Kamu boleh pergi Tira,” yoris berkata pada wanita yang memandikan Icha yang ternyata bernama Tira. Tira mangangguk lalu meninggalkan ruangan menuju ke tempat dia masuk.
Yoris lalu berdiri dan berjalan mendekati Icha. Icha merinding ketika pria yang semalam memperkosanya berjalan mendekat. Jantungnya berdetak kencang. Sementara yoris tidak henti hentinya memandangi tubuh mulus wanita setengah baya yang masih terlihat cantik itu dengan tatapan kagum bahkan ketika dia berdiri di belakang icha, tangannya sempat meremas pantat icha yang telanjang.
“ sudahlah yoris… aku capek…”ujar icha tersedu. Batinnya menagis mengalami pelecehan itu.
“Jangan menangis Manisku,” yoris membelai rambut icha yang masih basah. “Sekarang duduklah dan makan.” yoris menarik sebuah kursi di dekatnya. Lalu memaksa icha duduk. Tapi icha tidak bereaksi apa-apa.
“Keras kepala ya,?” Yoris mulai jengkel. “Baiklah, kalau kamu tidak makan kamu akan saya kurung disini selamanya” ancam yoris.
“ jadi,.. setelah ini saya boleh pulang? Ujar icha penuh harapan.
“ ya…aku udah puas ngentotin kamu apalagi” ujarnya.
Perih hati icha mendengarnya. Tapi icha berusaha tenang dan tidak memasukan ke hati, karena nanti dia berencana pulang ke rumahnya dan memikirkan masa depannya.
“Iya yoris.. kamu janji antar saya pulang..” Icha bertanya sambil menatap yoris dengan penuh harap. yoris hanya tersenyum dan mengangguk..
Tanpa sadar Icha menghembuskan nafas lega. Dia lalu melihat yoris meninggalkan tempat itu. Dia kemudian menatap makanan yang ada di depannya, perutnya yang lapar membuatnya meraih makanan di depannya.,, Icha menelannya.
Setengah jam kemudian yoris datang lagi dan melihat Icha sudah terlihat segar. Dia yakin Icha tidak tahan menahan lapar. Ia duduk di sebelah icha.
“Nah,, sekarang duduk dipangkuan saya..” kata yoris datar, nyaris tanpa emosi. Icha tersentak, seketika tubuhnya gemetar, Icha tidak dapat membayangkan dirinya akan dilecehkan lagi. Namun ia menuruti juga. Yoris merengkuh tubuh icha dalam pelukannya, mulai menciumi sekujur tubuh icha yang mulus dan wangi sehabis mandi.
“ ahhh,.. hhhh.. jangannn .. sudahhhhh ohh..” desah icha menggelinyang. Yoris beranjak menciumi bibir icha. Yoris memasukan lidahnya ke rongga mulut icha dan melilit lidah icha. Icha pun jadi terpancing dan membalas melilit lidah yoris, sementara tangan yoris tak hentinya meremas remas payudara icha.. icha berusaha menepis tangan yoris yang menggerayangi dadanya, namun makin larang yoris makin menjadi, tangan yoris malah menjalar ke pahanya dan meremas pantat icha hingga membuat icha mendesah menahan nikmat. Sejenak mereka berdua bercumbu hangat. Icha seperti telah rela menjadi pemuas nafsu yoris, terbukti ia merelakan tubuhnya dijamah yoris.
Nyonya, sekarang buka celana saya dan hisap punya saya” perintah yoris pada icha. Bagai kerbau dicocok hidung, dengan tanpa malu malu lagi icha mengerjakan apa yang diperintah yoris. Ia begitu menikmati mengulum dan menjilati penis yoris. Icha terlihat sudah sangat terangsang melihat penis yoris yang panjang dan perkasa itu. Ia mengulum, menjilati dan menyedot kemaluan yoris panjang dan begitu sempurna di mata icha, yoris membenamkan kepala icha ke selangkangannya. Sebagai seorang istri icha juga sudah terbiasa melakuakan ini untuk memuaskan suaminya, tapi milik yoris jauh lebih besar dan perkasa daripada milik suaminya. Icha begitu bernafsu sampai sampai yoris dibuat merem melek oleh kuluman lidah icha yang menari indah menikmati kejantanan yoris, sang bandit itu. sampai akhirnya yoris tak sanggup membendung birahinya, akhirnya yoris berjakulasi dalam mulut icha dan icha membiarkan yoris menikmatinya. Setelah itu yoris memerintahkan icha agar berdiri dan duduk diatas meja makan, dengan penuh nafsu birahi yang membara, yoris terus menggumuli icha, ia menciumi leher icha dan seluruh tubuh artis senior yang cantik itu, kali ini giliran yoris mencoba menyulut nafsu icha dengan cara mengorek ngorek klitoris icha dengan jarinya.
“ uugghhh… shhhh.. “ desah icha tak karuan saat klitorisnya diobok obok oleh jari-jari tangan yoris yang besar. Yoris terus mengelus dan memasukan setengah jarinya dalam jepitan vagina icha,
“ uuhhh,… ahhhhh” desah icha hebat saat orgasme hampir melanda. Liang kenikmatannya mulai basah akibat cairah putih berlendir yang keluar dari dalam liang vaginanya. Setelah icha hampir mencapai orgasme, tiba tiba yoris menghentikan cumbuannya. Yoris melepaskan tangannya dari klentit icha. Icha yang masih terengah engah ingin memuncratkan libidonya itu terlihat tidak rela. Namun yoris tetap menghentikan serbuannya dan memakai seluruh pakaiannya kembali.
“ nyonya istirahat di kamar, nanti malam saya antar nyonya pulang. Suami nyonya telah sibuk mencari nyonya dan kehilangan nyonya telah jadi berita.. jadi pandai pandailah berbicara pada suami nyonya. Sebelum para wartawan itu tahu nyonya kami culik dan apa yang terjadi dengan nyonya” jelas yoris panjang lebar meredakan suasana birahi icha yang hampir orgasme itu. Icha menghela nafas menahan birahinya. Wajahnya yang cantik itu tampak memerah menahan nafsu rangsangan seksuak yang hamper melandanya, namun tiba-tiba api itu dipadamkan oleh yoris. Mau tak mau terlihat waja kecawa dari raut icha.
Karena kelelahan akibat dipaksa melakukan articulate seks, Ichapun akhirnya menurut, masuk kamar dan akhirnya tertidur.
Di tengah-tengah tidurnya, Icha merasakan pipinya dibelai dan dielus-elus oleh sebuah tangan kasar. Seketika itu pula Icha terbangun. Dia agak menjerit ternyata yoris sudah berada di sampingnya, telanjang bulat. Rupanya yoris tak tahan juga menggantung birahinya beberapa waktu sebelumya. Meski begitu Icha tetap merasa ketakutan. Dia segera beringsut mundur ke sudut ranjang sambil mendekap tubuhnya yang mengenakan pakaian dalam g string itu
“Jangan yoris.. jangan..” Icha merapat ke dinding, sementara ternyata di luar petir meggelegar dengan keras. Rupanya malam itu turun hujan yang sangat deras sehingga suasana menjadi dingin.
“Jangan takut Sayang..” Yoris mendekati Icha dan kemudian duduk di sebelahnya sambil membelai rambutnya. “malam ini dingin sekali, kamu kedinginan?”
Icha hanya mengangguk tertahan, mencoba tidak menatap wajah Yoris. “Aku juga kedinginan.” Kata Yoris. “bagaimana kalau kita saling menghangatkan..?? “kata Yoris sambil memeluk erat-erat tubuh Marisa haque yang notabene istri orang itu.
“Jangan.. sudahlahhh…” Icha meronta saat Yoris mulai menyentuh bagian tubuhnya dengan ciumannya. Tapi Yoris tidak melepaskan pelukannya, bahkan makin ketat memeluk tubuh Icha. Kemudian kembali dia mencumbui wajah Icha, bibirnya dengan rakus melumat bibir Icha yang sexy, lalu dengan lidahnya dia menelusuri pipi dan leher Icha.
“Ahhh… jangan…. ahhhh… Oohhh…” Icha yang telah sadar posisinya sebagai istri orang meronta sekuat tenaga, tapi rontaan tubuhnya yang putih mulus itu justru membangkitkan gairah icha. Dengan ganas Yoris menciumi sekujur leher icha. Pelan-pelan icha dibawanya kembali merasakan gejolak seksualnya bangkit, dan akhirnya dia pasrah digeluti oleh tubuh hitam itu sehingga ketika Yoris membuka bh icha, icha diam saja. “Dingin Yoris…” Icha mendekapkan tangannya ke payudaranya yang putih kenyal dan telanjang.
“Jangan khawatir… Sebentar lagi juga panas…” kata Yoris tersenyum sambil menatap mata Icha yang bening dengan penuh arti. Dibukanya lipatan tangan icha karena dia ingin menikmati dan merabai keindahan kedua payudara wanita itu. Icha yang semula menolak akhirnya membiarkan saja yoris memulai aksinya dan menikmati rangsangan yang diberikan padanya. Yoris yang mengetahui nyonya cantik itu sudah pasrah makin bersemangat. Dengan tangannya yang besar dicengkeramnya kedua payudara Icha yang bergelantungan,. Payudara itu kemudian diremasnya dengan kekuatan penuh. Icha meringis menahan sakit. kemudian. Yoris terus menggerak-gerakkan genggaman tangannya melingkar membuat payudara Icha seperti adonan kue yang sedang diuleni, hal itu membuat Icha merasa kegelian tapi juga sekaligus terangsang.
“Ohhh…. Ahhhh….. Ahhhhhh………’ Icha merintih penuh kenikmatan, sikap kepasrahannya untuk disetubuhi membuatnya bisa menikmati setiap rangsanganYoris, apalagi ketika Yoris mendaratkan ciuman-ciuman dan sapuan lidahnya ke bagian puting payudaranya membuat icha tersentak-sentak dan menggeliat menahan desakan birahi yang kian meledak di dalam tubuhnya. Sekujur tubuh Icha kembali basah oleh keringat sehingga tubuhnya yang mulus itu berkilau diterpa sinar lampu yang temaram. Dan dalam waktu singkat Yoris telah berhasil membuat icha tidak berdaya menolak apa pun yang dimintanya. Seakan wanita itu telah berada sepenuhnya dalam kekuasaannya.
“AAAAHHH…….. AAAHHHH……..” terdengar erangan dari bibir nyonya cantik itu saat dia kembali dilanda orgasme. Tubuhnya menegang kuat sekali utuk sesaat sebelum kemudian melemas kembali dan tergeletak di ranjang.
Yoris tersenyum puas melihat istri ikang fauzi itu terkapar tidak berdaya di pelukannya.. Kini di atas ranjang dua tubuh telanjang berlainan jenis telah siap melakukan persetubuhan. Yang wanita adalah seorang wanita terhormat, istri dari pengusaha ikang fauzi, cantik, pintar dan terkenal yang terbaring tak berdaya setelah diculik , kulit putih mulus dan wajah cantik rupawan. Seorang publik figur dengan karir cemerlang di dunia politik. Sedangkan si pria di atasnya yang siap menyetubuhinya adalah seorang pria hitam, kekar dan terkenal sebagai seorang bajingan intelektual.
Untuk kedua kalinya Icha dan Yoris melakukan hubungan badan. Kali ini permainan menjadi amat bergairah. Icha yang cantik sudah mulai terbiasa menerima sodokan penis Yoris di kemaluannya. Icha suda tidak memikirkan suaminya lagi, baginya ia tidak mau kehilangan kepuasan bercinta yang telah ia alami bersama pria yang bukan suaminya itu, lebih perkasa dari suaminya. Keduanya sudah seperti pasangan yang serasi. sudah seirama dan saling beradaptasi dalam persetubuhan itu. icha pun tak melakukan perlawanan sama sekali terhadap Yoris. Dibiarkannya pria yang bukan suaminya itu menggenjot vaginanya dan menuju puncak kenikmatan bersama. Icha yang memang wanita baik-baik dan terpelajar, kadang masih berusaha membuat kesan ia tidak begitu menikmati persetubuhan itu. Namun yang sebenarnya terjadi, wanita cantik setengah baya itu benar-benar menikmatinya. Berkali-kali Icha mengalami orgsme saat kemaluannya digenjot oleh penis Yoris.
“OOOHHHHHH…….” Icha mengerang kuat menikmati orgasmenya yang bertubi-tubi dan memabukkan. Rintihan dan ekspresi wajahnya yang erotis membuat yoris kian terpacu dan kian bersemangat menyetubuhi icha yang seolah sudah resmi menjadi gundiknya.
“Marissssssaaa…… Hhhggggh….” lenguh Yoris melepaskan semua sperma yang ditahannya dari tadi ke dalam rahim ibu dua anak yang masih menggairahkan itu sebagai balasannya. Kemudian hening. Hanya degupan jantung keduanya yang terasa bergejolak di dada mereka yang saling menempel. Si lelaki macho setengah baya dan gundik barunya yang berusia kurang lebih sama itu menyatu bugil di atas ranjang. Keduanya berpelukan erat. Yoris di atas icha. Kaki Icha yang mengapit pinggul Yoris menekan pantat lelaki itu supaya tetap di tempatnya. Mereka pun berciuman dengan ganas menikmati setiap detik keintiman mereka. Kedua tubuh itu masih saling menghimpit menciptakan sebuah pemandangan yang sangat kontras, tubuh yang putih, mulus dan bersih dengan wajah yang begitu cantik ditindih oleh sosok hitam legam dan bertato yang bukan suaminya.
Icha memejamkan matanya, air matanya meleleh membasahi pipinya yang putih, sementara yoris masih membirkan penisnya menancap di vagina icha, mencoba merasakan kenikmatan tubuh Marisa haque yang mulus itu sepuas-pusnya. Ditatapnya wajah cantik icha dengan perasaan sangat puas. Sebuah sensasi dan kenikmatan tersendiri bagi Yoris bisa menikmati kehangatan tubuh seorang artis, pengusaha, produser film sekaligus orang terpelajar, selebritis yang begitu cantik seperti Icha. Walaupun icha seorang ibu ibu, ia amat terobsesi dengan kecantikan icha.
Segala pikiran busuk dan jahat makin memenuhi kepala Yoris, membuatnya tertawa penuh kemenangan, sementara tubuh Icha yang putih mulus masih berada di dalam dekapannya.

Marisa haque masih sibuk membereskan pakainnya di villa sebelum yoris yang menggilirnya seharian mengijinkannya kembali ke Jakarta. Tubuhnya terasa meriang karena semalaman bercinta dengan yoris… Usai membersihkan tubuhnya, dia berusaha memakai kembali pakaiannya dan berdoa agar sesegera mungkin dirinya bisa meninggalkan tempat terkutuk itu. Tapi baru saja dia mengenakan celana dalam krem yang berenda, tiba-tiba pintu menjeblak terbuka. Spontan Icha mendekap payudaranya yang telanjang.
“Yoris.!” Icha menjerit ngeri melihat yoris sudah berdiri di ambang pintu. “Mau apa lagi kamu..?”Icha nyaris menangis saking kesalnya melihat yoris yang berdiri cengar cengir.
Pria kekar dan hitam itu hanya memakai celana boxer kumal, sepertinya sudah siap tempur.
“Ke sini!” bentak yoris membuat Icha mengkeret seolah ukuran badannya menyusut seukuran botol.
Dengan lemas Icha menurut. Tubuhnya yang hanya tertutup sehelai celana dalam tipis membuat yoris meneguk ludah. Ketika Icha mendekat, seketika yoris segera mendekap tubuh putih mulus itu erat-erat.
“Kenapa buru-buru cha.?” Katanya kalem sambil mencumbui payudara Icha yang mencuat ketat.
“Engh.. “Icha melenguh pelan. “Apa maksud kamu ? Bukankah saya udah kamu ijinkan pulang?”
“Oh. Ya..” Yoris menjawab pendek. “Tapi tidak sebelum kamu melakukan salam perpisahan.” kata pria itu. “Ayo ikut.” perintahnya sambil membawa Icha meski wanita cantik setengah baya itu belum menyatakan persetujuannya. Icha dibawa ke ruang tengah, dimana disitu Robert, anak buah yoris yang juga berpostur kekar menunggu, dia mengenakan kaus singlet dan celana pendek dan terlihat duduk santai di sofa ditemani minuman kaleng dan rokok.

“Wah wah wah…” Robert berdecak melihat wanita secantik Icha berjalan ke arahnya dengan keadaan nyaris telanjang bulat. “Sini, duduk di sini, katanya sambil menepuk ruang kosong di sebelahnya. Icha disuruhnya duduk di tengah-tengah antara dirinya dan yoris.
“Nyonya temani kami nonton film ya..?” kata Robert pelan sambil menyambar remote TV.
Dengan beberapa kali tekan, volume suara TV membesar. Semula Icha tidak memperhatikan film apa yang ditonton oleh Robert karena panik. Tapi setelah duduk di sofa, dia memperhatikan baik-baik televisi di depannya. Langkah kagetnya dia ketika tahu filam apa yang tengah ditontonnya. Tidak lain adalah film pemerkosaan dirinya sendiri oleh yoris yang ternyata direkam entah kapan.
“Kalian gila!” Icha meraung murka melihat bagaimana dirinya sendiri sedang melakukan hubungan seksual bak seorang bintang film porno, dia berusaha berdiri untuk meninggalkan ruangan itu, tapi Robert menyuruhnya duduk dengan paksa.
“nggak usah terlalu lebai gitu ah Mbak.” Kata yoris santai. “Lihat aja tuh, nyonya konak berat waktu saya entot.”
Icha memalingkan wajahnya, meski begitu dia memang harus mengakui kalau dia ternyata menikmati hubungan seksnya dengan yoris. Ketika dia mencuri pandang ke layar TV pun terlihat kalau ekspresinya sangat natural dan sangat menikmati persetubuhan yang dia lakukan. Mau tidak mau tubuh Icha mulai panas dingin melihat film persetubuhannya sendiri tersebut.
“Hehehe… Mbak icha suka ya..?” Robert terkekeh melihat perubahan reaksi Icha.
Icha hanya diam meski mengakui hal tersebut. Icha makin panas dingin saat Robert dan yoris mulai menjamah tubuhnya yang nyaris telanjang. Robert meremasi payudara Icha sementara yoris sibuk menciumi dan menjilati leher jenjang wanita cantik itu.
“nggak enak kan kalau cuma nonton?” kata robert sambil terus mencumbui leher Icha, seketika saja jejak kemerahan mulai menghiasi leher putih mulus itu.
Icha mendesah diperlakukan seperti itu oleh dua pria sekaligus. Tidak puas hanya dengan mencumbui leher Icha, yoris mulai menyerang daerah kemaluan Icha yang terbalut celana dalam tipis. Tangannya menyusup ke balik celana dalam berenda itu dan mengaduk aduk vagina wanita cantik itu.
Icha kian tegang merasakan daerah vitalnya dibelai dan diremas-remas. Apalagi Robert yang tengah sibuk mempermainkan payudaranya kian ganas, tidak hanya diremas-remas, payudara Icha yang putih kenyal itu mulai dijilatinya terutama di bagian putingnya yang mencuat. Lidah Robert menyentil-nyentil ujung puting payudara Icha membuat daya rangsang kian hebat menggempur tubuh putih mulus itu. Apalagi saat yoris mulai menciumi bibir seksi Icha, Icha seperti terhanyut, dia memalingkan wajahnya untuk mempermudah yoris dalam menciumi bibirnya. Yoris yang mendapat peluang itu segera melumat bibir merah itu dengan rakus. Selama beberapa menit yoris mengulum bibir seksi artis cantik tersebut seolah tidak ingin dilepaskan. Yoris kemudian berusaha membuka mulut wanita cantik itu dan mendesakkan lidahnya ke dalam mulut Icha. Dalam keadaan terangsang, wanita itupun segera meresponnya sehingga kedua lidah mereka bertemu dan saling belit. Di sisi lain, Robert masih dengan keganasan yang sama, mempermainkan payudara Icha. Dia meremas-remas sepasang payudara mulus itu sambil terus menjilati putingnya yang merah mencuat, kombinasi dari serangan dua pria tersebut membuat Icha tidak tahan untuk mengerang merasakan kenikmatan.
“Ohh… ooh.. nnhh… nnhh… aahh…” icha mengerang penuh kenikmatan.
Dengan memasrahkan dirinya, wanita cantik itu bisa merasakan kenikmatan seksual yang begitu menggelora. Meski agak malu dan terpaksa tapi lama-lama Icha bisa menikmati permainan seksual yang dijalaninya bersama dua pria bejat tersebut. Lama-kelamaan ketiganya semakin terhanyut permainan seksual yang tengah mereka lakukan membuat film yang sedang diputar di TV terlupakan. Robert dan Yoris pun kian berani dalam menggarap tubuh artis cantik tersebut. Yoris dengan kasar menarik lepas celana dalam Icha membuat wanita itu kembali sepenuhnya telanjang bulat. Lalu dengan paksa, dua pria itu mengangkat kedua belah kaki Icha ke samping dan diletakkan ke paha mereka berdua sehingga posisinya mengangkang lebar membentuk huruf M membuat vagina Icha terkuak lebar. Posisi itu membuat Yoris kian leluasa mengaduk-aduk daerah kemaluan wanita itu.
“Ehss… aahh… oohh…” Icha mengerang lirih ketika tangan Yoris kembali mengaduk-aduk vaginanya. Apalagi saat yoris mulai memasukkan jari-jari tanganya yang kasar ke dalam liang vaginanya dan mulai mengocok liang vagina itu degan gerakan kuat.
“Ahh… aahh… oohh… oohh…” Icha mengerang, kali ini lebih keras, tubuhnya mulai menegang merasakan rangsangan yang kian hebat menekan tubuhnya. Tanpa terasa vaginanya mulai basah sehingga saat Yoris mengocoknya dengan jari, suara berkecipak terdengar keras ditingkahi desahan nafas dan erangan Icha. Tahu kalau rangsangannya berhasil, Yoris kian buas mengaduk-aduk kemaluan Icha, apalagi ketika klitoris wanita itu berhasil disentuhnya. Icha kian tak tahan merasakan desakan orgasme yang makin menggelora.
“Ohh.. oohh… ahh…” Icha tidak tahan lagi, dia merasa tubuhnya bisa meledak kapan saja. Tapi tepat ketika orgasmenya akan meledak, Mendadak Yoris dan Robert menghentikan rangsangannya. Seketika gelombang orgasme itupun melorot kembali. Hal itu membuat tubuh Icha melemas kembali. Sisa-sisa rangsangan orgasmenya membuat tubuh wanita cantik itu bergetar, dan mencoba untuk mendapatkan kembali orgasmenya, Icha menggerakkan pantatnya maju mundur seolah mencoba melakukan persetubuhan semu.
“Hehehehehe..” Robert dan Yoris tertawa melihat reaksi Icha yang terlihat menggelikan. Sontak Icha merasa malu. Orgasmenya melorot kembali ke titik nol.
“Kamu suka ya digituin?” tanya Robert sambil tersenyum sinting.
“Iya nih.. kayaknya konak berat..” Yoris menimpali. Icha diam saja, hanya nafasnya yang memburu saja yang terdengar. Tapi jelas sekali kalau dia menikmati permainan Robert dan Yoris. Karena itu Icha menurut saja saat kedua pria bejat itu mengulangi perbuatannya. Kembali Icha melenguh-lenguh merasakan kenikmatan seksual yang memuncak, tapi sekali lagi, saat hantaman orgasme terasa akan menjebol ubun-ubunnya, kembali Robert dan Yoris menahan rangsangannya, begitu terus selama beberapa kali membuat Yoris frustrasi setengah mati. Akibatnya ketika Robert dan Yoris akan menghentikan rangsangannya, dengan spontan wanita cantik itu menahan mereka berdua. Hal itu membuat Robert dan Yoris tertawa penuh kemenangan.
“Akhh… oohh..” Icha melenguh keras dengan wajah merah padam, rangsangan dari Robert dan Yoris benar-benar membuatnya tak tahan. Akhirnya setelah frutrasi menahan orgasmenya yang gagal berulang kali, Icha meledakkan dorongan seksualnya itu dengan satu erangan kuat.
“AAHHHKK…… AAHHHHH…!!!” Icha mengejang merasakan gelombang orgasme yang seperti meledakkan tubuhnya, bagaikan gelombang air bah yang memecah bendungan, desakan libido itu ditumpahkannya sekuat yang dia bisa.
Tubuh putih mulus wanita cantik itu mengejang ngejang beberapa saat, badannya melengkung ke depan seperti busur yang teregang kuat, membuat payudaranya yang kenyal terlihat makin menonjol dan mencuat dahsyat. Payudara itu bergetar hebat mengikuti irama tubuhnya yang bergetar keras, membuat tubuh yang telanjang bulat itu makin terlihat menggairahkan dan membangkitkan nafsu. Setelah orgasme yang begitu dahsyat itu tubuh mulus Icha langsung lemas seperti balon kempis. Keringat membasahi sekujur tubuhnya yang putih mulus membuat tubuh sintal Icha yang telanjang bulat itu terlihat begitu menggairahkan. Icha merasakan kenikmatan yang menghantam sekujur syarafnya sejenak membuat tubuhnya seperti melambung ke angkasa dan membuatnya mengambang selama beberapa detik. Seluruh akal sehatnya sudah tersapu oleh gelombang seksual yang melandanya. Nafasnya terengah-engah seperti orang yang baru saja berlari puluhan kilometer. Tak lagi dikontrol oleh akal sehatnya, Icha hanya bisa menurut saat Robert dan Yoris yang sudah melepaskan celananya memaksa wanita cantik itu untuk menggenggam penis mereka, dan dengan gerakan penuh nafsu, Icha mulai mengocok kedua penis yang sudah berdiri tegak itu sambil sesekali menjilatinya menggunakan lidah dan bibirnya yang seksi secara bergantian.
“Ohh… oohh…” Robert dan Yoris mengerang-erang merasakan cengkeraman tangan lembut Icha dan jilatan bibir wanita cantik itu menyerang penisnya. Secara cepat, gairah seksual mereka meledak kembali, dan sebagai wanita berpengalaman Icha tahu kalau kedua pria bejat itu sudah terangsang hebat, maka wanita cantik itu makin menggencarkan serangannya dan berharap kedua pria itu segera mengalami ejakulasi. Tapi apa yang terjadi kemudian membuat Icha kecewa. Yoris dengan gerakan kasar mencengkeram tangan icha yang masih mengocok penisnya.
“Gak usah buru-buru deh Mbak..” kata Yoris kasar. Icha yag masih sibuk mengocok penis Robert terkejut sesaat.
“Apa…” Icha tergagap, tapi dia tidak sempat meneruskan ucapannya, karena Yoris segera menyuruhnya menungging di atas sofa dengan tangan menumpu pada pegangan sofa, sebelah kakinya, yang kanan, bertumpu di sofa pada lututnya, sedangkan kaki kirinya lurus menapak lantai, memuat pantat wanita cantik itu sedikit lebih tinggi ketimbang kepalanya.
“Jangan..” Icha menggeleng melihat yoris yang berdiri tepat di belakangnya mulai menggerayangi pantatnya yang padat, tapi ucapannya terhenti karena Robert yang berdiri di depannya memaksa wanita cantik itu untuk mengulum penisnya. Icha merasa mual merasakan penis Robert menjejali mulutnya, sementara di belakang, Yoris sedang bersiap-siap untuk menyarangkan penisnya ke dalam liang vagina artis cantik itu.
“Ohkh..” Icha mengerang teredam, penis Yoris yang berukuran besar membuat vaginanya seperti disodok pipa besi panas, rasa nyeri menyebar ke tubuhnya, meskipun sat itu vaginanya sudah dilicinkan oleh caran vagina akibat orgasmenya sebelum ini.
Seolah tidak peduli dengan keadaan Icha, Yoris pun langsung menggenjot vagina artis cantik itu dengan sekuat tenaga. Pinggulnya bergerak maju mundur dengan cepat seperti gerakan piston, mendesak vagina wanita cantik itu dengan gerakan kasar tak teratur. Meskipun sudah pernah melahirkan, tapi Icha rajin merawat vaginanya oleh karena itu tetap terasa sempit dan dinding-dindingnya terasa menjepit penis Yoris yang legam, saat ini sedang memenuhi organ, kewanitaannya.
“Ah.. ah… ah…” Icha hanya bisa mendesah pendek dengan nafas memburu atas perlakuan Yoris dengan suara teredam karena di lain pihak, mulutnya tersumpal oleh penis Robert yang sedang dikulumnya.
Yoris terus menggoyangkan pinggulnya dengan cepat membuat ubuh putih mulus artis itu tersentak maju mundur, membuat payudaranya yang indah bergoyang menggemaskan. Sodokan penis Yoris dari belakang membuat gerakan Icha tanpa diperintah mengulum penis Robert maju mundur. Penis Robert yang juga berkukuran besar membuat Icha membuka mulut dan tenggorokannya selebar yang dia bisa supaya bisa menampung keseluruhan batang penis Robert kekar itu.
“Mmhh.. mmmhh..” Icha hanya bisa bergumam tidak jelas sambil melirik ke arah wajah Robert yang meringis-ringis menahan gejolak seksual yang meledak-ledak. Bibir Icha mengatup dan menjepit ketat penis legam yang menyumpal mulutnya itu.
“Ahh… aahh.. yeah…” Robert mulai meracau tidak jelas merasakan kenikmatan yang menghajar sekujur penisnya, dan, seolah tidak sabar, dengan kasar Robert menjambak rambut Icha, kemudian menggerakkan kepala wanita cantik itu maju mundur sengan gerakan kasar membuat penisnya terpompa keluar masuk di mulut Icha. Sementara di sisi lain, Yoris terus menyodokkan penisnya di dalam liang vagina Icha dengan penuh semangat.
“Mmhh… nghh… mhh… agghhh…” Icha mengerang teredam menahan kenikmatan yang melanda tubuhnya.
Vaginanya terasa sangat perih tapi juga sangat nikmat saat gembong perampok itu menggenjot penisnya. Icha melenguh-lenguh liar merasakan kenikmatan persetubuhan yang dilakukannya, tubuhnya menggeliat-geliat dan bergetar hebat yang membuat Yoris kian bersemangat dalam menyodokkan penisnya. Pelan tapi pasti pria besar itu meningkatkan sodokan penisnya pada vagina icha. Goyangan pantatnya makin kuat membuat sodokan penisnya makin keras memompa liang vagina Icha membuat wanita cantik itu tidak kuasa menahan desahan kenikmatannya yang kian keras.
“Mhh… nghh… mmhh.. oogghh… ogghh…” erangan kenikmatan yang tak jelas tidak henti meluncur dari bibir Icha, deru nafasnya makin memburu seperti sedang berlari ribuan kilometer, keringat membasahi tubuhnya yang putih mulus membuat tubuh Icha yang telanjang bulat seperti berkilau. Gerakan wanita cantik itu makin liar membuat Robert yang tengah menikmati kuluman pada penisnya merasakan orgasmenya berakselerasi dengan amat cepat.
“Aahh… aahhh… oohh… fuckk… fucckkkhh…… aahhh…… aahhh…..” Robertpun mengerang seperti orang gila. Tidak seperti sebelumnya yang bisa menahan desakan ejakulasinya sendiri selama berpuluh menit, kali ini Robert harus menyerah.
“OOOHHKKHHH……. AAAHHH…” Robert mengerang keras merasakan hantaman orgasme yang menyerbu tubuhnya bagaikan badai api.
Seperti seluruh darahnya tersedot oleh kejutan ejakulasinya, tubuuh Robert mengejang. Sperma kental langsung memancar dari penisnya ke dalam tenggorokan Icha dan langsung tertelan oleh wanita cantik itu tanpa sanggup ditahan-tahan. Akhirnya Robert pun terkapar lemas merasakan sisa-sisa kenikmatan seksual yang baru saa menghajar tubuhnya. Icha merasa sedikit lega karena satu orang sudah menyerah, tapi dia masih harus melayani Yoris, pria itu tampaknya punya energi lebih dibanding Robert.
“Ohh… oohh.. yess.. yesss.. ah.. ah.. ayo Marisa.. lebih kerass.. ayo.. teruss..” Yoris menyemangati Icha.
Pria kekar itu masih berkutat menyetubuhi Icha dangan gaya menungging seolah tidak terpengaruh oleh ambruknya Robert. Dia makin kuat menggenjotkan penisnya. Dipeganginya pinggul Icha yang bulat lalu dengan kasar disentakkannya penisnya keras-keras di vagina Icha membuat tubuh putih mulus yang telanjang bulat itu tersentak-sentak maju mundur, dan hal itu dilakukan berulang ulang dengan tempo yang berubah-ubah, kadang cepat dan keras, kadang pelan tapi kasar. Tapi meski diperlakukan sedemikian kasarnya, Icha justru makin merasa nikmat. Lenguhan dan desahannya terdengar makin manja dan kian merangsang.
“Oohhh… aahhh… aahhh… oohh.. oohh.. aahh.. aahh..” kembali erangan dan desahan terdengar dari mulut Icha saat Yoris menggenjotkan penisnya dengan kuat.
Vagina Icha terasa melar disodok oleh penis Yoris yang berukuran besar. Suara berdecak keras terdengar sebagai akibat dari gesekan dua alat kelamin yang menyatu ketat mengiringi erangan dan rintihan nikmat kedua insan yang berbeda status yang tengah melakukan persetubuhan itu. Dan tanpa dapat dicegah lagi, gelombang birahi yang hebat kembali mencengkeram tubuh wanita cantik itu. Kembali tubuh putih mulus yang telanjang bulat itu menegang dan gemetar merasakan geombang orgasme yang memuncak. Marisa Haque benar-benar kehilagan akal menahan gelombang birahi yang makin keras melanda tubuhnya. Otaknya serasa macet tertutup oleh kenikmatan yang kian menggebu-gebu.
“OOHHKK….!! AAHHHH….!!” Icha tidak bisa menahan diri lagi. Erangan keras meluncur begitu saja dari bibirnya yang seksi. Tubuhnya kembali menggeliat keras.
“HGH… OHH….!!!” Dilain fihak Yoris juga tidak dapat menahannya, gelombang orgasmenya kali ini berlangsung lebih cepat dari yang diperkirakan. Wajah Yoris memerah merasakan aliran orgasme yang meningkat cepat. Sodokan penisnya mengeras dan akhirnya dia membenamkan penisnya sedalam yang dia bisa di liang vagina Icha.
“OOOHHHKKK…….. OOOHHHH….!!!” Yoris melenguh keras.
Spermanya menyembur di dalam vagina Icha mengisi rahim wanita cantik itu dengan benihnya.
Ketiganyapun akhirnya ambruk merasakan kenikmatan seks yang mereka dapatkan. Icha sendiri meskipun terpaksa, tapi dia merasakan kenikmatan yang asing dan jahat dalam tubuhnya yang, seperti candu, yang selalu ingin dia nikmati kembali.
******************************
Yoris mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi membelah jalan tol. Disebelahnya icha duduk dengan raut letih Keinginannya saat ini adalah secepat mungkin sampai di rumah dan tidur untuk melepaskan penatnya. Dia merasa lelah secara fisik dan mental setelah selama beberapa hari ini dirinya dijadikan budak seksual untuk melayani nafsu bejat orang-orang yang sama sekali tidak pantas menjamah tubuhnya. Icha diantar di dekat komplek perumahan mewah dimana dia dankeluarganya tinggal. Icha menelepon suaminya dan minta dijemput. Setelah itu yoris meninggalkan icha sendirian, sembari menunggu kedatangan suami tercintanya. Setelah dijem[ut suaminya yang merasa cemas akan keadaan icha, icha pun dibawa pulang kerumah, sesampai disana icha menceritakan pada mereka bahwa dia kecelakaan mobil dan tersesat selama beberapa hari di hutan. , setelah menceritakan cerita karangan itu pad suami dan kedua anaknya, icha lalu masuk ke kamar mandi, Mandi di air dingin berjam-jam menjadi pelarian Icha untuk merontokkan kegalauan hatinya, seolah berharap penderitaannya akan larut bersama air yang menyiram tubuhnya. Bekas-bekas fisik persetubuhan yang tak dikehendakinya memang tersapu oleh air tapi bekas secara tak kasat mata terus melekat di hati wanita cantik itu. Tidurnyapun menjadi tidak nyenyak karena sepanjang malam mimpi buruk terus menerus mengganggu ingatannya ditambah dengan rasa bersalahnya jika menatap wajah suami dan anak anaknya yang begitu menyayanginya. Ia telah membohongi mereka dengan cerita dia tersesat di kawasan puncak, sampai seseorang menolongnya dan mengantarnya sampai persimpangan komplek rumahnya. Icha pun berpesan pada suaminya agar media massa tidak mengetahui bahwa dia telah hilang beberapa hari. Di satu sisi Icha merasakan jijik dan terhina luar biasa oleh kelakuan para pria bejat yang merampok tubuhnya luar dalam, tapi di pihak lain, alam bawah sadarnya mengatakan ingin kembali merasakan pengalaman yang penuh sensasi itu. Suaminya tidak pernah memberikannya kepuasan sexual sedahsyat yoris. masih terkenang bagaimana tubuhnya diremuk oleh kekuatan orgasme yang bagaikan ledakan seribu meriam menghajar syaraf seksualnya berkali kali. Tubuhnya yang rindu belaian pria. Icha menemukan muara untuk menyalurkan hasrat seksualnya yang melimpah. Tidak dari Ikang fauzi suaminya, melainkan yoris, pria yang bisa membawanya ke awang-awang kenikmatan duniawi yang selama ini dia cari-cari. Sekarang icha harus membuat sebuah scenario agar apa yang terjadi padanya selama beberapa hari menghilang dari rumah dapat disamarkan. Ia tidak ingin suami dan kedua anaknya tahu apa yang telah menimpanya.
*********************************
Lima hari setelahnya
“Lightingnya gimana?” teriak sutradara melalui TOA yang dipegangnya. Wajahnya pucat entah karena stress atau kelelahan. Sedari tadi dia sibuk berteriak sampai serak mengatur seluruh kru. Sedianya syuting hari itu akan diselesaikan hari itu juga, tapi semuanya berantakan ketika generator untuk tata cahaya meledak.
“Wah… parah Boss…” kata seorang kru. Perawakannya kurus dengan rambut gondrong diikat ekor kuda. Wajahnya tirus dan cekung mirip seorang pecandu narkoba. Dia bertugas sebagai kru peralatan yang biasanya melakukan bongkar pasang.
“Parah apanya?” tanya si sutradara melotot.
“Gensetnya… pan tadi Si Boss udah lihat sendiri..” katanya kalem.
‘Gua gak mau tahu ya..” si sutradara mulai naik darah. “Dalam satu jam semuanya harus sudah siap… kalau nggak..” Si sutradara tidak meneruskan ucapannya. “Dan elo Mad, elo bereskan itu kamera sebelum kena hujan,” kata si sutradara menunjuk ke atas. Langit memang terlihat gelap karena mendung. Sebuah keadaan yang tidak menguntungkan untuk meneruskan syuting. Belum lagi kru bertampang tirus itu menjawab, seorang petugas di bagian kamera berteriak keras.
“SOMAD………!!! bantuin gua angkat kabel …!!”
“Sial..!” kru yang ternyata bernama Somad itu mengutuk pendek sebelum melesat menuju orang yang memanggilnya. Gulungan kabel besar besar sudah menunggunya untuk diangkat.
“Mau dibawa ke mana Bang..?” tanya Somad gemetar karena keberatan membawa kabel sebanyak itu. Badannya yang kurus seolah tidak mampu menahan berat kabel yang diangkatnya sehingga orang-orang khawatir kalau sebentar lagi Somad akan roboh tidak sanggup mengangkat kabel segitu banyak. Meski begitu ternyata Somad mampu mengangkatnya, kendati kakinya yang terbungkus celana hipster ketat sedikit gemetar.
“Bawa ke wardrobe sono, tapi jangan tercampur sama properti yang lain,” kata kru yang memerintahnya. “hati-hati juga, di sana banyak kostum, jangan sampai elo salah taruh..”
Yang lainnya tertawa mendengar ledekan itu, tapi Somad santai saja seolah tidak terjadi apa-apa. Dia berjalan terhuyung membawa gulungan kabel menuju tempat penyimpanan properti. Yang dimaksud sebagai tempat penyimpanan properti itu ternyata sebuah karavan (rumah mobil) yang disulap menjadi gudang berjalan bercat warna oranye dan hitam sewarna dengan logo rumah produksi pemiliknya, yakni artis cantik yang juga politisi, Marisa Grace Haque Fauzi. Ukurannya cukup besar sehingga pas kalau disebut sebagai rumah berjalan. Agak kesulitan Somad membuka pintu tempat penyimpanan. Ruang dalamnya yang sempit makin terlihat sempit karena dipenuhi barang, mulai dari tumpukan peti yang entah apa isinya, deretan rak dengan puluhan baju kostum syuting yang tergantung, gulungan kabel dan tumpukan barang lain yang kelihatannya merupakan properti usang. Pandangan Somad mengarah pada sebuah peti kecil berwarna hitam seukuran kopor baju.
“Wah..” Somad nyengir. “Ini kan kamera Ikagami terbaru..” kata Somad.
Dan meskipun tampangnya bego, otak Somad tidak setolol wajahnya. Dia pernah diajari oleh salah satu kru bagaimana cara mengoperasikan kamera itu. Lalu dengan gaya kameraman profesional dia mulai mengulik kamera digital canggih itu.
“Wah…” Somad ternganga. “Memory cardnya masih ada. Pasti ada kru yang lupa mencabutnya, wah.. akan gue laporin sama Boss..” katanya pada dirinya sendiri. Somad masih ingat kehebatan kamera di tangannya. Zoomnya mampu menjangkau jarak sampai seratus meter lebih, karena itu kamera ini sangat pas untuk megambil gambar Long Range, sementara close up shoot nya juga sangat mengagumkan, dia ingat petunjuk kawannya kalau kamera ini mampu meng close up wajah orang yang berdiri dengan jarak 150 meter tanpa cacat sedikitpun.Keasyikan Somad mengagumi kamera itu mendadak buyar ketika ada orang lain yang berjalan mendekat. Somad kelimpungan setengah mati ketika orang itu makin mendekat. Apalagi saat dengan jelas Somad mendengar gagang pintu diputar. Dengan gugup, tanpa sempat mengembalikan kamera mahal yang dipegangnya, Somad segera menutup peti penyimpanan kamera dan membawa kamera canggih di tangannya bersembunyi. Dengan gerakan seperti seekor tupai, Somad melompat masuk ke sela-sela tumpukan kostum syuting yang tergantung di rak yang ada di dekatnya, tepat ketika pintu terbuka.
“Elo gila! Ngapain elo ke sini..?” Somad samar-samar mendengar percakapan antara seorang laki-laki dan perempuan, yang, meskipun dilontarkan dengan setengah berbisik, tapi jelas kalau kedua orang itu tengah bertengkar.
”Nggak usah marah begitu deh Cha..” suara pria diiringi tawa lunak terdengar. “Gue udah bilang kan, kapanpun gue mau, gue bakal minta ke elo..”
“Tapi tidak di sini!” terdengar suara wanita dengan nada jengkel seolah nyaris menangis. “Elo bisa nunggu sampai gue selesai kan?”
“Nah.. itu persoalannya..” kata si pria lagi. “Gue nggak bisa nunggu lagi.. Tapi kalau elo nggak mau ya nggak apa-apa, sebentar lagi semua orang bakal tahu perempuan macam apa elo itu..”
“Jangan!” si wanita berkata tertahan dengan nada ketakutan. “Jangan.. baik, saya mau.. tapi jangan sampai ada yang tahu..”
“Ah.. di sini tidak ada siapa-siapa.. semua orang sedang sibuk di luar sono..” kata si pria kalem.
Somad yang bersembunyi merasa ketakutan setangah mati mendengar percakapan bernada ancaman itu. Dia sedapat mungkin berusaha tidak menimbulkan suara yang mencurigakan, dan selama beberapa menit dia berhasil melakukannya, sampai suara-suara ganjil membuatnya penasaran. Tadinya Somad bertekad tidak akan melihat apapun yang mereka lakukan, tapi suara-suara ganjil itu membuat darah Somad seolah bergolak. Desahan-desahan nikmat yang tertangkap telinga Somad menggedor jantung pemuda itu. Dengan mengerahkan segenap keberanian yang dimilikinya Somad mencoba melihat apa yang sebenarnya dilakukan oleh sepasang pria dan wanita itu. Jantung Somad seolah berhenti berdetak selama beberapa detik saat dia melihat apa yang terjadi. Sebuah pemandangan erotis terpampang di hadapannya. Seorang wanita cantik bertubuh indah, dalam keadaan setengah telanjang, hanya megenakan baju, begelantungan di tubuh seorang pria hitam dan berbadan kekar, pria itu menyetubuhi wanita itu sambil berdiri. Kedua kaki wanita itu mengapit melingkari pinggang si pria. celana panjang begitu pula dengan celana dalam mereka tergeletak di lantai, sedangkan baju safari yang dipakai si wanita terangkat ke atas dengan Bra merosot dari tempatnya sehingga payudara indah si wanita itu terlihat begitu jelas, sementara si pria, yang sama sekali jauh dari tampan, hanya pria itu berbadan kekar. celananya melorot sampai sebatas lutut, penisnya jelas-jelas membenam di dalam liang vagina si wanita, tengah menyetubuhi wanita cantik yang mengenakan jilbab itu dengan gerakan kasar, sementara mulutnya menjejali leher wanita yang mengenakan jilbab itu dengan cumbuan kasar. Dan jantung Somad makin tidak karuan ketika dia tahu siapa wanita yang tengah disetubuhi oleh si pria.
‘Itu… itu…” Somad menutup mulutnya menahan diri sekuat tenaga agar tidak mengeluarkan suara bahkan sebuah bisikan sekalipun.
Dia tidak pernah menyangka akan melihat sebuah adegan yang sama sekali bukan rekayasa dimana wanita yang sedang berhubungan badan itu adalah seorang artis cantik dan terkenal, Marisa Grace Haque, seorang yang selama ini somad kenal sebagai wanita yang taat dan setia pada suami. yang juga pemilik rumah produksi tempat dia bekerja tengah digagahi oleh pria yang bukan suaminya. yang sama sekali tidak ada seujung kukunya kalau dibanding dengan wanita cantik tersebut. Entah mendapat bisikan dari mana, Somad tiba-tiba menyalakan kamera Ikagami super canggih yang tanpa sadar digenggamnya begitu erat, dan dari balik lapisan kostum yang tergantung di rak, Somad mulai mengabadikan adegan erotis itu. Kehebatan kamera yang ada di tangan Somad dimanfaatkan dengan baik oleh pemuda itu. Gambar close up Icha yang melenguh-lenguh ditangkap dengan sempurna.
“Oohhh… aahhh… aahhh… oohh.. oohh.. aahh.. aahh..” erangan dan desahan terdengar dari mulut Icha, meski semula terpaksa, tapi jelas sekali kalau wanita cantik itu sagat menikmati hubungan seksual gila yang dia lakukan saat ini.
Meski begitu tampaknya pria itu tidak mau mengambil terlalu banyak, hanya limabelas menit lamanya kedua orang itu melakukan hubungan seks. Icha turun dari pelukan pria berpostur tegap itu, icha yang tadi disetubuhi pria itu sambil berdiri, belakangan ini mudah sekali mengalami orgasme, tidak mampu menahan sensasi dari dalam tubuhnya itu, dengan erangan tertahan dia melepaskan gelombang orgasmenya, sementara pada saat yang hampir bersamaan pria yang menyetubuhinya pun mengerang lirih dan melepaskan spermanya di dalam liang vagina artis cantik itu. Tangan pria tersebut menahan dan meremas kedua pantat icha yang montok seolah ia tak mau melepaskan icha yang tak kalah menikmati orgasmenya. Terlihat pria itu melepaskan icha yang bergelayut di tubuhnya.
“Sekarang kau pergi yoris…” kata Icha yang merapikan pakaiannya dengan tergesa-gesa saat ada orang yang memanggil-manggil namanya.
Pria yang ternyata adalah Yoris itu hanya mesam-mesem sambil menarik retsleting celananya.
“Nanti malam kita terusi lagi…” katanya pendek sambil mengambil rokok dari saku bajunya, lalu dengan santainya Yoris berjalan keluar seloah tidak terjadi apa-apa.
Icha bergegas merapikan pakaiannya dan berjalan keluar dari tempat terkutuk itu. Terdengar seorang kru berbicara dengan pemilik production house itu yang dijawab dengan bentakan galak oleh Icha.
Somad, yang meskipun sudah selesai menyaksikan adegan –sekali seumur hidup- barusan, kaku di tempat persembunyiannya. Wajahnya pucat pasi, sementara tangannya menggenggam erat kamera canggih yang dipegangnya seolah takut kamera itu bakal berteriak mengenai apa yang baru saja dia rekam. Baru setelah lewat sekian detik, Somad menghela nafas panjang sekali. Dirinya baru sadar kalau dia dari tadi menahan nafas begitu lama.
‘Oke Mad.. oke.. tenang..” kata Somad pada dirinya sendiri.
Jantung pemuda kurus itu berdetak dua kali lebih kencang, tanpa sadar dia memegang penisnya yang tegang menyaksikan adegan seks yang terpampang di hadapannya. Celana dalamnya terasa lengket oleh cairan kental, tanpa sadar rupanya sperma Somad ikut keluar akibat tidak tahan. Lalu dengan gemetar, Somad mengembalikan kamera yang dipegangnya ke dalam pei penyimpanan, tapi entah apa yang mendorongnya, Somad mengambil kartu memori tempat penyimpanan flm dari kamera itu. Sepanjang malam Somad tidak bisa tidur nyenyak. Langit-langit kamar kostnya yang kosong dipelototi terus menerus dan selalu saja adegan hubungan seksual antara Marisa haque, wanita pemilik rumah produksi ini dan Yoris muncul di sana. Kejadian yang diabadikannya dengan kamera itu terus-menerus melekat dalam pikirannya. Dipandanginya foto Icha yang dipajang di kamarnya dengan pikiran melantur tidak jelas. Tidak tahan melihat foto wanita yang tadi pagi dilihatnya nyaris telanjang, Somad segera kabur ke kamar mandi dan disanalah dia beronani. Somad, adalah pria yang senantiasa mempuyai fantasi seksual gila terhadap artis setengah baya namun masih tetap cantik itu, mereka bersedia membayar berapapun untuk bisa berhubungan badan dengan Marisa haque, bahkan jika seandainya ada iblis yang menawarkan diri membantu dengan imbalan menukar jiwa mereka sebagai imbalan mereka hampir bisa dipastikan akan menerimanya. Somad bekerja dengan pikiran kalut. Ribuan rencana kini memenuhi otaknya yang setengah kriminal, sehingga kalau seandainya sebuah mesin, orang akan mampu mendengar roda gigi di dalam otak Somad berputar puluhan kali lebih kencang. Meski begitu dia tidak mampu menentukan pilihan apa yang akan diambilnya dengan kejadian yang dialaminya kemarin.
‘Bagaimana caranya..?” begitu terus menerus Somad menggumam tak jelas.
Berkali-kali dia ditegur karena teledor melakukan kerjanya. Semua rekan kerjanya bingung dengan kelakuan Somad yang ganjil. Beberapa mengira kalau Somad kerasukan setan yang ada di lokasi syuting yang buru-buru disanggah oleh rekan yang lain. Somad baru berhenti bergumam sendiri saat dia melihat seorang kru mencabut kartu memori dari kamera dan dipindah ke card reader yang ada di laptopnya. Spontan Somad meraba saku celananya dimana kartu memori yang menyimpan adegan seksual Icha dengan Yoris tersimpan. Dengan tekun Somad memperhatikan bagaimana kru tersebut memindah isi kartu memori ke dalam hard disk. Otak Somad rupanya cukup cerdas untuk mempelajari hal-hal seperti itu, apalagi dengan prospek menyenangkan menunggunya di depan mata. Lalu dengan sedikit memberanikan diri, Somad mulai menanyakan beberapa hal pada kru tersebut.
“Kalau untuk membuat video yang profesional emang rumit Mad. Elo butuh program khusus, misalnya Adobe Director, Adobe Premiere dan After Effect untuk melakukan editing dan memberi efek khusus buat video elo itu, dan elo tahu nggak sekali jadi buat belajar sampai level kayak gitu.” Kata si kru. “Tapi kalau sekedar memindah isi memory card ke CD sih gampang. Elo cukup modal CD writer sama program burner, misalnya Nero.” Kata si kru sambil menunjuk logo program Nero Startsmart pada desktop.
Rupanya keberuntungan sedang memayungi kehidupan Somad belakangan ini, terbukti ketika dia berniat meminjam laptop dari temannya malahan teman Somad tersebut berniat menjual laptopnya dengan harga murah dengan alasan butuh uang. Somad langsung menyetujui untuk membayari laptop temannya itu setelah dia tahu semua kebutuhannya ada pada laptop yang dimaksudkan. Meski begitu baru tiga hari setelah hari keberuntungan itu Somad bisa melaksanakan aksi Mission Impossible nya.
Icha baru saja memasuki mobilnya untuk bersiap pulang ketika seorang kru anak buahnya dari bagian make up memanggilnya.
“Buk.. ini ada yang ketinggalan.” Kata kru pria yang agak kemayu itu.
“Apa ini Han..?” Icha bertanya bingung. Sebuah amplop kecil berwarna coklat, disegel dengan lem agak berlebihan. Tulisan “UNTUK IBU MARISA HAQUE” dengan spidol hitam tertera jelas di bagian depan, meski agak mirip tulisan cakar ayam.
“Buat saya.?” kata Icha seperti ditujukan buat dirinya sendiri.
“Sepertinya emang untuk mbak Icha, kan namanya ditulis jelas.?” kata kru bernama Han itu dengan gaya kenes.
“Dapat dari siapa?” tanya Icha ragu.
“Wah, dari siapa nggak tahu mbak.. soalnya tadi ngegeletak di meja rias .” jawab han, masih dengan gaya kenes.
“Icha tertawa melihat gaya kemayu si Han, dengan sedikit penasaran dia merobek amplop coklat itu. Isinya sebuah Compact Disk putih polos dengan merk murahan. Sebuah catatan dari sepotong kertas bekas sobekan notes yang ada kop rumah produksinya ikut terjatuh saat Icha mengambil CD dari dalam amplopnya.
“Hanya boleh dilihat kalau sudah ada di rumah. Kalau sudah selesai melihat isinya, segera hubungi nomor ini ..” Icha membaca isi catatan. Sebuah nomor telepon CDMA tertera di sana. Penasaran Icha menghidupkan CD player di mobilnya, tapi invalid. CD tidak bisa dibaca oleh player biasa. Tamara paham kalau CD itu hanya bisa dibaca menggunakan komputer.
Agak mengabaikan CD yang diperolehnya secara misterius, Icha mengemudikan mobilnya dengan kecepatan biasa. Begitu sampai di rumahpun Icha masih sempat mandi dan makan malam. Baru ketika akan tidur Icha ingat dengan CD misteriusnya. Sedikit rasa penasaran dan khawatir menyelimuti perasaan Icha yang belakangan ini tidak karuan. Bahkan sebuah perasaan menakutkan bahwa akan ada bencana susulan menyergap perasaan wanita cantik itu, meskipun segera ditepisnya.
Pelan-pelan Icha menyalakan laptopnya dan memasukkan CD ke dalam drivenya. Semula hanya beberapa adegan sinetron yang muncul di layar laptop. Selama beberapa menit semuanya berjalan normal, sampai adegan yang membuat Icha panas dingin. Adegan persetubuhannya dengan Yoris di ruang wardrobe terpampang dengan jelas. Beberapa scene malah menunjukkan dengan jelas ekspresi Icha yang terlihat menikmati hubungan seksual yang dilakukannya. Spontan Icha mengangkat laptop miliknya itu dan membantingnya ke lantai sampai hancur berkeping keping diiringi suara ledakan keras. Masih belum cukup, Icha mengangkat kepingan laptop tersebut dan menghantamkannya ke lantai berkali-kali sampai benar-benar hancur, termasuk CD yang ada di dalamnyapun ikut hancur berkeping-keping. Penderitaan yang dialaminya rupanya bakal bertambah dengan adanya orang lain yang memanfaatkan kelengahan dan keteledorannya. Rasa kesal, malu, marah dan tidak berdaya yang teraduk menjadi satu membuat dada icha seperti diinjak oleh seekor gajah raksasa, dan perlahan tangis wanita cantik itupun pecah tidak kuasa menahan perasaan yang makin menggila di hatinya. Lalu bagaikan orang gila, Icha mengaduk-aduk isi tasnya, mencari catatan yang ditemukannya bersama CD yang memutar kehidupannya kembali ke awal bencana. Segera Icha menyambar HP nya dan menekan nomor yang ada di catatan kecil itu.
“Halo!” Icha mmbentak marah ketika teleponnya tersambung. Suara pria menjawab dari seberang.
“Jadi sudah dilihat isinya buk…?” kata orang itu.
“Jangan macam-macam Bangsat..!” Icha meluapkan emosinya. “Kalau kamu berani macam-macam..”
“Hmm ibu tidak pada posisi yang kuat untuk mengancam buk!” balas pria di seberang dengan tidak kalah galaknya. “Karena rahasia bu icha ada sama gue. Jadi, kalau elo mau selamat, lebih baik elo nurut sama gue.. atau…” pria itu mengulur suaranya, menikmati efek ketakutan yang tengah melanda Icha. “Seluruh dunia akan tahu .. ..”
“Jangan!” Icha mendadak merasa lemah dan takluk mendengar ancaman itu. Tawa kemenangan terdengar dari seberang.
“Jadi.. sekarang ikuti perintah gue, patuhi apa yang gue katakan.. paham?” bentak pria itu. Icha mengiyakan dalam isakan tertahan. Pria itu memerintahkan Icha untuk pergi ke suatu tempat .
Keesokannya icha mengendarai mobilnya sendirian ke tempat yang ditunjukan pria misterius itu, sekarang Icha telah sampai di tempat yang sudah ditentukan itu , Wanita cantik itu terlihat celingukan tidak tahu harus ke mana. Jalanan dimana dia berada saat ini sepi sekali, wajar karena jam sudah menunjukkan hampir jam 10 malam. Deretan ruko dengan rolling door besi kelabu seperti benteng baja yang mengepung Icha, kesemuanya sudah tutup. Sesekali Icha dikagetkan bunyi kelontang kaleng jatuh tersenggol hewan malam. Keremangan lampu penerangan yang terkesan setengah hati makin mengesankan kalau tempat itu merupakan tempat berkumpulnya para pelacur murahan, dan dengan pakaian seadanya yang dia pakai membuat Icha merasa dirinya benar-benar sudah berubah menjadi pelacur pinggir jalan. Mendadak HP icha bergetar tanpa suara. Wanita cantik itu buru-buru mengambilnya. Nomor yang sama seperti yang ada di catatan CD tertera di sana.
“Udah sampai ya..?” tanya pria itu, membuat Icha gelagapan, seolah pria itu bisa melihatnya. Spontan Icha memandang ke segala penjuru, mencari apakah ada orang yang mengawasinya.
“Kalau elo mau cari gue..” kata pria itu sambil tertawa, membuat Icha menghentikan usahanya. “Coba elo lihat di depan elo, ada ruko yang pintunya dicoret-coret pake pilox..”
Icha segera mencari ruko yang dimaksud, tidak mudah mencarinya karena hampir semua pintu ruko sudah dicorat-coret para seniman liar jalanan dengan grafitti yang sesungguhnya sangat indah kalau dipasang di tempat yang pas. Tapi Icha beruntung saat dia melihat sebuah ruko yang rolling door nya tidak tergembok. Icha makin yakin setelah si penelepon mengiyakan bahwa memang ruko yang dilihatnyalah yang dia maksud. Dengan sedikit gemetar Icha mendorong pintu besi kelabu itu dan menutupnya kembali. Butuh beberapa saat bagi mata Icha untuk menyesuakan diri dengan keremangan ruang di dalam ruko yang hanya diterangi sebuah bola lampu kecil.
Icha mengasumsikan kalau dirinya sedang berada di sebuah gudang atau bekas bengkel mobil, kalau menilik barang yang ada di sana dan bau karet bercampur oli bekas yang mendominasi ruangan. Ruangan itu tidak lebih luas dari sebuah garasi dua mobil. Sebuah kompresor ukuran sedang tergeletak di sebelah kiri dinding yang penuh dengan rak berisi onderdil bekas. Tumpukan ban bekas ada di sisi yang lain dan sebuah motor tua karatan dengan kedua bannya kempes teronggok merana di bagian paling ujung ruangan. Di sebelahnya terdapat tumpukan peti yang tertutup lembaran-lembaran tripleks. Icha melihat sebuah tangga besi di dinding paling dalam, menuju ke lantai dua. Di beberapa tempat terserak kaleng-kaleng bekas oli dengan berbagai merk. Mendadak lampu gantung yang menjdi penerangan utama ruangan itu menyala secara serentak, membuat seluruh ruangan menjadi terang benderang. Icha terkesiap kaget, dia merasa saat-saat yang mengerikan itu akan tiba kapan saja. Dalam kondisi terang benderang Icha bisa melihat jelas kalau ruangan tempatnya berada saat ini adalah sebuah bengkel yang tidak terpakai, merujuk pada debu tebal yang melapisi tempat itu dan sarang laba-laba yang menempel di beberapa sudut. Meski begitu Icha sempat melihat ada beberapa tempat yang terlihat sangat bersih, terutama bagian lantai ruangan yang terbuat dari keramik kelabu kusam, seperti ada yang mengepel lantai itu beberapa saat sebelumnya.
“Sampai juga akhirnya..” terdengar suara pria dari arah tangga besi yang menuju lantai dua. Icha yang sibuk memperhatikan keadaan sekeliling tidak menyadari kedatangannya, dia serentak membalikkan badan.
“kamu kan…” Icha terperanjat dengan mata terbelalak setelah mengetahui siapa pria yang mempermainkannya selama ini. Somad, pria yang dikenalnya sebagai kru di rumah produksi miliknya!. “kamu kan….”
“Somad, Buk…” kata Somad meninggalkan basa-basi yang selama ini dia gunakan jika bertemu orang lain. Icha yang kesal dan marah setengah mati langsung mendekati Somad dan menampar wajah pria itu dengan keras.
Somad terdorong ke belakang beberapa langkah. Icha yang tinggi tubuhnya 175 cm tampak menjulang di hadapan Somad yang Cuma 155 cm. Meski begitu, Somad tetaplah seorang pria dengan kekuatan tersendiri. Seketika Somad bangkit dan melancarkan sebuah pukulan keras ke bagian perut Icha, Icha langsung terjatuh dan meringis kesakitan.
“Kesalahan besar buk…” kata Somad memegang pipinya yang masih terasa panas. “Ibuk marisa sudah berbuat kesalahan besar… “ katanya sambil menjambak rambut Icha. “Dan elo bakal menyesal melakukannya..” Somad mendekatkan bibirnya ke telinga Icha dan berkata pelan. “Elo masih ingat film mesum elo yang gue kirim..?” somad mulai bicar tak sopan,
Seketika Icha pucat mendengarnya, dia merasa menyesal bukan main telah menampar Somad, dia menatap wajah Somad dengan ketakutan.
“Kalau gue telepon temen gue sekarang, maka besok pagi, film bokep elo bakal jadi film bokep yang paling dicari di Glodok.” Kata Somad dingin.
“Jangan..” Icha bergidik ngeri. Untuk kesekian kalinya Icha harus takluk pada orang yang sama sekali tidak sebanding dengannya. Tapi Icha tidak berani berbuat macam-macam dengan ancaman itu, kalau sampai ancaman itu terbukti, maka kehidupannya bakal lebih sengsara ketimbang saat ini.
“Jangan.. saya mohon, maafin gue.. maafin gue..!” Icha menghiba dan berlutut di bawah kaki Somad. Seketika mental Somad terangkat, kebanggaan luar biasa membuncah di dalam hatinya, sebagai seorang yang selama ini terpinggirkan, hari ini bisa menaklukkan seorang selebriti cantik dan dihormati banyak orang.
“Baik..” kata Somad dingin, lalu dia mulai melakukan percobaan untuk melihat sampai seberapa jauh dia bisa menguasai artis cantik itu. “gue maafin elo, tapi elo musti ikutin semua perintah gue..”
“I.. iya.. baik.. gue nurut sama elo..” balas Icha.
Somad terkejut sesaat, dia tidak menyangka hasilnya akan seperti ini, jauh di luar pengharapannya. Bahkan jauh lebih besar dari apa yang diinginkannya. Semua rencananya berjalan dengan mulus, semulus wanita cantik yang ada di hadapannya.
“Eh.. baik..” kata Somad agak gugup karena kebingungan dan sudah mulai panas dingin. “Sekarang elo lepasin pakaian elo, sampai bugil..!”
Icha tergagap. Meskipun sudah pernah menghadapi peristiwa seperti ini sebelumnya, tapi tetap saja nalurinya sebagai wanita menolak kalau harus bertelanjang bulat di hadapan pria yang bukan siapa-siapanya, apalagi pria itu adalah orang yang sama sekali tidak pantas disejajarkan dengannya.
“ sadarlah mad.. sadar…” ujar icha berusaha bernegosiasi
“Buka!” Bentak Somad membuat icha gemetar.
“I.. iya.. gue buka..” icha berujar tergagap. Icha membuka kancing baju nya stau persatu,
“ celana mu juga!” perintah somad. Icha pun melepaskan celananya.
“Oohh.. muluss…” Somad meneguk ludah menyaksikan icha mulai melepas pakainannya satu persatu, keindahan paha mulus icha yang bening dengan pinggul yang bulat padat berakhir pada pinggang yang indah.
“Lepas tuh CD nya, .!” perintah Somad jelas.
Icha terisak sesaat, lalu dengan sekali tarik, celana dalam itu langsung lepas dari selangkangannya, menampakkan gundukan vagina yang terawat cermat, tanpa rambut sama sekali karena icha selalu rajin merawat bagian kewanitaannya tersebut. Mengingat icha sudah punya anak, Somad heran sekali melihat vagina majikannya yang terlihat begitu bagus, tapi sesaat kemudian diapun maklum karena wanita itu adalah artis terkenal dan punya banyak uang sehingga tidak sulit baginya utuk melakukan perawatan tubuh.
“Hehehehe… mulus banget nih body elo!, gak disangka wanita seumur elo masih mulus banget.. apalagi toked elo… gede, montok, mulus pula..” puji Somad tanpa basa-basi, meski lebih terdengar sebagai bentuk pelecehan. Icha menjadi malu dan menutupi bagian tubuhnya yang mana saja yang bisa dia tutupi dengan tangannya.
“Eh.. siapa yang suruh elo nutupin pemandangan indah gue..?” kata Somad dengan nada tinggi. Icha gugup mendengarnya dan langsung menyingkirkan tangannya dari tubuhnya sendiri.
“Biar kata lo istri orang, udah emak – emak ,tapi tetap sip, nah elo sekarang buka kaki elo lebar-lebar, lalu angkat tangan elo ke atas kepala..” perintah Somad tajam. Tanpa bisa berbuat banyak, Icha segera menuruti perintah itu, kedua kakinya direnggangkan lebar-lebar membuat belahan vaginanya ikut membuka, dan posisi tangannya yang di atas kepala membuat payudaranya kian mencuat ketat.
“Ohh… muluuss..” Somad mengagumi keindahan tubuh artis senior yang cantik itu,, membuat keseksiannya kian menonjol.
“Sekarang elo pindahin tuh tripleks-tripleks yang ada di situ!” Somad menunjuk ke arah tumpukan tripleks yang menutupi tumpukan peti. Dengan enggan icha mengangkat tripleks-tripleks itu, terlalu berat untuk seorang wanita yang tidak biasa bekerja kasar sepertinya. Icha langsung lemas setelah mengetahui mengapa Somad memerintahkannya memindah tripleks-tripleks itu. Di balik tumpukan tripleks itu rupanya tersembunyi sebuah ranjang kayu usang yang dilapisi kasur tipis yang tidak kalah usangnya. Menjadi jelas baginya kalau sebentar lagi tubuhnya yang mulus bakal menjadi pelampiasan nafsu seksual bagi Somad. Yang mengherankan Icha adalah, bagaimana bisa seorang Somad yang baginya terlihat lugu dan bego bisa merencanakan sampai sedetil ini.
“Elo… elo mau perkosa gue..?” Icha tercekat mengucapkannya.
“Nggak… nggak..” Somad tertawa pelan. “Siapa yang mau perkosa elo..?” Somad tersenyum licik. “ sebenarnya gua demen sama anak lo yang paling besar.. tapi setelah kuperhatikan, ternyata ibunya tak kalah cantik dari anaknya,.. dan Elo musti mau gue entot secara suka rela, paham?”
Ucapan terakhir itu membuat Icha merah padam wajahnya karena malu dan marah.
“kamu gila..!” Icha mendesis marah.
Somad yang terangsang berat itu dengan cepat mendekati icha dan menggumulinya, hingga icha terdorong keatas ranjang.
“Ohh… mulus bangeet…” Somad mulai menaiki tubuh putih mulus Icha yang telanjang bulat dan terlentang pasrah di atas ranjang.
“Nggak… jangan… mmmhh !” Icha menggeleng saat bibir Somad akhirnya melumat bibir seksinya. Tapi tentu saja itu tidak menghentikan Somad untuk menikmati sesuatu yang sedari tadi ditahannya. Tangan kurus pria itu mendekap kepala Icha membuat artis cantik itu tidak berdaya untuk menghindar saat Somad menghujani bibir dan wajah cantiknya dengan kecupan-kecupan.
“setan kau somad.. lepaskannn…. Dasar tak tahu diriii!!! Mmmmhhh..” lama lama makian icha terdengar menjadi mulai mendesah karena lidah Somad mencoba masuk dan menjilat langit-langit mulutnya. “Mmmmhhh..” desah icha tertahan karena mulut mereka masih menyatu. Somad pun menurunkan ciumannya ke arah leher. Dijilati dan diciuminya leher putih tersebut. Tangan kanannya pun mulai bermain main di sekitar puting kiri icha. Jari telunjuknya berputar putar di sekitar ujung putingnya dan terkadang digeseknya pelan sehingga semakin lama icha pun menjadi semakin naik birahinya.
“Oohhh…” Icha mendesah pelan menandakan kalau birahinya mulai naik, sesuatu yang aneh mengingat tadinya dia menolak melakukan hubungan seksual dengan pria kurus itu. Somad pun menurunkan lagi ciumannya ke arah dada kanan icha. Lalu ia mulai menyerang puting payudara Icha dengan lidah dan bibirnya. Dihisap dan terkadang digigit dengan lembut puting kanannya itu membuat Icha serasa terbang melayang. Tangan kanan Somad mulai memencet dan memilin puting kiri icha.
“Ohh…shitt!! Ohhh!! God!!” icha mendesah-desah liar ketika Somad menyentil-nyentilkan lidahnya pada putingnya yang sensitif, kadang disertai gigitan kecil yang membuatnya makin menggelinjang, dia merasa vaginanya mulai basah karena rangsangan-rangsangan itu. Tapi tampaknya Somad tidak mau terburu-buru dalam mengerjai icha. Somad mengangkangkan kaki kedua kaki icha lebih lebar lagi membuat vagina artis senior itu membuka lebar, maka dengan leluasa Somad mulai mengobok-obok daerah paling rahasia icha dengan tangannya. Dielus-elusnya dan diremasinya daerah kemaluan icha yang licin tak berbulu, membuat icha menggeliat dan mendesah nikmat. Desahan icha kian keras saat Somad mulai mengaduk-aduk liang vagina itu menggunakan jarinya.
“Oohh.. ohh.. aahh.. ahh.. kamu apain aku somaddd setannnn!!!!” icha mengerang dan menggeliat tak terkendali merasakan rangsangan Somad yang mengaduk-aduk vaginanya. Akhr-akhir ini Icha merasa dirinya mudah sekali dibangkitkan nafsunya, apalagi jika daerah sensitifnya sudah disentuh. Akhirnya tidak dapat ditahan lagi, gelombang kejut orgasme segera menghantam tubuh artis senior itu.
“Ayo.. Jangan ditahan buk. Keluarin aja.. Ayo..” Somad menyemangati icha sambil terus mengobok-obok vagina artis setengah baya yang tengah terangsang hebat itu, membuat icha makin tak tahan.
“Nnhh.. ngghh.. oohggh.. ohh..” Icha melenguh sambil menggigit bibir. Rangsangan Somad dirasakan kian hebat menyiksa sekujur syarafnya yang sudah menegang. Akhirnya icha menyerah pada libidonya yang kian meledak, tubuhnya kembali mengejang keras dan melengkung kaku sementara kakinya menyepak-nyepak tak terkendali. Seketika cairan vaginanya membanjir membasahi selangkangannya. Dan Somad tahu kalau wanita cantik itu kini sudah siap untuk disetubuhi, dia langsung melepas celana dalamnya, membuat penisnya yang sedari tadi tegang langsung mencuat tegak. Ukurannya sedikit lebih kecil dibanding milik Robert atau Yoris tapi terlihat lebih kokoh dan berurat. Sejenak dipandanginya tubuh putih mulus wanita cantik yang terbaring telanjang bulat itu, kemudian Somad mulai menindih tubuh icha.
“Mmmhh…. Ohh..” Icha mendesah tertahan saat penis Somad membenam di dalam liang vaginanya.
icha merasakan penis Somad berdenyut memenuhi liang vaginanya. Somad melihat reaksi icha bukannya mengendor malah justru makin bersemangat, dilumatnya bibir icha yang seksi itu sambil terus berusaha mendorongkan penisnya sampai seluruhnya terbenam ke dalam vagina icha.
“Ohh.. alot banget punya lo ya!!!..” Somad mengerang saat penisnya membenam seluruhnya di dalam liang vagina icha. icha merasakan kemaluannya seperti terbelah. Dia berusaha melebarkan kakinya selebar mungkin untuk mengurangi rasa sakit itu sehingga membuat Somad lebih leluasa melakukan penetrasi.
“Ngghhh… oohhh…” Somad mendengus-dengus penuh nafsu, desakan seksual sudah sampai di ubun-ubunnya, maka diapun segera menggerakkan pantatnya maju mundur untuk menggenjot vagina artis senior itu dengan penisnya.
“Ngghh… oohh… ohh…” Somad mengerang-erang penuh nikmat tiap kali penisnya memompa liang vagina icha. Gerakannya makin lama makin kuat dan kasar membuat wanita setengah baya itu kewalahan, dan sementara bagian kemaluan mereka bersatu ketat, bibir merekapun bertaut satu sama lain, saling lumat dan saling kulum penuh semangat. Rupanya kepasrahan icha membuat wanita itu merasakan kenikmatan seksual yang diinginkannya. Apalagi Somad cukup lihai dalam melakukan French kiss, lidahnya beraksi di dalam rongga mulut icha dan membelit lidah wanita cantik yang terpelajar itu dengan ketat. Icha yang terangsang membalas perlakuan itu dengan keganasan yang sama. Kepasrahan ditambah ledakan orgasmenya membuat wanita itu melupakan posisinya yang sedang mengalami perkosaan. Tidak tampak lagi Marisa haque yang tadi merasa terhina, yang ada sekarang adalah seorang wanita setengah baya yang haus akan belaian liar, yang siap memuaskan pria yang menidurinya.
Pelan tapi pasti, rintihan kesakitan Icha mulai berubah menjadi desahan-desahan manja. Vaginanya sekarang sudah mampu menerima sodokan penis Somad. Somad juga makin lancar menggenjot vagina majikannya itu. Gerakan sodokan penis Somad makin lama makin cepat dan ganas membuat wanita melenguh-lenguh penuh nikmat.
“Ohh.. ohh.. ahh.. ahh.. nnhh.. nghh..ohh..” Icha menggeliat-geliat menikmati setiap sodokan penis Somad pada vaginanya.
Selama hampir sepuluh menit Somad menggenjot vagina bosnya yang masih alot itu, sampai akhirnya pertahanan icha jebol. Diiringi dengan rintihan panjang, icha merasakan sensasi kuat menjalari sekujur tubuhnya. Tubuhnya menegang dan melengkung ke belakang, tangannya dengan kuat mencengkeram punggung Somad. Vaginanya berdenyut kuat sekali seperti meremas penis Somad. Di ambang klimaks, tanpa sadar icha memeluk Somad dan dibalas dengan pagutan di mulutnya. Mereka berpagutan sampai icha mendesis panjang dengan tubuh mengejang, tangannya mencengkeram erat-erat pundak Somad sampai kuku-kukunya membenam di punggung pria kurus itu.
“Aahhhhhhkkkhhhhh…. Oohhhhhhh….” Icha mengejang dan merintih keras, orgasmenya meledak menghantam seluruh syaraf kenikmatan seksualnya. Sesaat kemudian tubuhnya melemas kembali dan tergolek di ranjang. Nafasnya memburu membuat payudaranya naik turun.
Somad sendiri merasa cengkeraman vagina Icha seolah hendak membobol pertahanannya juga, tapi dia harus berterima kasih pada obat kuat yang diminumnya sebelum ini karena penisnya tetap menegang dan mampu menahan desakan ejakulasi yang sudah sampai di ujung kepalanya. Tanpa menunggu apakah Icha siap, dia langusung menarik tubuh telanjang wanita cantik, yang adalah orang yang menggajinya setiap bukan itu dan memposisikannya menungging dengan posisi pantat lebih tinggi dari kepala lalu dilebarkannya kedua paha mulus wanita itu sampai liang vaginanya kembali membuka.
”Ehssss…..” Icha mengerang sambil menggigit bibir ketika penis Somad kembali membenam di dalam liang vaginanya. Kali ini tanpa kesulitan karena vagina itu sudah benar-benar basah. Maka kembali Somad menikmati jepitan liang vagina Icha pada penisnya dengan menyodok-nyodokkan penisnya kuat kuat di dalam liang vagina wanita itu.
“Nhh… ngghh.. ohh… ohhh…” Somad melenguh-lenguh menikmati sepenuhnya bersetubuhan yang dilakukannya.
Betapa besar perbedaan yang dirasakannya karena selama ini Somad hanya mampu melakukan hubungan seksual dengan pelacur murahan, sekarang yang tenah disetubuhinya adalah seorang wanita yang tidak saja cantik dan seksi tapi juga berstatus sebagai seorang artis terkenal, dan kenikmatan lebih yang dia rasakan adalah kenyataan bahwa artis cantik itu sudah sepenuhnya ada dalam kekuasaannya sehingga kapan saja dia mau dia bisa memintanya untuk bersenggama lagi dan lagi. Kali ini dimintanya icha mengangkangi penisnya sementara dia sendiri terlentang di atas kasur. Posisi itu membuat icha leluasa bergerak. Dengan penuh semangat Icha menggerakkan pantatnya naik turun sehingga penis Somad yang menyatu ketat di dalam vaginanya terpompa dengan keras.
Desahan nafas diimbangi dengan suara kecipak akibat gesekan dua kemaluan mereka yang menyatu membuat gairah mereka kian terpacu. Ditambah lagi Somad yang kemudian sibuk menikmati kedua belah payudara icha yang menggantung bebas dengan remasan lembut dan jilatan jilatan pada kedua puting payudara itu membuat birahi icha kian tak terbendung lagi. Sejenak icha kembali lupa daratan, icha hanyut oleh dorongan seksual liar akibar permainan somad, karyawannya yang kurang ajar itu.
Dan ketika keduanya sudah mendekati puncak, Somad memeluk erat tubuh mulus bosnya itu dan kembali menindih tubuh telanjang itu. Icha, yang memang telah menjadi wanita jablay, menyambutnya dengan ciuman ganas di bibir Somad sambil melingkarkan kedua kakinya di pinggang Somad, membuat pria itu leluasa menyodokkan penisnya kuat-kuat. Selama beberapa menit mereka berpagutan sementara bagian selangkangan mereka saling menyatu ketat, akhirnya keduanya tidak tahan lagi dan melepaskan orgasmenya. Icha yang lebih dulu jebol, tubuhnya kembali mengejang dan gemetar, cengkeraman tangannya kian erat membuat kukunya menggores punggung Somad, sementara kedua kakinya kian kuat melingkar di pinggang pria itu.
“OOOHH..!!! AAAHH…..!!!” Marisa haque mengerang keras, tubuhnya melengkung ke belakang seperti hendak melemparkan pria yang tengah menindihnya ke udara. Diinding vaginanya berkontraksi keras, lebih keras dari sebelumnya membuat Somad merasa sebentar lagi penisnya bakal terbetot lepas. Kekuatan kontraksi dinding vagina icha yang begitu kuat membuat Somad tidak bisa lagi menahan ejakulasinya.
“Oohhhh…. Oohhhhh….” Somad mengejang ketika spermanya menyembur deras mengisi rahim wanita cantik itu. Dia menyodokkan penisnya sedalam yang dia mampu untuk menuntaskan ejakulasinya. Selama beberapa detik Somad merasakan tubuhnya melontar ke angkasa, segenap kesadarannya tersapu habis saat itu, yang ada hanyalah naluri seksualnya yang membawanya ke puncak kenikmatan yang paling dicari oleh setiap pria di muka bumi ini. Dan selama beberapa detik kedua anak manusia berbeda status itu tenggelam dalam kenikmatan seksual yang menghantam sekujur syaraf mereka.
“Ohh… ohh…” Somad terengah lemas menindih tubuh telanjang Icha.
Sensasi seksual yang diperolehnya membuat sekujur tubuhnya lemas seperti baru saja berlari ribuan kilometer. Dirasakannya tubuh Icha yang lembut dan haus sensasi seksual bergerak tidak teratur akibat deru nafasnya yang tersengal. Tubuhnya yang mulus seperti tidak punya tenaga lagi sehingga dibiarkannya tubuh Somad tergeletak menindihnya. Tanpa terasa sudah hampir tengah malam ketika persetubuhan mereka selesai. Icha beruntung Somad tidak menahannya di tempat itu semalam penuh dengan begitu dia bisa pulang dan beristirahat di rumah. Meski begitu Somad mengisyaratkan kalau Icha masih harus merelakan tubuhnya dinikmati oleh pria itu.

LISNA

”Rif, carilah istri lagi,” kata Zia.

“Gila, Kamu! Apa maksudmu?!” sahut Rifa’i keras.

Mata Zia berkaca-kaca, dadanya yang besar berdegub keras, tangannya sibuk memainkan jilbab biru mudanya. Rifa’i memandang lurus tepat di bola mata Zia, mencari-mencari apa yang ada dalam pikiran wanita cantik itu, istri tercintanya.

Tiba-tiba Zia terisak pelan, meracau bebas. “Aku ikhlas, Rif. Aku ridho. Aku mau di madu.” Setelah kalimat terakhir, Zia menangis lebih keras lagi. Kali ini tersengal-sengal.

Rifa’i memegang bahu Zia, matanya tak lepas menatap Cintanya. “Zia, kamu ngomong apa sih, Sayang?” kali ini nada suara Rifa’i melunak.

“Rif, tidak pahamkah kamu, berapa lama kita menunggu-nunggu buah hati? Tak juakah kamu tahu, betapa aku sudah tidak mampu lagi mendengar pertanyaan dari Abah dan Umi, begitu juga Ibu dan Bapakmu, kakak-kakak iparmu, belum lagi para tetangga yang bergunjing? Sebelas tahun, Rif…” kata-kata Zia tercekat di leher. Wajahnya tiba-tiba memerah, kali ini tangisnya meledak keras tak terbendung hingga tangannya dingin, dan Rifa’i tak mampu menghentikan.

***

Zia menggeliat ketika matahari menerobos ruang kamarnya. Matanya yang bulat masih sembab, sisa tangis tadi malam. Ia terkesiap, mentari tampak malu-malu menampakkan dirinya, embun sisa hujan kemarin menetes di dedaunan, sedang dia masih berbaring malas. Melihat jam weker di samping mejanya, jam 05.30 Wib, Zia langsung mengambil handuk, berwudhu, dan menunaikan sholat. Setelahnya segera menuju dapur, namun langkahnya berhenti seketika begitu melewati ruang makan. Masakan telah terhidang, dan Zia langsung berpikir, Rifa’i. Siapa lagi yang membuat kejutan ini selain laki-laki itu, karena mereka hanya tinggal berdua.

Bergegas Zia mencari sosok Rifa’i hingga dia menemukan suami tercintanya sibuk merapikan Laptop di ruang kerjanya. “Belum tidur, Rif?” kata Zia, mendapati Rifa’i dalam wajah kuyu. Dia langsung menghampiri, membantu Rifa’i berbenah. Kemudian, mata mereka saling bertatapan, kali itu dia melihat mata jengah Rifa’i.

“Rif, makasih buat sarapannya. Maaf ya, aku kesiangan, mestinya aku…”

Rifa’i meletakkan telunjuknya di bibir Zia, “Ssttt, sudahlah, Zia. Kamu telah melakukan ini sepanjang pernikahan kita, sebelas tahun, dan ini bukanlah hal yang kamu sengaja. Kamu telah melakukan yang terbaik, aku hanya ingin sesekali membantumu.” kata Rifa’i seraya berlalu.

Tiba-tiba tangan Zia menahan langkah Rifa’i. “Rif, kemarin malam aku benar-benar serius.”

Rifa’i membalik badan, memegang bahu Zia, menatapnya kembali. “Zia, Kalo kamu serius, baiklah aku setuju. Tapi kamu yang harus mencarikannya untukku.”

Mata Zia sejenak berbinar, tadinya dia tidak yakin Rifa’i akan menyetujui niatnya, kini kekhawatirannya tidak terbukti. Akhirnya Rifa’i menyetujuinya!

***

Minggu pertama – minggu kedua, Zia menelepon seluruh teman baiknya, terutama yang belum menikah. Dia menawarkan ide untuk menikahi Rifa’i. Semua sahabatnya menyebutnya, GILA!

Hingga akhirnya, hari itu Zia menyerah.

Minggu ketiga – minggu keempat, Zia nekat menawarkan suaminya pada sebuah biro jodoh di koran yang pernah dibacanya. Sampai dengan minggu keempat, dia menerima puluhan surat jawaban. Dia mempelajari satu bersatu surat-surat jawaban yang dia dapat, membaca satu persatu. Zia menelitinya dan merasa tidak ada satupun yang sesuai dengn kriteria yang diinginkannya. Terutama adanya syarat untuk membuat surat keterangan berkaitan dengan test kesuburan. Hampir semua surat balasan tidak menyertakan surat keterangan tersebut. Hanya beberapa, tapi tidak memenuhi kriteria karena mereka mulai mengada-ada, hanya seperti menjual rahimnya.

Zia tertunduk lesu.

Minggu kelima – Minggu keenam, Zia menambah volume semangatnya mencarikan istri untuk Rifa’i, suaminya. Kali ini dia menawarkan Rifa’i kepada janda-janda yang dikenalnya dalam majelis taklim di sekitar rumahnya.

Hingga suatu saat, Zia menemukan seseorang yang dianggap cocok, seorang janda satu anak, dan masih sangat belia, suaminya meninggal ketika menjadi TKI di luar negeri. Dengan setengah bergetar, Zia menerima kartu nama yang diberikan si janda. Wajah wanita itu mengingatkan Zia pada seorang artis sinetron di TV, Zaskia Adya Mecca.

Zia mulai cemburu, hatinya berdegup kencang. Dia kembali melihat janda cantik itu, mulai dari wajah hingga postur tubuhnya yang aduhai. Zia kemudian menekuri dirinya. Wajahnya jelas kalah jauh dengan sosok wanita yang kini duduk dihadapannya, begitu juga warna kulitnya yang sawo matang, dibanding wanita itu yang kulitnya jauh lebih bersih dan bersinar.

Tapi kemudian buru-buru dia tepis pikiran cemburu itu jauh-jauh, Zia kembali pada niat awal untuk mendapatkan calon pendamping sang suami.

Lisna, begitulah nama panggilan si janda cantik.

Zia, mulai mengatur jadwal kencan suaminya dengan janda itu. Malam harinya, Zia sengaja mengajak Rifa’i keluar untuk memperkenalkan Lisna pada sang suami.

Lisna datang mengenakan gaun merah dan jilbab merah menyala. ”Cantik sekali!” batin Zia. Hatinya bergetar hebat. Hampir saja dia menangis, terlebih ketika dia melihat Rifa’i yang seakan terpesona oleh kecantikan Lisna.

Sebagai sesama muslimah, Lisna menghargai Zia, sehingga dia bersikap sangat sopan, menunggu Zia memulai pembicaraan. Mereka mulai berbasa-basi memperkenalkan diri masing-masing, sesekali dia melihat mata Lisna melirik malu-malu pada Rifa’i. Dan kilatan mata itu, membuat jantung Zia seakan berhenti. Hatinya terasa terkoyak, Zia meremas jilbab yang ia kenakan. Sedang Rifa’i sepintas, tidak begitu tertarik. Dia malah sibuk memainkan HP-nya.

***

Minggu Kesepuluh

Sudah tiga kali ini suaminya melakukan ta’aruf dengan Lisna. Dan untuk kali ketiga ini, Zia menemukan adanya perbedaan, mulai dari sikap, tindak tanduk, dan juga kebiasaan suaminya. Di matanya, Rifa’i terlihat semakin tampan dan bersih, serta mulai merubah penampilannya.

Puncaknya adalah malam minggu ini, malam keempat dia mengajak Lisna makan malam, dan rencananya Lisna akan mengenalkan Rifa’i kepada keluarga besarnya.

Zia tercekat ketika Rifa’i berpamitan dengannya. Ketika melangkah menuju pintu, dia menubruk Rifa’i dari belakang, memeluknya, terisak hebat di punggungnya.

Rifa’i menoleh ke arah Zia, memandang wajah istrinya yang terisak, kemudian memegang dagu Zia, mencium keningnya. Rifa’i berkata lembut, “Ada apa, Sayang?”

Zia menggeleng, namun sejurus kemudian dia berkata. “Rif, andaikata kamu mencintainya, dan berniat melangsungkan pernikahan, maukah kamu menceraikan aku, karena aku tidak tahan dengan semua ini. Aku mulai tidak ikhlas, Rif.”

Kening Rifa’i mengernyit, seulas senyum nakal terurai di bibirnya. “Katanya kamu mau aku menikahi Lisna, dan kamu rela dimadu? Aku kan cuma menuruti kamu, Sayang. Karena aku sayang sekali sama kamu!” kata Rifa’i.

Tangis Zia semakin keras. “Ternyata sulit menjadi ikhlas, Rif, ketika orang yang sangat kita cintai, harus berbagi cinta dengan yang lain. Tidak, Rif, aku tidak sanggup. Misalkan aku boleh memilih, jika memang kamu sudah terlanjur mencintainya, lebih baik kamu tinggalkan aku, dan menikahlah dengannya. Aku akan lebih menerima itu, karena aku tidak perlu melihat kalian bermesraan setiap hari di hadapanku.” cecar Zia.

Rifa’i tak tak kuasa menahan tawanya, sejurus kemudian dia memeluk Zia, mencium keningnya dan berkata. “Zia, siapa yang akan menikah? Dan siapa yang akan meninggalkanmu? Kamu pikir begitu mudahnya cinta yang kita bina selama sebelas tahun lamanya berpindah hati. Sejak awal menikah, aku sudah memutuskan akan memberikan seluruh jiwa dan ragaku untuk membahagiakan kamu, menyayangi, mencintai, dan melindungi kamu, Sayangku. Ikatan pernikahan kita disaksikan Tuhan, dan menikah bukan permainan, Zia.” kata Rifa’i lembut.

Zia tertegun, menghentikan isaknya, kemudian menjauhkan tubuh Rifa’i seraya berkata. “Loh, bukannya kamu sudah melakukan ta’aruf dengan Lisna? Lalu…”

Rifa’i memotong kata-kata Zia, “Aku sudah memutuskan hubungan sejak hari pertama kami makan malam. Aku pikir kamu konyol sekali menjodohkan aku dengan wanita lain, dan kekonyolan itu harus diakhiri mulai hari itu. Aku memang sengaja merubah penampilan supaya bisa membaca reaksi kamu, ternyata cintamu masih sedalam ketika pertama kita menikah dulu.”

Zia cemberut. Mencubit perut Rifa’i yang gendut. Sedetik kemudian mereka larut dalam cengkrama yang indah, hari ini hari terindah bagi Zia.

Tapi, benarkah begitu?

***

Sekitar pukul sembilan malam, Rifa’i gelisah menatap jam dinding yang jarumnya terasa lambat berputar. Disampingnya, Zia sudah tertidur pulas setelah sebentar digumulinya tadi, sedikit menumpahkan spermanya di memek Zia yang sempit. Rifa’i melirik arlojinya. Dandanannya sudah sesuai, rapat dalam balutan jaket kulit tebal, dengan bawahan jeans biru belel yang melekat longgar di kaki besarnya. Hari ini jadwalnya ia ’nge-ronda’.

Tak lama, Rifa’i bergerak ke garasi dan dengan pelan mengeluarkan motor dari tempatnya. Dituntunnya sampai ke jalan, lalu berbalik untuk mengunci pintu rumah dan pagar depan. Dijumpainya para tetangga yang sudah berkumpul di pos ronda. Setelah berbasa-basi sejenak, Rifa’i meninggalkan uang 50ribu bagi mereka, sekedar untuk beli kopi dan cemilan. Hari ini ia tidak ikut nge-ronda, ada acara lain yang lebih menarik untuk dihabiskan di malam yang dingin dan sepi ini.

Dengan motornya, Rifa’i meluncur ke sebuah komplek perumahan, komplek yang dihuni kelompok masyarakat menengah ke atas. Perumahan ini tampak lengang pada saat seperti ini. Lampu-lampu jalan klasik tampak menghiasi seluruh sisinya. Sangat indah. Taman-taman kecil bermunculan di setiap halaman rumah, tak ada barang sepetak tanah pun yang dibiarkan kosong. Benar-benar tempat hunian yang nyaman dan indah.

Rifa’i memarkir motornya di blok agak belakang. Seorang wanita cantik berperawakan sedang sudah menunggu dengan senyumnya yang indah. Pagar terbuka, dan wanita itu menyalami Rifa’i.

”Tidak ngantuk kan?” tanya Rifa’i sambil melangkah masuk memasuki ruang tamu.

”Agak sih, habis sudah malam sekali.” jawab wanita berjilbab mirip Zaskia Adya Mecca itu. Ya, wanita itu adalah Lisna!

Saat dia berbalik, bermaksud untuk menemani Rifa’i duduk, saat itu juga Rifa’i menyergap dan memeluknya, lalu merengkuhnya dalam ciuman dan kecupan panas yang membabi buta. Lisna tak sempat mengelak, dia hanya bisa pasrah meringkuk dalam rangkulan Rifa’i yang memang bertubuh jauh lebih besar darinya.

Nafas keduanya sangat memburu. Pelukan-pelukan tangan kekar Rifa’i yang mulanya meremas pantat montok Lisna, kini berpindah ke lengan, sementara mulutnya berusaha mengecup payudara Lisna yang membusung indah di balik dasternya.

”P-pintunya… mas!” lirih Lisna.

Enggan, Rifa’i melepas tubuh montok wanita cantik itu untuk bergerak ke arah pintu dan menguncinya dari dalam. Lalu dengan tak sabar dia menyerbu Lisna kembali, menangkapnya seperti bola dan merebahkannya di sofa merah yang ada di ruang tamu, yang menerima hempasan badan kedua insan yang lagi diamuk birahi itu dengan enggan.

Tangan keduanya saling bergerilya. Lisna yang tidak mau diam diserang oleh Rifa’i, mulai berani menarik sabuk di pinggang laki-laki itu. Rifa’i membiarkannya saja, dengan bertumpu pada lutut, dia tampak sedang sibuk melepas kait BH Lisna. Daster yang tadi dikenakan oleh wanita cantik itu sudah teronggok di lantai. Kini yang tersisa hanya jilbab biru muda dan celana dalam hitam berenda yang menempel di tubuh molek Lisna. Itupun tidak lama, karena Rifa’i mulai menyusupkan salah satu tangannya ke balik celana dalam Lisna setelah berhasil membetot BH-nya.

”Sshhh…” rintih Lisna menahan gejolak saat jari tengah Rifa’i mulai menyentuh lapisan daging membusung berambut tebal miliknya.

”Hhhh…” desah Rifa’i kala tangan Lisna sudah menggenggam kontolnya yang tegang habis.

Tubuh mereka bertindihan. Lisna menggigit-gigit puting di dada Rifa’i, sementara Rifa’i asyik menusuk-nusuk lembut lubang sempit Lisna dengan jari tengahnya. Mata liar Rifa’i melirik ke bawah, ke lubang sempit berbulu rimbun milik Lisna.

”Sempit sekali, Lis.” erang Rifa’i.

”Punyamu juga besar, mas.” balas Lisna. ”Aku takut!” bisiknya manja, terlihat semakin cantik dan menggemaskan.

”Kau sudah pernah melahirkan, punyaku tak akan terasa terlalu menyakitkan.” Rifa’i membujuk.

”Aku melahirkan lewat bedah,” Lisna menjelaskan sambil mengocok cepat rudal Rifa’i, membuat Rifa’i merem melek keenakan dan mencongkel lubang kencing Lisna semakin dalam.

”Aku akan pelan-pelan,” Rifa’i terus membujuk.

”Pokoknya aku takut, jangan malam ini.” Lisna menggeleng, tapi tangannya semakin bersemangat mengocok penis Rifa’i.

”Kau selalu begitu. Aku sudah tak tahan!” balas Rifa’i.

”Biar kuemut saja, seperti biasanya.” tawar Lisna, wajah jelitanya yang masih berbalut jilbab tampak merah merona. Dia lalu turun dari sofa.

Rebahan pasrah, Rifa’i memberikan kontolnya yang gundul pada Lisna. Wanita itu jongkok dan membelai-belainya sebentar, sebelum tanpa ragu, mulut kecilnya terbuka dan langsung melahapnya dengan rakus. Dia terlihat kepahayan saat melakukannya, tapi tetap tidak mau menyerah. Dengan sepenuh hati, Lisna terus menghisap batang coklat panjang itu.

”Ehhhm…” Rifa’i menggelinjang hebat. Dia bertekad untuk tidak sampai ejakulasi di mulut Lisna. Harus malam ini, tekadnya. Setelah tiga kali tidur dengan wanita itu, Rifa’i memang belum pernah mencicipi lubang surgawi Lisna. Dia harus puas hanya dengan petting dan oral saja. Setiap kali Rifa’i meminta, Lisna selalu beralasan, ”Akan kuberikan kalau kita sudah menikah!” dan tentu saja, Rifa’i tidak menginginkan hal itu. Baginya, istri satu-satunya adalah Zia. Lisna cuma obyek pelampiasan nafsunya saja, sama seperti wanita-wanita lain yang pernah diperkenalkan Zia pada dirinya.

Ya, Zia tidak pernah mengetahui kalau cara ta’aruf Rifa’i adalah seperti ini. Tidak cuma berkenalan dan ngobrol biasa, Rifa’i juga meminta setiap calon istrinya untuk mau diajak tidur bareng. Dengan alasan ’tes kesuburan’, para perempuan itu harus bisa memuaskannya di atas ranjang. Dan sampai sejauh ini, Lisna lah yang paling berhasil. Rifa’i sangat berhasrat pada kembaran Zaskia Adya Mecca itu.

”Ah, aku capek, mas.” keluh Lisna setelah berlalu limabelas menit, kontol Rifa’i masih saja mengacung tegak. Bibir Lisna sudah sedikit kelu gara-gara kebanyakan menyedot precum Rifa’i, sementara tangannya sudah pegal mengocok daging panjang itu. Kalau saja ukuran penis Rifa’i biasa-biasa saja, tentu Lisna tidak akan secapek ini. Tapi kelamin Rifa’i memang lain, benar-benar luar biasa. Belum pernah Lisna melihat kontol sebesar ini, begitu panjang, keras, dan agak miring ke kanan seperti menara Pisa. Punya suaminya yang sudah almarhum saja tidak seperti ini.

”Aku masih belum keluar, Sayang.” rengek Rifa’i sambil memijit puncak payudara Lisna, memilin-milin putingnya yang berwarna merah kecoklatan dengan dua jarinya. Sekonyong-konyong, laki-laki itu berdiri dan mengangkat tubuh molek Lisna, lalu digendongnya menuju kamar. Dengan tidak mempedulikan pintu kamar yang masih terbuka, Rifa’i merebahkan tubuh Lisna ke atas ranjang.

”Mas, kau mau apa?” tanya Lisna ragu-ragu.

”Aku menginginkanmu, Lis.” jawab Rifa’i. Tangannya kembali meremas-remas tonjolan daging bulat di dada Lisna.

”Kau mencintaiku?” tanya Lisna lagi.

”Apakah itu yang kau harapkan agar aku bisa mendapatkan vaginamu?” Rifa’i bertanya balik. Dia menciumi puting Lisna yang mencuat indah secara bergantian.

”Aku butuh kejelasan.” Lisna memaksa.

”Aku tidak bisa berjanji, aku masih takut untuk berkomitmen.” Rifa’i mencucup dan menggigitnya berulang kali.

”Kau hanya ingin tubuhku!” tuduh Lisna, mendorong kepala Rifa’i dari atas buah dadanya.

”Tapi kau juga menikmatinya kan?” Rifa’i memandang mata wanita cantik itu.

”Aku tidak serendah itu,” desis Lisna judes.

”Hehe, aku memang lebih tinggi daripada kamu, Sayang.” Rifa’i mengedipkan matanya menggoda.

”Dasar!” Lisna merajuk manja.

”Aku akan jongkok, biar tinggi kita sama.” dan benar saja, Rifa’i mulai menekuk kakinya hingga kepalanya berada tepat di depan selangkangan Lisna. Dihadapannya kini terpampang paha mulus dan vagina licin milik wanita cantik itu. Dengan bulu keriting yang hitam tebal, seonggok daging surgawi itu terlihat begitu menggairahkan. Rifa’i membenamkan mukanya disana.

”Ehsss… mas!” Lisna langsung menggelinjang, kakinya terbuka semakin lebar, sementara tangannya sibuk menjambak rambut panjang Rifa’i.

”Aku jilat ya?” goda Rifa’i.

”Hiyaaaaa…” belum selesai Lisna mengerang, dirasakannya sapuan lembut lidah basah Rifa’i di sela-sela gundukan daging kemaluannya. Lidah itu dengan pasti membelah laut merah miliknya, dan mulai menusuk kesana-kemari begitu cepat. Sementara di atas, tangan Rifa’i bergerak lincah mencari puting susu Lisna dan langsung memencetnya kuat-kuat begitu mendapatkannya.

”Auw, mas!” Lisna menjerit kesakitan. ”Pelan-pelan!” Kedua putingnya terasa kaku dan mengeras, tanda kalau ia juga sudah pengen. Dengan jempol dan telunjuknya, Rifa’i terus memilin dan menjepit daging mungil itu.

”Aku masukkan yah?” pinta Rifa’i sambil menyiapkan penisnya.

”Jangan!” jawab Lisna cepat.

”Kuperkosa saja kalau begitu,” Rifa’i mengedipkan mata.

Lisna melotot, namun tangannya merangkul pinggang Rifa’i. Laki-laki itu agak berdiri sekarang. Rifa’i menarik kaki Lisna sampai kemaluannya pas di depan bibir vagina wanita cantik itu. Tanpa suara, Rifa’i menatap Lisna, berusaha meyakinkannya agar tidak usah takut.

Lisna akhirnya mengangguk, ”Lakukan, mas.” bisiknya lirih.

Tersenyum, Rifa’i mengucapkan terima kasih dan menggenggam batang penisnya, siap-siap diluncurkan ke sasaran; lubang kelamin Lisna yang masih kelihatan mungil dan sempit.

”Pelan-pelan, mas!” lirih Lisna. Meski masih agak takut, namun hatinya sedikit tentram melihat mata elang Rifa’i yang penuh perlindungan.

Rifa’i menarik lagi kaki Lisna. Ujung kelaminnya sudah menempel di liang surga milik sang kekasih, terasa hangat dan licin disana. ”Tahan sedikit,” kata Rifa’i. Sekoyong-konyong, ditariknya pinggang Lisna mendekat. Dan dengan sedikit menekuk lutut, dia menghujamkan penisnya keras-keras ke arah kemaluan wanita cantik itu.

”AAHHHHHH…!!!” Lisna menjerit pilu sambil berusaha memundurkan pantatnya, sementara tangannya bertumpu pada ranjang.

Tapi Rifa’i yang sudah telanjur merasakan sensasi nikmat saat kepala rudalnya menyerodok lubang sempit Lisna, tidak mau melepaskan kesempatan itu begitu saja. ”Iya, tahan, Sayang. Ini baru ujungnya.” bisiknya.

”Ohh… ampun, mas! Sakit!” rintih Lisna ketakutan. Pahanya berusaha menutup. Tapi tentu saja Rifa’i lebih kuat, dia membukanya lagi hingga kedua paha itu kembali terkuak ke sisi ranjang. Dan tanpa membuang waktu, Rifa’i menyodok lagi. Sangat keras. Sambil tangannya menarik pantat bulat Lisna ke arahnya.

Tentu saja perbuatannya itu langsung membuat Lisna menjerit tak karuan.”ADUUUHHH… ADUDUUUUHHHH… AMPUN, MAS! SAKITTT!!!” air mata tampak mengalir di sudut matanya.

Rifa’i menahan nafas, berusaha meresapi saat dinding-dinding kemaluan Lisna yang hangat dan basah membungkus batang penisnya, sepenuhnya. Ehm, sangat nikmat sekali! Terasa sedikit kencang dan berkedut-kedut. Seperti hidup saja layaknya.

Rifa’i merebahkan tubuhnya, menindih tubuh molek sang kekasih. Bertumpu pada siku dan lututnya, ia mendorong badan Lisna agar sedikit bergeser ke tengah ranjang. Dengan alat kelamin yang masih bertaut erat, keduanya berbaring agak ke tengah. Rifa’i menunduk, mencium dan melumat habis bibir Lisna yang terasa manis, memainkan lidahnya di dalam mulut wanita cantik beranak satu itu.

Lisna yang mulai merasakan kenikmatan, pelan-pelan merangkul tubuh gemuk Rifa’i. Rasa sakit yang tadi ia rasakan perlahan menghilang, digantikan oleh rasa geli dan nikmat yang menjalar cepat di sekujur lubang kemaluannya. ”Goyangkan, mas! Aku sudah siap,” pintanya tak lama kemudian.

”Tentu, Sayang.” sedikit menarik penisnya, Rifa’i menggesek pelan lorong kemaluan sang kekasih. Lisna yang tidak ingin kehilangan momen, mengejar dengan menaikkan pantatnya, seakan-akan takut kontol Rifa’i akan lepas meninggalkan lubangnya. Pada saat itulah, dengan sangat keras, Rifa’i menghujamkan penisnya ke bawah.

JLEEBBBB…!!!

”Ahhhhhhh…” Lisna berteriak keenakan.

”Oughhhhh…” Rifa’i yang juga merasa nikmat, mengerang dengan tubuh gemetaran.

Di luar, hujan mulai turun. Suasana semakin dingin di dalam kamar yang tidak ber AC itu. Tapi kedua insan berlainan jenis itu semakin panas saja bergulat mereguk kenikmatan. Keduanya sekarang malah sudah sangat berkeringat.

Punggung Rifa’i yang lebar tampak hampir menutupi seluruh tubuh Lisna yang berbaring pasrah di bawahnya. Jilbabnya sudah terlepas, menampakkan rambut panjang Lisna yang terurai hingga ke punggung. Tangan wanita itu menggelayut manja di bahu Rifa’i, sementara kakinya melingkar ke paha Rifa’i, seakan meminta pada Rifa’i agar memasukinya lebih dalam lagi. Tanpa merasa letih, Rifa’i memberikannya. Ia ayunkan pinggulnya dengan lincah ke selangkangan Lisna yang sudah sangat licin dan becek. Kadang-kadang suara seperti closet mampet muncul akibat gesekan alat kelamin mereka.

Saat itulah, selagi asyiknya-asyiknya mengayuh, tiba-tiba… ”Om, om kok nindih mama?” tanya suara mungil yang berdiri di ambang pintu.

”Dimas?” Lisna dan Rifa’i berkata secara bersamaan. Mereka spontan menghentikan gerakan. Rupanya suara petir membangunkan bocah kecil itu. Dan anak yang ketakutan ini bermaksud mencari ibunya, yang ternyata asyik bersenggama dengan Rifa’i. Dimas memang sudah mengenal Rifa’i, yang suka bawa oleh-oleh setiap kali datang ke rumah.

”Eng… karena mamamu juga takut petir, jadi om peluk.” jawab Rifa’i sambil tersenyum. Di bawah, penisnya masih menancap kokoh di liang kelamin Lisna. Sejenak Rifa’i berpikir, apakah bijaksana mempertontonkan adegan dewasa ini di depan anak berumur lima tahun? Namun nafsunya yang terlanjur menggebu-gebu, mendorongnya untuk terus melampiaskan kenikmatan yang sudah susah payah ia cari selama satu bulan ini. Ketika baru berhasil, tentu saja Rifa’i tidak mau melepasnya begitu saja. Dia harus tetap mendapatkan memek Lisna, janda cantik yang dikasihinya, apapun yang terjadi.

”Ma?” panggil Dimas lagi.

Lisna tersentak. Dia berusaha tersenyum pada sang putra diantara gairahnya. ”Kembalilah ke kamarmu, nanti mama kesana.” katanya berat.

”Dimas takut, Ma.” bocah itu menggeleng.

”Jangan takut, Dimas.” Rifa’i menarik rudalnya sedikit sebelum menghempaskannya dengan nikmat, membuat Lisna yang berusaha menahan gairahnya sekuat tenaga, mendelik tidak suka. ”Kamu boleh tidur disini.” jelas Rifa’i gokil. Dia terus menggoyang pinggulnya maju-mundur. Lisna hanya bisa merintih pelan tanpa tahu harus bagaimana membalas serangan laki-laki itu, sekarang ada Dimas yang berdiri di sampingnya.

Tapi di luar dugaan, ”Dimas bantu yah?” si bocah naik ke atas ranjang dan ikut mendorong-dorong pantat Rifa’i.

”Aih, Dimas!” Lisna ingin melarang, tapi Rifa’i segera membungkam mulutnya dengan ciuman.

Rifa’i tertawa merasakan tangan mungil Dimas menempel di pantatnya. Dengan bantuan bocah itu, Rifa’i terus menghujamkan penisnya, menikmati rapatnya selangkangan Lisna, sang mama. ”Lihat, Dimas. Mamamu suka. Dia pengen diginiin terus.” kata Rifa’i sambil menunjukkan wajah Lisna yang merem melek keenakan pada Dimas.

”Iya, Om. Terus. Dimas juga sayang mama.” kata bocah itu polos.

”Ahh, Dimas.” Lisna melenguh, sangat keberatan dengan apa yang terjadi, tapi tak kuasa untuk menghentikannya. Goyangan Rifa’i lama kelamaan menjadi semakin cepat, juga tak beraturan, membuat Lisna yang kepayahan mulai mengerang pilu. ”Ehss… mas! Ughhhh…” dia meremas payudaranya sendiri, dan memberikan putingnya yang merah merekah pada Rifa’i untuk diemut. Ini tanda kalau orgasme wanita cantik itu sudah semakin mendekat.

Rifa’i yang sudah hafal, sambil mengulum puting Lisna, menggerakkan pinggulnya semakin dalam. Saat dirasakannya cairan Lisna menyembur kencang, ia pun menarik keluar penisnya, tapi tidak sampai lepas, lalu menyorongkannya kembali kuat-kuat.

Crooot… crooott… Rifa’i ejakulasi! Sekitar sepuluh semprotan cairan kental meledak di lorong kemaluan Lisna, si janda cantik yang mirip Zaskia Adya Mecca. Penuh kepuasan, Rifa’i merebahkan diri di atas tubuh Lisna yang molek. Dia tidak berani mencabut penisnya, malu dilihat oleh Dimas.

”Om, itunya bocor.” teriak Dimas tiba-tiba, tangannya menunjuk kelamin Lisna dan Rifa’i yang masih bertaut.

Rifa’i mahfum, pasti spermanya ada yang merembes keluar. Biasanya begitu sih. Dengan enggan, terpaksa Rifa’i menarik keluar penisnya. Diperhatikannya lubang vagina Lisna yang kini sudah bonyok dan basah. Penis Rifa’i sendiri terlihat sudah agak lemas, menggantung pasrah diantara kedua paha laki-laki itu.

”Ih, Om jorok!” Dimas bergidik melihat rudal Rifa’i yang berleleran sperma dan masih menetes-netes.

Lisna cepat bangkit dan mencari pakaian di lemari, dapat sebuah daster kebesaran, tak apalah. Segera dikenakannya untuk menutupi tubuh sintalnya yang telanjang. Saat berbalik, didapatinya Rifa’i masih telanjang bulat. Penisnya sudah tegang lagi karena asyik dipermainkan oleh Dimas.

”Burung Om besar ya?” kata bocah itu.

”Punya Dimas nanti kalau sudah besar juga besar kok.” sahut Rifa’i.

Buru-buru Lisna mengambil putranya dan membawanya pergi ke kamar sebelah. ”Sekarang Dimas tidur ya,” katanya sebelum menutup pintu, matanya mendelik pada Rifa’i.

Rifa’i cuma tertawa saja menanggapinya.

***

Gerimis masih mengguyur sepanjang perjalanan pulang Rifa’i. Di pos kamling, para peronda sudah pada bubar. Suasana sepi dan dingin. Memang lebih enak menghabiskan waktu di rumah bersama istri daripada dikerubuti nyamuk di pos ronda. Rifa’i memasukkan motornya ke garasi dan mengunci pintu pagar depan. Setelah mengeringkan tubuhnya yang basah, ia menghampiri Zia dan berbaring di sebelahnya. Dikecupnya pipi perempuan yang sudah mendampinginya selama sebelas tahun itu. Zia sedikit membuka matanya, bergumam entah apa, dan kembali terlelap. Rifa’i ikut memejamkan mata. Kelelahan setelah bermain dua ronde dengan Lisna membuat dia terlelap tak lama kemudian.

***

Minggu berikutnya, hari Rabu pagi, Zia berdandan ekstra keren. Hari ini adalah peringatan sebelas tahun pernikahannya. Dia ingin memberikan kejutan pada Rifa’i. Dipakainya jilbab merah menyala biar matching dengan warna motornya. Juga ikat pinggang warna serupa. Sendal yang belum lama ia beli, tak ketinggalan dipakai. Zia hari ini ingin tampil sempurna di hadapan Rifa’i yang sudah sejak tadi berangkat ke kantor. Katanya ada rapat pagi-pagi. Ah, dasar Rifa’i.

Dengan perasaan meluap-luap, Zia menstarter motornya. Dia harus mampir ke toko kue dulu, mengambil kue tart besar yang sudah ia pesan dari kemarin. Baru setelah itu ia akan pergi ke kantor suaminya, mengejutkan Rifa’i dengan merayakan ultah pernikahan mereka disana. Tapi di tengah perjalanan, Zia tergerak untuk mampir sebentar ke sebuah pusat perbelanjaan terkenal. ”Aku lupa membelikan kado buat Rifa’i.” kata Zia pada dirinya sendiri.

Langkah wanita itu ringan memasuki mall yang luas dan megah itu. Dia bergerak cepat menuju area lelaki, mencari sebuah dasi biru tua yang sudah lama diidam-idamkan oleh Rifa’i. Setelah mendapatkannya, meski harganya cukup mahal, Zia melangkah pelan ke arah kasir. Saat itulah, pandangannya terpaku. Dikerjapkannya mata berkali-kali hingga maskara-nya belepotan. Tidak. ia tak salah lihat. Di depan sana…

Uh, kedua lutut Zia mulai gemetar, apalagi saat mendengar suara tawa laki-laki itu. Di benaknya terbayang percakapan seminggu yang lalu. Baru saja Zia merasa menjadi wanita yang paling bahagia, tapi kini…

Perempuan berjilbab merah itu merasa gemetar di lututnya menjadi semakin keras. Lalu perasaan dingin merayapi tubuh sintalnya. Perlahan pandangannya menggelap. Suara gedebuk keras pun terdengar saat tubuh Zia terjatuh, mengagetkan pasangan yang sedang berangkulan mesra di depan kasir. Lisna dan Rifa’i.

LASMI 3

Setelah mas Slamet di rumah, memang aku seperti duda dan kembali ke kebiasaan lama yaitu onani, tetapi kadang aku membayangkan ngentot dengan cewek atau artis tapi ujung-ujungnya yang terbayang kebahenolan mbak Lasmi, ditambah setiap hari ketemu entah dalam pakaian komplit maupun terbuka ataupun membukakan diri. Dan koleksi bf-ku sekarang kebanyakan wanita-wanita dengan tetek besar (bigtits).

jilbab bikin ngaceng - zhi (1)

Kuingat hari itu hari kamis, aku pulang dari kuliah sampai sore. Mbak Lasmi datang ke rumah, ngomong kalau aku dicari mas Slamet, ada yang perlu diomongkan. Hatiku was-was, apa mas Slamet tahu apa yang kami perbuat? Akhirnya setelah aku mandi, aku datang ke rumah mas Slamet. Kulihat mas Slamet duduk santai di meja tamu. Dengan hati-hati aku menyapanya. “Ada apa, mas, kok mencariku?” kataku dengan was-was.

“Anu, Ris, cuma tanya, kamu ada acara tidak malam ini?“ tanya mas Slamet.

“Ti-tidak, mas.” jawabku agak canggung.

“Ini kan malam jum’at, aku mau ajak kamu ritual di Umbul Kendat, Pengging. Itupun kalau kamu mau, sekalian kamu nanti nemani mbakmu.” ajak mas Slamet.

“Iya, mas. Aku besok libur kok. Ngapain ritual segala, mas?” kataku.

“Gini lho, Ris, aku kan baru lepas dari cobaan kemarin dan besok minggu depan aku harus nyetir lagi. Supaya aku lancar dikemudian hari maka harus ritual.” jelas mas Slamet. “Kalau kamu mau, boleh sekalian ikut kungkum sekalian minta apa yang kamu inginkan.” sambungnya.

jilbab bikin ngaceng - zhi (2)

“Iya, mas, sekalian aku nanti minta cepat lulus dan dapat istri cantik dan bahenol kaya mbak Lasmi, haha…” jawabku keceplosan karena kebetulan kulihat mbak Lasmi keluar dari kamar.

“Kamu bisa aja, Riz. Mau ikut mas slamet?” tanya mbak Lasmi.

“Ya itu, Ris, mbakmu itu kalau tak ajak tidak mau, alasannya takut. Gimana, ma, kalau Fariz ikut, mama mau tidak?” tanya mas Slamet.

“Ok, mas. Kalau gitu kan aku jadi ada temannya. Sekalian aku nanti minta biar kita cepat dapat momongan.” jawab mbak Lasmi.

“Kalau semua mau gini, Riz, nanti jam sembilan kita berangkat naik motor.” ajak mas Slamet.

“Nanti prosesnya gimana, mas?” tanyaku.

“Pokoknya nanti kamu ikuti aku. Kalau misalnya tidak kuat, kamu naik. Nanti setelah aku hampir selesai nanti tak panggil.” jelas mas Slamet.

“Nanti bawa apa?” tanyaku penasaran meskipun aku kurang percaya hal-hal tersebut, tapi yang penting bisa bersama mbak Lasmi.

“Bawa badan sehat aja, Riz. Nanti semua sesaji dan yang lain aku persiapkan.” kata mas Slamet.

“Iya, mas. Aku pamit dulu, nanti kalau mas berangkat, aku susul tapi tunggu dipertigaan.“ kataku.

“Kebetulan, Riz, kamu tunggu di rumah dulu, ada yang perlu dikerjakan sama mas Slamet untuk malam jum’at.” kata mbak Lasmi memancing.

“Apa, mbak, aku kok tidak tahu?” tanyaku.

“Mbak-mu bisa aja, Riz. Biasa, proses membuat momongan.” kata mas Slamet.

jilbab bikin ngaceng - zhi (3)

Aku langsung tertawa iri membayangkan mbak Lasmi sama mas Slamet akan bercumbu. “Oo… aku baru tahu, monggo. Aku tak pulang dulu.” kataku sambil pamit.

Aku langsung pulang dan masuk kamar, terlihat rumah mas Alamet langsung gelap, perkiraanku mereka langsung bertempur. Aku hanya bisa membayangkan dan berakhir dengan kenikmatan meskipun cuma onani. Aku terkapar beberapa menit kemudian. Kulihat jam sembilan kurang seperempat, aku sekedar mengguyur badan agar bugar lagi sekalian biar bersih. Motor mas Slamet sudah berderu, langsung aku keluar menyusul mereka.

Dipertigaan, mereka menungguku. Terlihat mbak Lasmi membawa tas lumayan besar. Kami pun berangkat. Setelah beberapa saat mengikuti mereka, tibalah kami disebuah tempat yang belum pernah aku kunjungi, meskipun hanya dekat mungkin sekitar tiga kilo dari rumah kami.

Tempat yang di tepi sungai dimana terdapat sebuah makam yang besar, dan sebuah sumber air kira-kira 10m persegi, penerangan hanya dari sinar bulan yang kebetulan sedang purnama. Aku sebenarnya tidak percaya tahayul, tapi karena diajak, aku mau juga.

“Riz, ini Umbul Kendat yang sering aku kunjungi.” terang mas Slamet.

“Kok sepi, mas?” tanyaku sedikit gimana.

“Sini ramainya kalau sore. Jam segini kebanyakan orang ke Pengging, tapi aku lebih senang disini, lebih khusuk. Kamu ikuti saja aku.” terang mas Slamet. “Nanti kita ziarah dulu di makam kyai sambil minta apa yang kita inginkan, terus kita turun untuk kungkum, setelah itu kita bersihkan diri di pancuran itu.” jelasnya lagi.

jilbab bikin ngaceng - zhi (4)

“Tidak dingin, mas? Kalau aku nggak kuat gimana?” tanyaku.

“Gini, Riz, nanti kamu sama mbakmu ikuti saja aku. Tapi waktu kungkum, aku biasa satu setengah jam. Kalau kamu tidak kuat, mungkin baru pertama, ya nanti naik dulu. Baru kalau aku sudah selesai, kamu ikut di pancuran.” jelas mas Slamet.

Mas Slamet menyuruh mbak Lasmi mengelar tikar dan mengeluarkan sesaji yang kita perlukan. Mbak Lasmi mengeluarkan handuk besar dan sarung tiga buah. Sesuai perintah mas Slamet, aku hanya mengikuti saja. Pertama kita melepas jaket. Mas Slamet melepas kaos lalu memakai sarung, kemudian melepas celana dan cd-nya dan memberikannya kepada mbak Lasmi untuk dilipat. Aku hanya mengikuti tapi melipat sendiri bajuku, sambil melihat mbak Lasmi melepas bajunya.

Pertama dia melepas jilbabnya, lalu mengalungkan sarung menghadap ke arah yang berlawanan. Dia mengangkat bajunya dan melepas branya, kemudian menurunkan sarung untuk menutupi teteknya yang montok. Disusul melepas celana dan cd-nya sambil sedikit menggodaku dengan memperlihatkan bokongnya yang bahenol sambil tersenyum sedikit. Aku nikmati pertunjukan itu, dan tahu-tahu kontolku bergerak.

Kita berjalan. pertama mas Slamet, kemudian mbak Lasmi, terakhir aku. Mas Slamet memberikan sesaji sambil berdoa, aku dan mbak Lasmi hanya mengamini saja. Terlihat mas Slamet sangat khusuk melakukannya, tapi aku lebih sering melirik tetek mbak Lasmi yang kelihatan seperti mau tumpah.

jilbab bikin ngaceng - zhi (5)

Setelah berdoa, kita turun untuk kungkum atau berendam. Mas Slamet mengangkat sarungnya dan langsung masuk ke dalam kolam dan meletakkan sarungnya di tepian batu yang kering. Kulihat mbak Lasmi mengangkat sarungnya sehingga dia bugil, terlihat teteknya bergoyang indah ke kanan dan ke kiri. Meskipun aku pernah merasakan dan melihat benda itu, tapi hari itu lain karena di ruang terbuka dan ditunggui suaminya. Aku hanya berani melirik, terlihat mbak Lasmi sedikit berlama-lama, seperti mau memamerkannya kepadaku. Aku yang tidak kuat, langsung ikut masuk air untuk meredam nafsuku yang sudah diubun-ubun.

Kolam itu ternyata lumayan dalam, aku dan mas Slamet sampai dada, dan mbak Lasmi teteknya terendam sebatas air. Karena posisi mas Slamet sebagai petunjuk, maka dia akan di depan, aku dan mbak Lasmi berdampingan di belakangnya. Dengan khusuk kita berendam tanpa bersuara sedikitpun, utamanya mas Slamet. Tapi nafsuku mengalahkan semuanya. Bayangkan, disampingku ada wanita telanjang yang selalu aku pingin entot, tapi suaminya berada didepanku.

Aku melirik mbak Lasmi, dengan hati-hati aku pegang dan remas tangannya. Di luar dugaan, mbak Lasmi membalas meremasku. Beberapa saat kita saling remas, akhirnya mbak Lasmi melepas tangannya sambil menoleh ke arahku dan tersenyum sangat manis. Ingin aku lumat bibirnya, tapi masih kutahan. Tak kusangka mbak Lasmi malah langsung memegang kontolku yang sudah setengah berdiri, otomatis benda itu langsung berdiri total karenanya. Aku hanya merem melek menikmati elusannya. Aku yang tidak tahan, akhirnya tanganku memegang memeknya, kukocok dengan pelan.

jilbab bikin ngaceng - zhi (6)

Tak terasa kita benar-benar horni. Mbak Lasmi menoleh ke arahku sambil mengedipkan matanya, memberi isyarat. Dia lalu menepuk mas Slamet dan ijin untuk naik duluan. Dengan tubuh telanjang, mbak Lasmi naik sambil membawa sarung tanpa memakainya, dia berjalan ke arah tikar tempat kita duduk tadi. Aku tidak konsentrasi, pengen menyusul mbak Lasmi, tapi masih ragu. Dalam keraguan itu, kulihat mbak Lasmi menyuruhku naik dengan isyarat tangan sambil memegang teteknya.

Tanpa kompromi, aku tepuk punggung mas Slamet dengan hati-hati. Mas Slamet hanya mengangguk menyetujui. Aku langsung naik menyusul mbak Lasmi dengan telanjang. Terlihat mbak Lasmi masih telanjang. Kita geser tikar sedikit ke belakang batu supaya tidak terlihat oleh mas Slamet. Aku yang sudah tidak tahan langsung memeluk tubuh montok mbak Lasmi dengan penuh nafsu. Mbak Lasmi membalasnya. Menyadari situasi yang mendesak, mbak Lasmi lekas merebahkan badannya. Dalam posisi mengangkang memperlihatkan memeknya, dia siap kueksekusi. Tanpa perlu diminta, aku langsung menubruknya. Kutindih tubuh mulusnya. Terasa hangat badan mbak Lasmi di suasana yang dingin itu.

jilbab bikin ngaceng - zhi (7)

“Mbak, aku pingin. Mbak tidak takut?” bisikku.

“Aku takut kalau ada ular.” jawab mbak Lasmi.

“Kalau ular ini gimana, mbak?“ kataku sambil mengarahkan kontolku ke belahan memeknya.

“Riz, ohhh… aku rindu dengan ularmu. Cepat masukkan ke sarangku.” perintah mbak Lasmi.

Tanpa kompromi, dengan tekanan yang kuat, kumasukan kontolku ke lubang memeknya. Terasa mudah karena memang sudah sangat basah.

“Aduh, Riz, jangan kasar-kasar. Memekku bisa rusak.“ bisik mbak Lasmi.

“Salah sendiri, aku nggak pernah dikasih.” jawabku sambil kugenjot memeknya tanpa ampun.

Mbak Lasmi menikmatinya sambil ikut menggoyang pinggulnya. Kita nikmati persetubuhan terlarang ini tanpa perduli orang atau mas Slamet melihat, yang penting kami berdua bisa puas. Terdengar nafas kami yang berpacu dengan nafsu.Tak berapa lama, terlihat mbak Lasmi mulai mengejang dan akupun sudah hampir sampai.

“Mbak, aku mau keluar.” bisikku.

“Aku juga, Riz. Kita barengan, siram memekku!” teriaknya tertahan.

Kugenjot pinggulku tanpa aturan, hingga akhirnya diiringin teriakan yang tertahan, aku dan mbak Lasmi keluar secara bersamaan dengan posisi kontolku terbenam sempurna di dalam memeknya. Aku tahan terus sambil merasakan sisa- sisa kenikmatan yang masih menjalar. Setelah beberapa saat, baru kita mengatur nafas. Menyadari situasi, kita langsung melihat mas Slamet. Terlihat mas Slamet masih khusuk dengan kungkumnya. Kulihat jam yang ada di atas tas, menujukkan pukul setengah sebelas. Aku dan mbak Lasmi kemudian duduk, masih dalam kondisi tubuh telanjang. Bayangkan saja, duduk di alam terbuka dengan badan polos tanpa ada yang melekat di tubuh kami masing-masing, dimana suami mbak Lasmi berada sekitar beberapa meter di depan, benar-benar memberi sensasi tersendiri.

jilbab bikin ngaceng - zhi (8)

“Riz, kamu kok kaya orang kesetanan pas ngentot aku?” tanya mbak Lasmi sambil mempermainkan burungku.

“Maaf, mbak, sudah dua minggu ngempet.” jawabku, kubalas dengan meremas-remas bulatan payudaranya.

”Mosok main langsung sodok aja tanpa permisi, jadi sakit nih memekku disodok kontolmu yang besar ini.” kata mbak Lasmi.

“Mbak tidak takut ketahuan mas Slamet?” kataku agak was-was.

“Ya takut sih, tapi nggak masalah, mas Slamet kalau sudah kungkum tidak peduli siapapun, paling-paling tengah malam baru selesai.” jawab mbak Lasmi.

“Mbak, katanya memeknya sakit, mungkin lecet, coba kulihat.” kataku penuh nafsu.

“Nggak usah, Riz, kan gelap. Apa kelihatan?“ kata mbak Lasmi sambil mengangkang sehingga memeknya terhidang di depanku.

“Coba, mbak, tak lihat.” kataku sambil mendekatkan mukaku ke memeknya. Tanganku meraba memeknya dan membukanya sedikit, tapi bukannya mataku yang kudekatkan, malah mulutku langsung menciumi memeknya dan lidahku langsung menari di itilnya.

Mbak Lasmi hanya menahan rintihan sambil berkata, ”Enak, Riz… mbak jadi pingin lagi.”

“Katanya perih, kok minta lagi? Kan sudah dua kontol yang masuk sejak tadi sore!” kataku.

“Tapi aku pengin kontolmu yang besar ini, Riz.” kata mbak Lasmi sambil mencari kontolku. Tanpa permisi, dia langsung membalik tubuhku dengan posisi 69. Kontolku langsung dimasukan ke mulutnya, tanpa jijik mbak Lasmi mengulum dan menjilatnya. Aku lebih semangat lagi menyedot dan mempermainkan memeknya. Beberapa saat kita dalam posisi 69.

“Riz, kita masih punya waktu, cumbui aku dulu.“ kata mbak Lasmi sambil telentang.

Melihat tubuh yang montok dan bahenol itu, aku hanya bisa mengangguk. Langsung aku lumat bibir mbak Lasmi tanpa ampun. Mbak Lasmi mengimbanginya dengan menyedot mulutku kuat-kuat.

“Riz, kamu tidak kangen tetek mbak?” kata mbak Lasmi sambil memamerkan teteknya yang super montok itu. Meskipun hanya diterangi sinar bulan, tapi terlihat lebih menggairahkan.

Tanpa diminta dua kali, segera aku remas benda favoritku itu. Karena memang besar sehingga perlu dua tangan untuk memainkannya secara bergantian. Aku yang sudah tidak tahan, langsung melumat putingnya dengan mulutku dan menyedotnya dengan sekuat tenaga. Tidak bosan-bosan aku memainkan tetek itu. Mbak Lasmi terlihat menikmatinya, perlahan nafasnya mulai berpacu dan menjadi berat. Menyadari itu, segera aku sudahi permainan tetek. Aku mau langsung entot tubuh molek mbak Lasmi. Tapi mbak Lasmi malah berdiri sambil melihat situasi.

jilbab bikin ngaceng - zhi (9)

“Riz, entot mbak dari belakang.“ perintahnya.

“Ok, mbak.“ jawabku sambil mengikuti berdiri.

Mbak lami langsung membungkukkan badannya sambil menahan tangannya di batu, terlihat teteknya menggantung dengan indahnya dan memeknya terlihat jelas dari belakang karena kakinya dikangkangkan lebar. Aku berdiri dibelakang mbak Lasmi, karena posisiku berdiri maka aku dapat melihat dengan jelas mas Slamet yang masih asyik kungkum. Aku tak peduli itu, malah aku merasa lebih aman karena bisa ngentoti istrinya dengan lebih bebas.

“Riz, cepat entot mbak!” kata mbak Lasmi sambil mencari kontolku. Diarahkan kontolku ke lubang memeknya yang tembem. Dengan sekali sodokan, kontolku sudah amblas menerobos memeknya.

Kupompa memek mbak Lasmi sambil sesekali meremas teteknya yang menggantung kaya melon. Mbak Lasmi hanya menahan teriakannya, takut didengar oleh mas Slamet. Aku waspada melihat mas Slamet. Aku sempat berpikir, kalau mas Slamet sampai tahu perbuatan kami, akan aku suruh pegangin tetek istrinya biar aku ngentotnya lebih enjoy. Aku tarik tubuh mbak Lasmi agak berdiri sehingga dapat melihat suaminya yang sedang kungkum.

Ada sensasi tersendiri kita ngentot di belakang suaminya, di alam terbuka lagi. Mbak Lasmi kelihatan tambah gairah. Karena posisiku kurang nyaman untuk menuntaskannya, maka mbak Lasmi langsung mendorongku untuk rebahan. Tanpa ampun dimasukkannya kontolku ke memeknya, dan langsung digoyang sehingga teteknya bergerak ke kanan dan ke kiri tanpa aturan. Melihat itu, aku langsung meremasnya. Mbak Lasmi tampak akan keluar, akupun sama. Akhirnya terasa kejang di memeknya dan ada cairan yang banyak mengguyur kontolku yang sudah di ujung orgasme. Hanya selisih beberapa detik, aku semprotkan spermaku di rahimnya. Mbak Lasmi langsung ambruk di tubuhku dengan kontolku tetap menancap di memeknya. Kita mengatur nafas, kemudian bangkit dan terus duduk berdampingan lagi.

“Riz, mbak puas banget malam ini.” kata mbak Lasmi.

“Iya, mbak, aku juga sama. Kok tadi tambah nafsu begitu lihat mas Slamet?” tanyaku.

“Entahlah, Riz. Seperti ada perasaan aneh ketika kita ngentot di depan mas Slamet.” kata mbak Lasmi.

“Kan mbak tadi udah sama mas Slamet,” kataku.

“Mbak pingin dientot dua orang, Riz. Kelihatannya enak banget ya?” kata mbak Lasmi.

“Apa mbak kuat nerima kontolku dan kontol mas Slamet?” tanyaku.

“Siapa takut. Tunggu waktunya, Riz.” jawab mbak Lasmi penuh teka-teki.

Kita ngobrol sebentar, terus mbak Lasmi berjalan ke kolam untuk menyusul suaminya, aku disuruh nanti supaya mas Slamet tidak curiga. Dengan langkah gontai, mbak Lasmi berjalan menyusul suaminya dengan menggunakan sarung, dan masuk ke air untuk membasuh memeknya yang habis kuhajar. Mereka berendam sebentar, kelihatan mas Slamet sudah mau selesai. Dia melihat kanan kiri mencariku, kemudian memanggilku saat sudah melihatku. Aku yang pura-pura tidur langsung ikut masuk kolam dengan lemas, pura-pura kelihatan baru bangun.

Prosesi kungkum sudah selesai, terakhir kita mandi di pancuran dengan telanjang. Mas Slamet menutup kontolnya dengan tangan, aku mengikutinya. Terlihat mbak Lasmi mau pakai sarung, tapi oleh mas Slamet dilarang, disuruh menutupi memek dan teteknya dengan tangan. Kebetulan pancuran ada tiga, aku paling kiri membelakangi mereka, mas Slamet di tengah menghadap mbak Lasmi, sedangkan mbak Lasmi di kanan membelakangi kami berdua. Aku tidak berani meliriknya. Setelah bersih, kita naik. Aku mendahului untuk ganti baju. Terlihat mas Slamet horny memeluk istrinya. Aku hanya bisa melihat dari jauh, tapi hanya sebatas itu. Kemudian mereka naik ke atas untuk berganti baju. Kita duduk sebentar, mbak Lasmi menuangkan kopi yang dibawa dari rumah dengan termos. Kita minum sambil ngobrol.

jilbab bikin ngaceng - zhi (10)

“Riz, kamu kalau pingin berhasil permintaanmu harus kuat, jangan tidur saja.” kata mas Slamet.

“Iya, mas. Besok aku tahan lebih lama.“ kataku sambil melirik mbak Lasmi yang sudah berpakaian lengkap.

“Mosok diajak tirakat malah tidur?“ sambung mbak Lasmi untuk menutupi perbuatan kami. Aku hanya tertawa menanggapi. “Gimana, mas, sudah siap untuk keluar kota?“ tanya mbak Lasmi pada mas Slamet.

“Sudah, mas kalau habis dari sini jadi mantap. Mama sendiri gimana, sudah siap hamil?” canda mas Slamet.

“Ya tergantung semprotannya papa, pas apa tidak?!“ canda mbak Lasmi.

“Beres itu, nanti sampai rumah tak semprot lagi, biar ini segera isi.“ kata mas Slamet sambil mengelus perut istrinya.

“Ih, malu, Pa. Ada Fariz, mosok tadi berangkat minta, pulang minta lagi?” kata mbak Lasmi munafik.

“Namanya suami istri, ya nggak apa-apa dong, biar cepet jadi. Kan tadi sudah minta ke kyai, kalau semprotannya papa kurang pas, nanti biar dibantu Fariz… haha.“ canda mas Slamet.

Aku dan mbak Lasmi langsung kaget. Wajahku langsung terlihat pucat, tapi karena gelap jadi tidak terlihat jelas.

“Gimana, Riz, mau nyemprot mbakmu tidak?” tanya mas Slamet kepadaku.

“Papa! Mosok istrinya ditawarkan?! Kasihan itu fariz jadi bingung.” elak mbak Lasmi.

Aku hanya tersenyum kecut. Dalam hati aku berkata, sudah berulang kali memek istrimu kusemprot, mas!

Kita langsung beres-beres mau pulang, tapi mas Slamet merasa ada sesaji yang tertinggal di makam. Dia pergi untuk mengambilnya.

“Apa tidak rusak tuh memek dipakai terus?” candaku kepada mbak Lasmi waktu mas Slamet pergi.

“Ini kan bukan buatan Jepang, setelah mandi juga jadi bagus lagi.” kata mbak Lasmi.

“Mbak tidak capek, digarap terus semalaman?” tanyaku.

“Untuk itu tidak ada capeknya, Riz. Kan mas slamet baru sekali, biar dia tidak curiga.” jawabnya.

“Apa nanti tidak longgar, kan habis disodok kontol yang lebih besar?” tanyaku.

“Kan sudah direndam, jadinya normal lagi. Bisa jepit kuat, mau coba?” canda mbak Lasmi.

Terlihat mas Slamet sudah kembali berjalan ke arah kami.

jilbab bikin ngaceng - zhi (11)

“Mbak, terima kasih hadiahnya, ngentot outdor penuh sensasi.” kataku.

“Riz, kamu pengin hadiah yang lain? Tunggu saja nanti. Malam ini aku milik mas Slamet, tapi besok, dua malam memekku milikmu sepenuhnya karena mas slamet sudah mulai keluar kota.” kata mbak Lasmi.

“Iya, mbak, gigolomu ini siap untuk tante girangku.” candaku.

“Besok malam kutunggu semprotanmu biar mengisi rahimku, Riz.” pesan mbak Lasmi.

Mas Slamet datang, kita langsung pulang. Aku duluan sampai rumah, baru setelah aku masuk kamar, kulihat mereka datang, kuintip dari jendela kamarku. Terlihat mas Slamet memasukkan motornya. Tidak sadar atau memang sengaja, mbak Lasmi membuka jendelanya, sehingga dari kamarku dapat terlihat jelas apa yang dilakukan orang yang di dalam. Terlihat mbak Lasmi membuka bajunya hingga telanjang bulat, tahu-tahu mas Slamet masuk juga sudah dalam posisi telajang. Langsung ia melumat bibir mbak Lasmi dan menggerayangi tetek mbak Lasmi yang besar sambil berdiri. Aku sudah akan onani sambil menonton saat kemudian mereka tidak terlihat, mungkin mbak Lasmi sudah terbaring ngangkang dientot oleh mas Slamet.

Dalam kegundahanku, aku bicara sendiri. ”Itu memek kok nggak ada matinya?! Tunggu, mbak, besok gantian kupakai.”

Aku pun merebahkan diri dan tidur sampai siang. Esoknya mas Slamet sudah mulai menyopir truk lagi ke Surabaya, berarti perlu dua malam. Senangnya, jadi ada memek nganggur dua malam ke depan… siap kusemprot…